Merah : Kursi Belakang [Tamat]

بواسطة cettagama

109K 12.5K 779

Kelas IX⁴ punya banyak kursi, semuanya di pakai siswa untuk belajar. Namun tidak dengan kursi yang ada di sud... المزيد

Tokoh
Bab 1
Bab 2
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33

Bab 3

4.1K 467 45
بواسطة cettagama

Seluruh kelas IX berziarah ke pemakaman Radith. Haru biru mewarnai proses pemakaman teman kami tersebut. Setelah semua selesai kami kembali ke sekolah yang tak jauh dari pemakaman Radith.

"Sumpah, aku gak nyangka dia bisa mati dengan cara seperti itu, aku jadi takut belajar di sini," ujar Verisa dengan ekspresi tegang.

"Itu takdirnya, takdir kita juga sudah di tentukan, makanya cepat-cepat tobat gih," balasku.

Kami memasuki kelas kami untuk memulai pembelajaran. Tak lama kemudian Pak Anto datang, guru olahraga kami. Beliau meng-absen kami satu persatu.

"Baiklah, kalian boleh mengganti pakaian olahraga kalian dulu," ujar beliau.

Kami para perempuan pergi ke wc untuk ganti baju, sedangkan siswa cowok langsung mengganti baju di dalam kelas.

"Semuanya ke lapangan basket," pinta beliau.

Kami semua berkumpul di lapangan basket setelah semuanya telah mengganti pakaian.

"Ayo ikuti gerakan pemanasan bapak," ujar Pak Anto.

"Membosankan," bisikku.

Setelah selesai pemanasan, kami disuruh lari satu keliling lapangan.

"Huh, ulu hati ku sakit," keluh ku usai berhenti berlari satu keliling lapangan.

"Pemanasan nya gak betul sih," sahut Rivania yang tampak tidak kelelahan sama sekali.

"Ok, sesuai yang sudah bapak ajarkan, kalian lakukan permainan basket sesuai tekniknya, bapak ada rapat sebentar dengan guru olahraga yang lain, tolong di jaga sikapnya ya," jelas Pak Anto.

"Yes!" sorak semuanya, bahagia karena bisa bermain bebas tanpa di perhatikan Pak Anto, soalnya beliau terlalu memaksa kami untuk melakukan teknik dengan benar.

Yes, aku satu tim dengan Valentina dan Verisa, namun juga Adhian.

Pertama Dina men-dribling bola ke arah Dini, lalu Dini melakukan overhead pass ke arah Devan.

Dengan nekatnya aku menghalangi Devan untuk melewati ku.

"Kau hebat juga," ujarnya.

Aku hanya tersenyum sambil menyeka keringat di dahiku.

"Lex tangkap!" sorak Devan sambil melakukan overhead pass pada Alex yang ada di belakang ku.

Bugh...

Bola besar yang keras itu meleset dan mendarat di wajahku. Saking kencangnya pukulan Devan, tubuhku langsung tersungkur kebelakang.

"Woy! Bisa santai gak lu!" bentak Adhian sambil mendekati Devan.

Adhian mengepalkan kedua tangannya, dia tampak kesal.

Dia ngapain sih?

Bugh..

Adhian memukul pipi kanan Devan. Kemudian, Devan melakukan hal yang sama pada Adhian.

Aku yang kesakitan berusaha bangkit, tangan kiri ku memegang wajahku yang terasa perih itu, sedangkan tangan kanan ku untuk melerai mereka. Kemudian Valentina dan Verisa datang membantu ku melerai mereka.

"Udah! Udah! Kalian kenapa malah berantem sih, yang kena aja aku," ujarku.

"Hidungmu sampai mimisan begitu, masa kamu terima aja," balas Adhian dengan nafas sesak.

"Gua gak sengaja, namanya aja olahraga pasti ada kayak gitu, kalau gak mau kena bola, mending nonton aja sono!" bentak Devan menarik kerah baju Adhian kasar.

Adhian naik pitam, dia kembali mengepalkan tangannya dan bersiap mendaratkannya di wajah Devan. Namun, aku langsung ambil tindakan dengan berusaha menghentikannya, aku menggenggam lengannya.

"Lepas, biar aku kasih dia pelajaran!" ujar Adhian menoleh ke arahku dengan ekspresi yang terlihat sangat kesal.

Devan hanya tertawa dan berjalan menuju kelas, "Cih, pahlawan kesiangan."

"Ha! Pengecut!" ujar Adhian mencengkeram tangannya kuat-kuat.

"Kamu ngapain sih?" tanyaku heran.

"Kamu nya yang ngapain, udah tau luka sampe begitu, malah terima aja."

"Ngapain sampai berantem segala, yang luka aja aku."

"Wajar aku kesel kalau kamu di gituin kan?"

Aku kebingungan, Adhian kenapa sih?

Aku tatap wajah Valentina, Verisa dan cewek lain. Mereka menatap sinis padaku yang masih berdebat dengan cowok yang mereka sukai.

"Jangan di biarkan darahnya keluar, caranya gini," ujar Adhian menjepit hidungku dengan jempol dan telunjuknya sesuai prosedur pertolongan pertama.

"Duduk dulu, nunduk dikit dan rileks," ujar Adhian.

Aku terdiam, lancang sekali dia mencet hidungku tanpa rasa canggung sama sekali, emang ya kalau fakboy gada canggung-canggungnya sama cewek.

"Dah lepas," ujarku dengan suara aneh karena hidungku tertutup.

"Dah berhenti kan darahnya," ujar Adhian.

Ku melihat ke sekeliling, tampak Verisa menjatuhkan badan, palingan caper.  Ceritanya pingsan, dia ingin di tolong Adhian.

