Merah : Kursi Belakang [Tamat]

By cettagama

111K 12.5K 781

Kelas IX⁴ punya banyak kursi, semuanya di pakai siswa untuk belajar. Namun tidak dengan kursi yang ada di sud... More

Tokoh
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33

Bab 4

3.7K 430 28
By cettagama

Hari ini sekolah di liburkan, para guru berziarah ke makam Pak Anto yang di kuburkan di kampung halamannya yang sangat jauh dari sini.

"Hmm, viral sampai ke TV ya," gumamku.

"Bu, aku berbicara langsung dengan hantu yang membunuhnya," ujarku pada Ibuku yang ikut menonton televisi bersamaku.

"Ah masa iya," balas Ibuku sambil meneguk teh hangatnya.

"Iya bu, namanya Merah, berambut panjang berantakan, mulutnya robek, dan wajahnya hancur," jelasku.

Ibu hanya terdiam, beliau berhenti meneguk tehnya.

"Kamu gak boleh menemui dia lagi, ibu gak mau kamu bernasib sama dengan teman dan gurumu itu," ujar Ibu tampak serius.

Aku hanya mengangguk.

======================

Esok harinya...

"Bisakah adek mendeskripsikan hantu itu?" Tanya salah satu reporter.

"I-iya, namanya Merah, berambut panjang berantakan, mulutnya sobek, wajahnya hancur, berpakaian lusuh panjang hingga mata kaki," jelasku.

"Lalu, apa yang adek lihat saat Merah membunuh korban?" Tanya reporter yang lainnya.

"Merah menyekik beliau, merobek mulutnya dengan kuku panjangnya hingga ke bola mat--" ucapan ku terpotong saat melihat Merah menatap ku dari belakang para Reporter dengan tatapan mematikan.

"Akkhhhh!!" Jerit Merah.

Para reporter juga mendengarnya, namun saat kamera di hadapkan pada Merah, dia menghilang.

Sesi wawancara berakhir, tiap reporter dari channel TV yang berbeda menyampaikan informasi ke studio.

Aku di bolehkan kembali kelas, berjalan pelan penuh ketakutan, Merah marah karena aku membicarakan soalnya.

"Wah, masuk TV," ujar Adhian saat aku masuk kedalam kelas.

"Ah biasa aja kali," balasku.

"Bu Indah mana?" Tanyaku pada Verisa.

"Belum datang kayaknya," balas Verisa.

Seperti biasa, kami mengisi waktu kosong dengan bermain-main, tak sama dengan kelas unggul itu yang selalu belajar berkelompok. Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya, datang bersama petir yang memekakkan telinga.

Bruk! Bruk! Bruk!

Semua pintu dan jendela tertutup sendiri.

"Perasaan gak ada angin," ujar Devan.

"Betul, aku juga tak merasakan ada angin kencang," sahut Adhian berusaha untuk akrab kembali setelah perkelahian kemarin.

Bruk!

Papan tulis kami terjatuh. Para cewek berteriak ketakutan.

"Tenang tenang," ujar Devan selaku ketua kelas.

Aku melihat ke sekeliling, semua orang tampak panik, kecuali seorang gadis yang duduk di kursinya Radith.
Maksud ku, Merah!!

"Merah! Apa yang kau lakukan?!" Bentakku.

"Menjeritlah semuanya, hiburlah aku," ujar Merah.

Semua orang menatap Merah, seisi kelas semakin ribut. Semuanya mendorong-dorong pintu, namun gagal. Meskipun di dobrak.

Merah mendekati sekelompok siswa yang mengerumuni pintu. Aku masih duduk saat Merah jalan di dekatku.

"Kamu ngapain sih!" Adhian menarikku menjauh dari Merah.

"Jongkoklah," bisik Adhian.

Aku dan Adhian jongkok di balik meja di sudut kiri ruangan.

"Kayaknya dia tidak bisa melihat kita saat duduk diam di kursi," bisikku.

"Biar ku coba," balas Adhian.

Adhian duduk di kursi sudut kiri belakang ruangan.

"Merah!!" Soraknya.

Merah kebingungan, berusaha mencari sumber suara.

Adhian bergerak dikit.

Merah langsung meliriknya.

"Aku paham," gumam Adhian.

"Semuanya duduk di kursi!" Sorak Adhian.

Semuanya berlarian, duduk di kursi yang jauh dari Merah. Paling belakang. Alex si cepat mendapatkan kursi ujung kanan belakang.

"Bagus!" ujar Merah.

Merah berlari ke arah Alex yang terdiam di atas kursi Radith. Menyekiknya dan membawanya keluar. Alex menggantung di depan pagar pembatas tingkat dua.

"Hentikan!!!" Sorak Devan.

Merah melepaskan cekikkannya, Alex menjerit dan mendarat di bawah. Tak lama kemudian darah muncul dari kepalanya. Tubuhnya kejang dan perlahan-lahan berhenti bergerak dan..... Bernafas.

