Pelangi Tengah Malam

By naiqueen

428K 59.6K 6.8K

Annamaraluna Tejakusuma tidak pernah ingin menjadi penerus Tejan Investama, namun perusahaan rokok keluarga y... More

1. Menjelang Ajal
2. Mimpi buruk
3. Pertemuan kembali
4. Saran
5. Sumber kebencian
6. Masa yang terlewati
7. Yang lebih baik
8. Serangan
9. Si Cantik
10. Presumption
11. Between Camouflage and Allegation
12. Miliknya
13. Confession
14. Hati ke hati
15. Bangga
16. Menyambut badai
17. Ice Cream Monsters
18. Wanita Ular
Duuuuuh!!!
19. Gosip
20. Ingin menyerah
21. Rahasia
22. Sesederhana itu
23. The Deal
24. Kegemparan (1)
25. Kegemparan (2)
27. Past and Future

26. Confrontation

12K 1.4K 270
By naiqueen

Mulai masuk ke konflik puncak yah gays!
Ini bakalan jadi part kemenangan kaum bucin yang mengusung slogan 'demi cinta ku rela pakai kacamata kuda' 😂😂😂

Yang  mau nanyain;

1) 'Dari bayangan hutan' kenapa belum unggah? Harap maklum emak lagi dapet 'gangguan' sedikit, sampe sikon kondusif baru deh dilanjut.

2) Properly ini Love kemana Mak? Sori Say, udah dua hari ini file keluarga besar Playboy Monarki kelelep entah di mana. Soalnya kemarin lappy baru di  upgrade.

3) Arista sama Rensa kemana Mak? Masih delik-delikan hepi di draft cerita, menunggu waktu buat diunggah.

So udah dapet jawaban masing-masing kan yaaah! 😘😘😘

Luna jadi pihak pertama yang sadar akan situasi. Dia lalu memberi tanda pada Rissa untuk membenahi bawaannya.

“Sepertinya kalian butuh privasi,” katanya seraya menatap El yang lantas balas menatap dengan sorot mata terlihat menyesal karena membuatnya itu terpaksa melihat adegan yang sungguh tidak biasa ini.

“Kita bicara lagi nanti,” Luna tersenyum  menenangkan seraya merapikan dasi El yang tampak sedikit longgar.

“Kalau begitu tunggu aku di rumah,” El mengecup sekilas dahi wanita tercintanya sebelum membantu Luna mengenakan jaket wol Alexander Mc Queen yang disiapkan Rissa.

“Ayo aku antar,” El menggenggam tangan Luna dan mendampinginya melangkah keluar dari ruang kerjanya.

“Aku pikir kamu nggak berada di tempat yang tepat El!"

Mereka sudah nyaris melewati Seana saat dengan sengaja Luna berbicara lembut namun masih bisa didengar oleh perempuan itu.

“Jika gertakan dua anjing kecil saja bisa membuat presiden komisaris Halatara Grup sampai kehilangan kendali … aku rasa Halatara bukan mesin perang yang cocok untukmu.”

Seana sudah hampir mengamuk hendak menyerang Luna saat dua pengawal Luna memblokir upayanya dengan tatapan tajam dan sikap tubuh waspada.

El yang tahu itu bentuk provokasi ala wanita tercintanya hanya tersenyum tipis.

Luna jelas memiliki keberanian dan kemampuan untuk membangunkan singa tidur dengan setiap langkah provakasinya, hanya saja El tidak berharap calon istri dan sahabatnya berada dalam pertentangan yang akan membuatnya berada di posisi canggung. 

“Kita akan bahas ini nanti Sean,” tegas El sebelum buru-buru membawa Luna keluar dari ruangan.

“Gadis nakal,” bisiknya di telinga Luna saat mereka sudah berada di lift menuju ke helipad. “untuk apa melakukan provokasi dangkal seperti itu!? Seperti bukan kamu saja,” gerutu El dengan bagian diantara alis yang mengerut dalam.

Luna tidak menjawab, sebaliknya dia memindai dengan seksama bagian pipi lelakinya yang tadi mendapat tamparan.

“Apa persahabatan bisa membuatnya berhak berbuat kasar padamu?” tapak tangan menempel di pipi El saat mengatakan itu.

El tersenyum tipis, “aku tidak pernah terganggu dengan itu Luv.”

Luna tersenyum dingin, “aku hanya khawatir kalau jiwamu jadi kerdil karena tamparannya.”

El terbahak lalu mengeratkan pelukannya ke Luna. “Aku menikmati kecemburuanmu Luv.”

“Omong kosong! Ik ben niet jaloers.”

Alis kanan El tertarik ke atas, “werkelijk!?”

“Vervelend!” Luna memutar mata angkuh.

“Setiap orang punya cara masing-masing untuk melindungi orang yang mereka pedulikan Luv, jika kamu melakukannya dengan memaksa aku menghadapi intrik dan plot apapun … maka Seana melakukannya dengan menjaga agar aku tidak melakukan kesalahan.”

Luna tertawa pelan, “bukankah itu bodoh!?”

“Dalam cara tertentu apa yang dia lakukan membantuku sampai ke posisi ini.”

Luna menarik nafas dalam-dalam, “baiklah … aku percaya penilaian kamu, tapi … jangan terlalu banyak mengalah.”

“Kenapa?”

“Toleransiku terhadap kesemena-menaan, sangat rendah,” suara Luna terdengar nyaris serupa bisikan berbahaya di telinga El.

