About Zeya

Oleh bunganafandra7

4.1K 1.6K 2.6K

Ini tentang dunia Nazeya. Tidak hanya sebatas kisah cinta anak remaja, tapi tentang bagaimana menyimpan luka... Lebih Banyak

Cast & Character
(1) Ragu
(2) Latihan
(4) Penjelasan
(5) Tugas Fisika
(6) Pilih Kasih?
(7) Kak Anya
(8) Mama Pergi
(9) Luka
(10) Quality Time
(11) Senja
(12) Stupation

(3) Ditinggal

325 188 282
Oleh bunganafandra7

Latihan marching band hari ini ditutup dengan pemberian pengarahan oleh Kak Tasya, biasanya yang ngasih pengarahan sebelum pulang itu Kak Anya selaku mayoret, tapi semenjak gue selesai ngejalanin hukuman tadi, gue udah nggak liat Kak Anya lagi, kayaknya sih dia izin buat pulang lebih awal. Setelah selesai latihan, gue langsung mengambil tas dan mengeluarkan handphone, lalu menelepon Razil.

"Nomor yang anda tuju..." cuma suara operator yang gue dengar. Gue ulangi sekali lagi, tapi masih aja sama. Gue ngerasa parno, soalnya tuh anak jarang non aktifin HP-nya.

Gue kemudian inisiatif untuk melihat ke perpustakaan, kan tadi dia bilang bakal nunggu di perpus. Gue mempercepat langkah kaki menuju perpus setelah melihat jam yang melingkar di pergalangan tangan gue menunjukkan pukul 6 sore. Dan ternyata perpustakaan udah digembok, nggak mungkinkan Razil dikurung di dalam.

Gue mencoba untuk menghubungi Razil kembali, tapi tetap aja nggak aktif. Gue kemudian jalan menuju gerbang, karena jujur, gue nggak berani berada di area sekolah jam segini, hawanya jadi udah beda, serius. Gue khawatir sama dia, nggak biasanya dia kayak gini.

Karena hari udah terlalu senja, akhinya gue putuskan untuk pulang menggunakan jasa Go Car. Gue nggak yakin kalau Razil masih ada di sekolah, soalnya udah nggak ada kendaraan di parkiran.

Selama dalam perjalanan pulang, gue terus mencoba untuk menghubungi dia, ngirim pesan via WhatsApp juga udah banyak. Tapi hasilnya nihil, nomornya masih aja nggak aktif, dan WA-nya juga ceklis satu warna abu-abu.

Drrtt... Drrtt...

Handphone di genggaman gue itu bergetar, gue yakin itu pasti Razil.

Kak Anya is calling📞

Yah, ternyata yang nelpon bukan Razil, tapi Kak Anya. Gue bingung sih, tumbenan kakak senior itu nelpon gue, dan akhirnya gue putuskan untuk menekan tombol hijau, mengangkat panggilan itu, agar tanda tanya gue terjawab.

"Hallo Kak?"

"Ze, ini gue,"

Deg.
Itu Razil, itu suara cowok gue, itu suara cowok yang tadi janji bakal nungguin gue latihan. Dan sekarang kenapa dia nelpon gue pakai nomor Kak Anya. Apa mungkin dia kesasar di sekolah, terus ketemu Kak Anya, terus Kak Anya nganterin dia pulang. NGGAK MUNGKIN.

"Lho?" gue bingung harus bereaksi gimana.

"Ze, sorry gue nggak bisa nungguin lo tadi. Lo udah pulang? Gue jemput ya?!"

"Nggak usah." gue lalu menekan tombol merah pada layar handphone gue.

Nyesek aja gitu rasanya. Gue ngawatirin dia, gue kira dia kenapa-kenapa, eh ternyata dia lagi sama senior gue. Gue sebagai ceweknya boleh cemburukan? Gue nggak pernah secemburu ini sebelumnya, tapi karena kali ini sama senior gue, plus dia bohongin gue, jadi sakit hatinya itu complite. Gue mau egois untuk hari ini.

Sampai di rumah, gue langsung nyamperim mama yang lagi masak di dapur. Hari ini gue capek banget rasanya, capek fisik, capek hati juga.