Devan berlari kencang ke bawah menemui sahabatnya itu.

"Lex!!" Sorak Devan panik.

Devan berlari kencang di tangga, lalu dia terjatuh di tangga. Kakinya terkilir, Devan bangkit dan berlari pincang menuju jasad sahabatnya yang mengenaskan. Siswa 9.1, 9.2 dan 9.3 tak menyadari ada Alex yang malang di depan kelas mereka, semua pintunya ditutup.

Devan tersungkur, kakinya begitu sakit. Dia merangkak menuju Alex. Tak lama kemudian Adhian dan Aku datang menghampiri Devan dan Alex.

Devan hanya terlelap di atas tanah setelah dia sadar sahabatnya sudah tak bernafas lagi.

"Sabar ya Devan," ujar Adhian sambil menepuk-nepuk punggung Devan pelan.

Devan mengadah ke arah kelas kami. Merah sudah tak ada lagi, dia menghilang.

"Iblis sialan!!!" Raung Devan sambil mengepalkan kedua tangannya.

Tak lama kemudian Devan memukul tanah dengan tangan kanannya kencang.

"Ayo ke UKS, biar aku obati luka terkilir mu," ujarku.

"Tak perlu," balas Devan.

"Tapi kan itu sakit," ujarku.

"Tidak, biarkan aku disini, tinggalkan aku," balas Devan.

Lama waktu berjalan, akhirnya beberapa guru menyadari salah satu muridnya terlelap di atas tanah bergelimang darah segar yang perlahan-lahan menyerap ke tanah.

"Kenapa kamu tak bilang sama Ibuk?" Tanya Bu Indah.

Devan hanya diam.

Bu Indah menelpon ambulance. Saat Ambulance datang, Alex dibawa ke dalam kendaraan itu. Dibawa super cepat menuju rumah sakit yang tak jauh dari sini.

Devan bangkit, dia berjalan pincang menuju kelas. Di tangga dia sedikit kesulitan, namun akhirnya dia sampai di kelas.

Matanya menatap nanar ke tas biru milik Alex lalu dia menghela nafas.

"Kalau Alex tak menuruti kata mu, pasti dia tak akan seperti ini!" ujar Devan kesal.

"Aku? Aku berbicara benar, kau bisa lihat sendiri kan? Merah tak bisa melihat ku saat aku duduk diam di kursi," balas Adhian yang berdiri di belakangnya.

"Lalu? Kenapa hantu itu mengatakan 'Bagus!!' ?" Tanya Devan.

"Aku tak tahu, dia hanya mengincar Alex," balas Adhian.

"Tak tahu? Kau bilang tak tahu?!"

Adhian terdiam.

"Aku sudah muak dengan mu!" Ujar Devan sambil mengepalkan tangannya gemetar.

Adhian mundur selangkah.

Devan membalik dan menatap Adhian dengan penuh kebencian.

Aku berlari ke depan Adhian, membentangkan kanan, menghalangi Devan yang akan memukulnya.

"Awas! Biar ku balas kan nyawa Alex, nyawa di balas nyawa," Devan seperti orang hilang akal.

"Kursi itu berhantu!!!" Jerit ku gemetar.

"Semua korban pernah duduk di kursi yang sama," sambungku.

"Radith yang pertama duduk di sana, Pak Anto yang rapat private dengan guru olahraga lain di sana, dia duduk di sana, lalu-- Alex," ujarku.

Devan berjalan menuju kursinya, duduk termenung. Sepertinya sedang melahap kata-kataku dengan bijak.

"Kau benar," ujarnya.

=========

"Bisakah kau bermain denganku?" Bisik Dolly.

Woy salah cerita... Kamu di cerita sebelah.

Hehe...

Ayo yang belum baca ceritaku

"Can You Play With Me?"

Ceritanya seru banget + serem abis!!!




Continue Reading

You'll Also Like

18.1K 5.8K 24
Rupanya komunitas "SAD GHOST" tidak berakhir sampai pada ke-empat saja, mereka hadir kembali pada generasi berikutnya dengan nama pemeran sad ghost y...
781K 33.5K 25
#4 - horror (29-06-18) #1 - misteri (24-06-18) Joshua Aditya Putra, murid yang senantiasa bersama dengan teman-temannya. Namun, jika dia sedang sakit...
1.4K 316 21
✎ 🖇 . . ⇢ ˗ˏˋ welcome to ˎˊ˗ ꒰ 🥀 ꒱ ╭────────────────── ✦ ╮ ✎ 𝐪𝐮𝐨𝐭𝐞𝐬 𝐢𝐧𝐢 𝐦𝐮𝐫𝐧𝐢 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐩𝐞𝐦𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢 ✎ �...
19.4K 4.4K 15
SAD GHOST 4 - Genre : Horor comedy. Princess adalah nama anak perempuan dari hasil buah cinta Kevin dan Agnes. Gadis cantik berusia 16 tahun itu, sud...