Dᴀʀᴋ Lɪɢʜᴛ [ʙɴʜᴀ × ᴏᴄ]

By vanillavoid

506K 53.8K 19.2K

"Aku akan menjadi pahlawan yang menuntaskan segala kejahatan!" Adalah suatu keganjilan jika kalimat tersebut... More

A/N
Prolog: Devil Child
Chapter 1: Black Death
Chapter 2: Shigaraki Yukina: Origin
Chapter 3: New Home
Chapter 4: U.A High School
Chapter 5: U.A High School [2]
Chapter 6: USJ
Chapter 7: USJ [2]
Chapter 8: USJ [3]
Chapter 9: USJ [4]
Chapter 10: USJ [5]
Chapter 11: After USJ
Chapter 12: After USJ [2]
Chapter 13: Courage
Chapter 14: New Start
Chapter 15: Declaration of War
★ SPECIAL CHAPTER ★
Chapter 16: Bad Rival
Chapter 17: Sports Festival
Chapter 18: Obstacle Race
Chapter 19: Cavalry Battle
Chapter 20: King ✗ Queen Ice
Chapter 21: Final Round
Chapter 22: Final Round [2]
Chapter 23: Shoto vs Yukina
Chapter 24: Yukina vs Katsuki
Chapter 25: The Winner
Chapter 27: Summer Time!
Chapter 28: Codename
Chapter 29: Internship
Chapter 30: Encounter - Stain
Chapter 31: Night Nova
Chapter 32: The Aftermath
Chapter 33: Twisted Fate
Chapter 34: Get Along and Gear Up
Chapter 35: Beyond The Sky
Chapter 36: Study Date
Chapter 37: Last Exam
Chapter 38: Last Exam [2]
★ SPECIAL CHAPTER [3] ★
✩ APPRECIATION CHAPTER ✩
✨ I M A J I N A S I ✨
Chapter 39: Encounter - Hawks
Chapter 40: Shigaraki Yukina: Rising
Chapter 41: Shigaraki Yukina: Rising [2]
Chapter 42: Alter Life

Chapter 26: Is This A Date, Shoto?

11.6K 1.1K 1K
By vanillavoid

[A/N]: Ada sedikit pengumuman di akhir cerita. Jadi, baca sampai habis, ya! Happy reading!~ (๑˃ᴗ˂)ﻭ

"Otsukare. Karena itulah, besok dan lusa kalian libur."

Seusai festival olahraga, Aizawa selaku wali kelas memberikan beberapa pengumuman.

"Pahlawan pro yang mengamati festival olahraga pasti ada yang merekrut kalian. Mengenai itu, pihak sekolah yang akan mengurusnya dan akan diumumkan saat sudah masuk. Sambil menunggu pengumuman, beristirahatlah yang cukup."

"Baik!"

Pukul setengah empat sore. Yukina menyampir tas sekolahnya sembari menguap kecil. Aizawa menyuruhnya pulang lebih dulu karena dia masih mengurus sesuatu di kantor. Tentu saja Yukina mematuhinya dengan senang hati. Akhirnya hari yang panjang sekaligus melelahkan itu selesai juga.

"Yukina."

Suara berat khas laki-laki tertangkap oleh telinga Yukina, membuat langkahnya keluar dari U.A terhenti. Todoroki Shoto, orang yang memanggil dengan intonasi datar tengah berdiri tigapuluh senti darinya. Di pipi kirinya tertempel plester luka, bukti ditonjok Yukina tanpa berperikemanusiaan.

"Ada apa?" tanya Yukina sambil menghadapkan badannya kepada Todoroki. Dia tak menyangka pemuda hot 'n cold itu mau mengajaknya bicara. Sebaliknya, Yukina mengira Todoroki membencinya karena telah mengatakan sesuatu yang tidak berperasaan saat festival olahraga.

"Apa kau... ada acara besok?" Todoroki mengalihkan pandangannya saat bertanya. Entah kenapa dirinya tak sanggup menatap dua manik hitam Yukina yang lebih bercahaya dari sebelum-sebelumnya.

"Jika tidur seharian adalah acara, maka iya," jawab Yukina datar. "Memangnya kenapa?"

