Shitty Black | Kuroo Tetsuroo

By alyhani

63K 4.7K 2.5K

Fanfiction by ©alyhani Kuroo Tetsuroo X Reader Haikyuu belongs to ©Haruichi Furudate sensei ... More

ⓟⓡⓞⓛⓞⓖⓤⓔ
①. ⓗⓘⓜ
②. ⓗⓔⓡ
③. ⓗⓔⓡ&ⓗⓘⓜ
④.ⓣⓗⓔⓜ
⑤.ⓟⓐⓘⓝ
7. ⓒⓗⓐⓝⓒⓔ
⑧. ⓣⓔⓛⓛ
9.ⓤⓢ
⑩. ⓗⓐⓟⓟⓘⓝⓔⓢⓢ

⑥. ⓤⓝⓔⓐⓢⓨ

4.3K 443 374
By alyhani

🕕

"It's okay. Use me however you want"

🥀

Sang petinggi perusahaan menghela napas berat nan panjang. Terdengar lesu, letih dengan segala tekanan dalam pekerjaannya. Jemarinya mengetuk cepat, menghadap layar ponsel yang baru saja ia gunakan. Telepon dari sang istri, tak lebih dari sepuluh detik panggilan tersambung. Tanpa ia mendengar suara sang istri.

Sebelah tangannya memijat pelipis, alisnya bertaut tak suka. Tak suka dengan segala keadaan yang tengah menimpa dirinya dan rumah tangganya. 'Apa aku terlalu kejam?' ujarnya dalam hati.

Beberapa kali wanita itu menelpon sejak siang. Tak satupun ia terima karena rapat tengah berlangsung. Seberkas rasa 'ingin' menyelimuti hati. Menelpon balik sang kekasih dengan rasa gelisah tak menentu.

Namun gengsinya terlalu besar. Tak sekali pun ia pernah menelpon sang istri lebih dulu jika bukan karena urusan makan malam dengan keluarga, hal mendesak, dan segala hal yang berguna untuk memperbaiki citranya.

"Kuroo-san." Suara mendayu itu datang lagi. Derap langkah dalam high-hels merah jambu mendekati meja sang Pemimipin. Tangannya terulur menuju dada Tetsuroo, memainkan dasi yang menggantung di sana. "Lagi-lagi dasi Anda tak terpasang dengan benar. Apa istri Anda tak melakukan tugasnya dengan baik?"

Tetsuroo tak mengalihkan pandang, fokus pada monitor di hadapanya sembari menggeser laman ke atas dan ke bawah. "Ia tidur terlalu lelap. Tidak tega aku membangunkannya."

Seulas senyum miring tercipta menghiasi wajah. Bibir merahnya mendekat, membisikkan suaranya di telinga pria yang telah beristri. "Em... Bukankah Anda yang sengaja berangkat terlalu pagi? Kembali ke rumah pukul dua pagi dan tiba-tiba sudah ada di kantor lagi empat jam setelahnya. Setidaknyaman itukah di kediaman Anda sendiri?"

Sekali lagi Tetsuroo menghela napas. Mendorong tubuh mungil sekretaris itu ke atas meja kerjanya. "Shiraishi, sepertinya kau sudah bertindak di luar kuasamu." Jemari Tetsuroo yang kuat membelai garis rahang wanita itu. "Aku sudah beristri, pun dirimu yang sudah bersuami," lanjut Tetsuroo.

Mata Shiraishi mengerjap genit, tampak binar yang mengisyaratkan dirinya haus akan sentuhan. "Tak masalah, kan? Saya hanya ingin sentuhan Anda, Kuroo-san. Bukan perasaan cinta atau semacamnya."

Kuroo melayangkan tatapan datar. Wajahnya kian mendekat, menempatkannya di bahu sekretaris yang telah membantunya satu tahun belakangan. Tangannya pun meraih puncak kepala si wanita. Lantas bicara dengan nada rendah.

"Mana mungkin aku menyentuh wanita lain selain istriku?" kata Tetsuroo yang membuat Shiraishi bergerak tak nyaman.

"Bukankah Anda menikahinya karena suatu tuntutan? Itu bukan yang benar-benar Anda inginkan, Kuroo-san. Jadi, sentuhlah aku, seakan-akan akulah wanita yang benar-benar Anda inginkan." Shiraishi mengalungkan kedua tangannya di leher Tetsuroo. Sejenak posisi mereka tak berubah.

