Setelah menyelesaikan maincourse, akhirnya para pelayan kembali masuk ke dalam VIP Room dengan membawa aneka dessert. Rosa mendapat sepiring kecil chocolate ice cream dengan berries sebagai topping. Hidangan penutup itu tampak menggiurkan, tapi tidak bagi Rosa. Ia masih merasa perutnya sedang menolak makanan, mau seenak apapun itu.
Pembicaraan mengenai perjodohan pun akhirnya dimulai;
"Nak Rosa, om dan tante sudah cerita kan tentang rencana kakek?" Tanya kakek Marwan.
Rosa mengangguk lamban.
Om sigit dan tante Lastri saling melempar pandang dan tersenyum.
"Nak Rosa mau kan kenal lebih jauh sama Alex?"
"Kek-" Alex mulai tersadar ia harus membantu Rosa menghentikan ide perjodohan tersebut sebelum gadis itu melakukan bagiannya.
Rosa mendongak namun belum memberikan jawaban. Ia memandang bergantian setiap orang dalam ruangan. Ia merasa harus tegar dan tega, agar malam yang menyiksa itu cepat berlalu. Walaupun mungkin ia harus menyaksikan wajah keriput kakek Marwan yang awalnya ceria berubah penuh kecewa.
"Maksud Kakek?" Rosa sengaja memancing agar pembicaraan mengenai perjodohan cepat dicetuskan oleh kakek Marwan.
Kakek Marwan pun setali tiga uang. Ia juga ingin segera tau jawaban gadis itu, walaupun sang kakek yakin 99% Rosa pasti menerima. Siapa yang bisa menolak Alex? Ia tampan dan kaya raya, hanya wanita tidak waras yang akan menolak cucunya. Ditambah lagi tadi waktu berbincang dengan om sigit dan tante lastri, mereka berani menjamin sang ponakan pasti akan setuju.
"Ya, seperti yang om dan tante kamu kemarin sampaikan. Mau gak kamu kenal lebih jauh sama cucu kakek... dengan... menikah sama dia?"
Bagaikan petir di siang bolong, akhirnya pertanyaan itu terlontar. Pertanyaan yang terdengar sangat mengerikan ditelinga Alex maupun Rosa. Mereka langsung saling menatap satu sama lain.
Alex bisa melihat gadis di depannya berubah gelagapan. saat itu ia sangat ingin menarik Rosa dan membawanya pergi untuk bicara berdua terlebih dahulu. Mungkin meminta agar Rosa menunda memberikan jawaban. Alex tak tega melihat Rosa yang begitu tertekan.
"Kek-" Alex ingin bersuara.
"Diam dulu. Kakek baru tanya sama Rosa, kamu hargai pendapat dia" potong kakek Marwan. Sang kakek tau bahwa cucunya akan menyanggah mentah-mentah.
'Kalau Rosa menerima perjodohan ini, Alex pasti juga akan jadi sungkan untuk menolak... hmmm hmmm' batin Kakek Marwan terlanjur senang.
'Persetan sama kakek, aku yang akan bilang' gumam Alex dalam hati
Belum sempat Alex berujar, Rosa sudah bersuara terlebih dahulu.
"Kakek Marwan..." katanya pelan. Semua orang di dalam ruangan menujukan pandangan mereka pada gadis itu.
"Sebelumnya Rosa minta maaf..."
"Tapi.." Rosa berusaha menguatkan keyakinannya.
"Tapi Rosa gak bisa menerima perjodohan ini. Rosa gak bisa menikah sama Om Alex" ucap Rosa dengan mantap. Jika sudah terpojok seperti ini entah kenapa hatinya yang awalnya lemah bisa otomatis menguat.
Mendengar jawaban Rosa semua orang dalam ruangan mendadak terkejut. Alex langsung memejamkan mata, om sigit dan tante Lastri kompak membuka mulut lebar-lebar dan melotot ke arah sang keponakan, sementara kakek Marwan jelas tampak bingung.
"Walaupun usia kalian terpaut 14 tahun, tapi Kakek yakin itu gak akan jadi masalah nak..." kakek Marwan menduga Rosa menolak karena merasa Alex terlalu tua untuknya. Apalagi setelah ia mendengar gadis itu memanggil cucunya dengan sebutan Om.
"Rosa kamu apa-apaan sih!" tante Lastri yang duduk disamping Rosa langsung mencubit paha ponakannya.
"Bukan karena itu, Kek. Ini memang karena Rosa belum siap. Rosa tetap gak bisa menerima perjodohan ini, maaf"
Tante Lastri mendelik sambil ternganga. Ia tak bisa percaya sang keponakan telah menusuknya dari belakang. Ia terus mencubit paha Rosa diam-diam. Begitu keras hingga pasti akan meninggalkan bekas kebiruan disana. Berharap dengan aksinya itu Rosa akan berubah pikiran. Rosa menunduk, meringis menahan sakit akibat cubitan tante lastri yang bertubi-tubi.
"Kamu ini bicara apa? Kenapa kamu ngomong kayak gitu?" Tante Lastri langsung protes, namun tak diindahkan oleh ponakannya.
"Belum siap kenapa Nak Rosa? Kamu gak usah khawatir. Alex ini bisa mencukupi semua kebutuhan kamu" Kakek Marwan bertanya lagi sekaligus meyakinkan.
"Bukan begitu Kek..."
"Terus kenapa?"