"Aku—"

"Minggir, para Rambut Labil! Kalian menghalangi jalan!"

Bakugo dengan ekspresi garangnya menatap tajam Todoroki yang berambut merah-putih kemudian beralih pada Yukina yang berambut hitam-putih. Mungkin itulah alasan kenapa Bakugo menyebut TodoYuki 'Rambut Labil'.

Todoroki yang tidak suka perkataannya dipotong pun angkat bicara untuk membalas hardikan Bakugo. "Kurasa jalannya cukup luas untuk kau lewati, Bakugo. Daripada menyela pembicaraan orang, kenapa kau tidak lewat jalan yang lain saja?"

"Jangan memerintahku, Hanbun Yaro! Terserah aku mau lewat mana!" sahut Bakugo ketus. Seperti ada aliran listrik yang menghubungkan matanya dengan Todoroki. Tatapan intens itu dihentikan oleh Yukina yang merentangkan tangannya.

"Tidak usah berdebat, Todoroki. Dia cuma ingin lewat," kata Yukina sambil memberi isyarat agar tidak melanjutkan percekcokan. Todoroki langsung diam menurut sedangkan Bakugo mendecih kesal.

'Padahal tadi mereka saling membunuh satu sama lain, tapi kenapa sekarang malah jadi akur begini?!'

Bakugo kembali melangkah. Dengan seenak jidat dia berjalan melewati celah antara Todoroki dan Yukina, seperti emak-emak naik motor yang menyelonong di tikungan. Tentu saja itu membuat Todoroki geram dalam hati. Apalagi Bakugo sengaja menubrukkan pundaknya, menyebabkan Todoroki sedikit terentak ke belakang.

"Meski kau menang, jangan berlagak sombong di depanku, Shittyukina," ucap Bakugo dengan nada rendah dan penuh penekanan.

'S-Shittyukina?!' Yukina terkejut karena Bakugo memelesetkan nama baiknya.

Shittyukina bila diterjemahkan artinya "Yukina yang menyebalkan", sebuah panggilan dari Bakugo karena merasa Yukina sangat mengesalkan.

Tiba-tiba Bakugo menarik kasar dasi Yukina, membuat jarak mereka tinggal sejengkal. Tangan Yukina refleks bertumpu pada dada bidang Bakugo, menahan tubuhnya agar tidak tertarik lebih dekat.

"Camkan ini baik-baik! Aku tidak akan berakhir di sini. Selanjutnya, aku takkan kalah darimu!" ikrar Bakugo di depan wajah datar Yukina. Di belakangnya, Todoroki tengah menahan hasrat membakar Bakugo hidup-hidup.

Padahal Todoroki yang lebih dulu bicara dengan Yukina, eh Bakugo malah menyerobot seenak jidat. Apalagi dengan posisi sedekat itu. Sedikit dorongan saja, bibir BakuYuki langsung bertemu tanpa wacana.
Menyadari Todoroki nyaris terbakar, Yukina langsung mendorong Bakugo menjauh.

"Aku sudah pernah mendengarnya," balas Yukina sambil merapikan dasinya yang melonggar. "Ayo pulang, Todoroki."

Yukina menarik lengan seragam Todoroki, mengajak angkat kaki dari sana. Todoroki mengikutinya tanpa protes. Sebaliknya, Bakugo malah berdiri mematung di tempat. Sama sekali tak berniat mengejar mereka, seperti bukan dirinya saja. Bakugo menyadari sesuatu, dia telah mengalami dua kekalahan hari ini. Dan yang terakhir lebih menyayat hati.

"Yo, Bakugo!" Kirishima datang menghampiri. "Mau pulang bareng— Astagadragon! Wajahmu menyeramkan sekali! Apa kau baik-baik saja, Bakugo?!"

"Diam, Kirishima! Aku sama sekali tidak baik-baik saja!"

"Maaf soal tadi, Todoroki," kata Yukina sambil berjalan. Tangannya tak lagi berpegangan pada lengan Todoroki.

Yukina menoleh ke pemuda yang sedari tadi terus menatapnya, "Jadi, kau ingin bicara apa?"

