About Zeya

bunganafandra7 द्वारा

4.1K 1.6K 2.6K

Ini tentang dunia Nazeya. Tidak hanya sebatas kisah cinta anak remaja, tapi tentang bagaimana menyimpan luka... अधिक

Cast & Character
(1) Ragu
(2) Latihan
(3) Ditinggal
(4) Penjelasan
(5) Tugas Fisika
(7) Kak Anya
(8) Mama Pergi
(9) Luka
(10) Quality Time
(11) Senja
(12) Stupation

(6) Pilih Kasih?

263 123 201
bunganafandra7 द्वारा

Yang di mulmed poto Zeya sama Razil yang lagi jaim-jaim uwuu

...
Beberapa luka justru datang untuk menguatkan.
...

Akibat semalam gue tidur terlalu larut, gue bangun sedikit kesiangan dari biasanya. Gue bergegas turun dan menghampiri mama serta Riyan yang lagi sarapan dan bersiap-siap untuk berangkat.

Oh iya, semenjak kepergian ayah, mama sekarang kerja di butik tante gue, adik perempuan ayah. Kata mama sih, kalau mengandalkan dana pensiun ayah saja tidak cukup. Dan gue sebagai anak yang belum bisa ngasih apa-apa cuma menyerahkan keputusan semuanya pada mama.

Sebelum menghampiri meja makan, nggak sengaja gue denger percakapan antara Riyan dan mama.

"Ma, beliin Iyan leptop dong. Yan kadang nggak enak sama temen Ma, masak bikin tugas nebeng terus," nada suara Riyan sedikit memelas. Gue memilih untuk menghentikan langkah sebentar, dan tidak menghampiri mereka dulu.

"Yan, kamu tahu kan? Gaji mama nggak seberapa, dana pensiun ayah juga nggak cukup buat bayarin sekolah kamu sama Kak Zeya. Makanya hemat, jangan boros," itu suara mama, suaranya sedikit lebih tegas.

"Tapi, Ma. Kak Zeya kemarin minta dibeliin HP aja mama beliin. Kenapa setiap Iyan minta, mama selalu aja bilang nggak ada duit. Mama pilih kasih," setelah mengucapkan itu, Riyan berdiri dari duduknya, lalu melangkah melewati gue yang berdiri tak jauh dari ruang makan.

"Riyan," gue mengejar Riyan ke luar.

Gue mencegat Riyan yang hampir menaiki sepedanya. Dia menatap gue sinis.

"Ngapain lo? Senengkan, karena mama lebih sayang sama lo. Apa yang lo minta pasti dikasih. Lah gue, apa yang gue mau selalu beli sendiri, dan terus aja disuruh hemat," dia meluapkan amarahnya ke gue. Riyan menghempaskan tangan gue yang dari tadi mencegat sepedanya.

Nggak terasa, air mata gue jatuh. Adik gue ngomong kayak gitu sama gue. Rasanya sakit. Gue nggak pernah nyangka, kalau dia bakal mikir kayak gitu.

"Ze, pr fisika udah siap?" gue yang baru memijakkan kaki di depan pintu kelas, langsung ditanya seperti itu sama Elsa dan dua orang babunya, ehem sedikit kasar mungkin kalau gue sebut babu, tapi kenyataannya emang kayak gitu. Dua orang yang berdiri di belakang Elsa itu sering banget disuruh-suruh sama si Elsa, dan gobloknya mereka mau aja. Mereka adalah teman kelas yang gue sendiri sedikit kurang suka sama sikapnya.

Awalnya Elsa nggak terlalu dekat sama gue, nggak pernah nyapa gue juga, tapi semenjak gue pacaran sama Razil dan Razil sering bantuin gue bikin PR, dia jadi ngedeketin gue. Emang jelas banget busuknya, ngedeketin orang cuma kalau perlu aja.

"Zeya, woi gue nanya," dia sedikit berteriak dengan nada membentak.

Gue tetap aja nggak ngerespon, cuma menatap sinis ke arahnya. Lah dia pikir gue sama kayak babunya, yang takut dengan bentakkannya dan mau aja disuruh-suruh, sorry lah ya.

