NATA [Selesai]โœ“

By trajec70ries

904K 96.8K 6K

Versi novel tersedia di Shopee Firaz Media. *** Adinata Emery Orlando merupakan pemuda yang tidak bisa mengek... More

PROLOGUE
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
EPILOGUE
For you...
Sequel?
๐Ÿ“ŒSkema Nestapa
ยฐโ€ข Elegi & Tawa โ€ขยฐ
MAU TANYA
INPO TERBIT MAZEHHH
VOTE COVER
PILIH BONUS NOVEL
OPEN PO

CHAPTER 24

15.6K 2.2K 324
By trajec70ries

#24

Elzi menghembuskan nafas panjang kala mobil yang di kendarai Nata keluar dari halaman apartemen. Nata yang mengantarkannya pulang sekarang. Sungguh, sedari tadi Elzi tak bisa menghirup udara dengan bebas, dan itu karena Nata. Karena ucapan konyolnya itu, Elzi pun di ledek habis-habisan oleh Omah dan Marsha. Elzi jamin, pipinya masih merah sampai sekarang. Atau bahkan sampai esok lusa. Sedangkan Nata, cowok itu justru menulikan pendengarannya. Terus menikmati makanannya seakan tak ada kehebohan yang diciptakan oleh Omah dan Marsha. Nata sialan!

"Lo sengaja 'kan?!" Elzi memukul lengan Nata.

"Apa?"

"Ngomong kayak tadi biar gue dinistain! Iya 'kan?!"

Nata terkekeh. "Hm. Salah siapa jelekin gue di depan Omah." Celetuk Nata.

Sebenarnya bukan itulah alasan utama Nata melontarkan kalimat tadi. Faktanya Nata sama sekali tak tersinggung, lebih tepatnya tak peduli apa dan bagaimana Elzi menjelekkan namanya. Ia hanya tak mau menyia-nyiakan kesempatannya untuk meledek Elzi. Saat Nata melihat Elzi ketakutan tadi, jujur Nata ingin tertawa. Karena dirasa tanggung, sekalian saja ia membuat Elzi semakin mati kutu. Melihat pipi Elzi memerah sungguh membangun mood Nata. Elzi sangat menggemaskan ketika merona. Ya, Nata menyukai aksinya tadi.

"Iiihh Nata! Gue 'kan nggak tau kalo itu Omah lo!"

"Terus, kalo lo tau, lo bakal muji-muji gue?" tanya Nata tanpa mengalihkan arah pandangnya dari jalanan.

"Ya nggak lah! Ogah amat!" celetuk Elzi.

Kontan jawaban Elzi pun mengundang dengusan kesal dari Nata. Namun tak berselang lama, terlihat cowok itu menjulurkan tangannya, mengambil sebungkus roti di dashboard. Kemudian memberikannya kepada Elzi. "Dimakan. Tadi lo makan dikit." Ucapnya dengan bola mata terfokus ke jalanan padat.

"Ya iya lah! Mana bisa gue makan banyak kalo di bully terus-terusan!" sungut Elzi seraya melahap roti isi coklat dengan rakus.

Nata terkekeh tanpa suara. Sepertinya Elzi memang sangat kesal dengan dirinya. Ditambah, gadis itu sepertinya memang sudah kelaparan sejak tadi. Alhasil ia semakin mencak-mencak tak jelas kepada Nata. Dasar cewek! Terlalu berbelit-belit.

Tangan Nata terulur, mengusap pelan puncak kepala Elzi. "Kalo masih laper bilang. Entar kita nepi dulu, beli makan."

Elzi merasa tubuhnya seolah tersengat aliran listrik. Tubuhnya langsung kaku seperti patung. Niatnya untuk menyuapkan roti lagi ke mulutnya akhirnya ia urungkan. Nata manarik kembali tangannya dan fokus menyetir. Sedangkan bola mata Elzi seakan berotasi secara otomatis. Memandangi tiap inci pahatan wajah Nata. Roti agaknya sudah tidak menggoda lagi, karena Nata jauh lebih menarik perhatian Elzi sekarang.

Merasa di perhatikan, Nata pun menatap Elzi. "Beli makan?" tanyanya. Melihat Elzi yang menatapnya sedari tadi membuat Nata berpikir, mungkin Elzi lapar tapi takut untuk mengatakannya. Jadi, Nata berusaha mengalah dengan bertanya terlebih dahulu.