Todoroki tersentak namun ekspresinya tetap tenang seperti biasa. "Sebenarnya... aku ingin mengajakmu ke suatu tempat besok," jelasnya datar padahal dalam hati sudah panas dingin.

"Ke mana?" tanya Yukina bingung.

"Datanglah ke stasiun jam sembilan. Kutunggu," Todoroki mengeratkan sampiran tasnya dan langsung pulang, meninggalkan Yukina yang ber-huh bingung.

Yukina mengerjapkan matanya sesekali, itu jawaban yang tidak menjawab pertanyaannya. Yukina menyentuh dagunya sendiri dan berpikir serius. "Saat cowok mengajak cewek ke suatu tempat tanpa bilang ke mana tujuannya, itu berarti—"

Yukina tersentak, "—Todoroki ingin menculikku lalu menghabisiku di tempat?!"

Dan begitulah akibatnya jika seseorang dibesarkan di lingkungan penjahat.

Keesokan harinya...

Setelah mendapat pencerahan dari Midnight, akhirnya Yukina memutuskan untuk datang sesuai ucapan Todoroki. Tidak hanya memberi pencerahan, Midnight bahkan sampai mendandani Yukina secantik mungkin.

Alasannya? Yah, mana mungkin Midnight membiarkan Yukina pergi bersama Todoroki dengan default outfit-nya, yaitu jaket hitam, celana training, dan sandal swallow. Itu mau kencan atau ngenolep?

[Midnight]:
| Semangat kencannya, Yukina!
| Kalau ada kesempatan, langsung embat saja! :v

"Kencan? Apakah itu nama makanan? Aku tidak pernah mendengarnya," gumam Yukina tak paham. Dia melirik orang-orang sekitar yang ber-blushing ria menatapnya. Tentu ini membuat Yukina tidak nyaman. Dia mulai cemas jikalau Todoroki menertawakan penampilannya nanti.

"Hei, lihat! Kucingnya imut sekali..."

Mendengar kata 'imut', Yukina langsung seperti Spongebob purba yang siap siaga. Dia celingak-celinguk mencari sumber keimutan. Tampak kerumunan wanita yang berbisik-bisik tak jauh darinya. Yukina langsung berjalan mendekat, 'Ini 'kan stasiun—'

"Benar! Kucingnya imut, jadi ingin meluk cowoknya~"

Lah? Yukina langsung suram mendengar bisikan cewek di sebelahnya. Yukina menyeruak gerombolan sambil menghela napas, "Memangnya cowoknya seimut ap—"

Ucapan Yukina terpotong begitu melihat pemandangan di depannya. Todoroki yang berjongkok tengah bermain-main dengan dua kucing. Kucing berbulu hitam-putih dalam pelukannya menjilat-jilat pipi Todoroki dengan manja, sementara kucing berbulu oranye asyik rebahan di dekatnya.

'K-KAWAII...' seru Yukina dalam hati dengan pipi yang memerah. Namun wajahnya langsung datar lagi saat Todoroki menoleh. Ini membuktikan bahwa Yukina sangat ahli dalam menjaga image.

"Kau sudah datang ternyata," Todoroki menurunkan kucing dari pelukannya kemudian menghampiri Yukina yang berhasil mengendalikan diri.

"Apa aku membuatmu menunggu lama?" tanya Yukina sedikit cemas.

Melihat penampilan Yukina dari dekat membuat Todoroki terbelalak takjub. Yukina mengenakan gaun bentuk A berwarna biru-putih yang casual. Rambutnya kali ini dibuat putih seluruhnya, dengan sedikit bagian di sisi kiri yang berkepang rapi. Tak ketinggalan bando berbunga biru yang dia gunakan semakin menambah kesan manis.

'Dia malaikat salju...'

"Todoroki? Aku terlihat aneh sampai kau menatapku terus?"

Ucapan tersebut menyadarkan Todoroki dari pesona Yukina. Sontak saja Todoroki tersentak dan menggeleng.

"Kau sangat... cantik," puji Todoroki sedatar mungkin di tengah kebakaran yang melanda dirinya.

'Todoroki bilang 'cantik'? Apa dia benar-benar tahu arti kata itu?!' batin Yukina syok.

Biasanya main-heroine yang waras langsung tersipu malu saat dipuji cantik, eh yang ini malah memikirkan hal tidak berfaedah.

