Saat Cinta Tak Harus Memiliki...

By Mha_irma

157 6 5

Apa Kamu percaya dengan Cinta sejati yang akan menemukan jalannya sendiri? Apa Kamu percaya dengan Cinta pert... More

Part 1
Part 2
Jebakan
Hujan
Part 6

Part 3

21 1 0
By Mha_irma



Aku tidak percaya kini gadis itu berdiri tepat di depanku, jantungku selalu berdetak lebih cepat saat di dekatnya seperti ini, telapak tangan dan kakiku seketika menjadi dingin bagai es batu yang baru di keluarkan dari lemari es.

Kakak kelas yang bernama Melda tiba-tiba menghampiri Risya, tidak tahu apa yang dia bisikan kepada Risya namun dari raut wajahnya terlihat sangat membenci Risya.

"Kalian baris disini." Tiba-tiba Arka berteriak memanggil kami untuk menghampirinya yang cukup jauh dari kelompok lainnya.

Kami semua segera berlari menghampirinya dan berbaris tepat didepannya. Aku mencoba memperhatikan Risya secara diam-diam, wajahnya berubah seakan tidak nyaman berada di dekat kami. Tentu saja tidak nyaman hanya dia wanita satu-satunya dikelompok Kami.

"Siapa nama kamu?" Arka bertanya kepadaku dengan wajah yang sangat sinis, jujur aku tidak pernah suka dengan ekspresi wajahnya yang berlebihan seperti itu.

"Sigit," jawabku singkat dan menatap matanya, Arka memperhatikanku seakan dia tidak menyukaiku sama sekali.

Kemudian Arka berjalan sedikit dan bertanya kepada pria berkacamata tepat berada disampingku, "lalu kamu?"

"Saya Galuh Kak." Pria itu berkata dengan nada yang lemah lembut, lebih lembut dari seorang wanita. Cihh aku baru tahu jika ada pria semacam ini.

"SIAPA? Saya tidak mendengarnya, apa kamu dengar apa yang Dia ucapkan." Arka berteriak dengan lantang dan menunjuk kearah Risya seketika membuat pria berkacamata itu sedikit takut dan bergetar. Risya hanya menggelengkan kepalanya denga wajah yang ketakutan.

"GALUH KAK." Tidak disangka pria berkacamata itu mengeluarkan suara lantang meski dengan mata harus terpejam dan tangan mengepal.

"Bagus, jadi pria jangan lembek, lalu kamu?" ucap Arka sambil menepuk pundak Galuh dengan nada menyindir, Arka melanjutkan ke pria di samping Galuh.

"Rian Kak," ujar Rian yang tidak lain adalah musuhku saat di sekolah menengah pertama.

"Lalu kamu?"

"Kholis Kak," ucap pria di samping Rian, pria berkulit putih bersih dengan rambut pelontosnya.

"Dan kamu jangan karena kamu disini wanita satu–satunya kamu bisa bermanja-manja ya. Siapa nama kamu?" Arka bertanya kepada Risya dengan nada tinggi namun, dilihat ari tatapan matanya sepertinya Arka menyukai gadis itu.

Gadis itu menjawab dengan tegas, "Saya Risya Kak." Bola mata Mereka bertatapan sangat lama rasanya ingin aku mencongkel kedua bola mata Arka agar tidak bisa menatap gadis itu lagi.

"Ok kita akan membuat tenda disini, nanti kita akan tidur satu tenda." Arka melemparkan tenda kearah kami seperti memberi kode bahwa kalian harus mendirikannya.

"Tidur satu tenda Kak? Lalu bagaimana dengan saya?" Risya bertanya dengan wajah terkejut, bukan hanya dia, aku juga terkejut mendengar ucapan Arka. Yang benar saja kami ini pria semua sedangkan Risya wanita sendiri bagaimana mungkin dia harus tidur diantara Kami.

"Iya, jika kamu tidak mau atau keberatan kamu bisa tidur diluar," ucap Arka Sinis sambil berkaca pinggang membuat Risya langsung menundukan pandaangannya.

Akhirnya kami mencoba mendirikan tenda, ini bukan hal sulit bagiku seorang pendaki, tetapi tidak dengan Risya, dia terlihat sangan kebingungan dengan pekerjaannya. Aku menghampiri dia dan berniat membantunya namun aku tidak pandai untuk berbicara, aku bingung kata apa yang harus diucapkan kepada gadis itu. Sudahlah aku langsung mengambil alih tugasnya itu tanpa banyak bicara. Wajahnya seketika terlihat senang karena terlepas dari tugasnya yang membuatnya pusing.

Tidak butuh waktu lama tenda yang kami dirikan akhirnya jadi juga, terukir senyum yang sumringah di wajah Risya saat kami selesai mendirikan tenda, "yeaayy," ucapnya sambil mengangkat kedua tangannya dan berjingkrak kegirangan seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan sebuah balon. Sungguh dia gadis yang polos dan sangat lugu selalu bisa membuatku tersenyum dengan tingkahnya itu.

Waktu yang di tunggu–tunggu telah tiba kami berkumpul di lapangan sekolah.

"Selamat malam semua," ucap Bayu menggunakan pengeras suara sambil berjalan kecil di depan kami untuk memberikan arahan tentang acara jurig malam yang akan kami lakukan ini.

Di acara ini kami diharuskan mencari bendera berwarna merah yang di sembunyikan panitia. Kelompok siapa yang mendapatkan bendera itu dia pemenangnya. Terlihat masing-masing kelompok saling menatap anggotanya dengan penuh optimis.

Setelah Bayu memberikan arahan kepada kami, kini giliran panitia yang memberika kata kunci, hanya mereka yang tau dimana bendera itu berada bahkan Bayu sang ketua OSIS pun tidak tahu dimana bendera itu.

