Turn Off [OffGun]

By devonnestory

49.2K 4K 478

TAMAT "Aku memang telah pergi, tapi namaku akan selalu terukir dalam hati." . Cerita yang mungkin akan penuh... More

Prolog
Episode 1
Episode 2
Episode 3
Episode 4
Episode 5
Episode 6
Episode 7
Episode 8
Episode 9
Episode 10
Episode 11
Episode 12
Episode 13
Episode 14
Epilog
Goodbye

Episode 15

2.7K 188 48
By devonnestory

Dua minggu telah berlalu semenjak kepulangan Gun kembali ke Thailand. Satu minggu lalu Off juga baru saja menyelesaikan kemoterapi terakhirnya dengan lancar.

"Semuanya sudah selesai phi?" tanya Kwang yang baru saja tiba

Wanita berambut sebahu itu berjalan ke arah Mel yang sedang mengeluarkan beberapa koper dari dalam kamar. Di sofa, Tossa sedang melipat pakaian putri mungilnya, sembari menemani putrinya itu menonton Steven Universe, kartun kesukaannya yang ditayangkan oleh channel khusus anak Network setiap siang menjelang.

"Sudah. Kau bagaimana?" tanya Mel sembari menepuk-nepuk telapak tangannya setelah selesai mengeluarkan koper terakhir

Kwang berjalan ke arah kamarnya, mengeluarkan tiga buah koper yang membuat Mel terperangah.

"Kwang, banyak sekali!" pekik Mel tak percaya jika Kwang akan membawa banyak koper pulang ke Thai

Kwang hanya terkikik salah tingkah saat Mel memekik terkejut.

"Bayar bagasimu sendiri. Pasti ini melebihi kapasitas." oceh Mel sembari mendekat ke arah suaminya yang hanya tersenyum mendengar percakapan dua wanita tersebut

"Kha~" ujar Kwang lesu sembari mempoutkan bibirnya sebal, dan membawa kopernya bergabung dengan beberapa koper milik Mel

Malam hari nanti, Kwang, Off beserta keluarganya akan segera pulang kembali ke Thailand. Semuanya sudah tidak sabar menginjakan kaki mereka lagi ke tempat yang delapan bulan ditinggalkan. Maka dari itu, siang ini Mel dan Tossa sibuk merapikan barang-barang mereka, terutama milik putri mereka yang cukup banyak, sedangkan Kwang sudah mengemasi barang-barangnya kemarin. Lalu bagaimana dengan Off? Nyonya Dararat yang bertugas merapikan serta mengemas barang-barang putranya tersebut di rumah sakit.
.
.
.

Pukul 4 sore, Kwang bergegas pergi ke DHM untuk menjemput Off di rumah sakit. Ia baru saja mendapat kabar dari Dokter Jordi; dokter yang menangani Off, jika sore ini Off sudah diperbolehkan untuk pulang. Rasanya begitu bahagia mendengar kabar baik tersebut. Walaupun Off masih terlihat pucat, dan masih harus didorong menggunakan kursi roda, itu tidak mengurangi rasa bahagia Kwang dan juga yang lainnya saat mengetahui Off sudah bisa menghirup udara luar yang berbulan-bulan tidak ia rasakan.

Kwang sempat membawa sebentar Off dan Nyonya Dararat pergi ke Murton, berjalan-jalan di Church St. Tempat yang tiga minggu lalu Kwang kunjungi bersama Gun. Ah, mengingat pria mungil itu Kwang jadi merindukannya.

"Aku dan Gun sempat ke sini. Apa kau menyukainya?" tanya Kwang sembari menghentikan dorongan pada kursi roda Off, dan duduk di pinggir air mancur yang berada di tengah-tengah pusat perbelanjaan Dalton

"Kalian ke sini?" tanya Off memastikan sambil mengedarkan pandangannya, mengagumi sudut utara kota Durham tersebut

"Kha, apa kau ingat pakaian yang Gun beli untukmu?" Tanya Kwang mengingat perjalanannya bersama Gun waktu itu

"Kalian beli di sini?" tebak Off

"Kha, kami beli di salah satu toko, dan aku lupa di mana tokonya" ujar Kwang sembari terkekeh lucu saat mengingat Gun yang berniat enggan membeli apa pun di Dalton, namun satu menit kemudian merubah niatnya itu

Off menatap Kwang yang terlihat begitu ceria, dan ia tahu alasan wanita itu bahagia, bukan hanya karena kepulangannya dari rumah sakit, namun juga lantaran mereka akan segera kembali ke tanah kelahiran mereka, Bangkok.

"Phi"

Kwang mengalihkan pandangannya dari deretan outlet di sudut kanan, dan beralih menatap Off yang tengah menatapnya dengan senyum simpul. Tampan, ya sahabatnya itu sangat tampan saat ini dengan balutan bomber hijau, kupluk hitam yang semakin membuatnya memesona.

"Terima kasih." ujar Off tulus

Kwang mengernyitkan kening, menautkan kedua alisnya yang saling bertabrakan.

"Terima kasih? Untuk apa?"

Off kembali tersenyum, kali ini senyumannya begitu lembut dan tulus. Senyuman yang sangat jarang ia tunjukan pada siapa pun termasuk Gun sekali pun. Off juga meraih tangan Kwang, menggenggam tangan itu erat di pangkuannya.

"Kau telah sangat banyak membantuku. Telah mengorbankan waktumu untuk merawatku. Telah rela berjuang banting tulang untuk membantu keluargaku bertahan hidup di sini. Terima kasih."

Kwang berkaca-kaca, ia sudah lupa kapan terakhir Off membuatnya terharu seperti ini, dan kini ia kembali merasakannya. Benar-benar sangat menyentuh dan begitu tulus.

Kwang tersenyum lembut pada Off, mengangguk sebagai jawaban jika dirinya telah menerima dengan senang hati ucapan terima kasih yang Off katakan kepadanya.