Tetsuroo hanya melirik sinis. "Jika hanya begitu, istriku yang terbaik," Tetsuroo menjeda sebentar, "lagipula aku mulai menginginkannya."

Lelaki itu menggenggam tangannya yang ada di puncak kepala Shrasihi, membuat beberapa helai tertarik, mengakibatkan rasa sakit pada si wanita. "Ahn~ Kuroo-san, jangan jambak rambutku..."

Senyum miringnya yang penuh akan godaan kembali terkulum. "Karena dia hanya pernah 'dimasuki' olehku. Mana mungkin aku mau 'memasuki' liang yang telah terjamah lelaki lain?"

Tetsuroo bangkit, masih menjambak rambut sekretarisnya dengan tatapan dingin dan tajam. "Betapa menyedihkannya Tuan Shiraishi. Bagaimana respon lelaki baik itu ketika mengetahui kelakuan istrinya di luar pengawasannya, ya?"

🥀

Shiraishi mundur. Dia merasa tak memiliki wajah di hadapan Tetsuroo. Ia undur diri, sekaligus menyampaikan ijin cuti untuk dua hari ke depan. Tetsuroo mengijinkannya, toh, posisi wanita itu akan segera tergantikan oleh orang lain.

Ia tak butuh wanita jalang dalam membangun perusahaannya.

Lelaki itu duduk menghadap monitor, lagi. Memeriksa beberapa dokumen sebelum menyadari malam telah mencapai dua pertiganya. Pukul dua malam, sedikit ia berbenah sebelum meninggalkan ruang kerja.

Dikemudikannya mobil sedan mewah memecah keheningan malam. Jalanan Tokyo yang gemerlap kapanpun itu, lumayan sepi malam ini. Rasa kantuknya pun sudah datang, setelah ia menahannya dengan tiga kopi kaleng.

Di sana ia berandai, makan malam apa yang telah tersaji untuknya? Ekspresi macam apa yang akan ia lihat dari wajah istrinya? Dan apakah semua ini akan menimbulkan kesalahpadaham dalam hati [Name], tentang dirinya yang selalu pulang larut?

Seketika ia menggelengkan kepala. Membuka mata lebar-lebar, menghadapi jalan tol yang lurus dan mulus. 'Apa yang salah denganku? Kenapa hari ini aku kepikiran [Name] terus? Apa terjadi sesuatu?'

Intuisinya tidaklah salah.

Bercak kecoklatan ia dapati setelah turun dari mobilnya. Saat ia dorong pintu utama, itu berderit pelan, tak terkunci dengan suasana yang begitu sunyi. Jejak kecoklatan itu masih berlanjut, hingga Tetsuroo menemukan genangan besar yang telah mengering di dekat tangga. Saat Tetsuroo mendongak pun, jejak itu masih berlanjut.

"Apa-apaan ini?" Dalam hatinya terasa rasa takut yang begitu besar. Segala pikiran buruk menyergapnya tanpa ampun.

Tak lama derap langkah terdengar. Menggema di sesisi ruang, napas yang terengah-engah pun memenuhi udara. "Kau tahu itu apa, kan?" Seseorang tiba-tiba bersuara. Seorang lelaki dalam balutan jaket tebalnya.

Tetsuroo menoleh seketika. Manik jelaganya membelalak, dengan pupil mengecil, seakan ia tahu apa yang baru saja terjadi.

"Istrimu mengalami pendarahan." Satu fakta lelaki itu ucapkan, membuat Tetsuroo terkejut bukan main. "Ia terjatuh dari tangga. Lantas kembali ke kamarnya untuk menelponmu." Kegeraman amat kentara dalam bicaranya. Tangannya pun mengepal, membentuk sebuah bogem yang begitu kuat dengan tulang-tulang kecilnya.

Kenma melangkah lebih dekat ke arah Tetsuroo. B U A K ! Satu bogem mentah ia lepaskan, menyisakan jejak kemerahan di pipi kawannya. Tak henti di situ, ia memberi pukulan di sisi wajah yang berbeda, di perutnya, di pinggulnya. Di mana pun. Di mana pun untuk melampiaskan rasa kesal dan rasa kecewanya.

Tetsuroo tak membalas. Kalut dalam rasa takutnya.

"Bisa-bisanya kau mengabaikan istrimu!" Kenma berteriak, belum berhenti memukuli Tetsuroo, meski ia kelelahan setelah ngebut habis-habisan di jalan raya dari rumah sakit. "Istrimu hamil pun kau tak tahu! Lelaki macam apa kau!"

