Two Eyes

Bởi EternalFox23

41.5K 3.8K 1.2K

JaemRen fanfic collection. ©EternalFox23 | February, 2020 [pict cr to the fanartist] Xem Thêm

ღwelcomeღ
Ahjussi Na!
Birthday Gift
Behind 'Stay Under the Blanket'?
Trilogy of First Love : #1 My First and Last
Trilogy of First Love : #2 Bye My First
Trilogy of First Love : #3 Love Again (End)
Photograph
The Seasons Died Off - Part Ⅰ

Ineffable

5.7K 495 178
Bởi EternalFox23


in·ef·fa·ble
/inˈefəb(ə)l/

adj.
too great or extreme to be expressed or described in words.









Let me tell you a story between Apollo's light, Hyacinth's vivid colours and an ineffable love between them.









"He whom the gods love dies young"
- Menander


•••••


Sepertinya Eros tak melakukan tugasnya dengan baik. Ia menembakkan anak panahnya kepada semua manusia agar mereka dapat saling jatuh cinta, bahkan tak sedikit dewa yang mengandalkan anak panah Eros hanya untuk mendapatkan hati manusia pujaan mereka.

Namun itu tak berjalan mulus ketika Jaemin- Sang Apollo sengaja memicu amarah Eros. Dewa yang dikenal jail dan kekanakan tersebut malah menembakkan anak panahnya kepada Jaemin ketika ia tak sengaja bertemu pandang dengan nymph.

Sebut saja nymph itu bernama Daphne. Belum sempat Jaemin mengobrol dengannya, nymph itu malah kabur melihat Jaemin. Bahkan ketika ia tahu bahwa Jaemin adalah seorang dewa, ia malah meminta tolong kepada Dewi Gaia untuk mengubah wujudnya yang malangnya ia malah menjadi sebatang pohon yang cantik.

Itu hanya satu dari banyaknya kegagalan cinta yang dialami oleh sang Apollo. Masih ada banyak kejadian yang membuat Jaemin patah hati bahkan sampai menghilangkan nyawa salah satu dari mereka.

Sebagai Dewa yang digambarkan sebagai pemuda tampan dengan banyak bakat, bukankah ia semakin mudah mendapatkan seorang yang terkasih?

Seorang pemuda tengah duduk sendirian tepat di tepi sungai Eurotas. Ia meringkuk disana dengan tangan mungilnya yang bermain-main dengan air jernih tersebut.

"Ah Tuan Hyacinthus, kami telah mencari anda kemana-mana"

Sang Hyacinthus itu menoleh. Kedua obsidian itu nampak redup dari biasanya. Tanpa mengindahkan kedua orang yang memakai baju zirah yang menjadi bukti identitas mereka, pemuda itu kembali mengalihkan atensinya pada tirta bening yang sedari tadi menjadi objek ketertarikannya.

"Apa ayah dan ibu mencariku?"

"Benar, Tuan. Kami harap, kali ini anda kembali ke istana"

Pangeran Sparta itu hanya menghela nafasnya. Lagi-lagi ia harus menuruti keinginan Raja dan Ratu tersebut. Lagi-lagi ia harus menuruti sesuatu yang tak ia kehendaki. Ia muak dengan hal tersebut.

"Bilang pada Raja dan Ratu kalian bahwa anaknya akan pulang saat sang candra menampakkan dirinya"

Ujarnya sembari bangkit untuk meninggalkan kedua penjaga tersebut.

"Tapi Tuan-"

"Kalian berani menentangku?"

Kedua penjaga itu bingung. Bagaimanapun pemuda di hadapannya ini adalah Pangeran, namun yang memberi titah pada mereka adalah orang tua dari sang Pangeran sendiri. Ah semoga penjaga istana itu dapat selamat dari murka Raja dan Ratu.

Pangeran itu kembali melangkahkan kakinya menuju hutan. Setidaknya ia perlu menenangkan dirinya dan bersiap-siap untuk menemui kedua orang tuanya.

Ia mendudukkan dirinya dan bersandar pada sebatang pohon yang lumayan besar disana. Pohon tersebut terletak pada dataran yang lebih tinggi daripada pohon lainnya. Sehingga angin pun dengan mudah menerpa wajahnya yang nampak kusut karena kelelahan.