"Phi~"

"Kha"

"Bisakah kau berjanji padaku. Saat tiba di Thailand berjanjilah padaku kau akan kembali ke GMM, itu impianmu Phi, dan kumohon saat kita sudah di Bangkok nanti, pergilah untuk melanjutkan hidupmu. Kau sudah banyak menyita waktumu untukku, dan lepaslah aku saat kita sudah tiba nanti." pinta Off pada Kwang sembari menunduk sedih, entah kenapa rasa bersalah muncul samar di dalam hatinya

Kwang tidak bisa menahannya lagi. Ia memeluk Off erat, mengeluarkan segala rasa harunya melalui air mata yang mengalir deras. Kwang baru menyadari jika dirinya dan Off telah begitu panjang menghabiskan waktu bersama di DHM, semua rasa telah mereka rasakan, tertawa bersama walau Off sedang berjuang sembuh, menangis saat Off merintih kesakitan, gelisah ketika mereka tidak mendapatkan uang untuk membayar apartement, terpuruk dan jenuh saat hanya bisa berada di satu kota saja, tidak memiliki waktu untuk pergi berlibur. Kwang telah menepati janjinya, janji untuk menjaga Off sebisa yang ia mampu, dan pada akhirnya, kini ia telah menjadi sahabat sesungguhnya untuk Off, dan Kwang bangga pada dirinya akan hal tersebut.

"Aku menyayangimu Off, berjanjilah padaku untuk tidak lagi menyembunyikan sesuatu dariku."

Kwang melepaskan pelukannya, menatap Off dengan wajah basah dan mata memerah, Off pun begitu, ia menangis sama seperti Kwang. Senyuman terukir di balik tangisan itu, mengangguk lemah.

"Aku janji."

Kwang kembali memeluk Off sesaat, kemudian pandangan mereka saling bertabrakan, dan tertawa lepas satu sama lain sembari mengusap air mata yang membasahi pipi mereka. Rasanya satu beban berat telah berhasil mereka tangani, meskipun masih banyak PR bagi Off untuk benar-benar terbebas dari dua penyakit yang bersarang di tubuhnya. Setidaknya Off kini telah berhasil melewati masa kemoterapi yang menyiksa batin dan fisiknya.

"Ayo kita temui Mae, kasihan dia terlalu lama menunggu di kafe."

Kwang mendorong kembali kursi roda Off, berjalan melewati deretan toko-toko yang menjual berbagai jenis barang dan pakaian menuju ke sebuah kafe bernama Thai River di sudut Barat Dalton Park.

"Phi, bagaimana kabar Mook? Dia tidak pernah datang lagi semenjak Gun di sini." Tanya Off di sela perjalanan mereka

Kwang menghembuskan nafasnya yang berasap karena dinginnya kota Durham yang sedang mencapai angka 18-20 derajat.

"Aku sempat mampir ke asramanya saat mengantar Gun ke Oxford, katanya sih dia sedang sibuk mengejar pelajaran untuk UAS." ujar Kwang menjawab pertanyaan Off dengan beberapa cerita yang tidak akan Kwang beritahukan pada pria itu

Cerita di mana Mook kembali harus terluka akan kehadiran Gun. Biar bagaimana pun juga, sekali pun Mook telah memaafkan Off dan Gun perihal hubungan yang mereka jalin di atas penderitaannya--- Mook masihlah manusia biasa yang akan kembali merasa sakit saat melihat Off dan Gun kembali bersatu. Bukankah pertemuan Off dan Gun yang tidak disengaja itu adalah bentuk dari cinta mereka yang sangat besar? Sejauh apa pun Off memisahkan raga dari Gun, namun cinta akan kembali mempersatukan mereka. Mook tidak kuasa jika harus melihat kemesraan dua sejoli tersebut, maka dari itu lebih baik dirinya menghindar saja, dari pada harus menahan perih.

"Apa dia sudah tahu kita akan pulang?" tanya Off lagi sembari menadahkan sedikit wajahnya untuk melihat wajah Kwang

"Sudah aku beritahu, dan dia bilang akan menjengukmu di Thai setelah UAS-nya berakhir."

Ya, meskipun kembali terluka, Mook tidak akan membenci Off, meskipun Mook sekuat tenaga berusaha melupakannya, ia tidak akan pernah bisa menghilangkan Off dari bagian kisah hidupnya. Off akan menjadi sejarah cinta terlamanya. Mook akan mengunjungi Off saat libur semester tiba nanti, ia juga ingin mengetahui perkembangan kesehatan mantan yang kini telah menjelma menjadi sahabatnya itu. Mook juga ingin membiasakan dirinya dengan hubungan antara Off dan Gun yang harus ia terima keberadaannya--- Mook juga ingin memperbaiki hubungan pertemanannya dengan Gun, meskipun tidak akan sebaik dahulu kala, setidaknya mereka sudah saling memaafkan.
.
.
.

Pukul delapan malam, Kwang, Off, dan yang lainnya tiba di London, karena mereka harus terbang ke Thai menggunakan maskapai yang berada di bandara Heathrow. Mereka rupanya harus mengundur perjalanan mereka pulang ke Thai sampai pukul 6 pagi, esok hari; lantaran cuaca ekstrim akibat salju sedang melanda Eropa hari ini.

Kwang memilih untuk membawa Off dan keluarganya pergi menginap di hotel Travelodge yang berada di dekat terminal 5 penerbangan internasional. Kwang memesan 1 kamar hotel berukuran besar untuk 5 orang dewasa tempati--- kamar itu terdiri dari dua kasur ukuran king size yang dilengkapi satu kamar mandi besar, serta beberapa fasilitas lainnya seperti televisi,selimut, dan beberapa makanan serta minuman.

"Mae, P'Mel, dan p'Tossa terima kasih na sudah menjaga Off selama ini, maaf sudah banyak merepotkan kalian." ucap Off membuka suara di tengah-tengah acara makan malam mereka

Karena malam sudah semakin larut, dan jam makan malam pun telah lewat ditambah suhu benar-benar dingin, mereka memilih untuk makan malam di kamar hotel dengan sangat hangat dan kekeluargaan saja.

"Kha sayang~ Mae tidak merasa direpotkan selama ini. Mae justru takut kehilanganmu."

Nyonya Dararat memeluk putra bungsunya itu dari arah samping mengecup sayang pipi putra lelakinya tersebut dengan mata yang sudah berair menahan tangis.

Mel menggenggam tangan Off dengan air mata yabg mulai turun membasahi pipinya.

"Kami ikhlas menjalankan semuanya Off, demi kesembuhanmu. Dan terima kasih, karena selama menemanimu di rumah sakit telah membuat keluarga kita menjadi bertambah erat serta kokoh. Membuatku dan Tossa bersahabat baik dengan Kwang, Mook, dan Gun juga."