"Sebenarnya aku ingin sedikit mengubah penampilan. Dan setelah mendengarmu berkata begitu, aku jadi lebih percaya diri," kata Yukina sambil memainkan kepangan rambutnya.

"Terima kasih, Todoroki."

"Shoto," koreksi Todoroki.

"Huh?"

"Mulai sekarang, panggil aku Shoto," jelas Todoroki singkat. "Ayo, keretanya sebentar lagi berangkat."

Yukina sedikit menganga melihat tempat tujuannya bersama Todoroki. Mereka memasuki sebuah rumah sakit megah bertingkat. Tidak ada obrolan di sepanjang perjalanan. Selain karena dua sejoli itu irit bicara, Yukina juga sungkan —atau malas bertanya. Paling-paling Todoroki menjawabnya ngawur seperti kemarin. Makanya, Yukina memilih diam dan mengikuti saja.

'Jadi, kencan itu... acara berkunjung ke rumah sakit, ya?' batin Yukina.

Saat Todoroki sedang bertanya pada resepsionis, Yukina malah memikirkan hal tidak berfaedah –lagi. Bahkan Yukina tak sadar orang-orang sekitar terkejut melihat kedatangan Todoroki bersamanya.

Setelah mendapat informasi yang dibutuhkan, Todoroki langsung mengajak Yukina ke tujuan.
Dia melirik Yukina, "Kenapa kau tidak bertanya alasanku mengajakmu ke sini?" tanyanya.

Padahal Todoroki menantikan pertanyaan tersebut, tapi apa daya... Level kecuekan Yukina tidak bisa dinalar lagi.

"Karena aku sudah tahu. Kau ingin mengunjungi ibumu, makanya kau menanyakan kamarnya pada resepsionis tadi," jelas Yukina. Ternyata kebiasaannya menguping pembicaraan orang lain berguna juga.

"Kau benar," Todoroki mengiakan pendapat Yukina. "Sejak hari itu, aku merasa keberadaanku hanya membuat ibu tertekan. Jadi, aku tidak menemuinya."

Yukina hanya diam. Sungguh, dia sangat risih dengan hal-hal yang berbau sentimen seperti ini. Dia juga tidak tahu harus berkata apa untuk menjawab penjelasan Todoroki. Terkadang niat baik Yukina malah terhalang oleh mulut sarkastisnya sendiri.

"Namun berkatmu, sekarang aku sadar. Dengan tubuh ini, aku akan bersungguh-sungguh menjadi pahlawan sekali lagi. Jadi... terima kasih, Yukina," kata Todoroki. Meski datar, nada bicaranya kali ini melembut. Terutama saat menyebut nama lawan bicara.

"Aku hanya mengucapkan apa yang ada di kepalaku, jadi tidak perlu berterima kasih," sahut Yukina datar. 'Padahal saat itu aku hampir membunuhmu. Syukurlah aku tidak khilaf...' lanjutnya sweatdropped dalam hati.

'Meski begitu...' Todoroki menyentuh dadanya sendiri, 'Kenapa kata-katamu sangat mengena di hati? Seakan-akan kau mengalami apa yang kulalui selama ini.'

Todoroki dan Yukina berhenti di depan kamar nomor 315. Dari papan nama "Nyonya Todoroki" di sampingnya, Yukina tahu telah sampai tujuan. Namun dia bingung melihat Todoroki yang tidak jadi meraih gagang pintu.

"Ada apa, Todoroki? Apa kau tidak tahu caranya membuka pintu?" tanya Yukina polos.

"Ini pertama kalinya aku mengunjungi ibuku. Aku... tidak tahu harus bagaimana," jawab Todoroki jujur. Setitik keringat yang mengalir di pelipis menguatkan ucapannya.

"Tidak perlu gugup. Kau 'kan mengunjungi ibumu sendiri, bukan mengunjungi presiden," sahut Yukina enteng.

Entah kenapa, Todoroki malah menyetujui balasan nyeleneh tersebut. Ternyata Yukina punya cara tersendiri untuk menenangkan orang lain. Yah, meski caranya kadang sedikit absurd, sih.