Kenma meraih kerah Tetsuroo, memaksa lelaki itu menatap netra keemasan yang dilanda amarah. "Kau anggap apa dia!? Budak sexmu!? Wanita yang kau rasa pantas untuk menanggung semua rasa sakit!? Wanita yang kau tahu akan selalu bersabar menghadapi emosi dan keegoisanmu!? Apa hah!? Kau memperlakukannya seperti sampah, Tetsu Goblok!"

Tetsuroo bergeming. Manik jelaganya bergetar, tanpa emosi, kosong melompong. Rasa bersalah menghujani diri. Namun itu tak berarti apa-apa. Fakta [Name] terjatuh dan terluka, keselamatan bayi dalam kandungannya pun dipertaruhkan. Semua itu tak akan berubah hanya dengan penyesalan.

Tetsuroo duduk menunduk, masih dengan tatapan kosongnya yang mengerikan.

Kenma juga jatuh terduduk. Membiarkan rambut-rambutnya jatuh menutupi wajah. "Apa yang membuatmu tega menyakiti wanita sebaik [Name]?" Pertanyaan itu tak terbalas.

"Bukankah dia sudah berusaha sebaik mungkin untuk menggantikan posisi Shimizu-san dalam hatimu?" Penyataan itu tak terbalas.

"Apa segitu sulitnya memperhatikan [Name], terlebih ketika gejala kehamilan yang aneh terus saja bermunculan padanya?" Pernyataan yang begitu menyayat hati.

"Kau membuang satu anugrah terbesarmu." Kenma membuang pandang, menghadap potret diri Tetsuroo dan [Name] di hari pernikahan keduanya. "Dicintai oleh wanita yang begitu baik."

🥀

Wanita itu cukup tahu apa yang menimpanya malam lepas. Bersiap bertemu klien, namun nyatanya ia harus menghadapi kenyataan pahit ini.

Perlahan ia usap perut ratanya, besar harapannya kehidupan yang ia jaga selama dua minggu ini baik-baik saja. Namun besar pula kekhawatirannya akan rasa kehilangan.

Selama hampir dua tahun, Tetsuroo menolak melepas hasrat itu di dalam tubuh [Name]. Pernah beberapa kali ia melakukannya, namun tak di masa subur. Itu mengapa ia belum juga hamil meski usia pernikahan mereka sudah cukup lama. Dan setelah ia mendapat kesempatan itu, entah akan terlewat dengan penyesalan atau kebahagiaan.

Pintu ruangannya berdderit terbuka. Menampilkan seseorang yang sangat tidak ingin untuk ia lihat saat ini.

"[Name]," panggil lelaki itu ketika mendudukkan diri di kursi sebelah ranjang [Name] berbaring. "Maaf aku baru datang sekarang."

Bisa wanita itu tahu, pakaian suaminya begitu berantakan. Ia berani bertaruh, sekalipun suaminya puang, ia tak mengganti pakaiannya.

Tangan Tetsuroo terangkat, membalut sebelah tangan [Name], dengan harapan kosong.

S R A T ! [Name] memalingkan wajah, menghindari kontak fisik dengan Tetsuroo. Memilih menghadap dinding jingga yang menghiasi kamar rawat inapnya. "Tak apa. Dua minggu ini kita juga tak bertegur sapa, kan? Bukan masalah jika baru menemuiku sekarang."

Tetsuroo tak dapat protes. Ia tahu ini salahnya. Entah apa yang membuatnya begitu merasa bersalah pada sang istri, padahal sebelumnya ia benar-benar tak peduli.

"Kenapa tidak cerita kalau kau hamil?" Tanya Tetsuroo akhirnya.

"Di mana dokter yang merawatku? Apa saja yang beliau katakan selama aku tak sadarkan diri?" Tanpa menjawab pertanyaan Tetsuroo, [Name] sibuk menahan isaknya.

Tuan Kuroo hanya bisa menjawab, "Beliau bilang kau dan bayimu baik-baik saja. Jangan pikirkan hal-hal yang membebanimu, agar kondisimu cepat membaik."

Mendengarnya membuat [Name] menghela napas lega. Dan ia pikir, sekarang adalah saat yang tepat untuk mulai bercerita. "Tadi kau bertanya, kenapa aku tidak menceritakan kehamilanku?"