"Masih laper, hmm?" ulang Nata karena tak kunjung mendapatkan respon dari Elzi.

Elzi menggeleng pelan, kemudian memilih menatap jalanan dan kembali menikmati rotinya. Gadis itu sama sekali tak bersuara. Seolah otot-otot bibirnya tak berfungsi lagi. Mulutnya benar-benar kaku. Aneh. Kenapa ia mendadak kalem begini si?!

Nata menepikan mobilnya. Pria itu melepas sealtbet yang melekat di tubuhnya. "Tunggu bentar."

Cowok itu langsung keluar tanpa mau menunggu jawaban Elzi. Gadis itu pun mendengus. Nata selalu semaunya sendiri! Menyebalkan.

Tak berselang lama, cowok itu kembali dengan sekantong kresek berwarna putih. Lalu meletakkannya di pangkuan Elzi.

"Apaan?"

"Buka. Dimakan." Jawab cowok itu yang sudah fokus dengan stir dan jalanan di depannya.

Elzi menganga kala membuka kresek pemberian Nata. "Gila. Lo beliin ini semua buat gue?" Yang benar saja, Nata membelikannya empat bungkus roti, tiga bungkus keripik kentang, dua susu kotak rasa stroberi lalu sebotol air mineral ukuran sedang.

"Makan yang banyak. Biar gede." Celetuk Nata.

Elzi mendecakkan lidahnya. "Yakali gue makan sebanyak ini. Lo kira perut kecil gue bisa muat makanan segaban kek gini? Bisa-bisa perut gue meledak."

"Makan. Jangan cerewet."

Elzi mencibir. Kemudian ia melihat makanan itu. Semua memang terlihat menggiurkan. Tapi ya tetap saja, perutnya tak akan muat makan semuanya. Akhirnya, pilihan Elzi jatuh pada keripik kentang rasa barbeque.

"Cewek yang boncengan sama gue waktu di lampu merah itu Marsha."

"Hah?" niat awal Elzi membuka kemasan kripik seketika gagal. Digantikan dengan ekspresi terkejut karena penuturan dadakan Nata.

Nata menatap Elzi. "Lo liatin gue mulu. Sampe lupa kedip"

"Eh?" Elzi membuka mulutnya tanpa sadar. Jadi, sewaktu di lampu merah, Nata melihatnya? Elzi kepergok saat diam-diam melihat Nata? Akh shit! Nata benar-benar....!

"Iiihh pede banget lo! Gu... gue nggak liatin lo, kok. Gue cuma liatin... cowok yang pake Vespa kuning di sebelah lo. Dia ganteng." Bohong Elzi.

"Lo sukanya sama yang kisut?"

"Hah?"

"Vespa kuning sebelah gue kakek-kakek." Ucap Nata datar. Matanya fokus ke depan. Tapi sesungguhnya, Nata ingin sekali melihat ekspresi Elzi yang tengah mati kutu. Pasti akan sangat menyenangkan, karena dapat Nata pastikan pipi gadis itu pasti akan merona menahan malu.

Elzi mengedipkan matanya berulang kali. Elzi menatap kosong ke depan. Dan seperti tebakan Nata, pipi Elzi lagi-lagi merah, menahan malu. "Ya... ya intinya kakeknya ganteng." Ucap Elzi asal.

"Gengsi di pelihara." Celetuk Nata.

"Iiihh dibilangin enggak! Ngeyel banget!"

"Lo yang ngeles mulu."

Elzi akhirnya memilih diam. Percuma membuat alibi banyak-banyak kalo sebenarnya Nata memang sudah mengetahuinya. Sebenarnya Nata cenayang atau dukun si? Kenapa cowok itu selalu tau? Kan Elzi jadi malu!

"Udah ijin ke Ibu lo?" Nata lagi-lagi membuka suara terlebih dahulu. "Lo pulangnya jam segini soalnya." Nata melirik jam tangannya yang sudah menunjukan pukul tujuh malam.

"Udah, kok. Tadi sebelum ke apartemen lo, gue udah telefon Bunda."

Nata mengangguk. "Entar gue minta maaf ke Bunda lo."

"Hah, kenapa?" tanya Elzi dengan cengo.