"Hey"

Pangeran itu berjengit kaget ketika mendengar sebuah suara namun tak dapat ia ketahui keberadaanya. Ia pun menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari sumber suara tersebut. Namun yang ia dengar kemudian hanyalah kekehan yang entah darimana asalnya.

"Diatas sini"

Ia mendongak dan mendapati seorang pria yang tengah duduk pada sebuah cabang dari pohon tersebut.

"Kau terlihat bersedih"

"Ya?"

Pangeran itu kembali terkejut ketika pria itu menampakkan sayap pada punggungnya dan turun dari cabang pohon itu.

"Kau terkejut?"

"S-sedikit"

"Siapa namamu?"

"Hyacinthus. Namun, kau bisa memanggilku Renjun"

Pria tersebut mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Aku Zephyrus. Bila aku memanggilmu Renjun, kau bisa memanggilku Jeno. Aku adalah Dewa angin barat"

Ujar Jeno sembari tersenyum yang mengundang angin untuk membuat surainya melambai.

"Ah maafkan kelancanganku-"

"Tidak apa-apa, Renjun. Sepertinya kau butuh ditemani"

Renjun yang berniat untuk bangkit tertahan oleh Jeno yang mencengkeram pergelangan tangannya.

"Tunggulah disini. Aku akan menunjukkanmu sesuatu"

Jeno kembali membuka sayapnya dan terbang menjauhi Renjun.

Pangeran itu kembali pada kesendiriannya. Ia kembali memeluk lututnya seraya merasakan semilir angin yang menerpa tubuhnya.

Δεν σας προειδοποίησα;
(Didn't I warn you?)

Terdengar seseorang berbicara, lebih tepatnya menggumam. Dengan diiringi alunan dari Lyra, Renjun semakin larut dalam lantunan sajak yang ia dengar.


η αγάπη μου έδεσε τα φτερά μου
(Love has tied my wings)


Pangeran itu memutuskan untuk mencari tahu asal alunan lembut Lyra dan sang penyair tersebut.


Σας έπεσε με φτηνό άρωμα, που σας λιποθύμησε στη φωτιά
(Sprinkled you with cheap perfume, set you fainting in the fire)


Kaki mungilnya kembali menyusuri hutan tersebut lebih dalam. Kedua mata rubahnya membola ketika mendapati seorang pria tengah terduduk pada sebuah balok kayu dengan kedua sayap besar pada punggungnya. Jemarinya piawai memetik senar Lyra tersebut, seakan menghipnotis Renjun agar lebih dekat padanya.


Και σας δίνεται, στη δίψα σας, ζεστά δάκρυα για να πιείτε
(And you are given, in your thirst, warm tears to drink)

Kaki mungil itu berhenti tepat setelah alunan tersebut usai. Pria tersebut nampaknya belum menyadari eksistensinya.

"η αγάπη είναι βαθιά και τρομερή, έτσι δεν είναι;"
(Love is deep and terrible, isn't it?)

Pria tersebut akhirnya menoleh pada Renjun. Ia nampak terkejut, kemudian wajahnya berganti dengan senyuman hangat.

"Το ήξερα πολύ καιρό πριν. Νομίζεις ότι δεν το έχω δοκιμάσει;"
(I knew it long before. You think I haven't tried?)


Pria tersebut meletakkan Lyra miliknya kemudian melambai pada Renjun, meminta sang Pangeran untuk lebih dekat padanya.

"Kemarilah"

Hari telah menuju senja dengan mentari yang bersiap menyembunyikan dirinya, nampak semburat jingga pada ufuk barat sisi dimana pria tersebut berada.

Renjun mendekatkan dirinya. Menyamankan duduknya pada tumpukan balok kayu disebelah pria tersebut.

"Mengapa kau datang ke hutan sendirian hm?"

"Aku memang ingin sendirian"

"Oh jadi aku mengganggu waktu sendirimu?"

"T-tidak. Sebenarnya, aku tertarik dengan permainan Lyra milikmu"

Pria tersebut tersenyum lebar memandang sang Pangeran yang tengah mengusap Lyra emas miliknya.

"Boleh ku tahu siapa namamu?"

Pangeran itu menatap langsung ke dalam iris kecokelatan tersebut.