Puk! Yukina menepuk punggung Todoroki, membuatnya sedikit terdesak ke depan. Seakan-akan memberinya dorongan agar tetap maju dan keluar dari masa kelamnya.

"Masuklah, Shoto. Aku akan menunggumu di luar."

Todoroki tersenyum tipis kemudian mengangguk. Dia menggeser pintu kamar dan melangkah masuk menemui ibunya. Sementara Yukina menunggu di luar. Dia sadar Todoroki butuh family quality time bersama ibunya.

Beberapa menit kemudian...

Todoroki keluar dari kamar ibunya dan menghampiri Yukina yang bersandar pada tembok. Yukina langsung menoleh, mengalihkan perhatiannya dari PSP menuju Todoroki. "Cepat sekali," komentarnya.

"Ibuku ingin bertemu denganmu. Ayo masuk," ajak Todoroki. Tentu saja Yukina kebingungan dan berusaha menolak halus. Namun, Todoroki tidak peduli dan malah menariknya masuk. Tampak seorang wanita cantik berambut putih, wajahnya sangat damai dan menenangkan.

Yukina terbelalak kaget, 'Inikah... ibunya Shoto?'

"Ah, jadi ini teman yang kau ceritakan, Shoto?" tanya Rei, menyadarkan Yukina yang terkejut. Todoroki hanya mengangguk sebagai balasan.

'Yukina yang berambut putih sangat mirip dengan ibu,' pikir Todoroki. Dia seperti melihat refleksi ibunya sendiri di usia muda.

Yukina sedikit membungkukkan badan, "Aizawa Yukina, panggil saja Yukina. Senang bertemu dengan Anda, um, Todoroki... —san," ucapnya sedikit gugup. Si mantan villain bengis itupun langsung berubah salihah di depan c̶a̶l̶o̶n̶ ̶i̶b̶u̶ ̶m̶e̶r̶t̶u̶a̶   ibu Todoroki.

"Mengetahui Shoto punya teman sebaik ini membuatku ikut senang. Terima kasih, Yukina-chan, karena telah menyakinkan Shoto untuk menjadi pahlawan lagi," ucap Rei dengan senyuman tulus.

Yukina tertegun, aura keibuannya benar-benar terasa. Meski Yukina adalah teman Todoroki, dia merasa seperti dianggap anak sendiri olehnya.

"Aku tidak sabar melihat Shoto mengembangkan diri bersamamu dan menjadi pahlawan hebat," tambah Rei. Todoroki melirik Yukina yang mengangguk. Semburat merah menyebar di pipinya saat bibir Yukina sedikit terangkat membentuk senyuman.

"Saya juga."

Setelah mengobrol banyak dengan Rei, Todoroki dan Yukina pun pamit. Setidaknya begitulah yang dipikirkan Yukina. Namun ternyata, Todoroki malah mengajaknya makan siang bersama sebelum pulang. Reaksi Yukina? Gas pol, dong.

"Aku pesan soba dingin dan ocha. Kau?" tanya Todoroki pada Yukina

"Air putih saja," Yukina berkeringat dingin melihat harga di buku menu. Maklumlah, dia tidak pernah makan di restoran elit sebelumnya. Wajar saja jika nyaris pingsan melihat deretan angka yang tertulis di sana.

Yukina langsung deadpan, "Harganya setara dengan uang jajanku satu bulan."

"Kau pesan saja apa yang kau mau. Kutraktir," Todoroki sang holkay telah bersabda.

Mendengar kata 'traktir', Yukina langsung menoleh secepat kilat dengan mata berbintang-bintang. Organisme mana yang tidak bahagia kalau ditraktir coba? Perut kenyang, hati senang, dompet tenang.

Yukina mendehem, "Kalau begitu, aku pesan udon dingin. Minumnya sama saja."

Pramusaji pun mengangguk dan segera menyiapkan pesanan mereka. Tak lama kemudian, dua mi khas Jepang tersaji di meja. Keduanya dihidangkan di atas baki bambu yang terlihat menyegarkan, lengkap dengan kuah dan topping dalam wadah berbeda. Zaru soba dan zaru udon memang menu yang cocok di musim panas.