"Lo pulang jam segini karena dari apartemen gue." Jawab Nata.

"Terus?"

Nata berdecak. "Nggak sopan rasanya kalo gue cuma nganterin lo terus main cabut gitu aja."

Elzi menahan kedutan di bibirnya mati-matian. Ia ingin tersenyum mendengar ucapan Nata. Cowok di sampingnya memang pintar menjungkir balikan suasana hati Elzi. Katakan halo pada hati Elzi yang lemah ini. Benar-benar lemah!

"Senyum aja nggak usah ditahan. Muka lo konyol kek Joker."

Oke! Baru saja Elzi dibuat meleleh oleh penuturan cowok itu. Kini Nata sudah kembali ke tabiat aslinya. Dasar bunglon! Tolong ingatkan Elzi untuk selalu membawa obat bius ketika bersama bunglon di sampingnya ini!

***

Seperti ucapannya tadi, Nata berniat untuk menemui Bunda Elzi. Mereka berdua keluar dari mobil.

"Gue masuk duluan, entar gue panggilin Bunda." Ucap Elzi yang dibalas anggukan oleh Nata.

Tak berselang lama, Elzi pun keluar bersama wanita dengan balutan piyama berwarna hijau tua. Nata menyalami tangan Bunda Elzi. "Assalamu'alaikum, Tante."

"Wa'alaikumsalam."

"Maaf, tan. Elzi-nya pulang jam segini. Tadi, Elzi bantu Omah saya bawa belanjaannya ke apartemen saya, jadi pulangnya terlambat." Jelas Nata sopan.

Citra tersenyum ramah. "Ya nggak papa, kok. Tadi Elzi juga udah izin sama Bunda." Ucapnya.

"Jadi, Omah Ola yang Elzi ceritain itu Omah kamu?" tanya Citra. Pasalnya, dulu Elzi sudah menceritakan pertemuannya dengan Omah Ola kepada Citra.

"Iya, Tante."

"Eh, nama kamu siapa? Saking gantengnya, Bunda jadi lupa nanya." Kelakar Citra.

"Bunda!" Elzi melayangkan aksi protesnya.

"Nama saya, Nata." Jawab Nata yang tak lupa menarik sudut bibirnya ke atas. Tersenyum.

Citra ber-oh ria lalu memandang Elzi dengan jenaka. "Calon mantu?"

Elzi melotot kaget, lalu mengerucutkan bibirnya kesal. "Bundaaaa." Rengek Elzi.

"Iiihh kenapa monyong-monyong gitu? Nggak malu diliat calon suami?"

Jika biasanya Elzi saja yang bersemu merah. Maka kali ini berbeda. Nata merasakan pipinya memanas hingga ke telinga. Godaan dari Citra sukses membuat pria dingin itu merona. Malu. Karma is real. Sepertinya ungkapan itulah yang cocok untuk Nata saat ini. Karma untuk Nata karena tadi sudah mengerjai Elzi.

"Iiihh Bunda apaan si! Nata cuma temen Elzi, Bundaaa." Elzi kembali melayangkan protesnya.

Citra tak menghiraukan Elzi. Wanita itu justru mengamati Nata. "Aduh, calon mantu lucu juga kalo lagi blushing."

Nata menggaruk tengkuknya. Cowok yang memang sudah kaku kini semakin di buat kaku oleh lelucon Citra. Ia bingung harus bereaksi seperti apa. Sedangkan Elzi, gadis itu pun ikut tersipu sekaligus kesal dengan Bundanya. Kali ini Elzi benar-benar yakin. Sifatnya yang kadang mengesalkan adalah warisan dari Bundanya!

Nata meringis canggung. "Ya udah, Tante. Nata pamit pulang dulu."

"Eh, kok buru-buru. Nggak mau masuk dulu?"

"Makasih, Tante. Tapi, Nata harus cepet-cepet pulang, kasian Omah sendirian." Ucap Nata jujur. Omah Ola hari ini memang akan menginap di tempat Nata. Sedangkan Marsha juga sudah pulang tadi bersamaan dengan Nata dan Elzi.

"Ooh ya udah kalo gitu. Sampaikan salam Bunda ke Omah, ya? Kamu juga hati-hati di jalan."

Nata mengangguk seraya tersenyum. Kemudian menyalami Citra sembari mengucap salam.

