TELUK ALASKA 2

By ekaaryani

3.8M 333K 237K

[SEQUEL TELUK ALASKA] Alistasia Reygan, semua orang menganggapnya sempurna dan bisa mendapatkan segalanya den... More

PROLOG
PROLOG II | JANJI MASA KECIL
VOTE COVER
2. MENGEMBALIKAN DIARY
3. KECEWA
4. SEBUAH TUDUHAN
5. PARAHYANGAN VS SINGGASANA
6. MENCOBA PERGI
7. MENJAUH
8. SEBUAH BALASAN
9. JANGAN PERGI
10. PERMINTAAN MAAF
LOGO PEGASUS & PHOENIX
11. SEORANG MANTAN?
12. TAWANAN
13. BERADA DI SISIMU
14. SALAH PAHAM 1
15. First Kiss?
16. ARABELLA
17. NEGARA TUJUAN SIA
18. MELINDUNGINYA 1
DANDELION
Malem
19. BUKAN TEMAN KECIL!

1. HILANGNYA DIARY

228K 18.5K 6.1K
By ekaaryani

Aku update jam 1 malem loh wkwk siapa yang baca subuh-subuh?😂

Happy reading...

Hutomo tersenyum senang saat Alister menghampirinya, tentu saja bersama Sia, cucu kesayangannya. Sia lantas berlari menghampiri Kakeknya tersebut.

"Kakek!" panggil Sia dan Hutomo lantas merentangkan tangannya.

"Kok nggak sama Mama ke sininya?"

"Mama lagi sama Nenek, tadi mau ke sini tapi dilarang sama Nenek," ucap Sia membuat Hutomo menelan ludahnya. Ya, tentu saja itu adalah Revalina. Musuh bebuyutannya sejak dulu.

Sejak dia mengalami goncangan tersebut, untunglah Hutomo berhasil bangkit dengan kekuatannya sendiri. Tuhan memang tidak pernah salah memberikan karunia ini padanya.

"Kakek, besok aku masuk SMA!" ucap Sia antusias.

"Bagus. Kamu ambil jurusan IPS nanti biar bisa jadi penerus Kakek. Kalau IPS sedikit banyak kamu tahu tentang Ekonomi dan Akuntansi, juga—"

"Ehemm..." Alister melipat kedua tangannya di atas dada, keterlaluan kalau sampai pria tua itu mengatur anaknya juga. Alister tidak akan membiarkan itu.

Hutomo memang melunak setelah berpisah dengan Revalina. Ya, keluarga Alister pada akhirnya berpisah tapi menemukan titik terang. Dia sangat beryukur akan hal itu. Untuk apa terus bersatu jika semesta tidak mengizinkannya.

Lagi pula mereka tidak saling mencintai, tapi yang membuat Alister heran, baik Hutomo ataupun Revalina tidak ada yang menikah dan menemukan pasangan baru.

Sudahlah, Alister mengembuskan napas panjang lalu melihat tumpukan kertas yang ada di atas meja Hutomo, dia lalu membuka berkas-berkas tersebut dan membacanya dengan perlahan.

"Gavin?" tanya Alister sambil mengerutkan wajahnya.

"Ya, dia pesaing Papa. Jadi Papa cari latar belakang tentang dia."

"Gavin William, mantan tetangga kita dulu," ucap Alister pada Sia.

Hutomo tidak mengerti apa maksud Alister, sementara melihat wajah Sia yang memerah membuatnya mengerti, ada masalah yang terjadi antara anaknya dengan pria bernama Gavin tersebut.

"Untunglah anaknya nggak satu sekolah sama Sia."

"Bara?" tanya Sia dan Alister mengangkat bahu lalu menaruh berkas tersebut kembali ke atas meja.

"Kali ini Alister dukung Papa," ucap Alister sambil mengeratkan tangannya pada meja.

"Papa harus menang di proyek ini."

Hutomo mengangguk angkuh, tentu saja dia akan memenangkan ini. Dia sudah berpengalaman, sementara Gavin masih seumur jagung dalam dunia yang penuh dengan dusta ini.

"Kakek..." rengek Sia sambil memegang tangan Hutomo.

Hutomo tersenyum kecil, kalau memang Alister adalah musuh Gavin, dia bisa mengambil celah, dia bisa membuat anaknya yang terjun langsung melawan Gavin dan mengambil alih perusahaannya.

Ya, ide yang bagus Hutomo.

"Sia, Papa mau jemput Mama dulu. Kamu mau tunggu di sini sama Kakek atau ikut Papa?"

"Sama Kakek," balas Sia cepat.

"Oke, nanti Papa kabarin kalau udah sampe."