"Terima kasih p'Tossa" ujar Off di antara pelukan Mel dan ibunya

"Khap Nong" ujar Tossa sembari tersenyum tulus pada sang adik ipar yang telah mengajarinya untuk bersabar, dan berjuaang demi keluarga kecilnya. Tossa tidak pernah menyesali keputusannya untuk pergi dan tinggal di Durham

"Terima kasih p'Kwang"

Kwang hanya menjawab ucapan Off dengan senyuman lebarnya, mengangguk sebagai jawabannya.

"Aishhh, kau juga harus mengucapkan terima kasih kepada si kecil ini." ujar Kwang sembari mencubit gemas Nirin yang sedang asik menikmati makanan di hadapannya

Semua orang terkekeh melihat kepolosan Nirin dengan wajah belepotan penuh saus pasta berwarna merah.

"Tentu saja. Aku tidak mungkin melupakannya. Terima kasih telah menghibur Paman selama di rumah sakit na sayang~" ujar Off dengan suara anak kecil yang ia tirukan, mengelus gemas poni Nirin yang lembut

Nirin yang tidak tahu apa-apa itu hanya menatap Off polos, kemudian mengangguk pelan untuk merespon ucapannya sang Paman yang belum sepenuhnya ia pahami itu membuat para orang dewasa di dekatnya tertawa gemas akan kelakuannya tersebut.

Mereka pun kembali melanjutkan acara makannya, dan bergegas untuk segera tidur. Sebelumnya, tepatnya sesaat setelah makan, Off kembali kambuh, ia mengeluh pusing dan mual disertai mimisan membuat semua orang kembali dibuat panik, namun itu semua telah berlalu setelah Off meminum sepuluh macam obat miliknya yang dokter berikan pasca kemo selesai. Dokter juga memberitahukan Off jika tubuhnya akan banyak mengalami penyesuaian untuk memulihkannya seperti sedia kala, dan dampaknya Off akan lebih sering kambuh, dan masih butuh istirahat total selama dua bulan penuh untuk pemulihan total.

Keesokan harinya, Kwang dan Jumpol family segera kembali ke bandara untuk check in dan menyelesaikan administrasi bagasi di mana Kwang harus membayar uang bagasi sebanyak 126 Euro untuk kelebihan muatan pada bagasinya yang berjumlah tiga koper tersebut.

Tepat pukul 6 pagi waktu London, keenamnya langsung berjalan pergi menuju pesawat maskapai Thai Airways yang mereka tumpangi selama 12 jam ke depan.

Off menatap jendela pesawat ketika mulai dirasa akan segera lepas landas. Otaknya memutar jelas kenangan yang tidak akan pernah ia lupakan selama di Durham, kota yang menjadi sejarah jeritan keputusasaannya sampai Off berada dalam fase kebangkitannya. Kota indah yang menjadi saksi bisu akan pertemuannya dengan Mook; kota istimewa kembali bersatunya cinta antara Off dan Gun meskipun Off tetap dalam pendiriannya untuk melepas Gun bahagia, walaupun pada kenyataannya Gun tidak menghiraukan permintaan Off untuk Gun meninggalkannya dan mencari cinta lain; di DHM, Off juga menemukan banyak teman baru seperti dokter Jordi yang sangat baik saat merawatnya, dua perawat Moch dan Mark yang dengan telaten mengurus keperluannya serta menjadi teman yang menyenangkan, Chef Jhon yang ramah dan selalu membuatkan Off makanan lezat walau tak selezat makanan pada umumnya yang pernah ia makan sebelum dirawat; dan juga Mrs. Margaret yang baik hati menyekolahkan keponakannya secara gratis selama ia di DHM, serta telah bersedia mengizinkan Gun untuk mengajar di DHM selama dua kali pertemuan dengan bayaran yang cukup tinggi.

Kini semua orang-orang itu telah Off tinggalkan, akan ia ingat terus kebaikan hati mereka, dan jika suatu saat Off diberi kesempatan untuk bis a kembali ke Durham, ia berjanji akan mengunjungi DHM untuk bertemu merek lagi. Semua kenangan di Durham terbang bersama raganya yang semakin jauh meninggalkan Inggris.
.
.
.
Bandara Suvarnabhumi sangat lengang, dan hanya beberapa penerangan ke luar negeri yang terjadwalkan tengah malam ini. Di sebuah bangku tunggu ruang kedatangan yang berada di level 2 bandara, pria mungil terus bergerak gusar seorang diri dengan udara malam yang menusuk kulit. Pria mungil nan menggemaskan itu merapatkan ziper jacket Balenciaga hitamnya agar membalut tubuh kecil kedinginannya itu. Sorot mata gelisahnya tertutup kacamata hitam chanel keluaran terbaru. Kaki-kakinya bergerak gelisah, decitan sepatu Gucci terdengar mrmebntur lantai marmer bandara. Pria itu juga tidak berhenti melirik jam Rolex-nya untuk melihat waktu yang telah ia habiskan selama berada di Bandara, namun orang yang ia tunggu tidak juga kunjung datang.

~Te long leng teng~ suara pengantar pengumuman penerbangan terdengar samar di telinga pria itu

"Apa dia datang? Apa Papii sudah tiba?" pekik pria yang rupanya Gun tersebut saat lonceng pertanda pengumuman telah berkumandang.
Gun bergegas dari duduknya, berjalan cepat menuju garis pembatas berwarna biru yang berada tidak jauh dari kursi tunggu

Gun mengigit kuku-kuku jemari kanannya, gelisah menunggu kedatangan Off yang juga tidak kunjung datang. Apa dia tidak jadi datang? Atau mungkinkah mereka transit dulu di suatu tempat? Ah, Gun bahkan sejak tadi tidak bisa menghubungi Kwang untuk mendapatkan informasi.

Kegundahan Gun sirnah seketika saat mata bulatnya melihat kedatangan Mel yang tengah menggendong Nirin, dan di sampingnya Tossa berjalan berdampingan dengan Mel.

Mata indahnya mencari-cari keberadaan Off, memanjangkan lehernya dan berjinjit kecil. Ah, prianya berada di belakang p'Mel menaiki kursi roda yang di dorong oleh p'Kwang dan di sampingnya Nyonya Dararat setia mendampingi.