"Itadakimasu," ucap Yukina dan Todoroki bersamaan sebelum makan. Dengan nada yang sama, flat as always. Mereka mengambil sumpit dan segera menyantap hidangan masing-masing.

Slurrpp.. Bunyi seruputan terdengar berbarengan. Enak, pikir keduanya meski tak terucapkan. Todoroki diam-diam melirik. Yukina kalau sudah makan memang langsung lupa dunia, sampai tak sadar Todoroki memperhatikannya sejak tadi.

'Dia kidal, ya...' batin Todoroki. Dia baru tahu fakta tersebut setelah melihat Yukina makan menggunakan tangan kirinya.
Meski saat bertarung begitu barbar, tetapi Yukina tidak rakus saat makan. Tidak ada bunyi kecapan, dia mengunyah pelan-pelan dan sopan.

Beranjak dari itu, kini Todoroki memandangi wajah Yukina yang cantik. Rambutnya seputih salju, kontras dengan kulitnya yang mulus. Matanya yang hitam kelam mampu menghipnotis Todoroki untuk betah menatap. Dan yang paling menggoda adalah bibir mungilnya yang berwarna peach natural itu.

Tampaknya posisi soba sebagai makanan terenak bagi Todoroki mulai tergeser.

"Terima kasih sudah mentraktirku, Shoto. Itu tadi sangat enak," kata Yukina setelah selesai makan. Dia dan Todoroki berjalan bersama keluar dari restoran.

"Syukurlah kalau begitu," sahut Todoroki pelan. Dia mengusap tengkuknya gugup, "Jadi... setelah ini kau mau ke mana? Langsung pulang?"

Yukina memeriksa ponselnya untuk melihat jam. Pukul 3 sore. Tidak terasa waktu berlalu dengan cepatnya.

"Aku harus pergi berbelanja untuk makan malam sekarang. Ayahku pasti sudah kelaparan di rumah," jelas Yukina. Dia tak bisa membayangkan Aizawa yang mirip mumi itu bergulung-gulung di lantai menahan lapar. Jadi kayak ulat keket nanti.

"Kutemani," kata Todoroki to the point.

"Tidak usah. Aku tidak ingin merepotkanmu, Shoto," tolak Yukina halus. "Lagipula, ini pekerjaan wanita."

"Tidak masalah. Aku sering melihat pasutri berbelanja bersama," Todoroki bersikukuh mau ikut. Ngode, mas? Sayangnya yang dikode malah gagal paham.

'Pasutri? Apa itu? Pasukan tribulus?' batin Yukina.
—Eh buset, pasangan suami istri malah dikira pasukan tanaman liar. Sejak kapan gulma mau shopping di mall, hei? Oke, kita abaikan saja pemikiran unfaedah Yukina itu.

Karena Todoroki tetap ngotot ingin ikut, seperti anak kecil minta dibelikan tamiya di pasar, Yukina pun mengiakannya. Dia paling malas berdebat karena cuma membuang-buang waktu juga energi.

Di Pusat Perbelanjaan...

Yukina meneliti setiap bahan makanan yang tersedia di rak dengan cermat. Semenjak tinggal bersama Aizawa, urusan konsumsi dan rumah ditanggung olehnya secara penuh. Serasa kayak PRT memang, tetapi Yukina tidak mempermasalahkannya. Dia sudah bersyukur ada orang yang mau menampungnya daripada tinggal dengan AFO.

Saat Yukina sibuk memilih barang belanjaannya, Todoroki terus mengekor dari belakang sambil sesekali melirik. Orang-orang sekitar –terutama kaum adam menatap Yukina dengan mata yang membuat Todoroki geram. Apalagi saat Yukina berjinjit mengambil barang yang tinggi menyebabkan roknya sedikit terangkat.

"Kenapa kau tidak minta bantuanku?"

Yukina tersentak menyadari Todoroki berdiri tepat di belakangnya. Bisikan suara maskulinnya menerpa telinga. Sangat dekat, hingga seperti berpelukan. Rasanya Yukina ingin menghempaskan Todoroki jauh-jauh, namun dia mengurungkan niatnya. Entah karena tidak ingin menghancurkan suasana romantis yang Author bangun, atau tidak ingin disuruh ganti rugi oleh pihak supermarket.