Sia mengangguk mengerti, menurut diary Ibu nya yang sudah Sia baca sampai tuntas. Kakeknya ini adalah orang yang paling jahat, menyebalkan dan juga paling di benci oleh semua orang. Benarkah itu?

Tapi Sia tidak merasakan itu, Kakeknya selalu memberinya kasih sayang. Berbanding terbalik dengan isi diary yang dia baca. Mungkin saja Kakeknya sudah berubah. Sia pun tersenyum sipu saat membaca akhir yang bahagia antara Ibu dan Ayahnya.

"Kenapa senyum-senyum?" tanya Hutomo.

"Kakek sayang sama Sia?"

"Pasti. Kamu cucu Kakek satu-satunya." Hutomo pun beranjak lalu memperlihatkan foto yang ada di atas mejanya.

Itu adalah foto Sia saat kecil dan Hutomo. Tentu, entah kenapa dia sangat terlihat awet muda dan tampan di foto, berbeda dengan sekarang. Sia pun tertawa kecil menertawakan perubahan pada Kakeknya itu.

"Kalau Sia nggak mau nerusin perusahaan Kakek gimana? Apa Kakek bakal tetep sayang sama Sia?" pertanyaan Sia sangat menjebak, tapi begitu lah, lebih baik memastikan sekarang dari pada sakit di akhir seperti Ayahnya.

Hutomo diam sejenak.

"Kakek..." panggil Sia lagi.

"Ada apa?" tanya Hutomo, hatinya sedikit tidak terima saat Sia berkata seperti itu. Tapi melihat sikap Sia yang jauh berbeda dengan Alister hatinya kembali luluh.

"Sia mau Kakek janji. Jadi apapun Sia udah besar nanti, Kakek bakal bangga dan dukung Sia," ucapnya sambil mengulurkan jari kelingkingnya.

"Selama itu positif pasti Kakek dukung." Hutomo tanpa ragu langsung mengulurkan kelingkingnya dan membalas janji Sia. Mereka saling berjanji sekarang, itu membuat Sia tersenyum bahagia.

"Emang kamu mau jadi apa?" tanya Hutomo mulai khawatir.

Semoga saja ahli Ekonomi, Pengusaha, Dokter, Kedutaan Besar, Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lain sebagainya. Sayangnya, jawaban Sia pun langsung membuat jantung Hutomo berhenti berdetak.

"Kamu nggak suka gambar kaya Papa kamu kan?" tanya Hutomo meyakinkan.

"Gambar kamu jelek loh, Sia. Kakek bilang kaya gini karena Kakek jujur dan sayang sama kamu."

Sia pun tertawa, tentu saja jelek. Karena yang Hutomo lihat adalah gambar dirinya saat kecil. Tapi... ya, Sia mengakui kalau memang dia tidak sepandai Ayahnya dalam menggambar.

"Sia suka nyanyi," jawab Sia sambil menyunggingkan giginya.

"Sia mau jadi penyanyi!" tegasnya membuat Hutomo ingin kejang-kejang.

"Boleh kan?" Sia memang perayu yang ulung, Hutomo langsung keringat dingin, untung saja dia tidak muntah darah saat mendengar kata penyanyi dari mulut cucunya itu.

"KAKEK!" panggil Sia membuat Hutomo terperanjat kaget.

"WHAT?" jawabnya membuat Sia tertawa kencang melihat ekspresi Kakeknya yang terkesan lucu.

Berpikir Hutomo, berpikir...

"Kita taruhan," ucap Hutomo mengantisipasi, dia ingin menolak Sia tapi rasanya sangat sulit, mungkin ini lah cara terakhir baginya untuk menolaknya secara halus.

"Kalau kamu nggak bisa jadi penyanyi yang di akui banyak orang. Kamu harus jadi penerus Kakek."

Sia mengangguk cepat dan kembali mengikat janji kelingking dengan Kakeknya. Syukurlah, Hutomo rasanya ingin mati saat mendengar cucunya suka bernyanyi.

Dulu Alister suka menggambar, Hutomo melarangnya dengan keras sampai membuatnya berontak dan meninggalkannya. Sekarang Sia, tidak boleh terulang kembali. Hutomo harus menggunakan cara yang berbeda.

"Sia sayang Kakek," ucapnya dan entah kenapa, suara gadis ini terdengar tulus sampai menembus ulu hatinya. Rasanya Hutomo ingin menangis sekarang. Inikah rasa kasih yang sebenarnya?

***

Setelah pulang bersama Kakeknya, Sia pun melihat Ibu dan Ayahnya sedang berbicara serius di halaman depan rumah sambil meminum teh bersama. Ya, Sia tersenyum senang melihat mereka yang tidak pernah bertengkar.

"Ma, Pa. Sia mau main sama temen-temen."

