Mantan Rasa Pacar [END]

By Arinann_

1.3M 85.6K 1.3K

[NEW COVER] Kisah antara Arkano Alfarezi Prasaja, si anak badung yang menjadi juara Olimpiade Matematika deng... More

Arkano Alfarezi Prasaja
Naura Salsabila Azzahra
Chapter 1: Mantan
Chapter 2: Mie Ayam
Chapter 3: Wawancara
Chapter 4: Pacar Baru Arka?
Chapter 5: Kesialan dan Kesalahpahaman
Chapter 6: Toko Buku
Chapter 7: Razia Dadakan
Chapter 8: Arka yang Sebenarnya
Chapter 9: Berantem
Chapter 10: Kejutan
Chapter 11: Minta Bantuan
Chapter 12: Tragedi Foto
Chapter 13: Bertemu di Taman
Chapter 14: Keputusan
Chapter 15: Toko Buku 2
Chapter 16: Arka-Naura-Fiko
Chapter 17: Kerja Bakti
Chapter 18: Fakta yang Belum Terungkap
Chapter 19: Kejujuran
Chapter 20: Before-After UAS
Chapter 21: Class Meeting
Chapter 22: Keributan
Chapter 23: Flashback
Chapter 24: Membaik
Chapter 26: Papa
Chapter 27: Gramedia Date
Chapter 28: Rapot
END: Jawaban Pertidaksamaan
Extra Chapter
APA KATA WATTPADERS?

Chapter 25: Kepastian

18.4K 1.8K 21
By Arinann_

Naura menyembunyikan tangan di saku jaket hoodie berwarna hitam yang dipakainya. Baru saja turun dari mobil, ia sudah merasa kedinginan. Angin malam berhembus setelah gerimis beberapa menit yang lalu. Lala dan Disa yang berdiri di sampingnya ikut mengeratkan jaketnya. Fikri mengunci mobilnya dan berjalan mendekati ketiga gadis itu.

"Katanya langsung masuk aja. Anak-anak yang lain udah nunggu di dalam," ucapnya.

Mereka mengangguk lantas mengikuti langkah Fikri memasuki gedung.

"Woah, pantesan aja kita enggak ada teman boncengan. Sama Fikri semua ternyata. Maruk banget, lo, Bro," ucap Udin yang langsung menyapa kehadiran mereka.

Anak-anak yang lain tertawa sedangkan Fikri menjitak kepala Udin.

Udin tergelak. "Arka mana?" tanyanya.

Naura mengedarkan pandangannya. Melihat satu-persatu cowok sekolahnya yang sudah berkumpul. Arka belum hadir di sana.

"Loh, belum datang? Aku kira udah sampai duluan," ucap Disa.

Galuh dan Fiko hanya menyimak. Sedari tadi, mereka sudah mengabari Arka, tetapi tidak ada tanggapan dari cowok itu. Pesan mereka tidak dibalas. Telepon pun tidak diangkat. Mereka kira Arka akan berangkat bersama Disa.

Naura dan Disa bersitatap. Kedua gadis itu seolah memiliki pertanyaan yang sama.

"Kamu enggak ada kabar dari Arka?" tanya Disa.

Naura menggeleng. "Enggak. Aku sama sekali belum chat sama Arka."

"Mungkin lagi di jalan. Tunggu aja dulu. Entar juga bakalan sampai. Lagian timnya si Fendy juga kayaknya belum lengkap," ucap Fikri menengahi.

Naura, Lala, dan Disa duduk. Bergabung bersama Galuh dan Fiko.

"Kalau Arka enggak ke sini gimana? Jangan-jangan dia dilarang keluar sama papanya."

Ucapan Lala itu mampu membuat anak-anak lain memusatkan perhatian mereka terhadap Lala. Galuh menatap intens Lala membuat gadis itu seketika merasa kikuk.

Udin memecah kesunyian yang terjadi beberapa detik itu. "Ey... Enggak mungkin, lah. Masa Arka disuruh di rumah terus. Positif thinking aja Arka lagi otw ke sini."

"Tapi, yang dibilang Lala bisa jadi benar," ucap Fiko membuat Udin terdiam.

