Ranjang Tetangga

By ryanimuhammad

460K 35.5K 3K

Bukan cantik, lebih ke menarik aja. Bukan ingin menjadikannya sosok istimewa, tapi akan menjadikannya sebagai... More

Foreplay
Pelan-pelan, Abang
kok susah masuk, Bang?
Bisa bikin dedek?
Abang...ah..!!
Mau Goyang?
Abang, atas atau bawah?
kenapa cium aku?
Hamil?
Isi anu
Enak di kamar
Kunci pintu
Mau punya anak berapa?
Mau punya anak sama Abang?

Abang nggak salah masuk?

22.5K 2.1K 507
By ryanimuhammad

,Kediaman pak Darma dan bu Farida dipenuhi masyarakat Ciwidey yang ingin memberikan doa restu pada kedua mempelai. Ini kali pertama mereka melihat sepasang pengantin mengenakan pakaian adat Aceh.

Banyu yang gagah dalam balutan pakaian adat dilengkapi dengan kopiah Teuku Uma, memukau mata anak gadis di desa tersebut. Kabarnya, banyak yang patah hati.

Ara pun tak kalah menawan. Tingginya yang hanya sebahu Banyu, kini sedikit lebih tinggi karena mahkota berhiaskan emas dan melati menghias anggun di kepalanya.

Adat Aceh, Jawa dan Sunda menyatu dalam keberagaman tersebut. Menggunakan pelaminan Aceh mengikuti sang Ibu yang berasal dari tanah Rencong, ditambah suasana dzikir yang didatangkan langsung dari tanah kelahiran sang Ibu sungguh memeriahkan suasana pesta pernihakan tersebut.

Rengkuhan di pinggang sang istri menjadi pemandangan bagi sang tamu. Sesekali Banyu mencuri kecupan di bahu Ara. Istri kecilnya sangatlah cantik, dalam balutan pakaian adat.

Tidak. Ara memang cantik. Dan, tugas berat akan dihadapi Banyu ke depannya.

Mama Risa banyak memberi nasehat, saat ia meminta anak gadisnya. Menikahi Ara berarti menerima segala yang ada pada gadis tersebut. Membimbingnya ke arah yang lebih baik, saling berbagi dalam suka dan duka. 

Inti terpenting, mama Risa meminta Banyu mau memahami Ara, putrinya. Segala kekanakan Ara juga kekurangan yang lain.

Banyu menyanggupi. Karena, doanya mengakhiri petualangan kesendirian. Jawaban dari doa-doanya yang membawa kakinya ke Jakarta menemui calon mertua.

Kini, di sampingnya berdiri seorang wanita cantik. Wanita yang tidak pernah ada dalam bayangannya untuk berbagi kehidupan.

Bukankah jodoh, rezeki dan maut ketentuan Allah?

Siapa yang tahu, kalau jodohnya hanya selangkah lompatan lewat balkon.

"Ara nya jangan dilihatin terus, Nyu. Nggak malu kamu?"

Banyu menoleh ke samping, di mana ibu dan bapaknya duduk di dua kursi tidak jauh darinya.

"Ara biasa aja," sambung bu Farida.

Banyu kembali melihat Ara. Iya, gadis itu biasa saja. Maksudnya sikapnya. Tebar-tebar senyum pada para tamu undangan.

Genggaman tangan keduanya, tidak terlalu berefek. 

"Dek," panggil Banyu. Amat dekat. Dan membuat si pemilik nama menoleh tanpa senyum.

"Kenapa Abang? Capek ya? Ara juga capek. Habis ini pakai baju apalagi? Ada tiga lagi sepertinya."

Banyu menarik nafas dalam, dan menghembuskan perlahan.

"Adek cantik." itu tulus. Ara memang cantik. Apalagi sudah menjadi istrinya.

"Baru nyadar? Kemarin ke mana aja?"

Kan? Tapi, Banyu tidak menyesal.

"Senyumnya jangan dibagi-bagi. Ntar jadinya mubazir."

"Ya kali, tamu mukanya tegang. Abang nggak lihat, orang-orang lagi fotoin kita?" kini senyum manis kembali bertengger di bibir Ara.

Bibir yang ingin sekali Banyu rasakan sekarang, namun harus ditahan dan dijamak nanti malam.

Pokoknya harus nanti malam. Nggak boleh ditunda.

Ara memang terlihat seperti ratu hari ini. Kecantikannya mengalahkan Cleopatra. Bagi Banyu, Ara adalah Aisyahnya. Cantik dan menawan. 

Jam lima sore, Banyu dan Ara meninggalkan pelaminan. Tubuh Ara berasa diinjak-injak akibat pose foto arahan fotografer. Berbagai macam gaya terpaksa ia lakukan demi hasil yang memuaskan.

Ia jadi berpikir, Abang udah nyiapin gaya apa ya untuk nanti malam. Mungkin searching dulu.