"Hyacinthus. Panggil saja Renjun"

Jemari kekar pria itu membenarkan surai hitam Renjun yang sedikit menutupi pandangannya.

"Nama yang cantik, seperti pemiliknya"

"Terima kasih"

"Aku Apollo. Dewa musik, penyembuhan dan perburuan. Kau bisa memanggilku Jaemin"

Kedua mata rubah itu membola ketika mengetahui sosok yang ada di hadapannya.

"Dewa Apollo? Di istana terdapat banyak sekali kuil dengan namamu"

"Kau Pangeran Sparta, bukan?"

Renjun mengangguk. Ia merasa hari semakin gelap dan ia harus bergegas untuk pulang.

"Ah kurasa aku harus pergi"

"Mari aku antar"

"Tidak perlu-"

Jaemin dengan mudah mengangkat tubuh Renjun dan mulai mengepakkan sayapnya menuju istana.

Tanpa mengetahui disana terdapat sesosok yang tengah geram melihat kedekatan mereka berdua dengan rematan bunga dahlia yang ada pada genggamannya.






'Mereka bersua lantas memutuskan untuk saling menaruh hati

Tanpa menyadari ada lain hati yang mendengki'

Kepakan sayap tersebut hampir tak terdengar. Jaemin dengan mudah melewati para penjaga dan langsung menuju kamar yang ditempati sang Pangeran yang berada di lantai atas istana tersebut.

Jendela pun berhasil terbuka, Jaemin segera masuk dan mendudukkan Renjun pada ranjangnya.

"Terima kasih banyak"

Jaemin hanya tersenyum hangat untuk merespon pernyataan itu.

"Kau akan langsung pergi?"

Tanya Renjun ketika Jaemin melangkah menuju jendela kamarnya.

"Apa kau akan menahanku disini?"

"Jika itu bisa"

Jaemin kembali melangkah mendekati Renjun dan mendudukkan diri di sampingnya.

Pria bersurai kecokelatan itu menangkap ekspresi wajah Renjun yang terpukau melihat sayapnya.

"Itu... bolehkah aku menyentuh sayapmu?"

Lagi-lagi Jaemin tersenyum dan segera membuka sayap kanannya, membiarkan Renjun merasakan bagian dari dirinya yang tak dimiliki sang Pangeran.

Renjun mengusap bulu-bulu putih pada sayap tersebut. Terasa lembut dan hangat.

"Bagaimana?"

"Sangat lembut dan hangat"

Jaemin melingkarkan sayap kanannya pada tubuh Renjun, membungkus si mungil yang terlihat sedikit kedinginan.

"Apa kau tak merasa berat membawa sayap besarmu ini tiap waktu?"

"Aku bisa menghilangkannya"

Seketika sayap tersebut menghilang dari punggungnya. Lagi-lagi Renjun tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

"Apa aku boleh beristirahat sejenak disini?"

"Tentu"

Jaemin segera meletakkan kepalanya pada pangkuan sang Pangeran. Setelah menyamankan diri, ia mulai memejamkan matanya ketika jemari mungil Renjun mengusap surainya lembut.

"Cinthus"

"Cinthus?"

"Apa aku boleh memanggil namamu seperti itu?"

Usapan lembut pada surai Jaemin terhenti. Jaemin menatap lurus kedalam matanya, membuat pikirannya kacau.

"Ini pertama kalinya ada yang memanggilku seperti itu"

Jaemin memegang tangan mungil tersebut dan mengecupnya.

"Apa aku sudah berkata bahwa kau itu sangat cantik?"

"Tapi aku ini laki-laki"

"Apakah kata cantik selalu menjurus pada fisik wanita?"

Jaemin kembali bangkit, mendudukkan dirinya menghadap Renjun yang tengah memerah.

"Jadilah kekasihku, Cinthus"

"S-secepat ini? Kita baru saja berkenalan"

"Kita bisa menjadi lebih dekat, bukan?"

Kedua mata rubah itu mengerjap. Ia tak bisa memungkiri bahwa pesona dewa di depannya ini benar-benar luar biasa dan mampu untuk memikat perhatiannya.

"B-baiklah"

Kedua sudut bibir itu terangkat. Jaemin mengusap surai itu lembut.