"Hai Ma, masak apa? Zeya bantu ya," gue langsung meletakkan tas di atas salah satu kursi meja makan, lalu menghampiri mama.

"Mandi dulu sana. Biar mama aja yang masak,"

Gue nggak ngejawab, gue cuma berdiri di sampingnya sambil liatin mama masak.

"Kenapa?" tanya mama ke gue. Mama itu paling jago nebak perasaan gue. Dia seolah tau aja semua yang gue rasain.

"Zeya capek Ma," itu jawaban gue yang gue rasa las banget ngegambarin situasi keadaan gue hari ini. Gue memeluk mama dari samping, bersandar di bahunya, dan lelah gue luruh begitu saja.

"Ya udah, sana ke kamar. Mandi, habis itu sarapan, langsung istirahat," ujar mama sambil balik memeluk gue.

Gue akhirnya melepaskan pelukan singkat itu dan mengangguk. Gue berjalan ke kamar gue yang letaknya di lantai atas. Sebelum masuk ke kamar, gue mampir dulu ke kamar adek gue yang letaknya tetanggaan sama kamar gue. Adek gue cowok, namanya Riyan Baskara, sekarang baru kelas 2 SMP.

Gue membuka pintu kamarnya, dan dia lagi duduk di meja belajarnya sambil nulis.

"Yan, gue masuk ya?" gue kalau mau masuk kamarnya pasti izin dulu, ya meskipun tanpa dikasih izin gue bakal tetap aja masuk. Gue masuk ke kamar yang dipenuhi dengan dekorasi aesthetic bertema musik. Riyan memang suka musik, satu-satunya keturunan yang mewarisi sisi seniman ayah.

"Kenapa?" katanya. Tuh kan, keluarga gue itu peramal, mereka tau aja kalau gue lagi kenapa-kenapa.

"Lu tau nggak? Razil tadi ninggalin gue," kata gue sambil merebahkan badan di kasurnya yang bermotif bendera Britania itu.

Riyan udah tau tentang hubungan gue sama Razil. Karena gue sering cerita ke dia. Riyan itu tipe adik yang enak diajak curhat, dia dengerin semuanya, meskipun nggak ngasih solusi, seenggaknya gue bisa ngebagi beban ke dia. Biasanya gue curhat sama Della atau Adhis, tapi semenjak SMA gue lebih sering curhat ke adik sendiri. Gue itu beradik kakak cuma berdua, jadi emang dia satu-satunya yang bisa gue ajak cerita kalau lagi di rumah.

"Dan dia ninggalin gue buat pergi bareng senior gue." gue terus cerita ke dia, tapi dia tetap fokus sama bukunya, dan posisinya sekarang dia ngebelakangin gue karena dia duduk di meja belajar sedangkan gue rebahan di kasurnya. Gue nggak tau dia nulis apa, gue nggak peduli, mau dia keganggu atau enggak, yang jelas sekarang gue mau curhat sama dia.

"Nyesek Yan,"

"Itu berarti mata cowok lo nggak katarak, Kak," tuh anak ngomong singkat, tapi ngena banget anjir.

"Iya, kali ya," nyesek sih, denger adik sendiri ngomong kayak gitu. Kalau dalam keadaan normal, mungkin gue bakal nabok dia, atau dibanting juga sekalian. Tapi karena suasana hati gue kali ini lagi nggak baik, jadi reaksinya biasa aja, ditambah gue nggak punya banyak tenaga untuk bereaksi lebih.

Gue lalu beranjak dari posisi rebahan menjadi duduk di tepi ranjangnya. Dia juga mutar kursi belajarnya jadi ngehadap ke gue.

"Kak bagi duit dong," gue kira dia ngehadap ke gue mau dengerin curhatan gue, eh malah minta duit. Dasar, adik lucknut.

"Buat apaan?"

"Buat jajan,"

"Nggak ada," setelah itu gue beranjak dari kasurnya dan keluar dari kamar si Riyan. Tujuannya ke kamar adek pengen curhat, eh malah dimintain duit.

Gue masuk ke kamar dan menekan sakelar untuk menghidupkan lampu. Kamar bernuansa pastel itu bikin mata gue sejuk, adem aja gitu liatnya. Gue kemudian mengambil handuk yang tergantung lalu mandi.