Galuh menoleh ke arah Disa. "Tadi, lo enggak ke rumah Arka?" tanyanya.

Disa menggeleng. "Enggak."

Naura mengambil ponselnya dari dalam tas. Ia lalu mencoba mengirim pesan kepada Arka. Namun, ternyata media sosial laki-laki itu tidak aktif.

Di saat mereka sibuk memikirkan Arka, tiba-tiba seseorang datang dari arah pintu masuk.

Udin yang menyadari keberadaan seseorang itu pun lantas menyedekapkan tangannya. "Kan... kan... Gue bilang juga apa. Itu Arka."

Anak-anak menoleh. Arka pun tersenyum. "Woy, udah pada kumpul semua ternyata."

Arka datang tidak sendiri. Pandangan mereka kompak tertuju pada seorang gadis yang berjalan di samping Arka. Gadis itu terlihat asing. Tidak ada satu pun dari mereka yang merasa mengenalinya.

Arka dan gadis itu kian mendekat. Sesampainya di sana, Arka langsung meletakkan tasnya di samping Naura. "Sorry, nih. Gue telat. Tadi ada urusan bentar."

"Wih, urusan apaan, Ar? Jemput cewek baru?" ucap Udin menggoda Arka.

Arka terkekeh. "Ngaco lo kalau ngomong."

Lala menyenggol lengan Naura. "Pacarnya?" bisiknya.

Naura menggeleng. Ia pun melepas pandangannya dari gadis itu.

"Siapa? Kenalin, kali," ucap Udin yang terlihat bersemangat.

Galuh, Fiko, dan Disa melirik Naura. Naura yang merasa diperhatikan pun mencoba bersikap biasa. Meski nyatanya, diam-diam Naura sedikit merasa tak nyaman.

Arka menoleh sekilas pada gadis berambut panjang itu. "Kenalin, dia Zia. Teman les. Kebetulan anaknya rekan kerja Mama gue."

"Ooh... Teman."

"Iya. Salam kenal semuanya." Zia tersenyum. Matanya melengkung membentuk bulan sabit. Manis.

"Masya Allah cantiknya," puji Udin.

Arka menggeleng-gelengkan kepalanya. Arka yakin setelah ini laki-laki itu akan melancarkan aksinya untuk mendekati Zia.

"Timnya Kak Fendy belum lengkap, kan? Gue mau ke belakang dulu. Zi, duduk, gih."

Zia mengangguk. Ia kemudian mendekati Naura, Lala, dan Disa. "Hai," sapa Zia kepada ketiga gadis di sampingnya.

Naura dan Disa tersenyum. "Hai."

Lala melambaikan tangannya. "Hai juga. Kenalin aku Lala. Dia Naura dan dia Disa."

"Zia. Salam kenal."

"Duduk, Zi," ucap Naura.

"Oh iya, makasih."

Naura hendak mengambil tas berwarna hitam milik Arka untuk disimpannya. Namun, Zia sudah lebih dulu mengambil tas itu dan duduk di sampingnya sembari meletakkan tas Arka di pangkuannya.

Naura berdehem pelan dan segera menarik tangannya yang menggantung. Disa dan Lala yang melihat sikap Zia pun langsung saling berpandangan.

***

Selama pertandingan dimulai. Naura, Lala, dan Disa tidak fokus menonton. Atensi mereka sama-sama tertuju kepada Zia yang saat ini tengah memandang salah satu pemain di lapangan. Senyumannya merekah. Kedua matanya berbinar. Sangat terlihat jelas bahwa dirinya tengah mengagumi dan tertarik pada sesuatu hal. Tanpa bertanya pun mereka tahu bahwa Zia tengah menyukai seseorang.

"Ka."

Arka menoleh. Fiko berlari kecil di samping Arka.

"Beneran cuma teman?" tanya Fiko.

Arka menoleh sesaat ke arah Zia. "Iya, cuma teman. Kenapa?"

"Enggak apa-apa."

Arka memicingkan matanya. "Suka, lo?"

"Kagak!"

Arka tersenyum menggoda. "Heleh..."

