HALU(Completed)

By MartabakKolor

585K 98.3K 2.9K

Ini menceritakan tentang kisah percintaan seorang gadis yang memiliki tingkat halusinasi tinggi. Dirinya perc... More

Prolog
1 ||JODOHKU!
2 ||HANA YANG PERTAMA?
3 ||HANA CINTA LUKAS
4 ||KECEWA
5 ||LUKAS YANG MANIS
6 ||HANA SI DORA
7 ||BERKUNJUNG
8 ||PUISI CINTA
9 ||KEKOSONGAN
10 ||MULAI TERBIASA?
11 ||HANA LAGI
12 ||DERITA LUKAS
13 ||PERHATIAN LUKAS
14 ||AJAKAN NGEDATE
15 ||NGEDATE
16 ||PELUKAN TIBA-TIBA
SMA Cakrawala Spesial Malam Tahun Baru
17 ||TEROR
18 ||LAGI?
19 ||MULAI MENJAUH
20||JADIAN?
21||RESMI
23||Spent the Whole Day With Lukas
24||TERUNGKAP?
25||SANDARAN LUKAS
26||KENYATAAN MENGEJUTKAN
27||PERMINTAAN MAAF
28||FIRASAT BURUK
29||MEMBAIK
30||LUKAS
31||RENCANA
32||DI UJUNG TANDUK
33||INGIN MENYERAH
34||KESEDIHAN
35||PENYESALAN
36||LUKA YANG BEGITU DALAM
EPILOG
Extra Part?
EXTRA PART
PENGUMUMAN
EXTRA PART 2
LEO

22||HARI PERTAMA

10K 2.1K 48
By MartabakKolor

"Lo utang penjelasan sama gue."

Hana meneguk ludahnya. Didepannya kini, Rahel tengah berkacak pinggang dengan mata yang dibuat tajam. Sedetik kemudian Hana nyengir, menatap Rahel dengan garukan pelan di pipinya.

"Panjang ceritanya. Kalau gue ceritain sekarang, bisa nyampe besok."

Rahel memutar bola matanya setelah mendengar jawaban Hana. Tangannya beralih bersedekap dada. Ditatapnya Hana jengkel. "Awas kalau bohong. Gue tunggu sekalian PJ nya."

Hana menganggukkan kepalanya, "Santai aja. Nanti gue traktir sama Abel sekalian." Hana mengedarkan pandangannya mencari keberadaan teman barunya yang baru dua hari ini resmi menjadi siswi SMA Cakrawala. Saat matanya menangkap tubuh cewek manis bertopi, Hana berteriak memanggilnya.

"ABEL!"

Abel yang mendengar itupun menoleh ke arah Hana yang melambaikan tangannya meminta dirinya kesana. Abel beranjak dari duduknya di meja guru.

"Apaan?" Tanya Abel sembari memainkan topi hitam miliknya.

"Nanti gue traktir ke kantin." Ujar Hana semangat.

"Terserah lo aja." Balas Abel tidak terlalu peduli. Diantara mereka bertiga, Abel-lah yang paling cuek.

Hana bersedekap dada menatap Abel jengkel. "Harusnya, kan, lo seneng kayak Rahel tuh." Hana menunjuk Rahel yang sedang bergoyang heboh tidak jelas yang menurut Hana mirip monyet.

Abel berdecak malas lalu menyumpal telinganya menggunakan earphone kesayangannya. Lagu rock kesukaanya mulai memasuki gendang telinganya. Ia berjalan kembali ke arah bangkunya mengabaikan Hana yang mencak-mencak tidak jelas.

"Setan!"

Teriakan Hana yang super cempreng itu berhasil menusuk telinga Abel. Padahal gadis tomboy itu sudah menyetel lagu dengan volume keras. Ia menggelengkan kepalanya melihat Hana dan Rahel yang merupakan satu kesatuan yang sama.

                           ***

Lukas mengelus dadanya sabar. Telinganya terasa panas akibat mendengar ocehan tidak jelas Hana sedari tadi. Gadis itu bercerita tentang dirinya yang jatuh dari pohon saat mencuri mangga milik tetangganya saat masih kecil, lalu bercerita tentang dirinya yang ngiler di punggung temannya waktu SD, lalu bercerita tentang ketakutannya kepada kodok yang bermula saat dirinya tengah  berada di sawah tiba-tiba ada seekor kodok yang dengan tidak sopannya nemplok di wajah Hana.

