My Perfect Luna (COMPLETE)

By fatifides2_

1.1M 67.1K 1K

Devanio Alexandro, putra mahkota dari Bluemon pack. Calon Alpha dari pack terbesar dan terkuat dari wilayah t... More

MPL-1
MPL-2
MPL-3
MPL-4
MPL-5
MPL-6
MPL-7
MPL-8
MPL-9
MPL-10
MPL-11
MPL-12
MPL-13
MPL-14
MPL-15
MPL-16
MPL-17
MPL-18
MPL-19
MPL-20
MPL-21
MPL-22
MPL-24
MPL-25
MPL-26
MPL-27
MPL-28
MPL-29
MPL-30
MPL-31
MPL-32
MPL-33
MPL-34
MPL-35
MPL-36
MPL-37
MPL-38
MPL-39
MPL-40
MPL-41
MPL-42
Cerita Baru

MPL-23

19.5K 1.3K 54
By fatifides2_

"Kemampuanmu bermain pedang sungguh hebat Luna, tapi apakah kau bisa mengalahkanku?" Rora dan Bara mengalihkan pandangan mereka ke sumber suara.

Tampak Jessy yang berdiri di sana. Ia mendekat dengan satu tangannya menggenggam sebuah pedang yang tak kalah tajam.

"Aku menantangmu Luna!" Tanpa keraguan, Jessy mengangkat pedangnya ke arah Aurora.

Suasana tempat latihan menjadi ramai. Para Warrior membicarakan wanita yang sedang menantang Lunanya itu. Mereka mengenal Jessy dengan baik, perempuan yang akhir-akhir ini sedang dekat dengan Sang Alpha.

"Oh... tidak-tidak. Tidak akan ada pertempuran di sini.," tolak Bara tegas. Ia tak bisa membiarkan hal yang buruk terjadi kepada Lunanya.

"Bukankah kau tadi juga bertarung, kenapa aku tidak boleh?" elak Jessy tak terima.

"Tadi kami hanya berlatih bersama," jelas Bara kepada Jessy yang keras kepala.

"Sudah lah." Rora menenangkan Bara. Pandangannya lalu berlalih kepada wanita yang menantangnya beberapa saat yang lalu. "Aku menerima tantanganmu."

Ekspresi kaget tampak di wajah para Warrior dan Bara setelah mendengar jawaban yang dilontarkan oleh Lunanya itu.

Tidak. Itu tidak boleh terjadi. Bila Alpha mereka sampai mengetahuinya, mereka pasti akan mendapatkan hukuman.

"Tapi Lun_" Melihat tatapan dari Rora, Bara menghentikan ucapannya. Nyalinya menciut entah kemana. "Ma- maaf Luna,"

"Kau tenang saja. Aku akan menjaga diriku sendiri. Aku tak akan membiarkan diriku dikalahkan olehnya," ucap Rora dengan seringainya dan tatapan tajam yang tertuju pada sosok wanita di hadapannya kali ini.

"Kita lihat saja, siapa yang akan menjadi pemenangnya," balas Jessy tak kalah yakin.

Krang..!!!

Pedang Rora dan Jessy bertemu. Mereka saling menahan, mendoromg pedang menjauh dari tubuh mereka.

Tang..!! Tang..!!

Rora menahan setiap serangan yang dilayangkan Jessy dengan penuh kosentrasi. Harus ia akui, kemampuan Jessy dapat dikatakan sebanding dengannya.

Krang...!!

"Kemampuan menahan serangan cukup hebat, Luna," ucap Jessy kala Rora masih menahan pedang yang tertuju padanya.

Krang....!!!

"Tak hanya dalam bermain pedang, ternyata kau juga hebat bertahan dalam kondisi apapun. Bahkan melawan perasaanmu sendiri," lanjutnya yang tak di tanggapi oleh Rora.

Krang...!

"Apa kau sangat mencintai Devan hingga bertahan sampai saat ini?" Rora masih berkosentrasi. Tak ada niat sedikitpun untuk membalas apa yang wanita itu katakan.

"Tapi sayangnya, Devan menikaimu hanya karna kau adalah matenya. Tidak lebih dari itu." Mata Rora memerah. Ingin rasanya ia melenyahkan perempuan di hadapannya ini sekarang juga.