Fiko menyerngit. "Apaan? Kalau lo udah sama Zia, gue jadi bebas mau dekatin Naura."

"Anjing."

Fiko terkekeh lalu menghindar dari Arka.

***

Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Pertandingan pun berakhir. Tim Arka dan Tim Kak Fendy saling bersalaman dan masing-masing anggota tim mulai meninggalkan lapangan.

"Hah, lebih capek dari kemarin ternyata," ungkap Udin yang merasa sangat kelelahan. Arka mengangguk mengiyakan.

"Parah. Tim Kak Fendy udah kaya mau tanding di turnamen gede aja. Gila, sih. Capek banget gue," ucap Fiko sembari mengusap peluh keringat yang memenuhi wajahnya.

"Semangatnya gede, Bro. Egonya juga. Benar-benar enggak mau kalah." ucap Arka.

"Sorry, guys. Gue nendangnya melenceng banget tadi," ucap Galuh yang merasa bersalah karena dirinya tim mereka jadi kalah.

Arka menepuk pundak Galuh. "Santai. Wajar kali. Lagian kita nanggepin mereka juga buat seru-seruan. Udah enggak classmeet juga."

"Yoi, Bro. Itung-itung bikin si Fendy senang. Biar puas tuh anak. Kalau kata mak gue nih, ye, yang waras ngalah," ucap Udin.

Reza terkekeh. "Benar, tuh."

Kelima remaja itu sampai di tempat mereka kumpul. Udin, Reza, dan Fiko langsung mengambil tasnya dan pergi menuju ruang ganti. Arka yang melihat tasnya di bawa Zia pun mendekati gadis itu. Naura melirik Arka yang berdiri di antara dirinya dan Zia.

"Handuk." Zia dengan senyuman manisnya mengambil handuk kecil dari tas Arka dan memberikannya. Arka pun menerimanya.

Naura menghela napasnya. Gadis itu mengalihkan pandangannya dari Arka dan kembali melanjutkan bermain ponsel.

"Ngapain lo senyum-senyum begitu?" Arka mengelap keringat-keringat di wajahnya.

Zia semakin melebarkan senyumnya. "Ganteng banget."

Arka berdecih. "Thanks."

"Pede banget!" ucap Zia.

Naura mengerutkan dahinya. Telinganya sedikit panas. Percakapan kecil itu mampu mengusik perasaan Naura.

"Enggak nyesel, kan, lo, gue ajak ke sini." Arka menggeser Naura ke samping. Setelah itu, Arka duduk di antara Naura dan Zia.

Naura tersentak dan menatap Arka tak percaya. Laki-laki itu menggeser dirinya demi duduk di samping Zia. Disa ikut melongo menatap sepupunya.

"Besok-besok kalau mau main futsal lagi jangan lupa kabarin," ucap Zia.

"Ketagihan nonton kan, lo." Arka terkekeh.

Zia memberikan tasnya kepada Arka. "Nih, aku pamit pulang dulu. Udah dijemput." Gadis itu beranjak berdiri.

"Buru-buru banget. Enggak mau bareng-bareng aja, nih?"

"Enggak. Tadi pamitnya enggak sampai larut. Udah dijemput sama Pak Sopir juga."

"Oh... Ya udah, hati-hati."

Galuh, Fikri, Naura, Lala, dan Disa memusatkan perhatian mereka pada Zia.

"Naura, Lala, Disa. Aku pulang duluan, ya," pamitnya.

"Oh, iya, hati-hati, ya," jawab Naura.

"Iya. Duluan semuanya." Zia melambaikan tangannya.

Mereka pun membalas. Setelah itu, Zia melangkahkan kakinya keluar dari gedung. Arka menyenderkan punggungnya.

"Enggak dianterin, tuh, gebetannya?" ucap Disa menyindir sepupunya.

Arka menoleh. "Siapa?"

"Tuh, Zia."

Arka tergelak. "Apaan? Dia cuma teman gue aja, kali. Orang gebetan gue di sini."

Arka memeluk lengan kiri Naura. Naura lagi-lagi tersentak. Ponselnya hampir saja terjatuh.

