Turn Off [OffGun]

By devonnestory

49.2K 4K 478

TAMAT "Aku memang telah pergi, tapi namaku akan selalu terukir dalam hati." . Cerita yang mungkin akan penuh... More

Prolog
Episode 1
Episode 2
Episode 3
Episode 4
Episode 5
Episode 6
Episode 7
Episode 8
Episode 9
Episode 11
Episode 12
Episode 13
Episode 14
Episode 15
Epilog
Goodbye

Episode 10

1.7K 168 12
By devonnestory

Malam memang sudah semakin larut, jalanan pun sudah terlihat sangat lengang, toko-toko juga mulai tutup. Waktunya beristirahat bagi warga Thailand, namun tidak untuk dua manusia anak Adam dan Hawa satu ini. Off dan Kwang berjalan memasuki pintu bandara terbesar di Thailand, Suvarnabhumi.

"Off~"

"Cukup phi! Kau sudah bertanya lebih dari dua puluh kali, dan jawabanku tetap sama."

Baru saja Kwang ingin membuka suaranya, Off malah langsung membungkamnya kembali. Ya, Off memang benar, Kwang sudah berkali-kali menanyakan rencana mendadak Off ini, terbang ke London tengah malam begini, tanpa adanya persiapan, bahkan Off baru membeli beberapa pakaian baru di Siam. Pria jangkung itu enggan pulang ke Condonya, takut jika di sana ia malah bertemu Gun dan kembali menyakiti pria itu dengan pertengkaran mereka nantinya. Off sudah merenungi semua keputusannya, walau sangat berat, namun Off sudah bulat untuk melepas Gun membiarkan pria mungil itu bahagia dengan caranya. Off tidak bisa menyesuaikan definisi kebahagiaan yang Gun inginkan, bersenang-senang dengan para wanita, mabuk, dan bermesraan dengan orang lain, itu semua bukanlah karakter Off. Ia juga sadar untuk tidak memaksa Gun menjadi apa yang ia inginkan, sudah cukup selama ini dirinya mengekang Gun, dan itu sepertinya sangat membuat Gun tersakiti.

Ah, cukup Off, berhenti memikirkan Gun!

"Kau sudah menghubungi keluargamu?" Tanya Kwang lagi sembari menyusul Off yang sudah berjalan mendahuluinya

Off mengangguk.

"Aku pergi na" ujar Off pamit pada Kwang

Susana sendu kembali menyelimuti mereka, menyesakan dada masing-masing. Kwang meraih tangan putih Off, menatap dua mata tajam sahabatnya itu dengan mata yang tanpa permisi mengeluarkan bulir bening.

"Hiks... Hiks... Off, kumohon." Rayu Kwang mengiba dengan wajah memelasnya. Berharap Off menghentikan tindakan konyolnya ini, Kwang begitu mengkhawatirkan dirinya, namun ia justru malah ingin melarikan diri ke tempat yang sangat jauh, tempat yang sulit Kwang jangkau

"Phi~ aku yang harusnya memohon padamu untuk tidak bersikap seperti ini. Biarkan aku pergi na" pinta Off membalas genggaman Kwang, menatapnya dengan mata sendu

Kwang mengusap pipinya yang basah, menyeka air di hidungnya yang sudah sangat memerah karena dingin dan isakkannya. Wanita cantik itu kemudian mengangguk cepat dengan air mata yang semakin banjir.

"Jaga dirimu, cepat pulang. Aku dan yang lain akan selalu menunggumu."

Off tersenyum hangat, menepuk punggung tangan Kwang perlahan.

"Bisakah kau merahasiakan ini semua? Jangan sampai ada yang tahu satu orang pun, termasuk Gun." Pinta Off pelan

Kwang hanya mampu mengangguk, ia kesulitan bersuara, isakkan terlalu mendominasi tenggorokan, memaksa agar Kwang mengeluarkannya.

"Jaga Gun untukku. Aku pergi."

Off berjalan perlahan menuju pintu khusus bagi penumpang pesawat, melepas perlahan genggaman tangan Kwang yang kembali terisak kencang. Sebelum masuk, Off melambaikan tangannya, dibalas oleh Kwang dengan wajah memerah dengan cucuran air mata yang semakin membuatnya sangat terlihat menyedihkan.

Off berbalik, menadahkan kepalanya sebentar untuk menahan air matanya agar tidak terjatuh, merasa sudah lebih baik, Off melanjutkan langkahnya, berjalan menuju loker administrasi untuk menunjukan tiket online yang telah ia pesan tadi, hanya tinggal memberikan uang cash sesuai harga tiket on the spot yang Off beli, lalu menukarnya dengan bukti pembayaran. Agak rumit memang mengurus administrasi yang harus Off lakukan, karena ia akan pergi ke negara Eropa, menetap di sana. Beruntungnya Off sudah memiliki Visa Eropa, dan selalu ia bawa ke mana pun ia pergi, jadi tidak sulit bagi Off untuk segera pergi dari negeri kelahirannya ini tanpa ada satu pun orang yang tahu.