Masih dengan emosi, kini Rora menyerang Jessy tanpa celah sedikitpun.

Menyadari perbuatannya telah menyebabkan sekor singa yang terbangun dari tidurnya, Jessy sudah siap menghadapi semua serangan yang diberikan Rora kepadanya.

Kehilangna kosentrasi, pedang  berhasil menyayat salah satu lengan Jessy cukup dalam yang membuat sang empu merintih kesakitan.

Dengan lengan yang terluka, Jessy tetep memainkan pedangnya. Ia mencoba membalas luka di lengannya itu.

Tang...!!

Pedang Jessy terlepas dari tangannya. Rora membuat pedang itu melayang dan akhirnya jatuh di atas tanah.

"Pertandingan selesai. Aku pemenangnya." Selesai mengatakan itu Rora bergegas pergi dari tempat itu.

*****

Tang...!!

Rora melepaskan garpu dan pisau di tangannya. Ia beralih mengelus perutnya yang telah kenyang dengan tiga piring dagung rusa yang baru matang dari oven.

Tak seperti biasanya, hari ini Rora merasa sangat lapar sampai-sampai ia sudah menghabiskan tiga porsi daging rusa panggang ukuran sedang.

"Luna, ada yang anda butuhkan lagi?" Salah satu Maid meendekati Rora dari belakang lalu bertanya dengan sopan.

"Sudah, aku sudah kenyang." Rora berdiri dari kursinya. Ia bergegas dari sana, menuju kamar yang sudah ia tempati tiga minggu terakhir.

"Au.." aduh Rora sambil memegangi perutnya. Belum samapi kamarnya, kepala Rora pusing dan nyeri di perutnya.

"Luna! Luna tidak apa-apa?" Melihat Sang Luna hampir terjatuh, para maid langsung mendekati Rora dan membantunya berdiri.

"Tidak. Aku tidak apa-apa. Antarkan saja aku ke kamar," jawab Rora lirih.

"Baik, Luna." Salah satu Maid dengan perlahan mengantarkan Rora menuju kamarnya.


"Keadaan Luna dan kandungan Luna baik-baik saja, tapi saya harap Luna tidak terlau memikirkan hal-ha yang berat saat ini," tutur dokter yang baru saja memeriksa kondisi Rora.


"Jika sampai Luna stres, itu akan berdampak pada kondisi bayi Luna," ucap dokter itu lagi dan di balas senyuman oleh Rora.

"Saya permisi, Luna." Setelah mengatakan itu, dokter tersebut bergegas keluar meninggalkan rora sendiri di kamarnya.

Stres. Mungkin itu yang di rasakan oleh Rora sekarang ini. Sejak kedatangan Jessy di pack house ia dibuat berpikir keras. Apalagi setelah mendengar perkataan Jessy sewaktu bermain pedang tadi, membuatnya bertambah setres.

Rora selalu mencoba membuat dirinya untuk tidak stres. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi kepada bayinya. Namun keadaan selalu saja menyadarkannya.

'Tapi sayangnya, Devan menikahimu hanya karna kau adalah Matenya, tidak lebih,' ucapan Jessy masih terbayang di otak Rora. Ia masih memikirkan itu sekarang.

"Tidak, tidak mungkin. Devan tidak akan melakukan itu. Dia bukanlah pria yang seperti itu," ucap Rora pelan, berusaha meyakinkan dirinya.

"Tapi aku tidak bisa terus seperti ini. Aku harus meminta kepastian darinya." Merasa keputusannya sudah bulat, Rora langsung bergegas menuju ruang kerja Devan. Tempat dimana Matenya berada sekarang.

Kreek..

"Dev!" Sesampainya di sana, Rora langsung membuka puntu dan memanggil suaminya.

"Hai, Amour ada apa? Apa kau tidak sehat? Wajahmu sedikit pucat." Melihat Matenya datang, Devan mendekati Matenya itu dan memegang kedua pipi Rora dengan kedua tangannya.

Merasa lelah dengan sikap labil Devan, Rora melepaskan tangan Matenya itu dari kedua pipinya.