"Terus gue juga pernah makan tai ayam waktu umur 3 tahun."

"Astaga. Ternyata lo udah bego dari bayi."

Hana melotot, ditatapnya Lukas jengkel. Lelaki itu sering membuatnya kesal. Tetapi yang membuat Hana heran, dirinya masih saja menyukai lelaki bermulut cabai itu.

"Setelah gue pikir-pik-"

"Sejak kapan lo mulai mikir?" Sela Lukas memotong pembicaraan Hana.

"Ih Lukas, udah deh bercandanya."

"Siapa yang bercanda, dodol?"

"Tuh kan sekarang malah ngatain pacarnya dodol."

"Lalu apaan? Monyet?"

"Tau ah, kesel!" Hana memalingkan wajahnya. Pipinya menggembung lucu tanda ia sedang kesal. Hidungnya kembang kempis menahan emosi.

Lukas terkekeh pelan lalu mencubit pipi Hana keras hingga membuat gadis itu memekik kesakitan.

"LUKAS GOBLOK!"

Refleks Hana mengatakan itu, ia menutup mulutnya saat sadar apa yang dia ucapkan. Matanya melirik takut kepada Lukas yang kini tengah menatapnya tajam.

"Ohhh, jadi, udah berani?"

Hana menjilat bibirnya lalu meneguk ludahnya susah payah saat bayangan wajah Lukas yang galak seperti harimau muncul saat ini juga.

Hana nyengir, matanya bekedip lucu berharap Lukas luluh. Kedua tangannya saling menangkup di depan dada.

"Maaf, sayang."

Dan sekarang, giliran Lukas yang dibuat kicep. Tatapan mata tajamnya berangsur melunak. Ia mulai salah tingkah saat menyadari bahwa wajah Hana sekarang terlihat begitu menggemaskan. Apalagi saat ucapan 'sayang' itu terlontar untuk pertama kalinya dari mulut Hana.

Hana yang menyadari perubahan raut wajah Lukas yang sekarang tegang itupun tersenyum geli. Pipinya bersemu merah. Dadanya jedak-jeduk tidak jelas. "Baper, ya? Udah suka sama gue apa belum?" Tanya Hana menggoda sambil menaik turunkan alisnya.

Digoda seperti itu, Lukas berdecak kesal. "Apaan sih! Mau ngomong apa tadi?"

Hana menghentikan tawanya lalu kembali serius. "Setelah gue pikir-pikir kayaknya kita harus pakek aku-kamu, deh."

Lukas mengerutkan keningnya. Sejenak kemudian Ia menggelengkan kepalanya. "Ogah."

Hana mencebikkan bibirnya, "kok ogah, sih. Dimana-mana kalau pacaran ya gitu."

"Alay, Na."

Bibir Hana mewek ke bawah. Kepalanya tertunduk ke bawah mengenaskan. Kakinya bergerak memainkan sepatu. Melihat itu Lukas menarik napasnya pasrah.

"Iya udah."

                            ***

"Aku masuk ke dalam, ya?" Ujar Hana selesai memberikan helm kepada Lukas. Cowok itu mengangguk mempersilahkan Hana masuk.

"Aku pulang dulu."

Sebenarnya, Hana ingin tertawa sedari tadi. Saat Lukas mulai menggunakan kata aku-kamu dengan dirinya. Namun sebisa mungkin Hana menahannya, takut kalau tiba-tiba Lukas berubah pikiran dan enggan menggunakan aku-kamu lagi.

Hana mengangguk lalu melambaikan tangannya saat Lukas mulai menghidupkan motornya lalu mengegasnya dengan kecepatan tinggi.

Saat dirasa Lukas sudah menghilang, Hana berjalan memasuki rumahnya. Besar namun sepi. Jujur saja Hana lebih senang di sekolah daripada rumah. Karena tidak melihat-lihat dan terlalu riang berjalan, Hana tiba-tiba tersandung undakan lantai di teras.

Bughhh

Hana meringis saat keningnya terantuk lantai dengan keras. Ia berusaha untuk duduk, lalu memegang keningnya yang terasa sakit. Saat tangannya menyentuh keningnya, Ia merasakan cairan kental di sana.

