New World [REVISI]

By Fajari0305

102K 8.3K 317

Sequel Ventiones Academy **** Sebenarnya tidak ada yang aneh di hidupku. Hidupku berjalan seperti remaja usia... More

Pengumuman
Prolog
1. Perisai?
2. Lelaki Sialan
3. Monster Es?
4. Bisikan?
5. Siapa Yang Datang?
6. Penentuan Kelas
7. Kelas Macam Apa Ini?
8. Perubahan Apa Lagi?
9. Perubahan Selanjutnya
10. Kebahagiaan Bersama
11. Rambut Palsu?
12. Mengendalikan
13. Perpustakaan
14. Kilasan Masa Lalu?
15. Tidak Ada Perubahan Lagi?
16. Magnet
18. Bule Kesasar
19. Suka?
20. Frustasi
21. Bakat
22. Benda Kecil
23. Belajar
24. Di Mana?
25. Perpisahan
26. Monster Jelek
27. Siapa Mereka?
28. Mimpi Buruk
29. Sekarat?
30. Kaki Tangan
31. Terjatuh
Epilog

17. Bintang Aquarius

2.7K 237 14
By Fajari0305

Aku merasakan sinar matahari yang entah melewati mana. Aku membuka mataku perlahan. Benar saja, sinar matahari itu langsung menyambutku disertai hawa hangatnya.

Lalu aku menutup mataku lagi. Ternyata, mataku tak sanggup menampung cahayanya. Butuh waktu yang lama juga agar mataku terbiasa dengan sinarnya yang tiba-tiba datang begitu.

"Kau sudah bangun?"

Baiklah, sepertinya selain mataku yang membutuhkan proses untuk terbuka, sekarang pendengaranku juga memerlukan proses agar bisa mendengar dengan baik.

"Sepertinya dia sudah bangun."

"Tapi matanya masih terpejam begitu."

"Hah? Apakah dia mati?!"

"Hush! Tidak mungkin!"

"Tapi dia sudah lama tidak sadarkan diri."

"Lihat, perutnya masih naik turun begitu. Artinya dia masih bernafas."

"Oh ya? Begitukah cara manusia bernafas?"

"Aku membacanya di buku, ya begitu."

Apa ini, heh?! Kenapa mereka berisik sekali?! Tidak bisakah mereka berpikir untuk terdiam sebentar saja? Tidak tahukah mereka ada orang yang sedang ingin tidur di sini, heh?!

"Kenapa ya cara manusia bernafas berbeda dengan kita?"

"Mereka menghirup oksigen. Sedangkan kita bukan menghirup oksigen."

"Arrgghhh," rintihku dengan kesal sambil mencoba menutup telingaku.

"Eh?"

"Ha?"

"Kau sudah sadar, Nona?"

"Sepertinya dia gila."

Terkutuklah pada orang yang mengatakan aku gila.

"Tidak. Dia tidak gila, Torty."

"Ah, aku yakin dia gila, Senior."

"ARRGHHH ...." Aku langsung bangun dalam sekali sentakan. Kalian tahu rasanya? Sakit sekali. Tulangku yang tadinya utuh, kini rasanya telah hancur semuanya. Kepalaku bahkan langsung pusing dalam sekejap. Aku memegangi kepalaku, dan memejamkan mataku mencoba menahan pusingnya.

"Apa kau baik-baik saja, Nona? Apa ada yang sakit?"

"Tidak, aku tidak baik-baik saja. Ya, kurasa pendengaranku sangat sakit di sini. Baru saja sadar, aku langsung disambut oleh suara-suara yang sangat menyebalkan," jawabku.

"Apa?! Suara menyebalkan kau bilang?!"

"Ya, yang itu. Itu suara yang sangat-sangat menyebalkan," tuturku jujur.

"Aisshh!"

Entah bagaimana, tiba-tiba aku dapat merasakan seseorang menyentuh pucuk kepalaku, mengelusnya perlahan. Entah apa yang dilakukannya, tapi itu membuat pusing di kepalaku sedikit mereda.

Dia pun menarik tangannya kembali. "Bagaimana, Nona? Apakah sudah mendingan?"