Disa mengerutkan dahinya. "Jangan main-main, deh, Ka. Terus apaan maksudnya tadi? Segala uwu-uwuan di depan Naura?"

"Uwu-uwuan apaan, sih? Perasaan cuma ngobrol biasa gue." Arka menatap Naura. "Lo cemburu, Ra."

Naura melirik Arka. Ia melepas pelukan Arka. "Dih. Enggak! Pede banget."

"Lah, kok judes? Kok dilepas tangan gue?"

"Kamu keringatan, Ka. Bau. Sana jauh-jauh." Naura bergeser.

"Kok geser?"

"Ya terserah. Tadi juga siapa yang dorong-dorong? Sekalian aja, nih, aku ke sini biar kamu leluasa." Naura dengan dongkol bergeser menjauh hingga membuat Lala terhimpit dengan Galuh.

Arka menyipitkan matanya. Namun, sesaat kemudian senyumannya muncul. "Ooh... gitu. Oke. Cewek, mah, gengsinya tinggi. Percaya gue, tuh. Iya percaya, enggak cemburu..."

Naura berdecak lirih.

Disa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu kalau di tempat les suka perhatian ke Zia, ya? Hati-hati, loh, Ka. Jangan sampai mainin perasaan cewek. Buruan, gih, kasih kejelasan. Jangan sampai besok dia ngerasa di PHP-in. Kelihatan banget, tau, kalau dia suka sama kamu."

Arka kini yang gantian menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sotoy banget lo, Disa... Disa... Dari mana lo bisa tau kalau Zia suka sama gue? Lo udah tanya langsung?"

Arka menatap Naura sebentar. "Zia, tuh, naksir Fiko. Bukan gue. Gue enggak pernah, yah, kasih perhatian-perhatian apalagi mau PHP-in dia. Tadi waktu gue jemput tante kesayangan lo di rumah sakit, gue enggak sengaja ketemu sama Zia. Gabut katanya. Ya udah, gue ajakin sekalian biar bisa lihat gebetannya langsung, enggak cuma stalking doang."

Arka melepas sepatu dan kaos kakinya. Setelah itu beranjak berdiri sembari membawa tasnya. "Kurang berdosa apa lagi gue, bongkar rahasianya orang," lirih laki-laki itu.

"Diam lo semua. Jangan ada yang bongkar ke Fiko," ucap Arka memberi peringatan.

Disa, Lala, dan Naura saling berpandangan. Mereka terlampau malu sudah mengira yang tidak-tidak terhadap Zia dan Arka.

"Btw, soal omongan lo tadi, maksudnya apa? Cewek butuh banget kejelasan banget?" tanya Arka pada Disa.

Kini giliran Lala yang mengeluarkan suaranya. "Ya iya, lah. Sembilan puluh persen cewek di dunia ini enggak mau, ya, perasaannya digantung di hubungan yang enggak jelas."

Arka mengangguk-angguk paham. Matanya lalu mengarah ke arah Galuh. "Tuh, dengerin, Luh."

"Hah? Kok gue? Bukannya lo, ya? Ngaca, Bos."

"Lah, lo, tuh. Kalau suka bilang aja, kali. Jangan dipendam. Diserobot yang lain baru tau rasa lo."

"Dih! Nyindir diri sendiri lo? Cinta bilang aja, kali. Diambil orang lain, baru tau rasa lo."

"Dih! Ikut-ikut. Cemen banget enggak berani bilang."

"Lo juga."

"Apaan? Gue berani bilang, ya." Arka menatap Naura. "Ra, balikan, kuy."

"Hah?"

***

Continue Reading

You'll Also Like

1.7K 371 31
"Kamu kembali, dengan memulai hal yang tak sama lagi." - Dika. ** Ini kisah Dika yang bertemu lagi dengan Melia, teman masa kecilnya. Kembalinya Mel...
4.2K 360 23
Menceritakan tentang seorang gadis yang menyukai sahabatnya sendiri. Fatricia Salsabila, gadis yang kerap di sapa cia itu mencintai sahabat yang sej...
589K 27.8K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
909K 67K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...