Rora melangkah menjauh melewati Devan yang masih diam tak bergeming. "Aku ingin kau memilih sesuatu," ucap Rora sangat datar.

"Sesuatu? Apa?" tanya Devan heran. Tak biasanya Rora bersikap seperti itu.

"Kau pilih aku atau Jessy?" Mata Rora dan Devan bertemu. Mereka berusaha mencari suatu kebenaran disana.

Mendengar apa yang di ucapkan Matenya yang tak masuk akal, Devan mengalihkan pandangannya. "Apa maksudmu?"

"Aku hanya bertanya 'kau memilih aku atau Jessy'?" Sekali lagi Rora mengucapkan pertanyaannya. Namun kali ini ia merasa sedikit ragu.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Mata devan menatap Rora tajam. Entah apa yang ia rasakan saat ini. Aura begitu dingin dirasakan Rora.

"Aku hanya bertanya 'kau memilih aku atau Jessy' itu saja apakah aku salah." Melawan Rasa takutnya, Rora berkata dengan meninggikan volume suara.

"Tidak seharusnya kau menanyakan hal itu," balas Devan lebih dingin.

"Baiklah, aku tak akan menanyakan hal itu lagi, tapi kau harus mengusir Jessy dari sini." Hanya itu keinginan Rora saat ini. Tak melihat wanita tersebut, setidaknya pikirannya sudah teralihkan.

"Tidak," balas Devan cepat. Balasan yang membuat Rora sedikit kecewa.

"Baiklah kalau begitu aku yang akan pergi." Rora melangkahkan kakinya hendak keluar tapi salah satu tangannya di tahan oleh Devan.

"Tidak. Tidak akan ada yang pergi." Devan mengangkat kepalanya, menatap Rora.

"Kenapa? Kau ingin menyiksaku, Dev?" Air mata Rora tak terbendung lagi. Pertahanannya sudah runtuh sekarang.

"Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku mohon mengertilah," ucap Devan lirih. Ia menempelkan dahinya dengan dahi Rora.

Rora menjauhkan dirinya dengan Devan. "Apa yang harus aku mengerti? Kau tidak mengatakan apapun. Bagaimana aku bisa mengerti?" Sekali lagi Rora meminta penjelasan.

Tak ada jawaban dari Devan, pria itu hanya diam tak bergeming, membuat Rora semakin yakin jika apa yang diucapkan Jessy itu benar.

"Aku bertanya sekali lagi, Dev, dan kau harus menjawabnya." Rora menarin napas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Kau memilih aku yang pergi atau wanita itu yang pergi.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Empat detik.

Lima detik.

"DEV! JAWAB AKU!!" teriak Rora tepat di depan wajah Devan.

"BAIKLAH. APA MAUMU? KAU INGIN PERGI? PERGILAH, AKU TIDAK PEDULI!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

______________________________________

Haloha.....ol...!!!
😁😁😁😁
Maaf baru bisa up sekarang. Jujur aku bingung mau ngediskripsiin adegan Rora sama Jessy bertarung pedang itu gimana.
Yha itulah jadinya. Wkwkwkwkk...

Tetap tungguin kelanjutannya.
Vote dan Komennya jangan lupa...
Terimakasih...
❤❤❤❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

23.9K 1.3K 25
Dua sahabat yang terpisah, satunya di takdirkan menjadi mate dari kaum Warewolf dan satunya lagi di takdirkan menjadi mate dari kaum Vampire. Kedua k...
1.1M 141K 47
"I'm Hanzel Lee Alpha of Dark Moon Pack reject you, Devia Alexander as my mate." Penolakannya terngiang-ngiang di kepalaku. Menghantarkan rasa bahagi...
33.2K 1K 52
[SPIN OFF dari The Cursed Vampire dan Sleeping Mate] "Pergilah ke dunia manusia," ucap Wizard Berta kepada Reynart dengan wajah seriusnya. "Untuk?"...
6.3M 575K 48
Beautiful Rose. Cerita klasik, tentang Sean yang jatuh cinta pada tokoh utama wanita. Lalu apa yang membuat Violet membenci mereka? Sean mencampakkan...