Aku membuka mataku perlahan. Melihat dua lelaki asing yang berada di samping ranjang yang kutiduri ini. Aku mengangguk pelan sebagai jawaban.

"Tapi ...." Aku menjeda sebentar, "bisakah singkirkan suara menyebalkan tadi? Dia mengataiku gila seolah dia sendiri tidak gila saja," lanjutku sambil menatap mereka berdua dengan sinis.

"Apa katamu?! Kau yang gila! Lagi pula, orang waras mana, sih yang sudah tidur sampai seminggu, heh?!" tutur salah satu lelaki asing itu.

Lelaki asing dengan ujung telinga yang runcing, hidung yang mancung, kulitnya yang sangat putih bersih, memiliki mata bulat dengan iris berwarna emas, alis yang tebal, serta rambutnya yang hitam pekat.

Oh, jangan lupakan bibirnya yang berwarna merah muda dan sangat kecil itu. Dia benar-benar terlihat seperti bocah laki-laki daripada seumuran lelaki dewasa atau remaja sepertiku.

"Berkediplah!"

Sial!

Aku ketahuan. Hei, aku bukannya ingin modus atau bagaimana, tapi ini pertama kalinya bagiku melihat wajah seperti ini. Jadi wajar, dong kalau aku memperhatikannya terus. Manusia mana yang iris matanya berwarna emas, heh?

Kalau diperhatikan lagi, pupilnya juga bukan berwarna hitam. Tetapi abu-abu. Kan aneh dilihatnya. Manusia langka yang memiliki mata seperti itu. Atau ... dia bukan manusia?

"Aku tau aku tampan. Tapi jangan menyiksa matamu untuk tak berkedip seperti itu."

Apa?

Dia kege'eran sekali. Dia pikir aku tertarik padanya, eh? Mustahil sekali.

"Ck! Ge'er!" decakku kesal.

"Apa? E'er? Apa itu E'er?"

Ya, kuakui dia memang GANTENG. GANgguan TEliNGa. Aku bilang ge'er malah jadinya e'er. Kan nggak nyambung.

"Apa nggak bisa lo bawa makhluk ini pergi, huh?" tanyaku pada sosok di sebelahnya yang kelihatan jauh lebih normal dan dewasa.

"Siapa yang kau sebut makhluk, hah?! Aku memiliki nama!" kesal lelaki itu, "namaku Torty," lanjutnya.

"Iya aku tau. Tori dalam bahasa Korea kan artinya batu. Berarti lo itu batu. Dapet kutukan dari siapa lo jadi batu?"

"Ck! Kamu budeg  atau bagaimana, sih?"

Lah? Bukannya seharusnya yang berkata begitu itu aku? Kenapa jadi sebaliknya?

"Namaku itu Torty! Te-o-er-te-ye! Dibaca Torty! Bukan Tori! Apa aku harus mengajarimu cara mengeja huruf dengan benar, heh?"

Aku memalingkan wajahku tak peduli. Siapa suruh namanya aneh-aneh begitu? Tanggung sekali tinggal dipanggil Tori aja sekalian. Atau batu juga nggak apa-apa. Biar ketauan kalau dia anak durhaka.

"Torty, sudahlah. Dia, kan dari bumi, wajar tidak tahu namamu. Tidak perlu diperpanjang seperti ini."

Ha?

"Tapi dia membuatku kesal, Senior! Kalau berada di bumi, aku pasti sudah melaporkannya ke hukum dan membiarkannya disandra di sana selamanya. Bahkan kalau sampai dihukum mati juga tidak apa-apa. Justru aku bahagia."

Eh?

"Dan sayangnya ini bukan di bumi, Torty!"

He?

"Ck!" Aku berdecak kesal.

"Hm?"

"Ha?"

Mereka berdua kompak menoleh padaku dan menatapku dengan penuh tanda tanya. Ya, kecuali yang bernama Torty itu. Dia hanya menatapku sekilas, lalu memalingkan wajahnya lagi. Cih! Sok jual mahal sekali dia.

"Aku di mana?" tanyaku.

Karena keasyikan bertengkar dengan Torty, aku sampai lupa menanyakan keberadaanku. Kuakui ini sepertinya bukan bumi. Aku sudah melihatnya dari dekorasi kamar ini.