Gue lalu mendudukkan diri di kursi yang berada tepat di samping Della. Anak itu yang tadi fokus dengan handphonenya, kini menggerakkan kursinya sedikit mendekati gue, dan membisikkan sesuatu.

"Jangan liatin PR lo ke si Elsa," bisik Della ke gue.

"Ya enggak lah, lo kira gue sebodoh itu nunjukin. Begadang lho itu gue bikinnya," bisikkan Della itu gue jawab dengan suara keras yang gue yakin seisi kelas mendengarnya.

Della memukul lengan gue pelan sambil melihatkan raut mukanya yang seolah berkata 'lo apa-apaan sih'

Sisa dua jam pelajaran lagi, dan bel pulang akan berbunyi. Tapi karena dua jam terakhir ini diisi dengan mata pelajaran sejarah wajib, semuanya jadi terasa membosankan. Gue ngantuk banget, gurunya ngasih materi bejibun, lah gue disuruh ngapal, kan capek.

Gue sesekali menguap, saking mengantuknya, gue menenggelamkan kepala ke dalam lipatan tangan gue yang menyilang. Sejuknya AC membuat gue semakin merasa nyaman, hingga,

"Nazeya Aneska," gue terlonjak dan mendirikan kepala ketika nama gue disebut dengan lantangnya.

"Keluar kamu dari jam pelajaran saya,"

'alhamdulillah' batin gue.

"Eh tapi buk, saya mau belajar buk," ya gue sedikit pencitraan dong ya, biar nggak kentara banget kalau gue lagi males belajar.

"Mau belajar tapi tidur. Kamu, ikut saya keluar," bu Rikha, guru sejarah gue itu sedikit meninggikan suaranya. Dia menunjuk gue, lalu menunjuk ke arah pintu, mengisyaratkan gue harus mengikutinya keluar kelas.

Gue kemudian berdiri, wajah gue masih datar karena mengantuk. Della melirik sekilas ke arah gue sambil cengengesan yang bertanda meledek. Gue nggak ngerespon, gue cuma nguap lebar-lebar sambil menutup mulut.

Gue mengikuti langkah Bu Rikha, hingga kami berdua berada di luar ruang kelas 11 mipa 4.

"Kamu saya hukum. Bersihkan perpustakaan sampai jam pelajaran saya habis," tutur Bu Rikha tegas.

"Berarti sampai pulang dong buk?" tanya gue polos.

"Sampai besok," nada suara Bu Rikha bertambah tinggi satu oktaf. Dan parahnya, setelah mengucapkan kata-kata itu, dia ninggalin gue tanpa kepastian yang jalas. Kan nyesek, ditinggal waktu lagi goblok-gobloknya.

Gue ngintip sedikit ke ruang kelas 11 MIPA 4 yang kini mulai tenang. Kayaknya yang lain pada takut jadi korban Bu Rikha selanjutnya.

Gue kemudian berjalan ke perpustakaan, lalu sekelabat bayangan kejadian tadi pagi terlintas di benak gue. Seketika, mood gue berubah, kantuk yang tadi melanda tiba-tiba hilang begitu saja. Pikiran gue kini hanya terpusat pada kejadian tadi pagi.

Bugh

"Aw," gue nggak sengaja nabrak seseorang yang gue yakin kayaknya dia kakak kelas gue.

"Sorry Bang," gue sebagai adik kelas yang baik, auto minta maaf, karena bagaimanapun, adik kelas selalu salah.

"Iya, nggak papa," dia kemudian berjalan begitu saja ninggalin gue. Ya udahlah, gue juga nggak peduli.

Gue mempercepat langkah menuju perpustakaan. Hm, gue itu bukan tipe cewek yang suka baca buku, ke perpustakaan jarang, palingan ke perpus cuma buat nemenin Ajil minjam buku.

Setelah masuk ke perpus, gue menyelonong begitu saja melewati meja pengawas perpus.

"Hei, daftar kunjungannya diisi dulu," suara ibu itu menghentikan langkah gue.

Gue refleks memutar badan, "Saya Bu?" sambil menunjuk diri gue.

"Iya kamu," jawabnya.