Off menggunakan sweater yang senada warnanya dengan Gun, ia juga memakai masker di area wajah bagian bawahnya, matanya menunduk ke bawah belum menyadari keberadaan Gun yang sedang tersenyum bahagia tidak jauh jaraknya dari Off.

Gun mengucapkan salam tanpa suara pada Mel dan Tossa, serta mencubit sebentar pipi Nirin yang terlelap pulas digendongan sang ibu. Tidak lupa memberi salam pada Nyonya Dararat serta Kwang. Setelah itu, Gun berjongkok dengan lutut yang tertumpu pada lantai.

"Papii~" sapa Gun lembut

Off tersenyum di balik masker yang menutupinya, namun Gun tetap bisa melihatnya melalui sorot mata sipit itu yang terlihat sayu dan lemah.

"Papii kau berdarah." pekik Gun pelan dengan raut panik sembari mengusap pelan pipi Off

"Kha Nong, kami akan segera membawanya ke rumah sakit." ujar Kwang menjelaskan secara singkat mengenai Off yang kembali mimisan

Gun pun membantu Kwang mendorong kursi roda Off, ia dan yang lainnya segera bergegas ke rumah sakit Yanhee Hospital.

Hanya Gun yang saat itu membawa kendaraan pribadi, karena hanya dirinya yang menjemput Off di bandara. Gun langsung melajukan Mercedes benz putihnya ke menuju ke daerah Bang Phlat. Pria mungil itu hanya membutuhkan waktu 45 menit saja mengendarai mobilnya di jalanan Bangkok yang sedang sangat sepi--- kini Gun sudah berada di kawasan Charan Sanitwong Rd, Bang Phlat untuk mencari letak Yankee Hospital.

"Sawadee ada yang bisa saya bantu Khun?" sapa seorang pria bertubuh tegap dengan pakaian hijau muda di meja resepsionis

Kwang yang berada di hadapannya membalas sapaan itu ramah.

"Khun apa masih ada dokter yang bisa memeriksa adik saya?" tanya Kwang pada pria tersebut

"Oh, kami buka 24 jam..."

Kwang bernafas lega, karena Off tandanya akan segera ditangani dengan cepat.

"Dokter umum? Atau spesialis?" tanya pria itu lagi pada Kwang

"Spesialis leukimia."

Pria itu agak lama merespon lagi setelah Kwang mengatakan kalimatnya tersebut, ia seperti mencari-cari sesuatu di layar komputer di hadapannya.

"Malam ini tidak ada dokter spesialis penyakit dalam, tapi kami akan menyarankan untuk menggunakan dokter umum saja terlebih dahulu. Bagaimana?" tawar pria tersebut memberi solusi mana kala dokter spesialis yang Kwang inginkan tidak dalam masa tugas

"Phi cepat, kasihan Papii.~" pekik Gun cemas saat Kwang tidak kunjung selesai mengobrol dengan petugas resepsionis

"Baiklah, tidak masalah." ujar Kwang cepat

Pria itu kemudian memberikan nomer pendaftaran pada Kwang beserta dengan surat tagihan yang harus Kwang berikan kepada kasir setelah dokter menulis resep obatnya nanti.

Off mendapatkan nomor antrian 299, dan hanya dirinya seorang yang akan diperiksa, karena tidak ada lagi pasien lain di ruang tunggu rumah sakit.

"Tuan Jumpol" Panggil seorang suster tidak lama setelah Off dan yang lainnya baru saja tiba di ruang tunggu

Off pun langsung memasuki ruang periksa ditemani oleh sang ibu dan kakak iparnya. Awalnya Gun ingin ikut, namun Kwang melarangnya entah apa tujuannya, mungkin karena ini adalah tanggung jawab dan hak keluarga untuk menemani Off periksa.

"Daya tahan tubuhmu belum stabil Tuan Jumpol, harusnya kau jangan melakukan perjalanan jauh pada saat masa pemulihan, setidaknya sampai kau dinyatakan terbebas dari sel kanker tersebut." jelas dokter panjang lebar

"Lalu bagaiman Dok?" tanya Nyonya Dararat begitu khawatir dengan suara bergetarnya

"Untuk sementara waktu, sebaiknya Tuan Jumpol dirawat dulu di sini, setidaknya sampai besok pagi dokter spesialis menangani Anda." ujar Dokter Chom memberikan saran

Tanpa pikir panjang Nyonya Dararat dan Tossa menyetujuinya, begitu pun dengan Mel, Kwang, dan Gun setelah mereka mengetahui kondisi Off yang menurun drastis pascapenerbangan panjang dari Inggris ke Thailand--- mereka tidak menduga jika dampak dari penerbangan jauh akan membuat kondisi Off menjadi drop.

"Gun pulanglah, aku baik-baik saja"

Kini Gun sedang menemani Off, duduk di hadapannya yang sedang berbaring lemah dengan selang infus yang kembali terpasang di tangan kanan malangnya tersebut. Kwang dan yang lainnya sudah tertidur nyaman di dua kasur tambahan yang sengaja disediakan di kamar VIP Off atas permintaan Gun.

"Biarkan Gun di sini Papii~" rengek Gun enggan menuruti permintaan prianya itu

Off menggeleng gemas, kemudian tersenyum lembut pada si imut kesayangannya.

"Kemarilah tidur bersamaku." pinta Off sembari membuka lebar kedua tangannya

Gun bersemu mendapatkan perlakuan manis yang sudah lama tidak ia rasakan dari kekasih hatinya tersebut.

"Biarkan Gun di sini saja, Papii istirahat saja di atas sana. Gun akan mengusap pipi Papii." Tolak Gun yang tidak ingin Off merasa kurang nyaman jika ia juga ikut berada di atas ranjang sempit itu. Gun juga mulai mengusap lembut pipi kanan Off yang membuat si empunya menjadi mengantuk

"Gun~ kemarilah."

Off tetap memaksa dengan kedua tangan yang kembali direntangkan. Gun sedikit ragu dengan permintaan Off itu, namun beberapa saat kemudian mengangguk malu, dan mulai berbaring di sisi kiri Off perlahan.

Nyaman, itulah yang akhirnya Gun rasakan setelah sekian lama tidak merasakan pelukan hangat dengan bau favoritnya yang menguar dari tubuh kekasih hatinya.

