My Perfect Luna (COMPLETE)

By fatifides2_

1.1M 66.6K 1K

Devanio Alexandro, putra mahkota dari Bluemon pack. Calon Alpha dari pack terbesar dan terkuat dari wilayah t... More

MPL-1
MPL-2
MPL-3
MPL-4
MPL-5
MPL-6
MPL-7
MPL-8
MPL-9
MPL-10
MPL-11
MPL-12
MPL-13
MPL-14
MPL-15
MPL-16
MPL-17
MPL-18
MPL-19
MPL-20
MPL-21
MPL-22
MPL-23
MPL-25
MPL-26
MPL-27
MPL-28
MPL-29
MPL-30
MPL-31
MPL-32
MPL-33
MPL-34
MPL-35
MPL-36
MPL-37
MPL-38
MPL-39
MPL-40
MPL-41
MPL-42
Cerita Baru

MPL-24

19.3K 1.2K 14
By fatifides2_

"DEV! JAWAB AKU!!" teriak Rora tepat di depan wajah Devan.

"BAIKLAH. APA MAUMU? KAU INGIN PERGI? PERGILAH, AKU TIDAK PEDULI!" teriak Devan kalut tak tau harus menjawab apa. Ia merasa tertekan sekarang.

"Baiklah, aku akan pergi." Tak ada lagi yang bisa diharapkan Rora sekarang. Ia anggap semua telah selesai.

Tak ingin berlama-lama lagi, Rora melangkahkan kakinya hendak keluar. Meninggalkan Devan yang masih tak bergeming disana.

Kreek..!

Mata Rora dan Bara bertemu. Bara menatap Lunanya itu sendu. Dia telah mendengar semuannya.

"Luna, saya mohon jangan pergi!" pinta Bara penuh harapan. "Kami semua membutuhkan Luna."

"Aku bukan siapa-siapa lagi disini. Kalian akan mendapatkan Luna yang baru." Selesai mengucapkan itu rora melangkahkan kakinya menjauh.

"Nggak. Alpha tidak akan pernah melakukan itu," balas Bara lirih. Ia tau apa yang sebenarnya terjadi. Seharusnya tidak seperti ini.

Sesampainya di kamar, Rora langsung membuka kopernya dan memasikkan beberapa pakaiannya ke dalam dengan perasaan kecewa.

Selesai dengan kopernya, Rora segera keluar. Baru saja membuka pintu ia dikejutkan dengan kehadiran Bara, Nesya, dan kakaknya yang menanti diluar.

"Kalian ingin menghentikanku pergi?" ucap Rora tak acuh dan menjawab gelengan dari sang kakak.

"Kakak!" Rora menghambur ke pelukan kakaknya. Ia mencari kehangatan yang akhir-akhir ini tak ia dapatkan.

"Kau yakin akan pergi?" Fano melepaskan pelukannya dengan sang adik. Ia menatap wajah sang adik yang sudah memerah dan menghapus sisa-sisa air mata yang masih menggenang di pipi Rora.

Rora menganggukkan kepala memberi jawaban. Ia sudah memikirkan baik-baik keputusannya. Tinggal lebih lama disini akan sangat mengancam keselamatan bayinya.

"Jaga dirimu baik-baik. Jika ada apa-apa, hubungi aku," pesan Fano kepada sang adik. Kali ini ia tidak akan menghalangi kepergian adiknya itu. Mungkin lebih baik Rora tak disini sampai semuannya selesai, itulah yang dipikirkan Fano.

"Aku pergi kak," pamit Rora pada kakaknya yang dibalas anggukan pelan oleh Fano.

Pandangan Rora beralih kepada kakak iparnya. Ia memeluk kakak iparnya itu "Jaga dirimu baik-baik," pasan Nesya kepada Rora.

Rora melepaskan pelukannya. Ia mengangguk kecil, memberi jawaban.

"Luna, mari saya antar," ucap Bara kemudian. Bara mengambil koper Rora, berniat untuk membawakannya.

"Tidak us_"

"Biarkan Bara mengantarkanmu setidaknya sampai kota. Berbahaya jika di hutan tanpa pengawalan," ucap Fano memotong sang adik dan Rora mengangguk, menuruti perintah kakakknya.