"Karena aku bisa mengambilnya sendiri, Shoto," jawab Yukina datar.

Yukina berjinjit untuk mengambil barang Di rak teratas namun Todoroki lebih cepat. Tangan kekarnya terulur mengambil barang yang dimaksud sementara tangan satunya memegang pinggang Yukina, menahannya agar tidak berjinjit. Sontak saja Yukina merinding karena sentuhan lembut tersebut.

Tak tahukah Todoroki bahwa pinggang adalah salah satu titik sensitif perempuan?

"Terima kasih. Aku sangat terbantu," Yukina menerima barang yang diambilkan Todoroki dengan pokerface. Padahal dalam hatinya menjerit 'Aku tidak sependek itu, tahu!'

Todoroki mengangguk, "Sama-sama."

Setelah mendapat semua barang yang dibutuhkan, Yukina segera menuju kasir. Saat hendak mengambil dompet untuk membayar, pundaknya ditepuk Todoroki lembut. "Biar aku saja yang membayarnya."

"Tunggu, a-apa?" Yukina sampai tergagap saking terkejutnya. "Shoto, aku tahu kau ingin membantuku, tapi tidak perlu sampai begini. Ini 'kan belanjaanku," tolaknya halus. Percayalah, Yukina sungguh merasa tidak enak hati pada Todoroki.

"Tidak apa-apa, anggap saja sebagai rasa terima kasihku," Todoroki mengeluarkan kartu kredit dari dompetnya dan membayar belanjaan Yukina. Kalau mau, dia pun sebenarnya bisa membeli supermarket itu beserta seluruh isinya.

'Astaga. Ternyata sejak tadi aku bersama anak konglomerat,' batin Yukina speechless —akhirnya sadar juga dia.

Dalam penglihatan Yukina sekarang, Todoroki adalah pangeran dari negeri dongeng sedangkan dia adalah babunya. Romantis sekali, bukan?

Sementara itu, mbak-mbak kasirnya cuma bisa mengelus dada dan berusaha tegar.
"Jomblo mah boro-boro dibayarin, diutangin iya, :')"

Perjalanan pulang diliputi kecanggungan dalam keheningan. Yukina merasa seperti ditampar dengan perbedaan kasta yang mutlak. Dia juga tidak tahu harus berkata apa selain terima kasih sebanyak 33 kali. Todoroki mah santai-santai saja. Uang habis tinggal morotin bokap. Masalah selesai.

"Rumahku sudah dekat, jadi antar sampai sini saja," kata Yukina sambil menunjuk rumah Aizawa yang sudah terlihat. "Terima kasih, Shoto."

"Tidak. Seharusnya akulah yang berterima kasih padamu," sahut Todoroki. "Terima kasih, Yukina. Kau telah membuka mataku. Dengan kedua sisiku ini, aku akan menjadi pahlawan yang melampaui ayah sialan itu."

Yukina rasanya ingin tertawa jahat karena Endeavor dikatai 'ayah sialan' oleh anaknya sendiri. Dia mengangguk bangga, "Aku ikut senang mendengarnya."

—Tunggu, Yukina senang karena Todoroki berubah ke arah positif atau senang karena ada komplotan durhaka pada ayah sendiri? Well, why not both?

"Kalau begitu, sampai bertemu di sekolah, Shoto."

Todoroki tersentak ketika Yukina mengucapkan salam perpisahan kepadanya. Tampak Yukina melambaikan tangannya dan berbalik pulang. Di setiap langkahnya yang semakin menjauh seperti menyiramkan bubuk kesedihan di hati Todoroki.

'Perasaan apa ini? Sekalipun aku menghabiskan waktu seharian bersamamu, rasanya aku merindukanmu di detik kau pergi,' batin Todoroki bingung.

Todoroki refleks meraih tangan Yukina kembali, menariknya agar mendekat. Saat mereka berhadapan, Todoroki langsung menyibakkan poni lurus Yukina dan mengecup dahinya. Kecupan lembut dari bibir Todoroki membuat Yukina membeku di tempat. Meski Todoroki sempat mempertahankan posisinya untuk beberapa detik, ciuman itu sebenarnya berlangsung singkat.

