Penangkal Petir

By Lyla_ss

46 3 0

Aku tak punya pilihan selain menjadi pelindungmu Jika ada pemikiran dari dunia ini yang menyakitumu Maka aku... More

Hiraishin

46 3 0
By Lyla_ss


WARNING! KEYAKIZAKA46 FANFICTION


Gadis itu tampak berjalan menuju ke sekolah, musim semi mengantarkan kelopak bunga sakura bertebaran, sebuah awal yang baru serta tahun yang penuh dengan pengalaman seru. Namun dalam pancaran matanya.

Tidak ada apapun.

Berjalan melewati murid-murid lain, tidak saling bertegur sapa, hanya punya satu tujuan yang selalu pasti.

Ruang kelas.

Gadis dengan rambut bob itu lalu duduk di bangkunya yang berada di sudut paling belakang. Tidak ada yang mengajaknya berbicara meski hari itu kelas begitu riuh oleh suara siswa lain.

Ia tenggelam dalam keramaian.

***


Fuyuka berjalan dengan langkah ceria mengikuti guru bahasa, hari ini adalah hari pertamanya di sekolah yang baru. Ia tidak menyangka akan pindah dari sekolah lamanya di tahun kedua SMA.

Pintu kelas terbuka dan hari barunya pun dimulai.

"Salam kenal! Namaku Saito Fuyuka!"

Fuyuka memperkenalkan dirinya sambil tersenyum, ketika ia melihat teman sekelasnya, Fuyuka dapat melihat semua siswa memandang kearahnya dengan wajah penasaran, tertarik, dan kagum.

Namun ada satu di pojok sana yang sama sekali tidak memperhatikannya.

"Silahkan duduk di bangku belakang sebelah Hirate-san, Saito-san."

Sang guru bertitah, Fuyuka berjalan menuju bangkunya, semua siswa langsung berbisik-bisik. Dengan raut wajah yang berbeda ketika Fuyuka memperkenalkan diri. Fuyuka tidak memperdulikannya dan tetap tersenyum.

"Ya ampun, kita harus memperingati si anak baru,"

"Di samping anak itu? Yang benar saja!"

"Semoga ia tidak menularkan kesuramannya,"

"Kasihan Saito-san."

"Hai, salam kenal! Mohon bantuannya!"

Fuyuka berucap, namun gadis yang duduk di seberangnya hanya diam tak menoleh. Fuyuka memandangnya sesaat sebelum fokusnya teralih pada guru yang mengajar di depan kelas.

Bel istirahat pun terdengar, setelah waktu panjang untuk belajar Fuyuka memiliki waktu untuk membuka bento yang telah dipersiapkan ibunya.

"Hira-"

"Saito-san, apa kamu mau ke kantin?"

"Namaku Ayaka, tolong diingat baik ya Saito-san!"

"Saito-chan asalnya dari mana?"

Perkataan Fuyuka terpotong, niatnya untuk memanggil gadis di sampingnya terurungkan. Semua siswa di kelas langsung mengerubunginya.

Fuyuka menjawab rasa penasaran mereka satu-persatu sambil tertawa dan tersenyum, mereka ramah pada Fuyuka dan itu menyenangkan bagi dirinya.

Saat Fuyuka melirik meja sampingnya, gadis itu sudah tidak ada lagi.

***


Yurina pergi ke kantin, membeli sebuah roti rasa matcha yang berukuran besar serta sekotak susu strawberi. Tidak banyak siswa yang menaruh atensi padanya, seperti biasa tidak terlihat.

Sekali pun terlihat, mereka pasti menganggapnya tidak ada.

Itu saja sudah cukup bagi seorang Hirate Yurina.

Musim semi tidak dapat menularkan kehangatannya pada Yurina, semuanya terasa sama meski musim telah berganti. Tidak ada yang mau terlalu dekat dengannya, selalu saja ada jarak antara dirinya dan orang-orang.

Ia tidak ingin siapa dan kapan jarak itu mulai terbentuk.

Yurina menghabiskan makan siang di bawah pohon dekat taman yang kebetulan sepi. Mungkin siswa lain memilih untuk menghabiskan bento di dalam kelas atau mencoba menu baru di kantin.

"Hirate-san, kau sedang makan apa?"