"Gun~"

"Hmm~?"

"Jika aku pergi lagi darimu dan tidak akan pernah kembali lagi, apa yang kau rasakan?"

Gun membulatkan matanya di dalam pelukan Off, merapatkan pelukannya pada tubuh kurus kekasihnya itu. Mata Gun memanas mendengar Off berbicara seperti itu padanya. Apa Off tega meninggalkannya lagi? Kejam sekali.

"Kenapa Papii bicara seperti itu? Gun tidak akan menjawabnya." rengek Gun dengan bibir yang bisa Off tebak sedang mengerucut sebal

Off membelai lembut rambut Gun, senyuman terukir di bibir tipisnya yang tentu saja tidak bisa dilihat oleh Gun.

"Jika kau pergi lebih dulu dariku, aku akan pergi ke rumah terakhirmu, membawa bunga mawar merah jambu favoritmu setiap hari. Jika aku pergi, apa kau tidak ingin melakukan sesuatu?"

Gun paham sekarang dengan arah dan tujuan pembicaraan yang sedang Off bahas. Ia sedang membahas sebuah akhir dari kehidupan manusia.

"Gun ini hanya pertanyaan. Seandainya aku pergi lebih dulu, apa yang akan kau lakukan?" tanya Off lagi. Ia begitu pemaksa rupanya

Gun masih mengerang pelan seolah ingin memberitahu Off bahwa dirinya tidak suka Off membicarakan hal yang menakutinya. Namun Off tetap saja mendesaknya untuk menjawab.

"Gun akan menangis sepanjang hidup Gun." celetuk pria mungil itu asal

Dada Off bergerak akibat kekehan yang keluar dari bibir jokernya itu. Gun sudah sangat hafal jika prianya pasti sedang menertawainya.

"Apa kau tidak akan menghias rumahku dengan banyak bunga dan menyimpan foto tertampanku di sana?" goda Off sambil terkikik pelan

"Oh begitukah? Baiklah, Papii ingin foto yang mana? Pilihlah agar Gun bisa memajangnya nanti di rumah abadi Papii itu." balas Gun sewot meladeni ledekan Off tersebut

Off menerima ponsel yang Gun sodorkan padanya, ia membuka instagram di ponsel milik pria mungil tersebut. Mengetik tagar OffGun dan mencari sebuah foto.

"Ini."

Off menunjukan gambar tersebut pada Gun yang kemudian medelik sebal dengan Off yang tidak juga berhenti membahas hal yang berbau kematian.

"Papii hentikan ini, Gun tidak suka Papii membahas hal yang menakutkan seperti itu hiks... Hiks... Hiks..." tatap Gun dengan mata yang mulai mengeluarkan bulir bening, isakkan pun mulai muncul dari bibir tebalnya

Off menarik kembali tubuh mungil Gun agar memeluknya.

"Maaf jika kau tidak nyaman. Aku hanya bertanya, tidak bermaksud membuatmu menangis." ujar Off menyesaili perbuatannya

"Jika Gun pergi lebih dulu, Gun ingin Papii berjanji untuk tidak membuat orang lain ketakutan, dan menangis seperti yang Papii lakukan pada Gun. Lalu apa pesan Papii saat Papii pergi? Hah? Hiks..." isak Gun sembari mengoceh kesal dengan wajah memerahnya membuat Off berada di antara perasaan kasihan dan perasaan gemas

Off mengulum bibirnya, menahan agar mulutnya tidak mengeluarkan tawa. Sedangkan setelah mengatakan ocehannya itu pada Off, Gun kembali menyamankan kepalanya di dada hangat Off--- isakkan masih terdengar samar, lelehan air mata juga masih terasa menembus baju tipis yang Off kenakan.

"Aku hanya memintamu untuk melanjutkan hidupmu dengan baik, menjaga adikmu dan mendidiknya dengan cara yang baik. Menabung juga jangan lupa, kau tidak boleh boros demi masa depanmu. Hanya itu pesanku sebelum aku pergi."

Gun menutup telinganya, enggan mendengar ocehan Off lagi yang rupanya masih menanggapi ocehan kesal yang ia lontarakan tadi.

"Baiklah sayang aku akan berhenti, tidurlah... Selamat malam."

Off mengecup puncak kepala Gun penuh sayang, lalu mengusap punggung kecil di pelukannya perlahan, ia juga memejamkan matanya saat nyeri di kepalanya mulai terasa lagi.
.
.
.

Media Thailand tidak membutuhkan waktu lama untuk mengendus keberadaan Off yang sudah tiba di Thailand. Bahkan foto-fotonya saat berada di bandara dan rumah sakit menyebar di seluruh lini masa--- entah siapa yang menyebarkannya mengingat bandara dan rumah sakit adalah ranah publik yang bisa di kunjungi siapa pun.

Sejak pagi buta, ratusan panggilan tak terjawab terus Gun terima sampai ia harus mematikan ponselnya.

"Phi bagaimana ini?" tanya Gun panik pada Kwang setelah mematikan ponselnya

"Entahlah Gun, aku yakin media sedang mengepung kita saat ini." ujar Kwang yang sebenarnya juga bingung harus berbuat apa

"Aku ingin bertemu mereka."

Kwang dan Gun serempak menoleh ke arah belakang, menatap terkejut Off yang rupanya mendengar ucapan gelisah Gun dan pekikan putus asa yang Kwang rasakan.

"Papii~ kau sudah bangun?"

Gun bergerak cepat menuju ranjang Off, mengusap pelan pipi tirus memucat kekasih hatinya tersebut.

"Aku tidak akan bersembunyi lagi, biarkan mereka mengetahuinya." ujar Off pelan dengan suara yang sedikit serak

"Off tapi..." sela Kwang, namun Off kembali memotongnya

"Aku akan baik-baik saja, biarkan teman-temanku mengetahui keberadaanku. Kalian juga kembalilah pada aktivitas kalian. Tepati janjimu p'Kwang. Dan kau Gun, lanjutkan kegiatmu hari ini."

"Papii, Gun..."

Gun membungkam mulutnya saat Off menatapnya begitu tajam, menggetarkan hatinya takut, dan membuat matanya tidak kuat melihat aura marah Off tersebut.

"Baiklah Off, aku akan ke GMM..."

Mata Kwang masih menangkap tatapan mengerikan yang Off berikan pada Gun.