"Aku akan pergi. Kita akan bertemu lusa, di tempat kita bertemu tadi"

"Kau sudah akan pergi?"

"Raja dan Ratu akan kemari. Aku tak bisa berlama-lama disini"

Kedua netra rubah itu meredup. Jaemin mengangkat dagu tersebut dan mengecup bibir itu sekilas.

"Jangan bersedih. Kita akan bertemu lagi setelah tugasku selesai"

Sayap tersebut muncul kembali pada punggung Jaemin. Ia berjalan menuju jendela dan membuka sayapnya.

"Sampai jumpa, Cinthus"








'Bahkan sesingkat itu pertemuan keduanya

Namun dapat terlihat betapa jatuh hati antar mereka'

Dua hari lamanya Renjun menunggu eksistensi sang Apollo. Ia hanya bisa memandang langit, berharap Jaemin berada diantara sekawanan burung yang tengah membelah langit.

Kaki mungilnya kembali menginjak tempat dimana kali pertama ia dan Jaemin bertemu.

Renjun tersenyum ketika mendapati pria dengan sayap itu duduk membelakangi dirinya.

Pangeran itu mengurungkan niat untuk menyapanya ketika disana bukanlah sosok pria yang ia cari.

"Jeno?"

Pria yang ada disana pun menoleh. Secarik senyuman hangat langsung terpatri pada wajahnya.

"Renjun? Kukira aku tak akan bertemu denganmu lagi"

Renjun terkekeh. Ia berjalan mendekat pada sang Zephyros yang tengah memberi makan seekor rusa.

"Apa ini termasuk salah satu tugasmu?"

Jeno terkekeh kecil. Setelah wortel tersebut habis dimakan sang rusa, ia mengalihkan atensinya pada sang Pangeran di sampingnya.

"Bukankah tugas dewa adalah memastikan semua makhluk sejahtera?"

Pangeran itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia hendak membuka mulutnya kembali sebelum seseorang menginterupsi niatnya.

"Cinthus, kau menunggu lama-"

Jaemin menghentikan ucapannya ketika melihat Jeno berada di samping Renjun dengan tatapan yang sulit ia artikan.

"Zephyr? Kukira kau termasuk salah satu dewa yang sibuk"

Jeno hanya mendengus mendengar penuturan Apollo didepannya.

"Bukankah seharusnya Apollo yang sibuk melakukan penyembuhan pada setengah penduduk dari Athena?"

"Saudari kembarku- Artemis telah ada disana untuk menggantikanku. Kau, bukankah kau harus meniup badai agar menjauh dari kuil Olympus?"

Renjun hanya memandang bingung keduanya. Dari percakapan tersebut, dapat ia simpulkan bahwa kedua dewa ini memang tak akur.

"Renjun, ayo pergi"

Jaemin dengan segera mencengkeram pergelanga tangan mungil Renjun. Namun, Jeno sepertinya tak mau kalah. Ia juga menghentikan sang Apollo dengan mencengkeram lengan Renjun.

"Jangan menariknya sesuka hati"

Kilatan amarah nampak dari obsidian keduanya. Jaemin dengan segera menepis tangan Jeno dan menatapnya nyalang.

"Hyacinthus ini adalah kekasihku. Kau tak ada hubungannya dengan ini, Zephyros"

Jeno terbelalak mendengar ucapan Apollo. Ia kembali menatap Renjun untuk menuntut sebuah jawaban.

"Renjun, apa itu benar?"

Pangeran itu hanya menundukkan kepalanya tanpa menatap mata Jeno. Sedangkan Jaemin hanya menyeringai kemenangan pada Jeno.

Jaemin kembali menarik Renjun pergi dari sana, meninggalkan sang dewa angin barat yang geram dengan tangannya yang terkepal erat.

"Bila aku tak bisa mendapatkannya, maka kau juga"







'Kedengkian itu kian membengkak

Menjadikan salah satu dari mereka gelap mata'


"Bukan seperti itu, peganglah pada bagian belakang anak panahnya"

Jaemin berdiri tepat di belakang Renjun, mengoreksi letak anak panah itu pada busurnya.