Yurina menoleh, siswa baru di kelas menyapanya.

"Matcha," jawab Yurina singkat

"Fuu-chan! Fuu-chan!"

Dua orang siswa menghampiri mereka, sedikit terkejut melihat Yurina.

"Kalian tampak kelelahan," komentar Fuyuka,

"Fuu-chan yang berjalan terlalu cepat," komentar Mayu

"Ayo kita pergi ke kantin, ada menu baru yang enak lho! Fuu-chan, kita tidak boleh kehabisan!" Siswi disamping Mayu berucap.

Yurina fokus menghabiskan roti matchanya sambil berharap mereka bertiga pergi dari hadapannya. Meski ia dapat mendengar begitu jelas, ajakan dua siswi itu agar si anak baru untuk menjauhi mereka, Yurina tidak protes, toh itu juga keinginannya.

"Hn? Perutku masih penuh setelah makan bento," balas Fuyuka

Ia lalu duduk di samping Yurina, Mayu dan temannya saling melirik, sebelum akhirnya duduk di sebelah Fuyuka.

Yurina tahu, mereka enggan untuk dekat-dekat dengannya, namun mereka berdua juga tidak mungkin mengatakan secara langsung kalau Yurina harus dijauhi, di depan orangnya langsung..

"Kamu Hirate-san kan?"

"Un,"

"Apa kau ada waktu sepulang sekolah nanti? Aku dan yang lain ingin pergi ke kafe yang diskon musim semi,"

Yurina melirik Fuyuka sebelum melirik dua orang lainnya.

"Tidak, aku sibuk sepulang sekolah,"

Gadis itu berdiri lalu melirik mereka sebelum berlalu pergi. Yurina memilih untuk menjauh, tentu saja, jika anak baru itu tidak bisa menjauhinya maka dirinya yang harus menjauh.

Yurina juga tidak mau berurusan dengan mereka berlama-lama.

***


Fuyuka tidak pernah melihat orang seperti Hirate, pendiam anak itu sungguh aneh. Tatapannya juga sangat berbeda dengan yang lain.

Tidak ada gairah sama sekali.

Ia sudah memperhatikan Hirate semenjak seminggu penuh, gadis itu tidak banyak bertingkah aneh, hanya saja.

Dia selalu tampak sendirian.

"Fuu-chan, apa yang kau pikirkan?" tanya Rumi, siswi yang duduk di depan Fuyuka.

"Sebenarnya... itu... tentang Hirate-san."

"Oh tentang dia...."

Rumi memandang tempat duduk Yurina yang kosong sebelum melanjutkan.

"Fuu-chan, seharusnya kami memberitahumu lebih awal, tapi sebaiknya kamu tidak berhubunagn Hirate,"

"Eh? Kenapa? bukankah ia tidak membuat masalah?"

Fuyuka tidak mengerti, di matanya Hirate tidak nampak seperti orang yang jahat, ataupun siswa bermasalah yang sering bolos, atapun siswa yang tidak rajin.

"Dia itu orangnya suram, kau tahu? Beberapa teman seangkatan pernah melihatnya bekerja di 'tempat malam', kudengar juga ibunya seorang pelacur, sepertinya buah tidak jatuh dari pohonnya," jelas Rumi dengan suara yang kecil.

"Benarkah? Tap-"

"Yo! Kalian sedang ngapain nih? Kita pergi ke perpustakaan yuk! Katanya ada petugas yang ganteng di sana!"

Mayu datang memotong pembicaraan.

"He??? Ayo kita kesana!, Fuu-chan!" ajak Rumi

"I-iya,"

Fuyuka tidak dapat menolak ajakan kedua teman sekelasnya jadi ia pergi bersama mereka. Perpustakaan berada di lantia paling atas gedung sekolah, juga merupakan salah satu tempat terluas kedua di sekolah selain aula.

Saat Mereka datang perpustakaan terlihat sangat ramai.

Fuyuka sangat melihatnya dengan jelas, diantara kerumunan orang itu, ada Yurina di tengah bersama dengan seorang siswi lain.

"Astaga... dia berani menyinggung dewi!"

"Tapi dia memang keterlaluan sih,"

"Menggoda Himura-san? Bukankah itu lucu?"