Setelah semua administrasi selesai, Off langsung bergegas menuju ruang pemeriksaan bagasi, dan langsung memasuki pesawatnya tanpa harus menunggu lama. Off terpaksa memesan tiket kelas bisnis agar dirinya bisa segera pergi dari Thailand, tidak perlu menunggu terlalu lama di ruang tunggu.

Sebelum lepas landas, Off menyalakan sejenak ponselnya, mengetik pesan singkat untuk ibunya. Lalu beralih menuju aplikasi LINE, sedikit tersenyum kecut saat melihat foto profil orang yang ia cintai. Air mata tidak bisa ia tahan lagi, menangis, namun segera menyekanya kembali. Tangannya dengan ragu dan gemetar mengetik pesan untuk Gun, mengirimnya penuh keyakinan. Setelah terkirim, Off mematikan ponselnya, mencabut SIM card miliknya, lalu membuangnya ke sembarang arah. Bersamaan dengan itu, pesawat mulai terbang meninggalkan kota yang selama 28 tahun menjadi tempat tinggalnya, membantu Off melukis kehidupannya yang penuh warna, kota yang menjadi saksi dimulai dan berakhirnya kisah cinta antara dirinya dengan Mook, dan juga antara dirinya dan Gun.
.
.
.

Warga Thailand kembali memulai aktivitas mereka masing-masing saat pagi menjelang, seperti hari-hari yang telah berlalu, mereka melakukan kegiatan yang sama, dan terus begitu setiap harinya.

Gun mengernyit ketika cahaya matahari begitu teriknya menerpa wajah memerah nan mulus itu. Kepalanya sedikit berat, karena semalaman ia terus saja menangis sampai tidak sadar terlelap.

"Ah, Papii~"

Gun langsung beranjak dari atas ranjang, berjalan cepat menuju kamar mandi.

Kosong.

Gun berbalik, membuka pintu kamar, dan berjalan ke ruangan favorit Off.

"Pasti Papii tidur di sofa" monolog Gun sembari berlari kecil ke arah ruang santai di Condo mewah itu

Kosong.

Harapan Gun sirnah, air mata kembali keluar dari retina bulatnya. Kesedihan memilukan kembali harus ia rasakan, harapan jika Off pulang dan tertidur di sofa seperti angan yang tidak Tuhan izinkan untuk menjadi sebuah kenyataan. Gun linglung, ia bingung harus bersikap seperti apalagi untuk mengatasi rasa menyakitkan di hatinya ini agar tidak kian menyebar.

Gun ingin Off, menjelaskan semuanya pada pria jangkungnya itu, ingin menyelamatkan hubungan mereka, tapi Off justru membuat Gun kehilangan akal, membuatnya putus asa, dan begitu bingung.

Sepanjang hari Gun hanya menangis dan menangis, sampai akhirnya air matanya mengering dengan mata yang sangat sembab, seperti orang yang baru saja mengalami kekerasan. Hidungnya memerah, rambutnya berantakan. Ah, astaga Gun~ kau sangat kacau.

Gun menarik nafasnya, membuangnya perlahan, lalu mengambil Hoodie milik Off di dalam lemari, bau parfum Off kembali membuat Gun terisak, namun dengan segera Gun hentikan.

Pria mungil itu keluar gedung Condo Off, melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Gun tidak mungkin terus menangisi Off, ia membutuhkan waktu sendiri untuk menenangkan diri, maka dari itu Gun memutuskan untuk pulang ke rumahnya sejenak, mengemasi pakaiannya, dan berniat pergi ke Chiang Mai. Hamparan pepohonan hijau, lengkungan gunung yang berjejer rapi, sepertinya pas untuk Gun yang sedang stres begini. Gun ingin pergi sejenak dari kejamnya Bangkok, membiarkan masalahnya dan Off sementara waktu, mereka butuh berpikir, itu yang ada dalam benak pria mungil tersebut. Gun akan pergi ke Chiang Mai, seorang diri.

Sesampainya di rumah, Gun langsung menaiki tangga, berjalan menuju kamarnya, mengambil kopernya, memasukan beberapa pakaian asal.

"Ah, Obat."