"Darah." Ujar Hana pelan. Tangannya gemetar hebat saat melihat cairan itu menempel di tangannya. Hana menggelengkan kepalanya cepat saat ingatan tentang kematian ayahnya muncul di kepalanya. Darah dimana-mana saat itu, membuat Hana merasa takut sampai saat ini. Secara bersamaan, kepalanya terasa sakit. Tangannya bergerak memukul kepalanya yang masih saja memutar memori tentang hari itu.

"BIBI!!" Teriak Hana memanggil Bi Sarmi. Hana semakin merasa takut hingga semakin mengeraskan pukulan di kepalanya.

Tak lama kemudian wanita yang ditunggu-tunggu Hana akhirnya tiba. Bi Sarmi membulatkan kedua matanya menatap Hana yang tertunduk di bawah sambil memukuli kepalanya. Bi Sarmi melihat kening Hana yang masih mengeluarkan darah hingga dirinya bisa menyimpulkan penyebab Hana seperti ini.

"Non Hana!" Pekik Bi Sarmi. Dengan segera, Ia memeluk erat Hana berharap gadis itu menghentikan pukulannya. Dengan panik, Bi Sarmi mengelus punggung Hana mencoba memberikan ketenangan.

"Non, udah Non. Nggak usah diinget lagi. Semua orang memang punya masa lalu buruk. Kalau Non terus nyakitin diri sendiri kayak gini, nanti Nyonya sedih."

Perlahan, Hana menghentikan pukulannya dan saat itu juga Hana kehilangan kesadarannya. Bi Sarmi yang merasa pundaknya memberat, segera mengurai pelukannya lalu terkejut saat melihat Hana yang sudah memejamkan mata.

"Selalu seperti ini."

                           ***

Suhu tubuh Hana mengingat. Keringat dingin tak henti-hentinya mengucur di keningnya yang kini terdapat perban untuk menutupi lukanya. Tangan gadis itu mencengkeram erat seprei putih yang membalut kasurnya. Dokter pribadi keluarganya baru saja pergi. Dia mengatakan kalau Hana sempat down hingga membuat suhu tubuhnya meningkat tiba-tiba.

Bahkan sekarang, mulut Hana tak henti-hentinya memanggil Ayahnya dan Maminya. Bi Sarmi bingung harus bagaimana disaat-saat seperti ini. Hana sama sekali tidak mau diajak ke rumah sakit. Ia selalu menolak jika diajak ke rumah sakit.

"Mami....." Panggilnya lemah.

Bi Sarmi yang mendengar itu seakan tertohok. Sebegitu inginkah Hana bertemu ibunya? Ingin rasanya Bi Sarmi memarahi ibu Hana yang selau sibuk dengan pekerjaannya. Namun apalah daya dirinya yang hanya seorang ART.

Bi Sarmi menitikkan air matanya. Tangannya mengelus punggung tangan Hana yang terasa sangat panas. "Nyonya sedang sibuk Non. Sabar, ya."

Hana menatap Bi Sarmi sedih. Pandangan matanya beralih menatap langit-langit kamar. Ia menggeleng pelan lalu tertawa sinis.

"Kan, Hana sekarang nggak penting lagi."

Bi Sarmi terkejut, ditatapnya Hana sembari menggeleng. "Nyonya sayang sama Non Hana, makanya bekerja keras sampai jarang pulang."

"Hana nggak cuma butuh materi, tapi juga kasih sayang. Kadang, Hana capek ngerasain hidup kayak gini. Kenapa selalu Hana yang harus berjuang buat dapetin kasih sayang?" Air mata gadis itu meluruh deras. Hana bahkan bisa merasakan bahwa air matanya terasa panas.

"Bibi sayang sama Non Hana. Sayangggg banget. Jangan mikir kayak gitu, ya?" Ujar Bi Sarmi.

Hana kembali menatap Bi Sarmi. Ya, hanya wanita itu yang menyayanginya saat ini. Mungkin kalau tidak ada Bi Sarmi, Hana tidak tahu akan seperti apa hidupnya.

"Makasih, Bi."