Tetsuroo cukup terkejut ketika mendengarnya. Ia hanya berdeham, tanpa menuntut lebih.

Tak lama terdengar suara tawa, tawa kecil yang Tetsuroo dengar dari arah [Name]. "Kau menghindariku selama dua minggu, tepat setelah kedatangan Keiji, tepat setelah kau tahu bahwa kami tanpa sengaja bertemu. Seperti apapun aku menjelaskannya padamu, kau tak mau mendengar, tetap mengecapku selingkuh dan dengan tak tahu dirinya menyuruhku benar-benar selingkuh."

'Ah... Ya... Aku ingat itu...' ujar Tetsuroo ketika kenangan itu terputar dalam benaknya.

[Name] menarik napas dalam-dalam, sebelum menghembuskannya dengan setitik air mata di pipi. "Dan bagaimana jika aku memberitahumu bahwa aku hamil? Bukankah kau akan bilang bahwa anak ini adalah anakku dengan Keiji? Bukankah kau tak akan mengakui keberadaannya?"

D E G ! Dentuman yang begitu besar mendobrak pintu hati Tetsuroo. 'Ja--jadi itu yang [Name] pikirkan!?'

"Dan sekarang aku tak tahu apa yang telah menyihirmu. Kau datang dengan tenang, memasang ekspresi menyesal, menanyakan sebuah kebenaran dari seseorang yang tak pernah kau anggap lebih. Semua itu seakan-akan meruntuhkan seluruh ekspektasiku!" Nada suaranya meninggi, air matanya mengalir, dengan tetap menghindari tatapan sang suami.

Tetsuroo terduduk tegap, kaku. Mendengar semua isi hati sang istri yang tak pernah ia jamah dengan hati nularinya. 'Selama ini... Aku hanya menyentuh tubuhnya dengan tubuhku... Tak sekalipun aku pernah menyentuhnya dengan hatiku.'

"Kau tak ragu untuk pulang larut dan berangkat sebelum aku terbangun. Setidaknya bisakah kau mengabariku tentang makan malammu? Tentang kau tidur di mana? Dan dengan siapa kau tidur?" [Name] melanjutkan perkataannya.

J L E B ! Mendengar satu kalimat terakhir membuat Tetsuroo bangkit, melihat istrinya dengan gelengan kepala berulang kali. "Tidak!" teriakannya tersirat rasa panik. "Aku tidak tidur dengan siapapun! Aku tak menyentuh siapapun! Hanya kau, hanya kau yang pernah melalui malam bersamaku!"

[Name] tertawa kencang. Terbahak hingga air matanya menetes, bukan karena sedih, namun karena semua ini terasa begitu lucu baginya. Ia tertawa. Tertawa, tak memedulikan bagaimana pandangan Tetsuroo terhadapnya.

"Jangan melucu!" Meski [Name] berteriak, tawanya belum terhenti. "Kau sangat hebat dalam melayaniku. Dan setiap kita melakukannya aku merasa gejolak yang begitu luar biasa! Tidak mungkin, kan, kau bisa menahannya? Dua minggu, Tetsuroo! Dua minggu kita tak berhubungan tubuh! Jangan berusaha menyenangkanku, aku sudah terbiasa dengan kekejamanmu."

Kali ini, pertama kalinya [Name] bisa mengungkapkan apa yang ada di hatinya. Menjelek-jelekkan Tetsuroo yang terbungkus dalam kalimat apiknya. Menyumpah serapah dalam hati. Sesuatu yang tak pernah bisa ia lakukan sebelumnya. Kali ini ia merasa bebas. Ia merasa lega.

[Name] tersenyum. Senyum yang mengisyaratkan semua baik-baik saja. Senyum yang memaafkan dalam dendam. Senyum yang menunjukkan bahwa kekecewaannya sudah terpupuk sedemikian lama, hingga ia tak terkejut sama sekali.

"Tak apa, gunakan aku sesukamu, Tetsuroo."

🥀

[200209]

Continue Reading

You'll Also Like

80.5K 10.5K 112
This is just fanfiction, don't hate me! This is short story! Happy reading💜
35.9K 3.4K 20
Plak!!! Lisa terdiam merasakan panas di pipinya, saat kekasihnya yang dia cintai menamparnya. Hatinya terasa begitu sakit. Apalagi, dia melihat sang...
87K 10.5K 34
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...
200K 31K 56
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...