"Ajak Ara makan dulu. Nanti keburu tidur." 

"Baik Ma," jawab Banyu, sebelum memutar knop pintunya.

Selang dua detik, tubuhnya sudah berada di kamar. Pemandangan yang disuguhkan Ara, sungguh memukau. Padahal dirinya baru saja sholat Maghrib.

"Abang udah siap?"

Mata Banyu mengerjap, geli menggelitik rongga perutnya melihat Ara duduk di tengah-tengah ranjang kamarnya.

Iya.

Dia yang membawa masuk istrinya itu ke kamar miliknya. Tapi, ia tidak meminta gadis itu memakai jaring laba-laba itu.

"Abang suka?"

"Dapat dari mana?"

"Beli dong."

Banyu manggut kecil. Tatapannya tidak tentu arah. Antara menahan dan menerkam. Karena adzan isya setengah jam lagi, terpaksa dirinya menarik bangku di depan nakas dan duduk di sana.

"Mama minta kamu turun. Makan malam."

"Ara udah makan. Sengaja makan sebelum maghrib biar nggak ada yang ganggu."

Ada yang menyalakan api unggun di hati Banyu. Hangat. Kalimat yang baru saja diucapkan Ara menghangatkan dadanya.

"Adek nggak capek?"

Ara menggeleng. Ia sempat merasakan badannya remuk redam. Tapi, setelah berendam di bath-up Banyu, tubuhnya kembali segar.

"Ara penasaran. Belah duren itu gimana. Di drama korea paling cium-cium. Nggak ada yang begituan."

"Hah?"

Anggukan kepala Ara menyerang rasa pusing di kepala Banyu.

"Ada aw-aw ah...gitu."

Tangan Banyu bergerak mengusap tengkuknya. Pegel dan sedikit sakit saat mendengar satu baris kalimat Ara yang mendesah manja.

Ada sesuatu yang berteriak di balik sarungnya.

"Sebentar, Abang belum makan."

"Makan Ara aja, nggak kenyang?"

Mata Banyu terpejam erat. Kepalanya terasa berat.

"Abang lapar, Dek." Banyu berbicara dengan suara serak. 

Tidak lama mata Banyu membeliak, melihat pergerakan Ara. Tubuhnya yang hanya dibalut jaring laba-laba itu melintas di depannya.

Ara berjalan ke sofa sudut ruangan dan membuka kotak putih. 

"Ini nasi Abang. Ara campur sekalian lauknya."

"Kenapa di kotak?"

"Mama banyak tanya. Makanya Ara isi ke kotak. Pokoknya besok Ara turun udah lepas segel. Ibuk juga recok. Ya kali minta cucu sekali proses. Katanya Abang tocker. Sekali langsung jadi. Ara ngga paham, makanya mau langsung tes."

Apa?

Dirinya mau dijadikan bahan percobaan?

"Ibu hanya bercanda. Jangan diambil hati."

"Ara nggak marah, Abang. Cepetan deh makan. Ara penasaran."

Tubuh indah itu kembali ke ranjang dan menarik selimutnya sebatas dada. Kemudian memperhatikan Banyu yang masih duduk di bangku depan nakas.

"Abang ih...cepetan dong!"

Apa yang sudah merasukimu, Dek?

Tadinya Banyu memang lapar. Tapi, sekarang tidak lagi. Jadi ia mengukur waktu menunggu adzan isya.

"Adek nggak takut, Abang sentuh?"

"Belum tau, kan belum nyoba. Makanya cepetan makan. Nanyanya nanti lagi."

"Udah siap?"

Ara berdecak, "Kan, Abang lihat. Ara udah pake beginian. Udah searching di google juga. Kita sambil nonton aja nanti, kalau Abang nggak bisa. Abang kan perjaka tua. Pasti nggak tahu."

Kali ini, Banyu terperangah dengan ucapan Ara. 

Ingin dirinya menerkam gadis bernama lengkap Tsamara Ufairah tersebut sekarang juga.

Bintang Hollywood kalah. Bollywood lewat. Apalagi banci korea kesukaan Ara.

Akan ia buktikan.

"Sebentar, Abang Isya dulu," kata Banyu. Setelah itu ia masuk ke kamar mandi.

Tidak lama Banyu keluar dan menggelar sajadah di atas permadani. Kemudian melihat Ara yang juga tengah menatapnya.

"Ganti baju, ambil wudhu kita sholat."

"Udah tadi."

"Itu Maghrib Ara."

Oh iya. Ara tertawa. Ia berlari ke kamar mandi. Tidak lebih dari tiga menit ia sudah keluar masih dengan jaring laba-labanya. 

Gadis itu mengambil asal dress selutut, dan dengan cepat memakainya tanpa repot-repot melepaskan jejaring tersebut.