"Tegakkan tubuhmu, luruskan lenganmu. Tariklah hingga dibawah telingamu"

Renjun menuruti perkataan Jaemin. Ia menarik tali busur hingga pada bawah telinganya. Mata kanannya terpejam, memfokuskan targetnya di depan sana.

"Sekarang, lepaskan"

Ketiga jarinya melepaskan tali tersebut. Bidikannya meleset membuat sang Pangeran mencebik kesal.

"Kau butuh latihan. Bagaimana bisa seorang pangeran tak tahu cara memanah?"

"Aku hanya pandai membantai orang dengan pedangku"

"Kau pasti berkontribusi banyak pada kemenangan Sparta. Dan aku kelelahan untuk menyembuhkan setengah penduduk dari Athena"

Renjun terkekeh, ia meletakkan busur tersebut dan kembali mendudukkan dirinya. Sebenarnya bukan ia yang berkontribusi besar pada peperangan tersebut, tapi kakaknya yang selalu dibanggakan orang tuanya itu.

Jaemin mengusap surai legam tersebut ketika ia rasa suasana hati sang Pangeran berubah.

"Aku pergi sebentar ya, tunggulah disini"

Ujar Jaemin sembari mengambil busur dan anak panah tersebut yang hanya dibalas Renjun dengan sebuah anggukan.

Setelah Jaemin pergi, Renjun memejamkan matanya. Mencoba menyamankan diri dan membuang semua permasalahan hidupnya.

Tiba-tiba terdapat sepasang tangan yang menutup kedua matanya.

"Siapa kau?!"

Renjun dengan cepat melepaskan tangan tersebut dari kepalanya. Ia lantas menoleh ke belakang dan mendapati Jeno tengah tersenyum padanya.

"Kau mengejutkanku"

"Kau terkejut? Bahkan kejutanku belum sampai padamu"

"Kejutan?"

Jeno menyeringai padanya yang mana membuat Renjun sedikit merinding. Setelah itu, terdapat bunyi gemerisik pada semak di depannya yang disertai geraman rendah dan berat.

Renjun membelalakkan kedua matanya ketika seekor beruang muncul dibalik semak tersebut.

Ia harus mengambil pedangnya.

Pedang?

Ia tak membawa pedang kesini. Lagipula bagaimana bisa beruang ada di hutan ini?

Jangan-jangan....

"Jeno... kau... "

Jeno berbalik dan kembali menyeringai padanya.

"Selamat bertahan hidup, Hyacinthus"

Renjun segera bangkit dan berlari ketika beruang tersebut mulai mengejarnya. Setidaknya, ia harus kembali ke istana, hanya disanalah tempat yang aman baginya.

Namun, ia malah semakin masuk ke dalam hutan karena kepanikannya. Ia yakin lengan dan kakinya terdapat banyak luka akibat tersayat ranting tajam ketika ia berlari.

"Jaemin!"

Nafasnya semakin tersengal dan tenaganya yang terkuras hampir habis. Beruang itu belum lelah untuk mengejarnya bahkan ia semakin brutal berlari kearahnya.

Tak ada yang bisa ia lakukan selain berlari tak tentu arah. Bahkan Jaemin pun tak kunjung menolongnya. Ah bukan, bahkan Jaemin pun tak tahu kondisinya.








'Bahkan di penghujung hidupnya, ia hanya mengingat nama terkasihnya

Yang tak ia ketahui hukuman telah menanti untuk dijemputnya'

"Beraninya kau!"

Jeno memotong sebagian sayap kiri Jaemin dengan pedangnya. Ia menyeringai ketika melihat sayap yang semula berwarna putih itu kini ternoda dengan cairan pekat kemerahan.

"Menyerahlah saja, Apollo"

Jaemin merasa mati rasa pada bahu kirinya. Ia mengambil busurnya dan kembali bangkit.

"Minggirlah"

Jeno memiringkan kepalanya ketika pria bersurai kecokelatan itu melewatinya begitu saja. Padahal ia telah menunggu Jaemin untuk membalas menyerangnya.

"Apa kau akan menemui Hyacinthus?"

"Bukan urusanmu"

"Oke, padahal aku tahu dimana dia berada. Mungkin ia tengah dihadapkan dengan kematiannya?"

Langkah tertatih Jaemin berhenti. Dengan segera ia menoleh pada Jeno.

"Apa maksudmu?!"