Kamar ini memiliki dekorasi seperti berada di tengah hujan. Plafonnya yang bergambar seperti awan yang sedang mendung, dindingnya yang bergambar seperti rintikan hujan yang lebar di tengah kota. Rasanya itu seperti benar-benar berada di tengah kota yang sedang hujan.

Kuakui manusia memang bisa saja membuat hal seperti ini pada kamarnya. Tapi yang menjadi lebih istimewa pada ruangan ini adalah aroma hujan yang seperti hujan sungguhan.

"Selamat datang di Bintang Aquarius!" ucap lelaki di samping Torty. Aku tidak tahu siapa nama lelaki ini, tapi karena si Torty terus menyebutnya 'Senior' mungkin aku akan memanggilnya begitu.

Sekarang, aku ternganga tak percaya. Aku sungguhan ada di Bintang? Bintang Aquarius? Kalau begitu, apakah benda angkasa seperti komet dan asteroid itu bisa ditinggali?

"Kau ingin melihat ini hujan sungguhan? Kami bisa melakukannya," tawar Senior.

"Aku yakin, sih ingin. Di bumi kan mana ada hal seperti ini," cibir Torty.

Aku langsung melirik tajam pada Torty. Dia sepertinya memiliki dendam yang sangat-sangat membara untuk diriku. Hei, harusnya aku yang memiliki dendam itu! Kenapa jadi sebaliknya?

"Baiklah," jawab Senior sambil menjentikkan jarinya.

Seketika, dinding yang berada di kamar ini semuanya terasa bergerak. Hujan bahkan seperti benar-benar terjatuh dari atasku. Aku mendongak, melihat hujan benar-benar datang dari atasku. Namun, aku tak merasakan apa pun. Sungguh, aku tak merasa basah sedikit pun!

"Ini adalah hasil dari teknologi Bintang Aquarius. Bagus sekali, bukan?" ucap Torty dengan angkuh.

Cih! Menyebalkan!

"Apa ini semacam ... sihir?" lirihku.

"Sihir?" tanya Senior sambil menggelengkan kepalanya, "di sini tidak boleh memakai sihir."

Hng?

"Lalu ... bagaimana bisa kalian membuat ini?" tanyaku lagi.

"Mudah saja. Para ilmuan tinggal menggabungkan sample air hujan sungguhan, dan aromanya yang berasal dari tanah. Lalu membuatnya seperti menjadi lima dimensi," jelas Senior.

Aku ternganga lebar. Baiklah, mungkin aku bukan seperti Ali Tereliye yang akan dengan mudah memahami hal-hal berbau teknologi seperti ini. Aku juga bukan Raib dan Seli yang mengunjungi planet-planet yang canggih seperti Bulan, Matahari, ataupun Bintang.

Tapi ... aku seperti merasakan apa yang mereka rasakan. Apakah seharusnya mereka yang berada di sini? Apakah posisiku tertukar oleh mereka?

"Lihat? Percuma saja menjelaskannya, Senior. Kau membuatnya terlihat seperti orang bodoh begitu."

Jangan tanyakan padaku suara siapa itu. Biar kutanya, siapa lagi yang memiliki dendam padaku seperti itu kecuali si Torty, heh? Aku langsung melirik tajam padanya. Aku sangat berharap kalau mataku mampu mengeluarkan laser apa pun itu demi menghancurkan makhluk bernama Torty ini.

"Apa kau ingin berkeliling, Nona?" tawar Senior mengabaikan Torty.

Diam-diam aku tersenyum puas padanya. Tapi karena kondisiku seperti habis bertempur dan terjaduh dari ketinggian seribu lima ratus kilometer di atas permukaan air laut, membuat tubuhku terasa sangat sakit.

"Ah, kenapa aku bisa di sini?" tanyaku.

"Karen—"

"Kau tidak tahu alasanmu kemari, heh? Cih! Bodoh sekali!"

Beruntung sekali aku sedang tidak datang bulan saat ini. Kalau iya, aku akan segera mencekik dan membunuhnya sekadang juga. Toh, aku bukan berada di bumi sekarang. Jadi bebas ingin membunuh siapapun.