“Lagipula aneh rasanya melihat kamu membiarkan orang lain berbuat seenaknya … sementara denganku kamu bahkan nggak pernah mau kalah.”

El tersenyum lebar meski bibirnya terkatup getar dalam dadanya menyuarakan tawanya yang tertahan.

“That’s beautiful jealousy, Luv.”

Luna tidak mengatakan apapun tapi memukul dada El dengan kepalan tangannya yang seketika disambut dengan tawa dan pelukan erat dari El untuknya.

----

Seana masih bertahan di ruang kerjanya saat El kembali setelah mengantar Luna.

“Ayo duduk dan kita bicarakan ini,” tanpa basa-basi El buka suara.

Seana yang semula berdiri menghadap kaca lebar di balik meja kerja El, berbalik  dan menuju ke kursi yang berhadapan dengan tempat di mana El duduk.

“Aku benar-benar tidak bisa membaca arah permainanmu El, dan kau tau … itu rasanya melelahkan.”

El menghela nafas panjang, “Sean, segala permainan yang kumulai dengannya telah berakhhir.”

Bagian diantar sepasang alis runcing Seana berkerut. “Apa maksudmu!?”

“Hubungan kami ada di dalam privasi yang tidak akan bisa dijangkau oleh apapun, murni hanya perkara hati dan komitmen.”

Seana tertawa tak percaya, “apa itu artinya kamu memutuskan untuk menikah!?”

“Iya.”

“El, dia saingan bisnis yang seharusnya kau takhlukan dengan merger atau akuisisi.”

“Satu-satunya mou merger yang ingin kutandatangani bersamanya hanyalah di atas akta nikah, Sean ... karena cuma dia satu-satunya perempuan yang ingin kunikahi.”

“Sepertinya kau sudah melupakan tujuan keberadaanmu disini El.”

“Aku bahkan sudah meraih tujuanku.”

“Dan apa itu akan membuatmu bahagia? Menghadapi prasangka para stake holder, dewan komisaris juga direksi yang sedang menyiapkan skenario terburuk untukmu!? Apa itu yang kau sebut bahagia?”

El menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan, “aku siap dengan semua resikonya, tapi seperti tidak dengan Halatara.”

“Apa yang kau harapkan!? Menikah dengan musuh tidak lantas membuat kesetiaanmu tidak akan dipertanyakan orang-orang.”

“Aku tetap bisa setia pada  profesiku tanpa mengabaikan kehendak pribadiku … kalau aku berani mencoba mengapa kalian tidak bisa memberiku kesempatan untuk membuktikannya?”

Seana menatap lurus ke dalam mata gelap sahabatnya, “masih haruskan kamu bertanya?” sindirnya tajam.

El mengedigkan bahu tak acuh.

“Kamu lupa fakta kalau di sini … barisan yang menginginkan kejatuhanmu lebih banyak dari barisan yang menginginkan kesuksesanmu, tidak kah kau paham itu Ciel Alferro!”

“Kalau begitu … apa yang Luna katakan benar,” El tersenyum tipis. “Tempat ini bukan mesin yang tepat untuk kubawa memimpin persaingan bisnis.”

“Kau!”

Seana seakan kehabisan kata-kata untuk meluapkan emosinya yang membubung sejak tadi.

“Tidakkah kalian berpikir kalau ini juga tidak mudah untuk Luna dan TIV!?”  Seakan tidak memberi kesempatan El memilih melanjutkan serangannya hingga ke titik penghabisan.

“Hanya saja mereka memilih tetap tenang dan terkendali alih-alih bersikap layaknya singa yang surainya terbakar,” El kemudian berdiri dari duduknya dan menatap kepemandangan pencakar lain yang terlihat dari dinding kaca sambil membisu.

Lama setelahnya Seana sadar kalau tidak ada lagi yang bisa dibacarakannya dengan El.

“Kurasa sudah cukup,” akhirnya wanita itu berdiri. “Maaf jika setelah ini kamu  harus melangkah sendiri menghadapi apapun nantinya.”

Seana kemudian melangkah menuju pintu keluar dengan wajah muram yang tak bisa disembunyikan.

“Sean,” Selangkah di depan pintu langkahnya terhenti oleh panggilan El.

“Ya?”

“Terimakasih,” El menatap punggung mungil Seana yang berdiri membelakanginya. “Untuk semua bantuanmu selama ini.”

Seana berbalik sekilas, kali ini meski matanya jelas menyembunyikan bayangan air mata yang tertahan wanita itu tersenyum lemah.

“Apapun yang terjadi … kamu tetap sahabatku El.”

Untuk sesaat laki-laki diseberang tempatnya berdiri tertegun sebelum mengangguk dan membalas senyuman itu dengan ketulusan yang sama.

“Aku menunggu undangannya,” Seana masih tersenyum saat membuka daun pintu dan menghilang bersamaan dengan pintu yang menutup.

tbc

Notes:

Ik ben niet jaloers : I'm not jealous

werkelijk : Really

Vervelend : Annoying

Hi Luv!! 😘😘😘

Tau kan alesan kenapa si babang bisa kena penyakit bucin stadium IV?







Continue Reading

You'll Also Like

6.1M 316K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
371K 28.2K 86
Cinta hanya untuk manusia lemah, dan aku tidak butuh cinta ~ Ellian Cinta itu sebuah perasaan yang ikhlas dari hati, kita tidak bisa menyangkalnya a...
16.3M 593K 34
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
606K 96.5K 38
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...