Jeno hanya mengedikkan bahunya acuh. Tak ambil pusing dengan Jaemin yang kini berlari dengan terseok-seok mencari Renjun.

Sepasang kaki itu melangkah masuk ke hutan semakin dalam. Tak peduli dengan kondisinya yang kini mengerikan dengan sayap sebelahnya yang robek berlumuran darah.

"Renjun!"

Nihil, tak ada suara yang menyahutinya darimana pun. Kakinya tetap ia bawa berlari menelusuri pepohonan yang berdiri dengan angkuhnya menyaksikan ia yang kehilangan arah.

Akhirnya ia memaksakan diri untuk terbang, setidaknya ia bisa melihat Renjun dari ketinggian.

Dengan sayapnya yang tak lagi sempurna, Apollo berusaha mencari terkasihnya. Tak seberapa tinggi, namun cukup untuk melihat ke seluruh penjuru hutan yang luas tersebut.

Matanya terbelalak.

Ia menemukannya.

Jaemin menemukan Renjun yang tengah berlari menuju dinding tebing dengan seekor beruang yang mengejarnya di belakang.

Segera ia paksakan sayapnya untuk bergerak menuju dinding tebing tersebut. Namun, gerakannya terlalu lambat.

Jaemin segera mengeluarkan busur dan anak panahnya, membidik beruang besar yang tengah berlari kesetanan mengejar sang Pangeran.

Setelah dirasa tepat, ia melepaskan anak panah tersebut dimana beruang tersebut akan melewatinya sesuai perhitungan.

Namun, sesuatu terjadi.

Angin tersebut membelokkan anak panahnya dan malah menuju Renjun.

Anak panah Jaemin dengan tepat menghujam jantung Renjun hingga sang Pangeran tumbang tepat pada pengawasannya.

Beruang tersebut lantas menghilang, seperti tak pernah ada disana.

Jaemin segera menghampiri Renjun. Namun, ia malah terjerembab karena kondisi sayapnya yang tak memungkinkan dirinya untuk kembali terbang.

Dengan langkah tertatihnya, ia menerobos dalamnya hutan untuk menuju tempat terkasihnya.

Ah andai saja ia tadi tak mengambil sebuah bunga untuknya, mungkin bunga terindahnya sekarang tak akan layu.

"Cinthus!"

Jaemin menghampiri Renjun yang telah berlumuran darah dengan sebuah anak panah yang menancap pada dada bagian kirinya.

Kali ini.

Untuk kali ini.

Dewa itu menangis meraung-raung hanya karena manusia yang tak abadi.

Lengannya merengkuh erat sosok terkasihnya yang telah tak bernyawa itu. Tak acuh dengan darah yang menggenang disekitarnya.

Cairan pekat kemerahan itu beralih menjadi taburan kelopak bunga berwarna merah.

Jasad sang Pangeran pun bersalin menjadi kumpulan bunga yang indah, seakan tak ingin melupakan keindahan Hyacinthus yang selamanya tersemat dalam ingatan Apollo.

Jaemin memegangi dadanya yang terasa sesak, bahkan lara yang ada pada sayapnya pun kini menyerah dibanding hebatnya lara pada hatinya.

Dewa tersebut kehilangan seseorang yang mampu mewarnai hari untuk selamanya.












'Ia mendekap erat raga tak beratma itu

Manik obsidiannya tak berhenti melepas tirta bening yang meluncur bebas

Di bawah payung cakrawala, dengan semburat baskara yang benderang

Terkasihnya layu dihujani kelopak puspa berma

Lantas memudar dan meninggalkannya di buana seorang diri'

[End]








Ceritanya bener-bener beda ya dari mitologinya tapi tetap pada temanya sih.

Aku buat lebih dramatis aja disini ntah berhasil atau tidak._.

Cek google aja ya buat kalian yang mau tahu mitologi aslinya hehew💚





What's next? •Songfiction•

Four season by Taeyeon

or

SSFW (Spring Summer Fall Winter) by Chanyeol






Yang komen di 'or' atau 'dua-duanya' aku kirim makhluk item book sebelah ke mimpi kalian :)

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

95.6K 8.3K 83
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
251K 19.7K 96
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
761K 76K 53
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
185K 28.8K 52
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...