"Verisa, ngapain tidur di sini?" tanya Adhian.

"Ishh, cuek banget sih, gak jadi pingsan dah," balasnya sambil menggerutu.

Aku dan Adhian tertawa geli. Aneh itu anak.

"Sialan, kok kompak segala sih," ujarku dalam hati.

"Yaudah aku mau ke toilet, bersihin bekas darah," ujarku.

Berhubung kelasku di lantai dua sekolah, jadi aku lebih terbiasa dengan toilet yang di lantai dua.

"Akhh!!!" Aku mendengar suara seseorang kesakitan.

Aku melihat seorang gadis yang berhadapan dengan Pak Anto.

Bukan gadis biasa, melainkan gadis dengan robekan besar di mulutnya dengan wajahnya yang hancur berantakan. Rambutnya tergerai panjang tak beraturan, sebagian menutup wajah menyeramkannya. Dia tertawa bengis menatap mata Pak Anto yang penuh ketakutan.

Dia cekik Pak Anto dengan tangan kanannya, kemudian merobek-robek wajahnya, mulut Pak Anto di robek hingga ke matanya, kemudian matanya yang terbelalak seketika keluar dan menggelinding ke kakiku yang terdiam kaku di depan pintu kelas IX⁴.

Aku yang melihatnya terdiam mematung, tak bisa berbuat apa.

"Hentikan!" sorakku panik.

Gadis itu memutar kepalanya ke arahku perlahan.

"Hihihi," tawa gadis itu begitu melengking memekakkan telinga.

"Ka--mu siapa?" tanyaku reflek.

"Merah! Meskipun namaku merah aku tak suka warna merah... Kecuali merah-merah yang keluar dari tubuh manusia, hihi," balasnya dengan suara serak yang persis dengan suara Radith saat kesurupan.

"Kau yang merasuki tubuh laki-laki itu bukan?!" tanyaku sambil mengumpulkan keberanian.

"Iya, tapi bukan salahku membunuh nya, dia dan pria ini telah mengganggu ku," ujarnya sambil melepaskan Pak Anto yang berantakan itu.

"Urusan ku selesai!" ujarnya dan menghilang.

Aku mendekati Pak Anto pelan. Tanpa sengaja aku menginjak salah satu bola matanya yang menggelinding tadi, pecah. Mengeluarkan darah dan cairan aneh.

Aku menutup mulutku, berusaha menarik teriakan ku ke dalam. Aku tak pernah melihat hal seperti ini sebelumnya, rasanya seperti mau muntah.

Brukk... Terdengar suara buku-buku berjatuhan dari belakangku.

"Apa yang kau lakukan?!" tanya Bu Ranti guru olahraga kelas 7 dengan mata membelalak ketakutan.

"Bukan ak--" ucapanku terpotong.

"Kau membunuhnya!" jerit Bu Ranti.

Beliau mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor polisi dengan tangan yang bergetar hebat.

"Tunggu dulu buk!" ujarku sambil merebut hpnya.

"Ada gadis berbaju putih lusuh, berambut panjang dan bermulut robek, namanya Merah, dia hantu yang membunuh Radith dan Pak Anto," jelasku.

"Alasan macam apa itu! Kembalikan hp saya! Kau pantas di hukum mati!" bentak Bu Ranti.

Ku mohon, Merah, Muncul lah. Beri aku pembuktian.

Merah tak kunjung datang. Kenapa? Kenapa dia datang untuk membunuh saja? Oh iya, dia itu iblis, dia tak akan membantuku.

"Buk! Cek CCTV yang ada di koridor!" ujarku.

Beliau langsung berlari ke arah ruang CCTV sekolah.

Pengawas CCTV datang menemui kami yang tengah berlari menuju ruangnya.

"Ada hantu buk!" ujar Pak Asep cemas.

"Tuh kan Buk, sekarang kita urus jasad Pak Anto dulu," sela ku.

Kami melihat videonya sejenak, namun sosok mengerikan itu tak terekam kamera, yang ada hanya Pas Anto yang tersiksa.

"Baiklah! Ibuk telpon ambulance dulu," balas beliau.

Tak lama kemudian ambulans dan polisi datang. Polisi membentangkan garis polisi di sekitar kelas ku. Para perawat membawa jasad Pak Anto ke dalam Ambulans. Para polisi itu mengecek rekaman CCTV di depan kelasku.

"Hmm, kami belum pernah menangani kasus seperti ini," gumam salah satu polisi bertubuh tinggi.

Para siswa di sekolah ini mengerumuni lantai dua, lokasi pembunuhan tadi.

"Ih, serem banget ya, banyak darah gitu," ujar salah satu cewek kelas tujuh.

Kemudian jumlahnya berkurang karena tak berani melihat lantai yang bersimbah darah dan takut dengan keberadaan si Merah yang dengan cepat rumornya tersebar.



واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

916K 7.1K 9
(FIKSI) Lulu,gadis manis bertubuh indah menikah dengan jin,bukan untuk "pesugihan" tapi untuk "perlindungan"
131K 2.8K 137
Quotes bersejarah di buat dari berbagai sumber kadang pake otak sendiri juga sih Selamat membaca?
68.1K 6.4K 33
"A-Ayu..yu" panggil Anna terbata bata, tangannya mencengkram erat tangan Ayu yang kini tengah mengikuti arah pandangan Anna tubuh mereka terasa kaku...
17.6K 5.8K 24
Rupanya komunitas "SAD GHOST" tidak berakhir sampai pada ke-empat saja, mereka hadir kembali pada generasi berikutnya dengan nama pemeran sad ghost y...