Selesai mandi, gue ngehidupin handphone yang dari tadi sengaja gue matiin. Gue hidupin datanya, dan banyak pesan masuk, sehingga HP kentang gue geger, tegang sama sekali. Setelah nggak ada lagi pesan masuk, gue liat satu-persatu pesan dari notifikasi popup, dan ternyata banyak pesan serta panggilan dari Razil. Gue lalu membuka aplikasi WhatsApp, ada sekitar 16 kali panggilan tak terjawab, dan 56 pesan yang belum dibaca.

Gue sama sekali nggak berniat untuk membaca pesan dari Razil apalagi membalasnya. Gue masih ada semacam rasa kesal ke dia.

Braakkk

Tiba-tiba tas gue dibanting dari luar, dan pelakunya adalah adik laknat gue. Siapa lagi kalau bukan Riyan.

"Tas lo ketinggalan di kamar gue," teriaknya yang berdiri di depan pintu kamar gue yang ternganga.

"Ngasih baik-baik bisa nggak?" gue marah dong, nada suara gue terdengar dingin dan sadis. Udah jelas mood gue lagi naik turun.

"Ambil, dan letakkin baik-baik di meja belajar gue. Jadi adek nggak ada sopan-sopannya, dibaikin malah ngelunjak," ini marah beneran, serius, kesel gue.

Dia yang liat gue marah cuma diam nggak ngejawab, lalu menuruti perintah gue. Dia ngambilin tas gue yang tadi dia lempar, lalu meletakkannya dengan amat sangat pelan-pelan di atas meja belajar gue. Riyan itu emang suka menistakan gue, tapi sekalinya gue marah, auto kicep dia sama gue.

"Sorry," katanya sambil berdiri di depan gue, "ada bang Razil di bawah," setelah dia ngomong kayak gitu dia berjalan keluar dari kamar gue.

"Yan, lo serius?" teriak gue ketika dia udah berdiri di pintu. Dia cuma ngangguk, nggak ngomong, takut dimarahin gue kayaknya.

Pintu kamar gue kemudian ditutup oleh Riyan. Saat ini kondisi hati gue benar-benar lagi nggak baik, gue males buat ketemu Razil. Gue lalu mulai merebahkan diri dan menutup diri dengan selimut warna abu-abu sampai ke ujung kepala, memilih nggak peduli dan ngebiarin Razil di ruang tamu, palingan juga dia bakal pergi kalau gue nggak nyamperin.

Ketika gue udah nemuin zona nyaman, tiba-tiba pintu kamar gue diketuk.

"Zeya, ada Razil tuh di bawah. Mama masuk ya?" itu suara mama gue. Gue lalu mendengar suara decitan pintu yang beradu dengan lantai. Mama masuk ke kamar gue dan menghampiri gue sambil duduk di tepi ranjang. Gue yang yang tadinya rebahan dan nutup muka pakai selimut, jadi ngerubah posisi menjadi duduk dengan kaki dilipat.

"Temuin sana, dia nungguin kamu. Kalau ada masalah, diselesaikan. Jangan pernah lari dari masala, Ze," kata mama sambil mengelus paha gue.

Gue paling nggak bisa yang namanya nolak perintah mama. Apapun yang disuruh mama, susah banget buat gue tolak. Dan gue akhirnya memilih untuk keluar dan nemuin Razil yang lagi duduk di ruang tamu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Hollaaaa, kom bek egen aku uhuhuhu><

Pa kabar man teman?
Ehem gimana ceritanya? Berantakan yak? Nah iya, kan aku masih belajar, mwehehehe

Oh ya, man teman pasti pada libur gegara corona kan? Lah aku baru libur hari senin depan hikss:(

Oke skip edisi curhatnya.

Segitu dulu dari aku, semoga aja kita semua dijauhin dari segala macam virus ya. Virus-virus cinta sepihak juga sekalian:(

See youu💙💚💛💜

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

511K 40.5K 26
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
2.4M 132K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
574K 21.2K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
1.7M 121K 81
[Brothership] [Not bl] Setiap orang berhak bahagia, meskipun harus melewati hal yang tidak menyenangkan untuk menuju kebahagiaan. Tak terkecuali Erva...