Jodoh Pasti Kembali [Complete...

By nikniknuraeni

335K 27.3K 1.1K

Rupanya Ibu memiliki tempat teramat istimewa di hati Ayah. Nyatanya, setahun setelah 'kepergian' Ibu, ia terl... More

Intro
Bab 1
Bab 1 | 2
BAB 2
BAB 2 | 2
Bab 3
Bab 3 | 2
Bab 4
Bab 4 | 2
Bab 5
Bab 5 | 2
Bab 6
Bab 6 | 2
Bab 7
Bab 7 | 2
Bab 8
Bab 8 | 2
Bab 9
Bab 9 | 2
Bab 10
Bab 10 | 2
Bab 11
Bab 11 | 2
Bab 12
Bab 12 | 2
Bab 13
Bab 13 | 2
Bab 14
Bab 14 | 2
Bab 15 | 2
Bab 16
Bab 16 | 2
Bab 17
Bab 17 | 2
Bab 18
Bab 18 | 2
Bab 19
Bab 19 | 2
Bab 20
Bab 20 | 2
Bab 21
Bab 21 | 2
Bab 22
Bab 22 | 2
Bab 23
Bab 23 | 2
Bab 24
Bab 24 | 2
Bab 25
Bab 25 | 2
Bab 26
Bab 26 | 2
Bab 27
Bab 27 | 2
Bab 28
Bab 28 | 2
Bab 29
Bab 29 | 2
Bab 30
Bab 30 | 2
Extra Part
Extra Part | 2
Extra part | End

Bab 15

4.2K 377 10
By nikniknuraeni

Satu pekan terlewati, tapi yang ditunggu tidak juga kunjung datang. Mungkin harapanku saja yang terlalu tinggi, berharap akan segera dihubungi.

Oh, mungkin dia sibuk! Mungkin dia belum menerimanya. Mungkin dia belum sempat membuka. Dan segala kemungkinan lain kumunculkan dalam kepala.

Atau, bisa jadi dia tidak pernah berniat menghubungi smaa sekali!

Aku hanya bisa pasrah dan berharap tidak menitipkan barang itu pada orang yang salah. Semoga apa yang ingin Ibu kembalikan bisa sampai pada orang yang seharusnya menerima.

Sebaiknya segera kulupakan saja perkara titipan itu sebelum urusan lain menjadi kacau gara-gara terlalu memikirkannya. Ada hal yang jauh lebih penting yang saat ini harus kulakukan, seperti memeriksa hasil ujian mahasiswa atau menemani sarapan Ayah.

"Proyek Ayah sudah selesai?" Aku mencoba mengawali pembicaraan.

Sebulan terakhir ini Ayah sudah mulai beraktivitas dengan normal, walau sesekali masih terlihat melamun dengan mata berkaca. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Setidaknya sudah menunjukkan kemajuan.

"Proyeknya masih berjalan, lima puluh persen, tapi tugas Ayah sudah hampir delapan puluh persennya."

Kuiyakan saja walau tidak terlalu mengerti dengan istilah-istilah yang diceritakannya kemudian. Aku hanya sedang ingin mengobrol dengan Ayah.

Ponselku berdering. Sebuah nomor tidak dikenal masuk. Aku mengangkatnya dengan sedikit gugup. Rupanya telepon dari bu Santi, seorang staf administrasi jurusan, dengan nomor barunya.

Sejujurnya, aku sedikit kecewa.

"Sedang menunggu telepon lain dari seseorang?"

Aku sedikit terperanjat mendengar pertanyaan Ayah setelah panggilan itu berakhir dan kembali ke meja makan untuk melanjutkan sarapan.

"Eh, iya. Kok Ayah bisa tahu?"

"Dari tadi menengokin HP terus," jawab Ayah.

Aku hanya bisa nyengir.

"Oh, iya. Ayah pernah berkomunikasi lagi dengan teman-teman lama Ayah? Semisal teman SMA."

Ayah mengerutkan dahi, kemudian menggeleng.

"Kayaknya sudah lama."