"Ya, hati-hati," balas Ana sambil tersenyum manis.

"Pulangnya jangan terlalu sore," ucap Alister.

Sia mengangguk, dia langsung masuk ke dalam rumah dan mengambil gitarnya, dia berlari kencang menuju parkiran mobil dan mengeluarkannya dengan semangat.

Setelah beberapa saat Sia sampai di rumah sahabatnya, Bintang. Dia langsung mengetuk pintu rumah tersebut, "Abin!"

"Abinnnnn!" panggil Sia pada cowok itu yang tak kunjung membuka pintunya.

Ya, cowok itu adalah Bintang, sahabatnya sejak kecil. Bedanya dengan Bara, Bintang adalah anak dari sahabat Ibunya, namun rumahnya lumayan jauh dengan Sia, membuat mereka jarang bertemu satu sama lain. Tapi kali ini, Sia dengan semangat menghampiri cowok itu.

"Nama gue Bitang, bukan Abin."

"Aa Bintang, kata Mama kamu aku harus panggil kamu Abin." Bintang sedikit tergelitik saat Sia masih saja menggunakan aksen aku-kamu.

"Sia, besok kita masuk SMA, sekolah baru. Lo yakin nggak bakal pakai lo-gue?" tanya Bintang dengan rambut yang acak-acakan. Dia baru saja tidur sore dan Sia malah membangunkannya dengan kata-kata yang terus menggelitik telinganya.

"Terserah aku." Sia masih setia dengan aksennya yang tidak jauh beda dengan Ibunya.

"Aku pinjem sepeda," ucap Sia membuat Bintang terkejut.

"Lagi? Setiap hari?" tanyanya tidak percaya.

"Iya!"

Bintang mengembuskan napasnya, dia tidak bisa mengikuti Sia karena sepedanya di pakai olehnya. Bintang sangat khawatir, takut terjadi sesuatu padanya, tapi Sia selalu menegaskan kalau dia akan baik-baik saja.

"Kalau ada apa-apa, kabarin gue," ucap Bintang sambil membuka pintunya mempersilakan Sia untuk masuk dan mengambil sepedanya.

***

Sia pergi dengan memakai tas gendong, juga kaca mata agar mengalihkan perhatian orang sekitar sampai tidak mengenali wajahnya.

Tak lupa, dia menambahkan topi di atas kepalanya dengan rambut yang di ikat penuh agar tidak terlihat seperti dirinya. Ya, sekarang Sia sudah siap.

Dia memanggil teman-temannya yang lain. Tentu saja, setelah kepergian Bara Sia adalah anak yang aktif dan memiliki banyak teman. Bukan hanya Bintang saja, tapi banyak juga yang lainnya.

"Sia," panggil Toby semangat.

"Hai, Sia," panggil Rio.

"Sia, ketemu lagi," sapa Shella.

Mereka bertiga adalah teman sekaligus sahabat Sia. Ibunya mengenalkannya untuk tidak memandang seseorang dari kastanya. Dan... ini lah mereka, teman yang tidak pernah merasakan bangku sekolahan. Ya, mereka pengemis dan pengamen di pinggir jalan.

Sia bertemen dengan mereka, dia tidak pernah menilai seseorang dari luar saja. Nyatanya, mereka memang seperti ini untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

"Hai kalian semua," sapa Sia semangat, "Ayo kita mulai."

Mereka semua mengangguk semangat, Sia lalu mengeluarkan Diary Ibunya yang dia bawa dari tasnya. Dia lantas memasukkan diary tersebut ke dalam saki hoodie yang dia kenakan.

"Diary ini, selalu membawa keberuntungan. Semoga kali ini kita semua beruntung," ucap Sia.

Sia pun membawa gitar dan naik ke atas bis yang tengah berhenti di lampu merah. Seperti biasa, menjelang sore Sia selalu membantu mereka untuk mendapatkan uang.

Bernyanyi dengan suara indahnya adalah kesukaannya, dia dapat melihat ekspresi orang-orang yang dapat menerimanya. Sia mulai memainkan gitarnya di bantu oleh teman-temannya yang lain.

I've been reading books of old
The legends and the myths
Achilles and his gold
Hercules and his gifts
Spiderman's control
And Batman with his fists
And clearly I don't see myself upon that list

Semua orang yang ada di dalam bis tersenyum mendengar suara merdunya. Bukan suara rombeng pereman jalanan yang membuat gendang telinga pecah. Bukan, ini adalah suara bidadari sedang bernyanyi.

Sia terus bernyanyi, dia sangat senang menerima tatapan seperti itu. Seolah-olah mereka semua memberinya semangat dan membuat jantungnya berpacu hebat.