"Dengan Gun juga. ayo Gun." lanjut Kwang sambil menarik Gun menuju pintu keluar

"Phi tapi aku..."

"Sudah, turuti saja."

Tidak lama, Gun dan Kwang menghilang dari balik pintu kamar. Di sinilah Off sekarang, ruang rumah sakit, lagi! Sendirian, lagi! Kwang mengusap wajah puncatnya kasar, rencanannya tidak sesuai yang ia bayangkan--- bukan di sini yang Off inginkan, bukan begini akhir yang ia inginkan. Off ingin berada di Condo-nya bersama Gun, ia ingin kisahnya happy ending bukan berakhir kembali ke rumah sakit, ketendus media pula.
.
.
.

Di tengah kegaduhan pemberitaan mengenai sang adik yang kembali menjadi trending topik--- Mel sedang menangis tersedu-sedu di luar ruang rawat Off. Apa karena berita yang kembali menerpa sang Adik?

Ya, tentu! Tapi bukan hanya itu saja yang membuatnya menangis pilu. Mel baru saja memenuhi panggilan dokter yang memintanya untuk bertemu di ruang pribadi dokter spesialis yang baru saja memeriksa kondisi Off.

"Maaf Nyonya Tanit, berdasarkan hasil pemeriksaan dan tes darah, serta juga hasil scan; Tuan Jumpol harus melakukan operasi tulang sumsum belakang."

Ucapan dokter berhasil meluluh-lantakan hati Mel kembali saat dirinya baru saja berbahagia akan kepulangan Off dari rumah sakit setelah berjuang menahan sakit kemoterapi selama berbulan-bulan.

"Kemo terakhirnya mengalami kegagalan. Obat yang disuntikan tidak bisa mematikan sel kanker yang telah menyebar ke area tulang belakang. Itu juga yang membuat Tuan Jumpol tidak bisa berjalan selama kemo, karena sel menyerang pembuluh darah di tulang belakangnya."

Perkataan Dokter semakin membuat Mel kehilangan arah dan lepas kendali, isakan mulai keluar dari bibirnya yang masih terkatup rapat. Pedih rasanya.

"Sumsum tulang belakang sangat beresiko tinggi, namun kita harus segera mengambil langkah cepat sebelum sel mematikan tersebut menyebar ke organ vital, seperti jantung, dan paru-paru."

Kalimat dokter terus terngiang mengusik pikirannya. Takdir seolah sedang mengolok-ngolok dirinya. Mel tidak tahu bagaimana cara menyampaikan berita buruk ini pada snag adik, dengan langkah gontai, ia berjalan seorang diri menuju kamar sang adik, kembali memasang topeng pada wajahnya; berpura-pura terlihat baik dan menghapus kesedihannya di depan snag adik.

"Apa kata dokter phi?" tanya Off dengan wajah berbinar penuh harapan--- pandangan Off kembali menghancurkan perlahan pertahanannya, namun Mel tetap menahannya, setidaknya sampai menjawab pertanyaan adiknya tersebut

"Dokter... Hmmm... Dokter... Itu... Hmmm... Dokter mengatakan jika kau harus operasi sumsum tulang belakang." ujar Mel susah payah kemudian menarik nafas dalam-dalam

Binar penuh harapan di mata Off meredup padam, menggelap bagai tak ada lagi secerca cahaya penuh harap untuk ia harapkan.

"Kenapa? Apa semakin parah?" tanya Off lemas

Mel berusaha menahan tangisannya dengan membekap pelan mulutnya, tapi sepertinya itu tidak berguna sama sekali, karena wajah memerahnya bisa dengan jelas Off lihat.

"Selnya menyebar ke tulang, dan harus segera dicegah penyebarannya, jalan satu-satunya adalah dengan cangkok sumsum tulang belakang." ujar Mel sedikit terisak pelan

Off kini yang menangis, meremat sprai keras, berteriak begitu kencang untuk mengutarakan kekesalannya. Biarkan kali ini ia tidak bisa menerima takdirnya. Takdir selalu mempermainkannya selama ini, namun sepertinya semua yang telah Off tanggung belum cukup mengakhiri penderitaannya.

"Tuhan, apakah ini karma untukku? Karma karena telah menyakiti hati dua orang yang tak berdosa?"

Gun langsung bergegas bersama Godji ke rumah sakit setelah mendapatkan kabar mengenai Off yang besok akan segera melakukan cangkok sumsum tulang. Tidak perlu dijabarkan bagaimana perasaan Gun saat ini. Pria mungil itu bagai tersambar petir untuk yang kedua kalinya; waktu itu karena terkejut melihat keberadaan Off dengan sakit yang disembunyikan darinya, kini harus mendengar kabar jika Off harus operasi.

Gun dan Godji menyapa ramah Nyonya Dararat yang rupanya sudah berada di kamar rawat Off.

"Papii~ apa Papii baik-baik saja?" tanya Gun sembari berlari panik mendekat ke arah Off dengan sumpalan tisu di kedua hidungnya

Off tersenyum lemah, sambil menggeleng pelan.

"Tidak kenapa-napa, seperti biasa." kekeh Off yang terdengar miris

Gun memeluk erat Off, menangis kencang membuat Godji, Nyonya Dararat, dan Off sedikit terperanjak karena terkejut.

"Gun lepaskan Off, Nak, kasihan dia~" pekik Godji sembari menjauhkan tubuh Off dari cengkraman Gun

Mendengar suara yang familiar, Off mengalihkan etensinya menatap wanita cantik berkuncir satu dengan pakaian bertuliskan GMM. Off merindukan suara itu yang melengking panjang--- suara yang dulu sering menjerit memerintah ini dan itu saat sedang syuting School Rangers--- suara yang sering memekik kencang jika ada OffGun moment.

"Mae." panggil Off dengan mata menatap Godji berbinar

Godji tersenyum hangat, mendekat ke arah Off dan mengusap bahu Off, sebelum memeluk sayang mantan anak didikannya di GMM tersebut.

"Bagaimana kabarmu Nak?" tanya Godji penuh aura keibuan

Off tersenyum, sorot matanya terayun ke bawah dengan sendu.