"Nggak ada reunian, gitu?"

"Untuk apa?" Ayah menatapku.

"Ya ... menyambungkan silaturahim. Kan bisa kangen-kangenan. Memangnya nggak pernah ada yang berinisiatif membuat reunian?"

"Kayaknya ada, tapi Ayah tidak tertarik."

Panggilan dari nomor tidak dikenal kembali masuk. Aku refleks mengangkatnya, karena bu Santi tadi bilang akan menghubungiku lagi setelah menemukan data mahasiswa yang sedang dicarinya.

"Ya, bu Santi?"

"Assalamu'alaikum. Maaf, nama saya Fathan." Sebuah suara bass yang asing di telinga berhasil membuatku tersedak.

Oh rupanya orang itu!

Aku terbatuk dan tidak bisa menjawabnya. Ayah menyodorkan air minum dan segera kutenggak.

"Apa saya mengganggu? Kalau begitu akan saya hubungi lewat Whatsapp."

Fathan memutus sambungan sebelum sempat kujawab sepatah katapun.

"Siapa?" Ayah penasaran melihat reaksiku. "Teman dosen?"

"Bukan," jawabku setelah batuk mereda.

"Teman lama?"

"Bukan. Kenalan baru."

Ayah menautkan kedua alisnya di tengah. Agak aneh mungkin jika mendengar anak gadisnya memiliki kenalan baru, laki-laki pula.

"Pacar?"

Aku kembali terbatuk. Ayah menyuruhku kembali minum dan tidak berusaha bertanya lebih jauh lagi.

Ketika hendak kujawab pertanyaan Ayah, sebuah pesan masuk.

[Maaf, saya mendapat nomor Anda dari kartu nama beserta sebuah kotak marun. Apakah Anda mengenal ibu saya?]

Aku langsung menyimpan nomornya dengan nama 'Fathannya tante Sofi' supaya tidak salah memanggil lagi. Segera kujawab pesannya.

Hana: Ya, maaf juga untuk yang tadi. Nama saya Hana. Mungkin tante Sofi tidak mengenal saya, tapi saya mengenalnya dari ibu saya.

Terkirim dan dibaca.

Fathan: Nanti saya sampaikan titipannya, tapi mungkin lusa. Saya masih di Surabaya.

Hana: Oh, baik. Tidak masalah. Terima kasih.

Fathan tidak membalas. Padahal sudah centang dua biru, statusnya juga masih online.

Aku meletakkan ponsel di samping. Rupanya Ayah memperhatikan gerak-gerikku.

Mungkin aku harus menceritakannya sekarang.

"Yang barusan menghubungi itu Kak Fathan, putranya tante Sofi."

Ayah masih menanggapiku dengan biasa.

"Ayah masih ingat tante Sofi, kan? Tante Sofi yang itu, teman lama Ayah dan Ibu. Pekan lalu aku menitipkan majalah yang tempo hari kutemukan di meja rias Ibu, yang pernah kuceritakan, kepada karyawan anaknya di Malang. Barusan anaknya menghubungiku."

"Sofi?" Ayah terlihat kaget.

Aku mengangguk.

--bersambung--

Continue Reading

You'll Also Like

73.3K 9.8K 20
Cinta Violetta Ayu Soediro namanya. Dia seayu namanya. Anak seorang pengusaha travel besar di Jakarta. Sedang aku hanyalah anak seorang pegawai pabri...
37.9K 5.2K 31
#1 in Bali (7 Desember 2021) #1 Pertemuan (11 Juni 2022) Aditya Putra. Dia rela melepas jabatannya sebagai pasukan khusus dalam dunia kepolisian kare...
35.6K 5.5K 30
Galuh Grahandini (27 tahun) tak pernah mengira pernikahannya akan batal karena orang masa lalu sekaligus polisi tak tahu diri; Jalu Akasa. Pembatalan...
My sekretaris (21+) By L

General Fiction

176K 1.6K 16
Penghibur untuk boss sendiri! _ Sheerin Gabriella Gavin Mahendra