Terdengar bunyi klakson sebelum akhirnya mobil Nata pun keluar dari pekarangan rumah Citra.

Citra menatap putri semata wayangnya. "Bunda si yes."

"Apanya?"

"Nata jadi mantu Bunda."

"Bundaaaaaaa." Rengek gadis itu lagi yang mengundang gelak tawa dari Citra.

***

Hari kembali berganti. Cuaca kali ini tak terik juga tak mendung. Langit biru berkolaborasi dengan awan putih serta matahari yang agaknya malu menampakan sinarnya. Mentari terus menyembunyikan sebagian tubuh kuningnya di balik awan yang memang berukuran kecil. Embusan angin terasa lembut, menyejukkan, dan menyeret ketenangan. Benar-benar hari yang sangat mendukung untuk merayakan kemenangan.

Ada yang spesial di upacara kali ini. Elzi dan Nata di panggil ke depan atas nama kejuaraan Olimpiade Matematika beberapa minggu lalu. Kepala sekolah menyematkan mendali serta piala emas yang menyilaukan mata para siswa. Suatu kebanggaan untuk dua insan tersebut karena berhasil membawa nama baik sekolahnya. Tak tanggung-tanggung mereka menyabet juara satu. Mengalahkan 358 peserta dari berbagai sekolah.

Meminta traktiran untuk merayakan keberhasilan. Bukankah itu ritual yang biasa di lakukan dalam lingkup pertemanan? Jangankan saat temannya bahagia, ketika temannya sengsara pun para manusia bobrok itu meminta traktiran. Dasar human. Kalo kata geng bobrok, bahagia sama sengsara itu saudaraan, jadi kalo lagi bahagia maupun sengsara, traktiran wajib jalan! Trabas! Karena makanan gratis adalah sarana penyambung hidup.

"Nat, jangan medit napa! Cuma traktir sepuluh loyang pizza sama lima liter boba, kok." Celetuk Zikri.

Nata tak menggubris. Pria itu kini tengah tiduran di sudut kelas. Satu tangannya di tekuk, lalu ditumpangkan ke keningnya-- menutupi sebagian wajah.

"Iya udah, deh. Beliin ayam goreng aja. Paha lima, dada tujuh, sama cekernya jangan lupa, empat aja cukup kok." Zikri melancarkan aksi nego-nya.

"Brisik lo, Zik! Kalo minta traktiran tuh tau diri!" Diki mengudarakan bogeman mentah ke arah Zikri, kemudian ia menatap Nata. "Kalo gue nggak minta banyak, Nat. Beliin semangkok bakso aja. Tapi baksonya 25 biji, ya? Mie-nya kagak usah banyak-banyak, tiga aja."

"Tiga helai?" tanya Fikri.

"Tiga bungkus."

"Bangsul!" Fikri dan Zikri bergantian menjambak rambut Diki. Gemas. Diki memang sangat menggemaskan sodara-sodara.

"Eh, Nat. Dua hari lagi Omah Ola ulang tahun, kan?" Regan membuka suara.

"Hm, iya."

"Passs dongg! Mending kita buat party kecil-kecilan. Sekalian rayain kemenangan lo sama Elzi." Usul Daffa.

"Setuju, gue!" heboh Diki setelah menghempas kasar tangan si kembar-kembar nakal.

"Berarti kita ngajak Elzi?" tanya Zikri.

"Ya iya lah. Yang juara juga Nata sama Elzi!" Daffa ngegas.

Zikri mendengus. "Ye, biasa aja kali kagak usah pake urat."

"Ngomong sama lo nggak cocok pake kasih sayang." Celetuk Daffa.

Zikri menye-menye. Kemudian ia berdiri. "Ya udah gue panggilin Elzi, ya?"

Nata menyingkirkan tangannya dari kening. Cowok itu menatap Zikri dengan sebelah alis terangkat. "Ngapain?"

"Mojok." Zikri memberikan cengiran konyol sebentar. Karena sejurus kemudian, mulutnya harus terkatup rapat kala melihat mimik Nata. Cowok kaku itu seolah akan melahap Zikri hidup-hidup. Detik ini juga.

"Canda, Bang Jago. Gue mau ajak Elzi ke sini, bahas tentang peti-peti itu."