Setelah selesai dengan mukenanya, ia berdiri di belakang suaminya melaksanakan empat rakaat sebelum melewati malam panas nanti.

"Alhamdulillah. Udah?" tanya Ara begitu seleaai salam.

"Dua rakaat lagi, Dek."

"Abang aja. Ara belum biasa sholat sunnah."

"Ini sunnah pengantin. Sebelum----"

"Sebelum wik-wik?"

Tidak menjawab lagi, Banyu berdiri lagi untuk takbiratul ihram. Diikuti Ara dengan khusyu'.

Sholat berjamaah pertama bagi keduanya. Dua waktu dalam jam yang sama.

Usai salam, Banyu berbalik. Menatap istrinya dengan ribuan syukur dalam hati.

Tangannya terulur dan disambut oleh Ara untuk.diciumnya.

Setelah itu, Banyu meletakkan tangannya di atas ubun-ubun sang istri dan mengucapkan sebait doa dengan mata terpejam.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لِي فِي أَهْلِي وَبَارِكْ لَهُمْ فِيَّ اَللَّهُمَّ اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ بِخَيْرٍ وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا فَرَّقْتَ إِلَى خَيْرٍ

"Itu...doa buka puasa?" tanya Ara ketika mata Banyu terbuka.

Banyu tersenyum, tangannya menyapu kulit wajah cantik milik Ara. "Kenapa nangis?"

"Ara nangis?" tanya Ara balik, karena ia merasa tidak menangis.

Banyu tidak mengangguk. Ia menarik Ara dekat dengannya dan mencium keningnya.

"Dengarkan, apa yang akan Abang katakan."

Mata indah Ara setia menatap wajah di depannya.

"Adek sudah jadi istri Abang. Insya Allah akan jadi ibu untuk anak-anak kita. Akan menjadi bagian hidup Abang. Setengah nyawa Abang sudah Adek genggam." Banyu memperhatikan sang istri yang kembali menitikkan air mata.

"Artinya, sakit dan senangnya Abang akan Adek rasakan. Begitu juga sebaliknya. Jika suatu saat nanti Abang salah, tegur. Kita saling mengingatkan. Saling menjaga. Karena Abang cuma mau ngajak Adek ke Syurga."

Kini Ara sesenggukan. Dan dirinya baru percaya kalau sejak tadi, tenggorokannya sakit karena menahan tangis.

"Tapi Ara belum mau mati, Abang. Baru juga nikah. Belum itu juga. Masa sudah mau di ajak ke Syurga? Ara nggak mau." 

Banyu berusaha menahan tawa. Ia pikir istrinya terharu. Rupanya malah takut mati.

"Ara mau hamil, mau jaga anak-anak. Mau menjadi ibu. Mau jadi wanita hebat buat suami juga anak-anak. Ara kuat, Ara pasti bisa. Ara nggak mau mati dulu. Abang dan anak-anak siapa yang jaga? Siapa yang masakin? Siapa yang nyetrika? Nggak ada kan?"

Sentuhan kalimat Ara, membuat mata Banyu panas.

Saat ia melihat istrinya akan membuka mulut lagi, Banyu menyambut dengan bibirnya.

Membelai, mamagut dan mencurahkan apa yang selama ini dipendamnya.

"Eh, kok dirobek Abang?"

"Mengganggu, sayang."

"Kan mubazir. Itu nggak bisa dija---"

Cepat, Banyu memotong kalimat istrinya.

Mengajak Ara menggelora bersama. Meniti jalan panjang di malam ini. Malam yang beberapa detik lagi akan menjadi sejarah kepemilikan utuh tetangganya.

"Abang...sakit."

Banyu bergerak perlahan dan sangat hati-hati. Matanya merekam keindahan sang istri dengan penuh hormat.

Kesakitan Ara, tidak bisa diredam karena dirinya juga akan sakit. Dan, ini pengalaman pertama bagi keduanya. 

Dalam kesyahduan yang tengah direngkuh, Banyu dibuat terperangah oleh Ara.

"Abang nggak salah masukkan?"

Bersambung di pdf dan karyakarsa






Continue Reading

You'll Also Like

60K 418 9
Cerita Sepasang Adik Kakak Terjebak Dalam Dunia Penuh Keanehan :) . . . . . Note!!! Cerita ini mengandung penuh adegan dewasa terutama permainan bdsm...
110K 4.3K 8
kumpulan cerpen LaniiAora Semua cerpen yang terpisah di gabungkan menjadi satu. mohon kritik dan sarannya untuk membuat cerita menjadi lebih baik
3.3K 572 8
Dia terlalu cantik, mungkin itu alasan kenapa kutukan membuatnya menderita. Tiga kali menikah, para suaminya meninggal setiap kali ingin menyentuhnya...
184K 5.2K 48
[Wajib Follow Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersihkan semua, jangan sampai ada yang tertingg...