Gun harus membawa obat-obatan bukan jika ingin bepergian ke tempat yang jauh? Ia berjalan menuju meja nakasnya, namun pergerakan tangannya terhenti membuka laci yang terdapat di meja itu. Matanya terpaku pada sebuah objek yang menarik hatinya. Sebuah surat berwarna putih, apa ini? Gun membalik amplop kecil itu ke segala arah, mencari nama atau tulisan yang bisa ia baca, tetap tidak ada.

Gun penasaran, ia kemudian membuka amplop kecil itu, mengambil selembar kertas putih polos yang berada di dalamnya, melebarkan kertas itu perlahan, barulah terdapat rentetan tulisan yang mengajak Gun untuk segera membacanya.

Dear My Bebii

Bebii, aku romantis bukan, memberikanmu surat dengan tulisan tanganku sendiri?

Gun tersenyum kecil ketika membaca deretan kata dalam surat itu.

Aku ingin bercerita sedikit boleh?

Dulu, sewaktu aku belum menyadari perasaanku padamu, aku berniat mengakhiri sandiwara kita sebagai pasangan untuk menghibur para fans. Aku lelah dengan kepura-puraan yang kita lakukan. Dan sepertinya niatan itu Tuhan wujudkan di waktu yang bagiku tidak tepat, di saat aku sudah mencintaimu, di saat aku sudah memilikimu justru Tuhan menamparku dengan kenyataan yang menyayat-nyayat hatiku. Aku terluka dengan apa yang aku lihat antara kau dan Oab. Aku begitu percaya padamu, bahkan juga dengan Oab maupun Tay, tapi rupanya Tuhan menamparku, menunjukan jika ketakutanku benar adanya. Kau tidak mencintaiku. Kau hanya kasihan padaku, pria malang yang baru saja putus dengan wanita yang ia pacari selama lima tahun lamanya, dan dengan bodohnya ia campakkan demi cinta yang belum tentu terbalaskan.

Sudah cukup semua kepura-puraan ini Gun, aku tidak ingin melihatmu menangis lagi karena aku. Aku pasrah jika memang ini balasan dari Tuhan untukku yang telah mengabaikan dirimu dahulu kala. Kini aku tahu bagaimana rasanya hatiku saat kau melihatku dengan Mook, kini aku juga paham bagaimana perasaan Mook yang aku campakkan.

Biarkan aku menanggung hukuman ini sendiri. Berbahagialah, jangan menyalahkan dirimu sendiri, lupakan semuanya, mulailah hidupmu yang baru.

Maafkan aku Gun, mengakhiri ini semua dengan cara yang sangat pengecut. Aku tidak ingin melukaimu lagi jika kita bertemu.

Aku tidak ingin kita saling menyakiti satu sama lain, sudah cukup aku dan Mook yang merasakannya. Aku tidak ingin kau juga mengalami semuanya jika masih bersamaku.

Kita akhiri semuanya, aku menyerah, dan sudah merelakanmu hidup dengan cara yang kau inginkan.

Aku mencintaimu Bebii, selalu dan selamanya.

Off Jumpol

Lidah Gun kelu, ia serasa ingin mati saja hari ini juga. Gun marah, kecewa, sedih, bercampur menjadi satu kesatuan yang berhasil membuat Gun tak berdaya. Pangeran impiannya salah paham begitu besar, bahkan sampai meninggalkannya seperti ini. Apa Off tidak sudi lagi bertemu dengannya sampai harus mengutarakan isi hatinya melalui secarik kertas? Gun masih tidak mengerti dengan rentetan luka yang hatinya dapatkan.

Gun mengusap kasar kedua pipinya yang basah, berjalan menuruni tangga sembari membawa surat Off di tangannya.

"Pim~ siapa yang memberikan surat ini? Apa Off ke sini?" Tanya Gun dengan wajah yang penuh tekanan, nadanya bahkan terdengar seperti sedang membentak Pim

Pim yang baru saja keluar dari arah dapur terlonjak sedikit kaget, agak sulit membuka suaranya saat melihat penampilan kakaknya yang sangat kacau.

"Bibi menemukan itu di kotak surat." Jawab Pim tercicit takut

Wajah Gun begitu terlihat menyeramkan, namun sekaligus mengkhawatirkan.

Siapa yang menaruhnya di kota surat rumahnya? Off kah?

Bersambung...

Sekarang update-nya seminggu 2 kali yesss, soalnya syudah mau tamat 🤭

Continue Reading

You'll Also Like

424K 1.7K 6
banyak adegan aww aww nya lohhhh, YAKINN GAMAU BACAAA #7 NENEN [3 - 1 - 23] #3 BXG [3 - 1 - 23]
2.8K 358 7
Isinya kebucinan OhmNon
591K 6.2K 26
Hanya cerita hayalan🙏
187K 767 8
📌 AREA DEWASA📌