"Karena Putri Ellina yang sudah membawamu kemari," jawab Senior sambil menatapku.

Aku tertawa dalam hati. Seenaknya saja dia menyeretku ke tempat asing seperti ini. Awas saja, lain kali biar aku yang melakukan itu padanya!

"Ngomong-ngomong, siapa namamu, Nona?" tanya Senior.

"Fia, namaku Fia. Dan jangan memanggilku 'Nona'. Aku tidak setua itu jika kau ingin tau," jawabku.

"Dan sayangnya aku tidak ingin tau."

"Heh! Mau lo apa, sih?! Lo mau gue bunuh, hah?!" Aku langsung beringsut maju untuk mencekiknya saat ini juga. Sayangnya, langkahku langsung terhenti karena tubuh kecilku langsung menubruk tubuh Senior.

"Ayo siapa tahut?!" tantang balik Torty. Sial sekali. Padahal kami sudah ingin saling serang malah dihalangi oleh Senior. Kan menyebalkan!

"Mau ke ruang tamu? Hujan di sana lebih menyenangkan," tawar Senior padaku sambil melerai kami.

Aku melirik tajam pada Torty dan begitu pun sebaliknya. "Baiklah, mungkin akan lebih baik begitu," jawabku akhirnya.

Senior pun berjalan keluar lalu membuka knop pintu. Ketika dibuka, muncul sosok lelaki beriris biru di depannya sambil menatapnya dengan tatapan datar. Tanpa sadar, tatapanku bertemu pada tatapannya. Kami beradu pandang.

Entahlah, rasanya jantungku seperti berdetak dengan cepat saat ini. Aku bisa merasakan perasaan lega, bersyukur, atau apa pun itu sekarang. Rasanya beban-beban yang kutampung kemarin langsung menghilang dalam sekejap.

Kulihat dia tersenyum tipis sambil menatapku. Sedangkan aku masih terpaku pada iris biru langitnya itu.

"Asha, apa kabar?"

Seketika, aku seperti ingin pingsan saat ini juga. Hatiku seolah sudah hancur berkeping-keping hanya tiga kata itu. Tiga kata yang sudah membuat hatiku berantakan. Tiga kata yang sudah membuat pikiranku kacau. Tiga kata yang sudah membuat kupu-kupu terasa beterbangan di dalam perutku.

Hanya tiga kata, tapi perubahannya sangatlah besar padaku. Perubahannya berefek sangat besar padaku. Perubahannya, bisa membuatku gila.

Apa ini?

Apa namanya ini?

Apakah ini rasanya jatuh cinta?

Atau ... jatuh masuk ke dalam lubang yang tak berujung?

Aku tidak tahu.

Yang pasti, ini terasa menyenangkan.

Aku berharap, selamanya akan begitu.

****

Hola gaess ....

Akhirnya aku bisa update ya. Tau gak sih? Sebenernya part ini udah aku buat pas sehari sebelum TO tiba. Tapi karena masih butuh banyak revisi, jadi aku tunda dulu publishnya.

Akhirnya jadilah bisa aku publish sekarang. Ya memang lama, sih. Tapi mau gimana lagi? Aku udah kelas sembilan, harus mempergunakan waktu dengan benar. Apalagi sebentar lagi uprak mau dimulai:)

Belum lagi TO 4, simulasi, dll. Aisshh pusingnya hidup:) Padahal aku berharap jamannya angkatan aku itu UN udah dihilangkan. Nyatanya, malah menjadi yang terakhir kalinya UN.

Malangnya nasibku~

Eh, udah dulu ya. Nantikan di part selanjutnya ....

Dadah~

See you all~

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 362K 96
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
111K 10.5K 39
SUDAH TERSEDIA VERSI CETAK! - FOLLOW SEBELUM BACA! DON'T COPY MY STORY! Terima kasih 💕 • 05 Februari 2021, rank #1 Academy • 11 Februari 2021, rank...
67.1K 3.3K 26
Mereka selalu menjauhiku dan Aku selalu dikatakan 'aneh'. Aku tau orang-orang selalu bilang begitu kepada ku Padahal mereka tidak tau sebenarnya. Ses...
1.2M 106K 52
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...