"Semuanya paham?" ujar Kak Dinda menggunakan pengeras suara lalu di lanjutkan memberi tanda bahwa kami boleh  mencari bendera itu.

"Begini ya semua, disini kita harus belajar kerjasama yang baik agar kita bisa menemukan bendera itu, sebelum di mulai saya mau bertanya kepada Risya apa kamu takut?" Arka menatap wajah Risya.

"Tidak Kak," Risya menggelangkan kepalanya.

"Ya sudah bagus, sebelum mulai kita berdoa menurut ajaran masing–masing, berdoa mulai."

Setelah selesai berdoa kami berjalan menaiki tangga menuju gedung lantai dua, suasana sekolah yang sepi dan mencekam. Di tambah lampu–lampu yang sengaja di matikan.

"OK! Bagaimana jika kita berpencar agar lebih cepat mencari bendera itu." Dengan tegas Arka memberikan arahan kepada kami.

"Iya Kak itu ide bagus," jawab Galuh sambil mengangguk, dan yang lain pun ikut setuju dengan ide Arka itu.

" Galuh, Kholis dan Rian mencari kearah sana, saya, Sigit dan Risya mencari keatas hingga Roof top," ucap Arka sambil menunjukan arah dengan senternya.

"Kenapa tidak berdua – berdua saja Kak, jadi ada yang di lantai dasar juga." Rian memberikan pendapatnya.

"Ya tadinya saya berfikir begitu, tetapi untuk tidak menimbulkan fitnah karena Risya seorang wanita sendiri terlebih ini malam hari." Arka dengan bijak dan berwibawa memberikan alasannya.

Lagi-lagi Tuhan berpihak kepadaku untuk selalu bersama Risya. Aku mencoba mencuri pandang lagi untuk menatap wajah Risya, Risya menatap Arka dengan sangat kagum. Mendengar ucapan seperti itu saja dia terlihat mengagumi Arka, akh kenapa aku harus cemburu seperti ini.

"Benar juga kata Kak Arka, saya salut dengan cara berpikir Kak Arka." Galuh terdengar sama bangganya dengan Risya saat mendengar perkataan Arka itu.

"Ya sudah, sekarang kita mulai berpencar." Arka memberi kode kepada kami untuk tidak berbincang lagi.

Aku, Risya dan Arka berjalan ke lantai tiga, suasananya terlihat sepi.

"Kamu kenapa Risya?" tanya Arka sambil melihat kanan kiri dan mengarahkan senter

"Tidak apa–apa kok Kak, " jawab Risya kepada Arka. Kini Risya berjalan diantara kami.

Aku berjalan mendahului mereka saat melihat pintu kelas satu-satunya yang terbuka, mungkin bendera itu ada di kelas itu. Aku masuk ke kelas itu secara perlahan, kelas yang sangat gelap dan luas. Terlihat samar kursi dan meja yang tersusun rapih.

"Ada apa Git?" Terdengar suara Risya yang merdu bertanya kepadaku.

"Sssstttt." Aku memberikan kode agar dia tidak bersuara. Sebenarnya aku hanya ingin membuat suasana lebih tegang saja karena wajah Risya terlihat semakin takut. Wajahnya itu membuat dia semakin manis dan lucu.

Trakkk Prang.... terdengar bunyi Vas bunga terjatuh dengan sangat nyaring.

"AAAAAAA." Risya berteriak sambil berlutut dan menutup matanya. Gadis ini sangat menggemaskan dengan tingkahnya yang konyol.

Arka terlihat mengarahkan senternya kearah Vas bunga itu. Aku segera menghampiri Risya yang sedang berlutut sebelum Arka menyolong start lagi dariku. Langkahku semakin dekat ketubuh Risya membuat detak jantungku berdenyut lebih cepat, aku tidak tahu harus berkata dan berbuat apa kepada gadis ini, aku juga tidak ingin terlihat bahwa aku menyukainya terlebih di hadapan Arka.

"Aduh Risya bisa gak sih tidak usah berisik!" Aku menarik tangannya untuk berdiri tidak ingin dia merasakan kedinginan tanganku saat menyentuhnya malah membuatku terlihat kasar.

"Maaf aku hanya terkejut," ucapnya dengan wajah mengharapkan penuh belas kasihan.

"Lihat itu hanya sebuah vas bunga yang terjatuh karena ada benang yang di hubungkan, Dan kamu telah menginjak benang itu." Aku mengarahkan senter ke arah benang yang tidak sengaja Risya menginjaknya. Gadis ini benar-benar lugu jebakan semacam ini saja dia tidak menyadarinya.

Kami melanjutkan perjalanan ke arah Roof Top. Treettttttt terdengar bunyi bel berbunyi tanda sudah ada yang menemukan bendera itu.

Sudahlah aku tidak peduli dengan bendera itu yang terpenting malam ini aku menghabiskan waktu bersama Risya.

Pemandangan diatas sini sangat indah, bintang-bintang yang bertaburan diatas hamparan langit yang luas terlihat jelas dari atas sini. Aku duduk dan melepaskan lelahku sambil menatap bintang-bintang itu, angin yang bertiup membuat hatiku terasa lebih tenang dan nyaman. Risya duduk tepat disampingku, aku perhatikan raut wajahnya bibir tipis dan merah itu tersungging senyum saat menatap langit. Senyumnya jauh lebih indah dari pemandangan di langit itu.

"Turun yuk, sebelum yang lain mencari kita," ucap Arka yang menghancurkan tatapanku kepada Risya, dia tidak tahu apa jika aku masih ingin memandang wajah cantik gadis itu.

Continue Reading