"Pelacur kecil sudah menunjukkan taringnya,"

Fuyuka hanya diam saja, ia terlalu kaget dengan yang ia lihat, orang-orang yang melihat saling berbisik.

"Perempuan berambut panjang itu Irina, dia salah satu siswi tercantik di sekolah, dia juga mempunyai sebuah geng, aku sarankan agar Fuu-chan tidak mencari masalah dengan orang itu." jelas Mayu

Bullying, Fuyuka dapat melihatnya dengan jelas bahwa Yurina terkena bullying. Gadis itu tampak ingin mengatakan sesuatu namun ia kembali mengatupkan mulutnya.

"Kau pikir kau itu cantik hah?! Himura-san pasti jijik dengan gadis sepertimu! Jadi lebih baik menjauhlah!"

Irina menyenggol bahu Yukina keras sebelum akhirnya gadis itu pergi keluar perpustakaan. Fuyuka, Mayu, dan Rumi langsung menyingkir memberikan jalan.

Kerumunan juga langsung bubar, mereka kembali ke aktivitas semula. Fuyuka langsung menghampiri Yurina yang tampak diam saja setelah disenggol Irina.

"Hirate-san, apa kau baik-baik saja?" tanya Fuyuka

"..."

"Bahumu tidak sakit kan?"

"Tinggalkan aku,"

"Eh?"

Fuyuka terkejut mendengar suara Yurina yang dingin, seolah tak peduli gadis itu lalu meninggalkan Fuyuka begitu saja.

Ia sampai terbengong-bengong, terkadang memang Yurina terlihat dingin, namun ini kali pertama Fuyuka mendengar Yurina mengucapkan kata-kata itu.

"Fuu-chan yuk kita-"

"Rumi, kurasa aku harus pergi dulu,"

Fuyuka segera pergi, mencari Yurina yang menghilang dalam sekejab. Langkah kaki gadis itu terlalu cepat dan tak bersuara. Apa mungkin ia lari?

Dari sekali lihat Fuyuka tahu bahwa Irina itu bukan orang baik, ia pasti sengaja untuk mempermalukan Yurina di perpustakaan tadi. Fuyuka khawatir jika Yurina menangis dan tidak ada satu pun yang mendengarkannya.

"Hirate-san! Hirate-san!"

Fuyuka menemukan Hirate yang diam di atap sekolah, gadis itu tampak memegang pembatas sambil melihat kebawah, sebelum akhirnya menoleh karena panggilan Fuyuka.

"Ada apa?" tanya Yurina

Gadis itu tampak tidak sedih, ataupun menangis, hanya wajah datarnya yang terkesan dingin.

"Itu... apa kau baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja, Saito-san tidak perlu khawatir,"

"Tapi di mataku kamu tidak baik-baik saja,"

Fuyuka mendekat, "Kamu bisa menceritakan apapun padaku, aku siap mendengarkan."

"Kau tidak akan mengerti apapun, cukup percaya saja dengan apa yang kau lihat,"

"Jangan berpikir negatif seperti itu! Aku tahu kamu tidak bersalah!"

Fuyuka memegang bahu Yurina, namun gadis itu menepis tangan Fuyuka.

"Tau apa kau? Lebih baik jangan mencampuri urusan orang lain!"

Hirate Yurina, Fuyuka sama sekali tidak mengerti jalan pikiran dari gadis itu. Disini, Fuyuka ada untuk membantu Yurina ketika ada masalah. Kenapa gadis itu malah menolak?

Ia tahu bahwa ia bisa saja meninggalkan Yurina dengan masalahnya sendiri saat gadis itu menolak. Tapi entah kenapa Fuyuka tidak dapat melakukannya.

Ah... ini menyebalkan!

***


Yurina merasa risih, Fuyuka tetap mengikutinya kemana pun ia pergi. Gadis itu sepertinya tidak mengindahkan perkataan Yurina dan rumor yang menempel pada dirinya.

"Sudah kubilang aku bisa sendiri!"

"Tapi tumpukan buku itu terlalu banyak!"

"Ck! Apa maumu sih?!"

Titik jenuh Yurina telah tergapai, Saito Fuyuka benar-benar orang yang harus ia singkirkan.

"Membantumu, kita kan teman sekelas," ucap Fuyuka meyakinkan

"Hah? Teman? Kau bercanda?"