"Mari, Luna." Rora melangkahkan kakinya diikuti oleh Bara di belakanngnya.

Sesampainya di lobi, Rora dapat melihat benerapa Maid dan Warrior disana. Mereka tampak sedang menunggu kehadirannya.

Dengan tenang Rora derjalan melewati mereka. Sebelunnya Rora pikir mereka akan mencegahnya untuk pergi, tapi sepertinya tidak.

"Luna, apakah anda benar-benar akan pergi?" Dengan keberanian, akhirnya salah satu Maid membuka suara.

Rora terdiam, tak tau harus menjawab apa. Setelah berasa di sini rasanya begitu berat meninggalkan tempat yang penuh dengan orang-orang yang mengharapkannya.

"Iya," ucap Rora setelah berpikir sejenak. Ia melanjutkan langkahnya menuju mobil yang sudah disiapkan tepat di depannya.

"Luna!" Rora menghentikan lagi langkahnya. "Lalu bagaimana dengan pack ini? Jika Luna pergi, kami tidak akan mempunyai Luna lagi."

"Kalian tenang saja, Alpha pasti akan memberikan Luna baru untuk packnya." Setelah mengatakan itu Rora langsung masuk ke dalam mobil dan diikuti oleh Bara yang langsung duduk di kursi kemudi.

Senja menandakan hari ini akan berakhir dan akan digantikan dengan hari esok yang baru. Seperti itu juga kehidupan Rora, yang akan digantikan oleh lembaran-lembaran baru dengan anaknnya kelak. Ya, itulah harapannya.

"Sampai disini saja, Bara," ucap Rora menyadari ia telah dekat dengan rumah yang dulu ia tempati. Rumah dengan kenangan dimana ia berjuang untuk menghidupi dirinya sendiri walaupun masih duduk di bangku sekolah.

"Luna yakin? Kita bahkan belum samapai pusat kota," ucap bara melihat keadaan sekitar.

"Tak apa, aku akan mengunjungi tempat di sekitar sini," balas Rora bersiap untuk turun.

"Baik, Rora." Yha, Rora meminta Bara untuk memanggil namanya saja mulai sekarang, mengingat dia bukanlah seorang Luna lagi.

Setelah Bara mengnghentikan mobilnya di pinggir jalan, Rora segera membuka pintu, turun dan menutupnya kembali.

"Luna, perlu saya bantu?" Tanpa Rora sadari, Bara menyusulnya turun dan berusaha membatu mengangkat kopernya.

"Sudahlah, aku bisa melakukannya sendiri dan jangan panggil aku dengan sebutan 'Luna' lagi," ucap Rora mengingatkan Bara.

"Baik Lun- maksudku Rora." Ralat Bara cepat sebelum Lunannya itu mengomelinya lagi.

"Baiklah aku pergi. Bay Bara." Rora melangkahkan kaiknya menjauh. Meninggalkan Bara yang masih menatap punggung Rora yang semakin menjauh.

"Luna, kau akan tetap menjadi 'Luna' kami," guman Bara yakin.

*****

"Fan, apa kau yakin membiarkan Rora pergi? Dia adikmu." Suara terdengar dari salah satu di kamar pack hous.

"Memengnya kenapa jika dia adikku?" jawab Fano dengan santainya.

"Kenapa kau tak membelanya. Kenapa kau tak membalas perbuatan Alpha yang melukai Rora. Dia yang salah. Sebenarnya kau ini benar-benar kakaknya Rora bukan sih?" gerutu Nasya lelah.

"Disinilah packku. Dialah 'Alpha'ku. Dan soal Rora, dia benar-benar adikku." Mata Nesya membulat mendengar jawaban dari Matenya itu. Bagaimana bisa seorang kakak membiarkan adiknya disakiti.

"Jadi karna dia 'Alpha'mu kamu membiarkan adikmu disakiti olehnya?" balas Nesya merasa tak terima.

"Pack ini sangat berjasa padaku. Aku tidak dapat meninggalkannya, apalagi menghianatinya," jelas Fano panjang lebar.