"Seperti yang kau lihat, tidak sebaik yang diharapkan." ucap Off sembari tertawa getir

Godji memeluk Off kembali. Tidak sanggup melihat kondisi Off saat ini, membuat Godji ingin menangis sekeras yang ia bisa. Off tidak seperti yang diberitakan di luaran sana; ia menghilang selama ini, karena sedang berjuang sembuh--- Godji menyesali pikirannya yang sempat negatif tentang anak malang itu--- bahkan Godji menjadi salah satu orang yang berada di kubu Gun ketika fans terpecah menjadi dua, kubu Off dan kubu Gun. Ia terlalu kecewa kala itu kepada Off yang mengacaukan GMM dan melukai Gun dengan cara yang tidak gentleman.

"Maafkan aku na Mae~ karena sudah membuat ke kacauan di GMM, dan harus meninggalkan tanggung jawabku untuk memenuhi undangan di berbagai acara yang telah mengontrakku."

"Aishhh Off~ berhenti mengucapkan maaf. Aku sudah tahu semuanya dari Kwang dan Gun. Sekarang pulihkan kondisimu, dan fokus dengan operasimu." ujar Godji lembut

Off tidak perlu repot memberitahu Godji mengenai segala yang telah terjadi, karena ia sudah tahu dari penjelasan Gun dan Kwang ketika di GMM tadi--- Godji juga sudah mengerahkan beberapa staf keamanan GMM untuk menjaga rumah sakit dar kerumunan media yang membeludak; mencari tahu informasi tentang Off ynag sedang di rawat. Off masih bagian dari GMM, meskipun ia sudah tidak lagi bekerja di sana, setidaknya untuk sementara waktu; sampai Off sembuh dan baru la Godji akan meminta pria tampan itu untuk kembali bergabung dengan GMM, dan meluruskan kesalahpahaman yang sudah terjadi.

Malam tidak terasa sudah semakin larut, Godji berpamitan pada Nyonya Dararat dan Mel yang berada di ruang rawat Off.

"Kau benar tidak akan ikut pulang denganku?" tanya Godji lagi memastikan

Gun mengangguk mantap, ia bersih keras untuk menemani Off, walaupun Off dan Godji telah membujuknya berkali-kali.

Setelah melihat Gun tidak mengubah pendiriannya, Godji benar-benar pergi meninggalkan Gun.

"Arghhhhhh... Ukhhhhh, sakit.... Sakit... Sakit"

Senyuman Gun luntur seketika saat mendengar erangan kencang dari dalam kamar Off---- sirine darurat pun telah menyala memanggil dokter--- Gun panik bukan main saat Off terus menjambak rambutnya kesakitan, dan memegang dadanya dengan nafas tersengal.

Seperti bunga segar yang tersiram air panas, layu bahkan mati tak indah lagi; itulah perasaan Gun kala melihat Off harus segera dilarikan ke ICU karena kondisimu yang semakin kritis. Bahkan Off pingsan karena tidak sanggup menahan sakit yang menderanya. Selang oksigen sudah terpasang di kedua lubang hidung Off, sebagai alat bantu pernafasan; membuat susana semakin mengenaskan dan sangat mendebarkan.

Senyum dan tawa lepas Off saat di Taman DHM terbayang jelas dalam pikiran Gun, ia ingin melihat tawa itu lagi, bukan rasa sakit menyayat hati seperti ini. Isakkan mengiringi Gun dalam mengenang moment manisnya bersama Off--- Gun rindu Durham, rindu mengajar di sana lagi dengan riang gembira; menceritakan pengalamannya itu sambil tersenyum gembira kepada Off yang akan menjahilinya dengan kata-kata menggoda berujung tawa membahana dari keduanya.

"Hiks... Hiks... Gun ingin kita ke Durham lagi Papii~ tepati janji Papii yang tidak akan meninggalkan Gun lagi. Hiks..." ratap Gun mengengam erat tangan pucat Off yang tidak bergerak, tidak merespon ucapannya; diam membisu dengan mata terpejam.

Dokter telah memutuskan untuk segera melakukan tindakan operasi; meminta Mel segera menandatangani berkas-berkas yang dibutuhkan rumah sakit untuk mengajukan cangkok tulang, serta surat pernyataan keluarga akan kesediaannya melakukan tindakan cangkok tersebut.

Gun semakin menegang, bergerak gelisah ketika Mel memberitahukan informasi buruk itu pada Gun dan Nyonya Dararat. Tangisan tidak berhenti sepanjang malam, bahkan sampai Off dibawa ke ruang operasi, Gun semakin merintih pilu--- menunggu dengan hati sesak dan hancur di luar ruang operasi bersama Nyonya Dararat dan Mel yang tak henti merapal doa demi keselamatan Off.

"Gun~"

Mata memerah Gun menatap wajah cemas Godji--- Wanita itu harus kembali ke rumah sakit saat putra angkatnya baru saja mengumumkan kabar buruk padanya.

Tangan gemetar Gun langsung memeluk Godji lemah, isakkan terus keluar dari bibir yang telah mengering serta memucat. Pikiran negatif masih bersarang di dalam otak Gun, enggan pergi malah semakin memburuk membuat hatinya berdenyut ngilu, pedih, dan perih. Bayangan wajah Off terngiang-ngiang dalam memorinya, semakin mendorong air keluar deras dari pelupuk yang telah membengkak.

Di dalam ruang operasi, dentuman alat-alat medis menakutkan terus memenuhi ruang tersebut selama 6 jam lamanya. Darah telah banyak keluar dari tubuh ringkih yang masih terkulai lemas mempertaruhkan seluruh raganya untuk kembali ke alam sadarnya. Dokter berjuang keras mengerahkan seluruh tenaganya demi menyukseskan operasi yang sedang ia lakukan pada pasiennya tersebut. Deru nafas yang memburu, peluh yang bercucuran, jantung yang berdegup kencang melingkupi raga sang dokter.

Waktu sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Lampu ruang operasi masih menyala hijau pertanda jika operasi belum kunjung selesai. Mel terkulai lemas di kursi tunggu dengan air mata yang mulai mengering, Nyonya Dararat masih setia menatap sang putra dari celah kaca bening yang terdapat pada pintu; berharap agar doanya tersampaikan, dan terdengar oleh Tuhan untuk segera mengabulkannya. Godji masih setia memeluk sang putra yang masih belum ingin menyudahi tangisannya--- terkadang tangisna itu meredup, namun seketika kembali kencang terdengar saat Gun kembali mengulang memori indahnya bersama Off yang saat ini sedang berada di ambang jurang perpisahan. Pilihannya hanya dua, berpisah untuk selamanya, atau kembali untuk selamanya. Gun berharap Tuhan mengizinkan Off untuk memilih pilihan kedua.