"Kau bisa membuka hatimu sedikit demi sedikit, Hirate-san,"

Yurina memberikan tatapan merendahkan pada Fuyuka, "Ketika kau membuka hatimu itu artinya kamu akan terluka dan merasa sakit."

"Bukan ber-"

"Aku tidak mau terluka lagi," potong Yurina "tidakkah Saito-san mengerti?"

Berjalan dengan langkah pasti, Yurina meninggalkan Fuyuka yang masih terdiam.

Yurina tahu, orang-orang seperti Fuyuka hanya datang karena penasaran, setelah mengetahui apa yang mereka inginkan Yurina akan kembali di tinggal sendiri.

Menyedihkan.

Itu mengingatkannya pada teman SMP-nya yang tiba-tiba meninggalkannya setelah rumor tentang dirinya makin menjadi-jadi. Awalnya orang itu juga mengatakan hal yang sama seperti Fuyuka.

Kebohongan.

Yurina sudah muak dengan itu semua, jadi sebisa mungkin ia menjauh. Jadi ia tidak membuang-buang energi lebih banyak, menghabiskan waktu sendiri, itu menghemat tenaganya.

Kejadian di perpustakaan, itu bukan kali pertama jadi Yurina tidak terlalu memikirkannya. Lagi pula itu akan mereda sendirinya. Ataupun jika ada hal lain datang, Yurina sudah mengetahuinya dan tahu apa yang harus dilakukan.

"Techi, kau baik-baik saja kan?"

Penjaga perpustakaan, sekaligus mahasiswa magang, Himura, berdiri di samping Yurina ketika gadis itu membuka loker sepatunya.

Sepatu putih miliknya telah kotor, sampah memenuhi lokernya menyebabkan bau tak sedap. Yurina tahu pelakunya, namun ia memutuskan untuk diam saja.

Begini saja.

Himura menghela napas saat menyadari bahwa Yurina tidak menghiraukannya, sejak kedua orang tua mereka bercerai Himura merasa semakin jauh dengan adiknya itu. Yurina tetap membersihkan lokernya dari sampah, memasukkan sepatu dalam ruanganya.

"Kau bisa-"

"Lebih baik kita tak saling mengenal," ucap Yurina dingin.

***


Huh!

Fuyuka berjalan sambil menenteng tas belanjaan, minggu ini ia kedapatan tugas membeli persedian makanan seminggu. Harusnya sih sekarang giliran adiknya, namun bocah itu malah berkelit dengan alasan tugas kelompok.

Langit telah gelap, meski jalanan masih ramai Fuyuka tetap mempercepat langkahnya. Keluar malam-malam bukanlah kebiasaannya.

Namun matanya menangkap sosok tak asing berjalan berlawanan arah dengannya.

"Hirate?"

Ini pertama kalinya Fuyuka melihat Yurina tanpa seragam sekolah. Meski sebagian wajahnya tertutup syal tebal namun Fuyuka masih mengenalinya.

Mau kemana ia malam-malam?

Tergerak oleh rasa penasaran, Fuyuka beralih untuk mengikuti langkah Yurina.

"Ini....."

Fuyuka terkejut mengetahui bahwa tempat tujuan Yurina adalah distrik malam di Tokyo.

"....Beberapa teman seangkatan pernah melihatnya bekerja di 'tempat malam', kudengar juga ibunya seorang pelacur, sepertinya...,"

"Hirate bukan orang semacam itu kan?" gumam Fuyuka

Gadis itu lalu melangkah cepat, mendekati Yurina.

"Hirate! Hirate-san!"

Yang dipanggil malah ikut berlari, namun bukan Fuyuka namanya jika kalah berlari.

Ia menepuk punggung Yurina hingga keduanya berhenti.

Fuh... ternyata berlari sambil membawa tas belanjaan itu melelahkan.

"Hira-"

"Untuk apa kau disini?!"

Sekali pandang, Fuyuka dapat melihat raut wajah Yurina yang tampak menahan kesal, gadis itu sekali lagi menolah kehadirannya.

"Aku juga mempertanyakan hal yang sama," sahut Fuyuka kali ini dengan nada menantang, kesal juga karena dimarahi padahal ia sendiri sedang lelah.