"STOP Kek!" Raungan Alex menggelegar di udara. Semua orang terkaget dibuatnya.
"Aku juga setuju sama Rosana. Aku juga menolak perjodohan ini. She's so young... mentally and physically not ready. Apa kakek gak pernah pikirkan hal itu?"
"Kamu gak usah sok tau Alex, banyak juga orang yang menikah muda, toh mereka akhirnya baik-baik aja"
Alex nampak kesal karena kakek Marwan terus memojokkan dan membujuk Rosa. Mereka telah sama-sama menolak dan ia rasa itu cukup jelas.
"Kek, Rosa masih sekolah, masih ingin mencoba banyak hal. Kalau menikah sekarang, Rosa gak akan bisa bebas mengejar cita-cita Rosa." tutur Rosa mencoba memberikan pengertian pada kakek Marwan agar memahami keputusannya.
Alex ikut menghela nafas panjang.
"Udahlah Kek. Aku gak mungkin nikahin Rosa kalau dia belum siap. Lagian dari awal aku gak pernah bilang setuju. Kakek aja yang ngotot" ujar Alex memperkuat argumen agar perjodohan tersebut batal.
Kakek Marwan masih terdiam seribu bahasa. Setelahnya, Alex berubah menyipitkan mata kala memergoki tante Lastri yang terus mencubit-cubit Rosa dengan gemas, sementara Om Sigit menatap sang keponakan penuh amarah.
"Apa benar kamu sudah mantap untuk menolak perjodohan ini, Nak Rosa?" Kakek Marwan tak menyerah dan berusaha memastikan sekali lagi.
Rosa mengangguk.
"Rosa sudah memikirkan baik-baik. Maafkan Rosa sudah mengecewakan kakek, tapi Rosa tetap gak bisa mengorbankan masa muda Rosa dengan menikah sama om Alex" ucapnya sembari meraih tisu yang ada di meja.
Setelahnya Rosa menyapukan tisu tersebut di pipinya yang sedikit basah. Mata besar Rosa sudah tak bisa membendung airmata yang sedari tadi ia tahan. Ditambah rasa sakit dipahanya karena cubitan sang tante.
"Pak Marwan, maaf, mungkin ini Rosa-nya masih bingung, namanya juga anak muda belum bisa berpikir jernih, mohon Rosa dikasih waktu untuk berpikir lagi..." sela tante Lastri.
"Gak tante..." sahut Rosa
"keputusan Rosa udah bulat. Rosa gak mau menikah muda" katanya sambil menatap lekat tante Lastri. Ia benar-benar telah berpikir siang-malam kira-kira alasan apa yang masuk akal untuk menentang rencana kakek Marwan.
"Tapi Rosa... Ppp-Paak Marwan..." sebelum tante Lastri mendebat lebih jauh, pak Marwan sudah menyela.
"Ya sudah.. kalau itu memang maumu Nak Rosa, ndak apa-apa. Mungkin kamu sama Alex memang belum berjodoh" kata Kakek Marwan terdengar pasrah tanpa sedikitpun memandang Rosa yang memperhatikannya.
Alex mendengus pelan dan memijit kepalanya sekilas. Ia melirik Rosa yang diam-diam menyembunyikan tangisannya.
Setelah rencana perjodohan tersebut berbuah kegagalan, acara makan malam pun ikut berakhir. Tak lama setelahnya Rosa dan keluarga nya memohon pamit pada Kakek Marwan dan Alex.
Kakek Marwan seketika berubah, menanggapi dingin Rosa dan keluarga nya yang pamit. Rosa merasa sangat sedih namun apa daya, itulah yang terbaik.
***
Saat berjalan keluar menuju parkiran, Rosa mendengar sayup-sayup orang memanggil namanya.
"Rosana!" teriak Alex sambil berlari.
Pria itu langsung menahan tangan Rosa agar menghentikan langkahnya. Rosa lalu berpaling menghadap Alex.
"Apalagi om?" gerutu gadis itu lirih.
Alex nampak ragu dan mengatur nafas sesaat.
"Maaf-" Alex menggumam pelan. Bagaimanapun juga ia sudah menyebabkan Rosa menangis dan terbebani. Ada sebersit rasa bersalah dalam hatinya. Penyesalan yang begitu besar karena keegoisannya menemui Rosa di belakang dan membuat gadis itu harus menolak perjodohan menghantuinya kini. Alex merasa pasti akan lebih baik jika ia bisa menyelesaikan semua sendiri tanpa melibatkan gadis itu. Tapi sekarang semua sudah terlambat.
"Saya..."
Sekilas, Rosa menatap Alex yang balas memandangnya dengan lekat. Kemudian ia buru-buru melihat ke arah lain karena airmatanya kembali turun. Pandangan Rosa lalu beralih ke pergelangan tangannya.
"Sudah malam, Om. Rosa pulang dulu. sudah ditunggu. Permisi"
Seakan tak mau mendengar ucapannya, tanpa memberikan kesempatan pada Alex untuk melanjutkan kalimat, Rosa langsung menghempas tangan pria itu. Ia kemudian buru-buru meneruskan langkah dengan cepat karena tak ingin kembali dikejar.
Alex memandangi punggung Rosa yang tengah berlari dengan perasaan getir. Seandainya gadis itu tau, ia jarang sekali mengucapkan kata "maaf" jika tidak pada mereka orang yang sangat ia hargai.
*****