Bi Sarmi mengangguk lalu memeluk tubuh Hana yang terbaring. Sesaat kemudian, Hana tertidur dengan keadaan Bi Sarmi yang memeluknya.

Wanita paruh baya itu sedikit menghembuskan napas lega saat menyadari Hana yang tertidur. Namun kejadian itu tidak berlangsung lama karena Hana berteriak histeris.

"AYAH!!!!"

Pekikan keras Hana kembali membuat Bi Sarmi panik. Saking kalutnya, di pikirannya hanya muncul nama Lukas yang selama setahun ini berhasil menguasai hati Hana. Diambilnya handphone yang tergeletak di nakas lalu mendial nomor Lukas yang memang sengaja Hana simpan di handphone Bi Sarmi.

Suara sambungan telepon terdengar lalu digantikan dengan suara lelaki yang berada di seberang sana.

"Halo? Dengan siapa, ya?"

"Saya Bi Sarmi. ART-nya Non Hana."

"Oohhh iya ada apa, Bi?"

"Ini- anu den Non Hana-nya demam. Dari tadi ngigau nggak jelas. Dirumah nggak ada siapa-siapa, Bibi bingung harus gimana. Den Lukas bisa kesini, nggak?"

"Apa? Bentar-bentar Bi, Lukas kesana dulu. Bibi tenang aja jangan panik, oke? Assalamualaikum."

Setelah itu, Lukas mematikan teleponnya. Dengan napas lega, Bi Sarmi menaruh kembali ponselnya ke atas nakas. Dihampirinya Hana yang masih memanggil Ayahnya.

Air mata Bi Sarmi tak henti-hentinya mengalir. Rambut milik Hana Ia usap supaya memberikan sedikit ketenangan.

"Non Hana, Jodohnya mau dateng, loh. Masa Non Hana sakit begini?" Ucapnya.

Tak berselang lama, akhirnya Lukas tiba. Lelaki itu hanya memakai kaos hitam polos dengan celana pendek. Rambutnya yang berantakan, menyatakan kalau Ia tidak sempat sisiran. Dihampirinya Hana cepat.

"Kenapa bisa gini, Bi?" Tanya Lukas.

"Dahinya Non Hana tadi berdarah. Jatuh di teras waktu pulang sekolah. Setiap Non Hana lihat darah, biasanya memang selalu seperti ini."

Lukas mengerutkan keningnya. Ia menatap dahi Hana yang diperban. Wajah cantik yang biasanya tersenyum ceria kini terlihat pucat.

"Na?" Panggil Lukas.

"Ini aku. Lukas."

Seolah suara dan kedatangan Lukas adalah sihir, mata Hana yang tadinya terpejam kini terbuka sempurna walau matanya memerah dan sembab.

"Lukas?" Ujar Hana pelan. Ia mencoba untuk duduk secara perlahan kemudian memeluk Lukas erat. "Jangan tinggalin aku, seperti ayah sama mami."

Lukas menggeleng lalu membalas pelukan Hana. Selama Lukas mengenal Hana, baru kali ini gadis itu menampakkan kesedihannya. Lukas memang tidak tahu apa yang menimpa Hana. Tapi Lukas yakin kalau yang Hana rasakan adalah sakit yang amat dalam.

Kini Lukas tahu. Dibalik senyum ceria yang Hana tampilkan, adalah cover untuk menutupi luka yang amat dalam.

♡♡♡♡♡

VOTE COMMENT-NYA GAES♡♡

SALAM,

IA♡

Continue Reading

You'll Also Like

84.2K 10.5K 60
Tolong matikan saja aku. Aku sudah muak dengan dunia. untuk apa hidup, jika hati sudah lama mati. Kane Navulia Chrysander. Aku tidak meminta banyak p...
1.7K 528 10
Orang baik akan pergi saat di sepelekan, tapi orang tulus tidak akan pergi sesakit apapun itu Dipublikasi: 29 Des 2023. Ending cerita: ------
1.3K 534 7
Dalam perjalanan hidup kita, terkadang kita dihadapkan pada situasi yang begitu berat hingga terasa seperti tak mungkin bisa melewatinya. Bahkan, ada...
1.5K 475 38
Rara adalah seorang siswi yang kesepian, bagi nya berteman atau bertemu dengan seseorang adalah hal yang membosan kan, sampai pada hari itu, hari dim...