"Party, ogeb!" Fikri membenarkan dengan esmosi. Eh, erosi. Plak! Emosi maksudnya.

"Iya itu peti."

"Serah lo, dah, bibit bisul!" jengah Fikri.

"Jangan lo, Diki aja." Celetuk Nata.

"Lah kok gue?" jawab Diki heran.

"Kalo kata Nata si, Elzi nggak suka cowok sinting." Ucap Daffa sembari menyugar rambutnya ke belakang. Sok keren.

"Lah, gue 'kan sinting." Ucap Zikri.

Diki yang tadinya kesal karena sindiran halus Daffa, seketika merasa lebih kesal lagi dengan teman satunya ini. Ada orang modelan begini? Yang dengan senang hati mengaku sinting? Fix, Zikri emang tidak normal. Bukan human dia.

"Lo goblok. Diki sinting." Celetuk Regan.

Zikri mengerucutkan bibirnya seraya manggut-manggut. "Oohh gitu, yah? Gue kira gue sinting, tapi ternyata gue si gobloknya," Zikri mengulurkan tangannya pada Diki. Berniat berjabat tangan. "Hai sinting. Kenalin gue goblok." Ucapnya yang tak di gubris oleh Diki.

Tangan Daffa terulur, mengelus-elus kepada Zikri, "gobloknya mulai aktif ya, Bund?" ucapnya seraya melihat Fikri.

Fikri tersenyum lalu mengusap pundak Zikri. "Iya, nih, Momz. Semoga cepet masuk, ya, Momz."

"Masuk akal?"

"Masuk angin." Serobot Diki yang kemudian berjalan keluar kelas. Berniat menghampiri Elzi. Lebih baik ia menghampiri si mulut mercon ketimbang berhadapan dengan para manusia bego yang sok suci ini. Apalagi si Zikri, sikapnya tak pernah bisa di toleransi!

Namun, belum ada tiga menit, Diki sudah kembali menampakkan dirinya. Ia berdiri di ambang pintu dengan terengah-engah. "Gaswattt, Nat, gaswatttt! Elzi!"

"Elzi! Dia... "

Tanpa mau mendengar kelanjutan dari Diki. Cowok itu langsung berlari. Bahkan ia mendorong tubuh Diki hingga si Diki pun nyungsep dengan gaya yang jauh dari kata elit. Nata sudah kalap.

"Busettt! Perkara Elzi aja, gercep. Giliran dimintain traktiran sunyi banget kek kupingnya Haji Bolot."

____________________________________________
Tbc...

Kalo kalian suka bab ini silahkan vote dan komen....
Maap masih banyak salah dan typo...

Mau tanya dong, sejauh ini cerita Nata menurut kalian gimana?

Soalnya author masih tahap belajar, masih amatir. Pen tau aja pendapat kalian wkwk... Jadi pendapat kalian bisa author jadiin patokan, untuk memperbaiki lagi kesalahan-kesalahan yang ada.

Ya udah segitu aja dulu, wkwkwk
Maap kalo kurang nge-feel ya:(

See you semua...

Continue Reading

You'll Also Like

2K 358 36
เผบAgmissionเผป -๐““๐“พ๐“ช ๐“๐“ฝ๐“ถ๐“ช ๐“Ÿ๐“ฎ๐“ถ๐“ซ๐“ฎ๐“ท๐“ฌ๐“ฒ ๐“ข๐“ฎ๐“ถ๐“ฎ๐“ผ๐“ฝ๐“ช- "Mengenal diri sendiri aja susah, apalagi orang lain, 'kan?" Mita, gadis yang memiliki...
4K 309 56
Antaressa TAMAT [TELAH DIREVISI] "Berjuanglah untuk hidupmu meskipun nggak ada yang mau memperjuangkan mu" -Ressa Dia Reva Antaressa. Gadis yang diju...
301K 18.7K 73
[ Sebelum baca follow dulu ya] #1 wattpad (13/06/21) #2 basket ball (31/03/21) #1 Arista (16/02/21) #1 Fikar (23/01/21) Arista Kenzie alexis. Gadis...
20.1K 2.9K 49
[SUDAH TERBIT] Untuk pemesanan buku hubungi WA : 081774845134 Dear Pembaca ... kisah ini bukan kisah edukasi yang bisa membuat wawasan kali...