"Itu bukan urusanmu!"

Yurina ingin pergi lagi, namun Fuyuka menahan tangannya.

"Apa kau bekerja disini?" tanya Fuyuka

"Ya, itu masalah untukmu?"

Kaget, tentu saja adalah reaksi Fuyuka pertama kali. Bau rokok dan minuman alkohol serta pasangan-pasangan selingkuh yang lewat kini terasa pekat menyapa inderanya.

"I-itu-'

"Wah... lihat-lihat bukankah ini Hirate yang manis itu?"

Tiba-tiba saja mereka sudah dikelilingi oleh tiga pria dewasa, Fuyuka sama sekali tidak mengenali mereka. Sedikit takut dengan wajah sangar mereka.

"Temannya juga manis lho..." sahut pria lain, rambutnya tampak diwarnai kuning bercampur coklat.

"Ayo kita bermain bersama!"

Mereka menarik Fuyuka dan Yurina agar mengikuti mereka. Kedua gadis itu memberontak, tas belanjaan Fuyuka jatuh begitu saja.

"Lepas! Lepas! Tolong!"

Meski Fuyuka telah berteriak namun orang-orang hanya lalu lalang tanpa memperdulikan mereka.

BUGH!

Himura datang tiba-tiba dan menghajar pria yang menarik Fuyuka, hingga tersungkur keras.

"Lepaskan dia!"

Pemuda itu tampak menarik Yurina dari dua lainnya sambil melayangkan bogem mentah.

***


Yurina dan Fuyuka duduk di depan minimarket, sedangkan Himura sedang pergi membeli sesuatu di dalam.

Pemuda itu menghajar tiga pria yang mengganggu mereka, itu bukan hal baru bagi Yurina. Tidak ada percakapan diantara mereka, terasa canggung dan tidak menyenangkan.

Rasanya dada Yurina sesak, perasaan sakit bagai disambar petir itu kembali hadir.

Sebuah sentuhan membuat Yurina tersadar, Fuyuka memeluk bahunya.

"Aku ada disini... disampingmu,"

Tubuh Yurina tambah bergetar, ia akhirnya memeluk Fuyuka menumpahkan tangis dan segala perasaanya.

"Kenapa kalau aku anak pelacur? Kenapa memangnya kalau kedua orang tuaku berpisah? Kenapa? kenapa? Kenapa mereka memandangiku seperti itu?"

"Hm..Hm..." Fuyuka menepuk nepuk punggung Yurina

"Memangnya kenapa? Aku Cuma bekerja sebagai barista disana, kenapa tidak ada yang mendengarku? Padahal aku tidak mengganggu mereka, kenapa mereka menggangguku? Ini terasa sakit... seperti tersambar petir, berkali-kali."

Setelah selesai mengeluarkan sisi hatinya, Yurina melepas pelukannya, menghapus air mata yang terlanjur keluar.

"Kamu tidak sendiri,"

Fuyuka menariknya kembali dalam pelukkan, Yurina merasa hangat, pelukan Fuyuka seakan melindunginya.

"Gadis ini benar, kami akan menjadi penangkal petir untukmu,"

Mereka menoleh, mendapati Himura yang datang dengan tiga kaleng soda.

Fuyuka melepas pelukannya, Yurina memandangi keduanya bergantian beban di dadanya terasa terangkat,hangat dan menenangkan, ia lalu tersenyum.

"Terima kasih."

***


Boku ga aite ni natte yaru

Heibon na hibi wo ima yakusoku shiyou

Koko ni aru ni wa ai no hiraishin


*** 

Continue Reading

You'll Also Like

288K 13.8K 93
Riven Dixon, the youngest of the Dixon brothers, the half brother of Merle and Daryl dixon was a troubled young teen with lots of anger in his body...
29.1M 921K 49
[BOOK ONE] [Completed] [Voted #1 Best Action Story in the 2019 Fiction Awards] Liam Luciano is one of the most feared men in all the world. At the yo...
364K 31.8K 90
Sequel to my MHA fanfiction: •.°NORMAL°.• (So go read that one first)
44.4M 1.3M 37
"You are mine," He murmured across my skin. He inhaled my scent deeply and kissed the mark he gave me. I shuddered as he lightly nipped it. "Danny, y...