Cklek

Pintu ruang keramat itu akhirnya terbuka setelah sekian lama tertutup rapat. Bau karbol menyengat indra penciuman, membuat hati Mel, Nonya Dararat, Gun, dan Godji semakin berdegup kencang hingga terasa ingin keluar dari tempatnya. Mel dengan langkah ragu mendekat ke arah dokter yang sudah membuka maskernya dengan senyum simpul yang entah apa artinya.

"Dok. Bagaimana?" tanya Mel gemetar

Dokter kembali tersenyum, namun sejurus kemudian ekspresinya berhasil meruntuhkan seluruh raga orang-orang yang menyaksikannya. Dokter menunduk dengan wajah sendu, kemudian menatap Mel dengan menggeleng pelan. Ibu satu anak itu membekap mulutnya, air kembali keluar dari mata membengkaknya, sorot matanya mengiba berharap Dokter sedang memberikannya lelucon.

"Kami telah menyelesaikan operasinya, semuanya berhasil dan lancar, namun..."

Mel menggeleng, menatap dokter dengan mata sayunya, enggan mendengar kata yang akan menjadi penjelas dari konjungsi "Namun" tersebut.

"Namun Tuan Jumpol memilih untuk pergi."

Ingin rasanya Mel mencekik dokter di hadapannya, ia sudah memohon, namun harapannya tidak sesuai keinginannya. Mel merunduk lemas, tangisan memenuhi ruang bahkan seluruh lorong sepi itu. Nyonya Dararat terduduk tak berdaya, menangis putus asa dengan hati yang hancur tak tersisa.

"Tidak... Tidak... Papii pasti kembali... TIDAKKKKKKKKK"

Gun merosot jatuh ke lantai, hidupnya sudah lenyap bersama kenyataan yang berhasil memporak-porandakan jiwa dan raganya.

"Gun~"
.
.

"Hmm~?"
.
.

"Jika aku pergi lagi darimu dan tidak akan pernah kembali lagi, apa yang kau rasakan?"

Ucapan Off kemarin malam kembali terngiang di telinga Gun, hatinya sesak, matanya kembali berair deras, nafasnya tersenggal-senggal, kedua tangannya membekap kedua telinganya agar tidak lagi mendengar kenyataan yang sedang mengoyaknya; mencabik-cabik seluruh hidupnya dalam sekejap mata.

"Gun, kuatkan dirimu Nak. Mae mohon... Hiks..."

Godji sama hancurnya dengan Gun, melihat putranya begitu terpukul akan kepergian sang belahan jiwa--- bagai luka tertabur garam, semakin pedih ketika tersadar jika Off benar-benar telah meninggalkannya untuk selamanya, meninggalkan rasa bersalahnya yang masih belum sempat Godji bayar; rasa bersalah karena telah berpikir negatif tentang Off, membencinya tanpa tahu masalah yang sebenarnya. Godji belum sempat membayar semuanya, padahal ia sudah berjanji akan berada di samping Off demi melunasi rasa bersalahnya itu, namun takdir berkata lain. Tuhan terlalu takut Off semakin terluka di dunia fana ini--- Beliau mengambilnya, mengembalikan ke tempat asalnya yang damai dan tentram.

"Mae... Hiks.... Hiks... Katakan.... Pada Gun... Hiks... Papii tidak... Hiks... Kembali me-ninggal-kan Gun... Mae~."

Gun kembali menjerit pilu, menyadarkan Godji dalam kelarutannya terhadap rasa bersalah yang mulai menghantuinya. Godji memeluk erat tubuh lemah Gun, merapalkan kata penenang; berharap Gun akan sedikit tersadar dari kelarutan duka yang sedang menenggelamkannya.
.
.
.

Lembar kosong telah berhasil Off Jumpol lukis begitu indah selama 29 tahun usianya. Kini tumpukkan lembaran tersebut tersimpan rapi menjadi sebuah kenangan dan memori bagi orang-orang yang berada dalam kehidupannya. Lembaran sakit yang kini sudah ia tinggalkan, lembaran putus asa yang berhasil ia terbangkan bersama jiwa ringan yang melayang ke dunia keabadian, lembaran kejenuhan yang menghantarkannya keluar dari rasa sakit yang telah menggerogoti seluruh batin dan raganya. Mega bintang itu telah menjadi bintang paling terang di langit Thailand--- jauh, dan tak akan terjangkau lagi, hanya mampu dikenang dan dilihat melalui rekaman memori dalam otak.

"Pergilah sejauh yang kau inginkan. Aku akan mencari kau di masa depan. Selamat Jalan Pak Tua"

Kwang menyeka air matanya, seliruh tubuhnya takhenti untuk terus bergetar , tepat setelah mendapat kabar buruk dari Godji--- dugaanya yang menghantui selama ini kini menjadi nyata adanya. Kwang telah merelakan takdir terburuk yang akan menimpa sahabatnya, pria itu telah berjuang terlalu berat selama ini, dan Kwang tahu ia akan lelah juga meskipun Kwang berharap Off tidak akan merasakannya, namun pada akhirnya Off harus menutup jalan ceritanya secepat ini, menanggalkan lakonnya di panggung sandiwara yang ia impikan untuk selamanya.

Bersambung...

🎶 Selamat jalan kekasih, kaulah cinta dalam hidupku. Aku kehilanganmu untuk selama-lamanya...🎶

🎤 Rita Effendy

Continue Reading

You'll Also Like

74K 5.2K 29
kisah New Thitipoom yang ingin balas dendam dengan Tay Tawan seorang mahasiswa akankah ada ikatan rasa antara Tay dan New? silahkan langsung di baca...
418K 1.6K 6
banyak adegan aww aww nya lohhhh, YAKINN GAMAU BACAAA #7 NENEN [3 - 1 - 23] #3 BXG [3 - 1 - 23]
374K 10.3K 66
Cerita Pendek Tanggal update tidak menentu seperti cerita yang lainnya. Berbagai tema dan juga kategori cerita akan masuk menjadi satu di dalamnya.