But she said, where did you wanna go?
How much you wanna risk?
I'm not looking for somebody
With some superhuman gifts
Some superhero
Some fairytale bliss
Just something I can turn to
Somebody I can kiss

I want something just like this
Doo-doo-doo, doo-doo-doo
Doo-doo-doo, doo-doo
Doo-doo-doo, doo-doo-doo

Saat Sia tengah menyanyi, di dalam bis tersebut ada seorang pria dengan wajah tampan namun menyeramkan. Dia menatap Sia dengan tegas. Entah ini perasaannya saja atau bukan, tapi suaranya yang merdu membuatnya... tersentuh.

Pria itu memperhatikan Sia dengan fokus, lalu dia membuang arah saat Sia menatapnya balik. Senyuman keluar dari Bibirnya, dan... anehnya, sampai seterusnya dia tidak ingin Sia berhenti bernyanyi.

Oh, I want something just like this
Doo-doo-doo, doo-doo-doo
Doo-doo-doo, doo-doo
Doo-doo-doo, doo-doo-doo

Oh, I want something just like this
I want something just like this

Sia membuka topinya, rambut lurusnya kini berantakan. Sia berkeliling untuk meminta uang seikhlasnya dari orang-orang yang mendengar suaranya. Tentu, uang itu tidak Sia ambil sedikit pun. Dia berikan uang itu kepada teman-temannya.

Semua orang memberikan Sia uang yang lumayan besar karena puas mendengar suaranya. Bukan karena takut melihat wajah preman beranting lalu mereka mengeluarkan uang seadanya.

Ini—sangat besar.

Tapi tiba-tiba seseorang memberinya uang Rp. 100.000. Pria tampan itu tidak mengulas senyum seperti barusan, dia hanya memberikan uang itu tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Terima kasih, Kak," ucap Sia sambil membungkuk senang. Sungguh, selama Sia menyanyi baru kali ini ada yang memberikan uang sebesar ini.

Dia kembali membungkuk, memberi rasa terima kasih sebanyak-banyaknya. Akhirnya teman-temannya bisa makan banyak untuk hari ini dan esok.

Mereka pun turun dari bis, mereka bersorak bersama karena mendapatkan uang banyak.

"Sia, makasih," ucap mereka semua terharu sambil meneteskan air mata bahagia, Sia pun begitu, dia... sangat bahagia hari ini.

***

Malam harinya, Sia bertemu dengan Bulan di balik meja belajarnya. Dia tersenyum kecil sambil mengingat kejadian barusan. Sia pun mengambil tas nya dan mengobrak-abrik seluruh isinya.

Kosong. Diary Ibunya tidak ada di dalam tasnya.

Sia mengingat-ngingat kembali, jantungnya berpacu kencang. Bagaimana kalau diary itu hilang? Diary itu milik Ibunya yang sangat berharga, Ya, Tuhan.

Sia dapat mengingat jelas kalau tadi dia membawa diary itu, masuk ke dalam bis. Apa jatuh? Apa tertinggal? Sia rasanya ingin menangis.

Apakah dia harus mengatakan pada Ibunya sekarang kalau Diary nya hilang? Gawat!

***

Di satu sisi, Bara, dia sedang berada di sebuah kelab malam bersama teman-temannya. Tapi dia tidak fokus, karena Diary yang wanita itu bawa jatuh tepat di depannya.

Bara memegang buku tersebut, melihatnya sambil meneliti dengan jelas. Dia ingin membukanya tapi bukan caranya membaca privasi orang.

Di depannya tertulis "Anastasia's Diary."

Mungkinkah nama perempuan itu Anastasia?

Sudahlah, Bara tidak peduli. Besok akan dia kembalikan Diary tersebut pada cewek tadi. Dia kemudian menyimpan buku tersebut dan kembali larut untuk bergabung bersama teman-temannya.

"Malam ini, gue yang traktir lo semua!" ucapnya sambil tertawa kencang.

Love you readers...

Bara William👆👆

Heihooo aku mau update susahnya minta ampun, wifi belum di bayar jadi ga ada sinyal wkwkwk jujur amat anjir:v

Oh iya di sini masalahnya belum muncul ya, masih awal-awal tenang, tunggu pertengahan sampai ending😂👌

Btw ini 2.000 kata lebih loh.

Jangan lupa vote sama komentar ya biar aku tambah semangat.

Do aku selalu di setiap chapter, semoga Covid-19 cepet musnah dan semuanya kembali seperti semula, aamiin🥺🙏

Ada yang mau ditanyain?

Instagram: ekaaryani01

Thankyou💕

Continue Reading

You'll Also Like

ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 112K 58
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
605K 63.7K 39
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
1.7M 120K 81
[Brothership] [Not bl] Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Erva...
2.4M 132K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...