Yukina mendongak, menatap Todoroki dengan mata bingung. Simpulan senyum terbingkai di wajah tampannya yang disinari cahaya senja. Todoroki merapikan poni Yukina yang sedikit berantakan akibat ulahnya sembari tersenyum tipis.

"Ya. Sampai jumpa di sekolah juga, Yukina."

Setelah kata itu terucap, Todoroki langsung balik kanan grak, meninggalkan Yukina yang ola-olo di tempat. Sepanjang jalan, Todoroki terus menutupi semburat merah yang menyebar luas di kedua pipinya.

'Sepertinya aku terlalu berlebihan. Hampir saja...'

Todoroki menyentuh dadanya yang berdegup kencang. Pipinya panas namun bukan demam atau karena efek samping quirk.

'Bukankah terlalu awal untuk menyebut ini cinta?'

[Extra]:

Yukina menyentuh dahinya sendiri, "Ngomong-ngomong, itu tadi apa, ya? Jika itu sebuah teknik melumpuhkan musuh, hebat sekali. Mungkinkah tadi Shoto membekukan otakku dengan quirk esnya?"

Benar, Todoroki. Ini masih terlalu awal untuk disebut cinta.

#26
Even if I spent the whole day with you, I miss you the second you leave.
.
.
.
.
.
.

Halo, Author Vanilla di sini! ( ´ ▽ ' )ノ

Sedikit pengumuman untuk pembaca sekalian. Karena cerita ini telah menyentuh 20K views, Author membuka lapak QnA di mana kalian dapat mengajukan pertanyaan untuk enam biji —eh maksudnya orang, para tokoh utama "Dark Light".

Silakan komen di kolom nama tokoh bawah ini untuk mengajukan pertanyaan kepadanya.

Yukina Shigaraki, tokoh utama berdarah dingin tapi gila keimutan.

Izuku Midoriya, cowok terimut dan pelukable di series.

Katsuki Bakugo, makhluk kasar bermulut sangat tidak family-friendly banget.

Shoto Todoroki, anak durhaka pemakan soba.

Eijiro Kirishima, pria terjantan namun merasa kalah jantan dengan Yukina yang betina.

Denki Kaminari, pikachu sableng nan konslet korban penistaan Author.

Author tidak membatasi jumlah pertanyaan para pembaca. QnA dibuka selama tiga hari (ditutup tanggal 8 April 2020) dan akan dipublish di chapter depan.

—Next: Chapter spesial 20K views, yohohoho—
.
.
.

Sementara itu, di backstage...

Yukina: "Kuharap pertanyaan pembaca tidak merepotkanku..." /sigh/

Bakugo: "AKAN KULEDAKKAN KALIAN MANUSIA KEPO YANG BERTANYA ANEH-ANEH!" /menggebu-gebu/

Midoriya: "K-K-Kacchan, jangan menakuti pembaca begitu. Nanti kalau mereka kabur, bagaimana QnA-nya?" /cemas/

Bakugo: "URUSAI, DEKU TEME! Kau mau kubuat tidak bisa hadir di QnA lusa, hah?!"

Kirishima: "Belum mulai sudah ngegas. Apa akan baik-baik saja jika dia ikut QnA?"/sweatdropped/

Kaminari: "Dupak saja dia. Dia cuma memanaskan suasana saja." /setrum Bakugo sampai kejang-kejang/

Todoroki: "...Apa kita akan digaji untuk ini?"

All : ". . . ."

Author: ε=ε=ε=(~ ̄▽ ̄)~ /kabur/

Mari kita ramaikan fandom ini bersama-sama! Author tunggu pertanyaan kalian, ya!

Sara ni mukou e, PLUS ULTRA!

Continue Reading

You'll Also Like

Tentang Takdir By

Fanfiction

42.7K 3.4K 56
Ayoooo siapa yang dari kemaren nungguin season 2 nya MARIALINO. ini adalah kelanjutan dari MARIALINO, jangan lupa baca dulu yaa bagian cerita MARIALI...
74.9K 9.8K 103
This is just fanfiction, don't hate me! This is short story! Happy reading💜
247K 19.5K 94
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
1.2M 62.7K 66
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...