"Ish, terserah kau saja lah." Sudah cukup Nesya bersabar. Apakah memeng Ia tak mengerti jalan pikiran matenya itu sekarang.

*****

Setelah beberapa menit ia berjalan, akhirnya Rora sampai di rumahnya. Setelah membuka pintu ia langsung menjatuhkan tubuhnya ke sofa di ruang tamu. "Akhirnya, sampai juga."

"Sekarang tinggal sedikit membersihkan rumah ini," ucap Rora melihat sekitar. Baru ia tinggal benerapa bulan semuanya bahkan sudah berdebu.

"Mungkin malam ini cukup membersihkan kamar, sisanya tinggal dibersihkan besok."

Dengan sisa-sisa tenaga Rora bangkit dari duduknya dan segera mengambil sapu lalu menuju kamarnya.

Malam semakin larut. Setelah menyapu dan mengganti seprai kamarnya, Rora mencuci mukanya dan segera tidur, mengingat besok ia harus melakukan banyak hal.

*****

Bus berhenti di sebuah halte yang terpapar panasnya sinar matahari. Bus itu menurunkan perempuan yang tengah sibuk dengan berkas-berkas yang berada di tangannya.

"Sudah tengah hari, kenapa susah sekali bagiku mendapatkan pekerjaan?" Tak bisa dipungkiri di kota yang besar apalagi zaman sekarang ini lulisan S1 belium tentu mudah mendapatkan pekerjaan.

"Aku harus kemana lagi?" guman perempuan itu tak tau kemana ia harus melamar perkerjaan.

Rasa haus dan lapar menyerang Rora. Mengetahui di sekitar sini ada caffe, Rora memutuskan untuk terlebih dulu mengisi perutnya.

Kring..

Baru saja membuka pintu, penciuman Rora langsung disambut dengan aroma kopi, aroma yang sangat ia sukai selain aroma teh.

Sembari menunggu pesanannya, Rora memilih bangku dekat dengan jendela. Tempat di mana ia dapat melihat pemandangan diluar sana.

"Permisi Nona, ini pesanan Anda." Mendengar suara di dekatnya, Rora mengalihkan pandangannya.

Seorang pelayan wanita meletakkan pesanannya di atas meja. Pelayan tersebut menyebutnya Nona? Mungkin karena Rora masih terlihat muda, sehingga orang lain tidak mengetahui jika sebenarnya ia telah menikah.

Selesai meletakkan pesanana di atas meja, tanpa mengatakan apapun, pelayan tersebut pergi melanjutkan pekerjaannya setelah memberikan senyuman pada Rora.

Cappucino gren tea dan sepotong tiramisu menjadi menu makan siang Rora hari ini. Karena hidangan telah berada di depan mata, Rora segera menikmati pesanannya itu.

Kring..!

Lonceng kecil yang terpasang si puntu masuk berbunyi, menandakan ada seseorang masuk dari sana. Dan entah kerena dorongan apa pandangan Rora langsung tertuju pada pintu yang tengah dibuka seseorang itu.

Rora melihatnya. Ia terkejut. Pria yang sangat ia kenali berdiri di sana. Tak kalah dengan Rora, pria tersebut juga terkejut atas kehadiran Rora yang tak ia duga sama sekali.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

______________________________________

Update lebih awal....
Jangan lupa Vote dan comment.
😁😁😁😁
Terima kasih
❤❤❤❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 94.9K 62
Bagaimana jika seorang King of Werewolf dikhianati matenya sebanyak 3 kali? Dialah Dareen Walcott. Seorang pria yang berpenampilan bak dewa yunani it...
378K 34K 53
*** Takdir selalu tak terduga, suka atau tidak kita harus menjalaninya. Agnoraga Demetri Apollo, keturunan murni Dewa Serigala itu telah melenyapkan...
810K 82.8K 48
PINDAH KE APK KUBACA Aku hanya berlari dan berlari terus hingga aku memasuki hutan. Dan sampai aku melihat semua makhluk yang dipercayai oleh manusia...
982K 76.4K 58
[Sequel of I'm The Queen of Demon Kingdom] Evander Nicolas Harrison, putra dari Lord Xavier kini telah menjadi penerus kerajaan Demon, King of Demon...