Gue lalu berbalik dan mengisi daftar kunjungan. Ada beberapa kolom di sana yang harus gue isi, pertama kolom tanggal, nama, kemudian kelas, dan yang terakhir keperluan. Nah kolom yang terakhir bikin bingung. Gue liat orang-orang yang mengisi kolom ini, membuat keperluan untuk membaca atau meminjam buku. Lah gue? Keperluan gue kan untuk menyudahi hukuman yang dikasih Bu Rikha. Masa gue harus bikin untuk memenuhi hukuman dari Bu Rikha. Kan nggak lucu.

Setelah gue pikir-pikir, dan akhirnya gue putuskan untuk mengosongkan saja kolom yang terakhir. Gue menutup lembaran kertas daftar kunjungan, dan berjalan menjauhi meja pengawas perpus, lalu mendekati rak-rak buku yang menurut gue sedikit berantakan.

Gue merapikan buku-buku itu, meletakkannya sesuai tempat. Tapi gue cuma bersihin yang rak buku itu aja. Nggak mungkinkan semua rak buku di perpustakaan gue yang rapiin.

Setelah menurut gue rapi, gue menghampiri rak buku khusus novel. Hm, kalau baca novel boleh lah. Gue mengambil satu buku secara acak, lalu duduk di salah satu kursi yang emang disediakan di dekat rak buku. Gue membentangkan kaki ke rak buku terdekat, mencari zona nyaman untuk membaca novel sampai lonceng pulang sekolah berbunyi.

Gue membuka lembaran pertama, membaca prolognya. Tapi nggak tau kenapa, tiba-tiba air mata gue jatuh. Kejadian tadi pagi masih belum sepenuhnya hilang dari pikiran gue.

Untung saja kali ini perpustakaan sedikit sepi, jadi nggak ada yang mendengar isakan gue, mungkin karena emang jam pelajaran belum selesai. Sebisa mungkin gue menahan tangis agar tidak pecah. Novel yang tadi ingin gue baca, sekarang cuma jadi saksi bisu tangisan gue. Terletak dan hanya menampilkan halaman prolog di atas paha gue

Gue menutup wajah dengan telapak tangan sambil menunduk. Menangis tanpa suara, hanya ada isakan dan bahu yang terus naik turun.

Tak terasa sebuah tangan merangkul bahu gue. Sontak gue terkejut dan mengangkat kepala, melihat siapa yang sekarang duduk di sebalah gue.

Ah ternyata Razil. Gue langsung menghapus air mata di pipi, ya meskipun dia akan tetap tahu kalau gue abis nangis. Gue cuma nggak mau kelihatan lemah di depan dia.

Dia masih berdiri dengan sedikit membungkuk, menyamakan posisi dengan gue yang duduk. Razil kemudian menarik satu kursi yang tak jauh dari posisi kami, lalu duduk tepat di samping gue.

"Jil, gue lagi mau sendiri," kata gue dengan nada suara serak sambil menurunkan kaki yang tadi selonjoran ke rak buku.

"Dan gue lagi nggak mau ninggalin lo sendiri," dia menghapus sisa-sisa air mata di sudut mata gue. Tatapan matanya tak lepas dari retina gue.

Tak berlangsung lama, gue menurunkan tangannya dari pipi. Lalu mengalihkan pandangan ke arah berlawanan.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
Haiii, ehem aku balek niihh
Jangan lupa jaga kesehatan ya teman-teman.

Semoga suka sama part ini, votmentnya jangan lupa juga hehe:v

Maaf juga ya kalau ceritanya ga seru, masih pemula aku mah:)


Luv luv dari author yang cute uhuhu:>💚💛💜💙❤

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

AGASKAR 2 [[ ASKARAZEY ]] bunoyy द्वारा

किशोर उपन्यास

3.7M 295K 49
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
IGNITES Murti Mutolaah द्वारा

किशोर उपन्यास

949K 46.5K 61
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
Paradise (Segera Terbit) piiiiiiuu द्वारा

किशोर उपन्यास

2.4M 132K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
ALZELVIN Diazepam द्वारा

किशोर उपन्यास

3.9M 228K 28
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...