Cassiopeia Malfoy And The Cur...

By dnvers

34.2K 3.9K 1.6K

Memasuki tahun kelima, hal-hal menjadi semakin rumit bagi Cassiopeia Malfoy. Dia telah berusia limabelas tahu... More

0. Introduction
1. Malfoy Manor
2. Aloha, Hawaii!
3. Exchange Programme
5. Losing Control
6. What Hurts The Most
7. For The Best
8. Now Or Never
9. The One
10. Dirty Little Secret
11. A Not So Merry Christmas
12. Lucky
13. The Search
14. To Catch A Culprit
15. Bigger Trap
16. Friend Or Foe?
17. Power Of Three
18. To Do The Right Thing
19. Best Outcome
20. The Anniversary Ball

4. Quidditch Tryout

1.4K 190 34
By dnvers

"Aku tak percaya kau tak pernah mengatakan itu pada kami!" seru Belle heboh ketika mereka berjalan meninggalkan Aula Besar. Ezra telah pergi bersama murid Ilvermorny lainnya ke ruang kepala sekolah sehingga dia merasa bebas mengekspresikan reaksinya yang sedikit berlebihan.

"Mengatakan tentang apa?" tanya Cassie bingung.

"Bahwa ternyata kau dan cowok Ilvermorny itu sudah saling mengenal!" jawab Belle seakan itu adalah hal yang sudah sangat jelas.

Cassie mengangkat bahu, terlihat santai seperti biasa. "Aku hanya tidak sengaja bertemu dengannya saat liburan ke Hawaii kemarin. Aku tak berpikir aku perlu menceritakannya pada kalian." Atau lebih tepatnya, dia tidak berpikir untuk menceritakan musim panasnya sama sekali.

Mendengar hal itu, Zafira langsung menyahut, "Kau bertemu dengan cowok setampan itu dan tidak berpikir untuk menceritakannya pada kami? Aku bahkan tidak bisa memikirkan nama satupun cowok yang lebih tampan dari dia!"

"Menurutku dia tidak setampan yang kau bilang," celetuk Albus tiba-tiba dari belakang mereka. Ada ketidaksukaan yang jelas dalam nada suaranya ketika berkata demikian.

"Oh, Albus, tentu saja kau tak akan berpikir dia setampan yang kubilang," kata Zafira dan menoleh ke belakang. "Kalau kau berpikir begitu, kami mungkin perlu mengkhawatirkan masalah orientasi seksualmu."

Cassie tertawa renyah mendengar gurauan Zafira itu. Pikiran tentang Albus yang menganggap Ezra sangat tampan cukup menggelitik perutnya. Bayangkan kalau dia harus bersaing dengan Albus untuk mendapatkan perhatian Ezra, tidakkah itu akan menjadi kekonyolan yang menggelikan?

"Tapi kau tahu apa hal terbaik dari itu semua?" kata Belle lagi, mencoba kembali pada topik awal mereka. "Itu adalah fakta bahwa Ezra tertarik padamu, Cass! Dia seakan memang sengaja menunjukkan itu semua dari caranya memandang, tersenyum, dan melontarkan rayuan padamu."

Tepat setelah Belle berkata begitu, Elora Montague dan dua kacungnya berjalan melewati mereka dari arah belakang. Seperti biasanya, Montague melakukan tugasnya untuk mengesalkan mereka berempat dengan begitu baik. Cewek itu dengan sengaja menabrakkan bahunya keras-keras pada bahu Cassie dan tidak repot-repot berhenti melangkah untuk meminta maaf.

"Apa kau memang sebodoh itu sampai tidak tahu gunanya mata, Montague?" teriak Zafira kesal dan diabaikan oleh yang bersangkutan. Sementara Cassie hanya menatap punggung musuhnya itu dengan dingin.

"Aku tak perlu memberitahumu kalau dia mungkin mendengar pembicaraan kita sejak tadi dan tidak suka dengan fakta bahwa Ezra tertarik padamu, kan?" tanya Belle hati-hati.

Cassie menoleh pada cewek Weasley itu dengan wajah datar. "Ya, Belle, aku sudah tahu hal itu dengan sangat jelas tanpa perlu kau beritahu," katanya dengan agak sinis.

"Well, bukankah itu justru suatu hal yang bagus?" sahut Zafira dan mengeluarkan seringai khas Slytherin miliknya. "Kita jadi punya cara baru untuk membalas Montague."

Cassie tertawa hambar, sekilas terlihat sama sekali tidak tertarik dengan ide itu. "Aku tak akan mengencani seseorang hanya untuk memanasi orang lain jika itu yang kau maksudkan," katanya mutlak. Dia kemudian mempercepat langkahnya menuju asrama Slytherin tanpa menunggu yang lain.

Tetapi pada kenyataannya, Cassie hanya menjadi hipokrit tentang hal itu. Dia mungkin juga menyukai Ezra, tapi ada bagian dari dirinya yang juga ingin membalas sikap menyebalkan Elora. Maka pada hari-hari berikutnya, dia akan dengan sengaja muncul setiap kali Elora mencoba mengambil perhatian Ezra. Dia bahkan tidak perlu melakukan apapun selain muncul, dan perhatian Ezra akan langsung beralih padanya. Itu benar-benar menyenangkan untuk dilakukan. Ada kepuasaan tersendiri yang dia rasakan ketika berhasil menunjukkan pada Elora bahwa dia bisa dengan mudah merebut perhatian yang harus perempuan itu dapatkan dengan usaha keras.

Pagi itu, seperti akhir pekan yang biasanya, Cassie harus pergi ke Aula Besar seorang diri. Dia mempunyai kebiasaan bangun agak lebih siang daripada hari biasanya saat akhir pekan dan membuatnya selalu ditinggal sarapan oleh teman-temannya. Benar-benar sudah bukan sesuatu yang baru lagi.

"Oh astaga," gerutu Cassie sebal ketika tanpa sengaja berpapasan dengan Scorpius di koridor lantai dasar. Fakta bahwa mereka berdua sama-sama baru pergi ke Aula Besar saat itu dan tanpa ditemani satupun dari teman mereka seakan menunjukkan kalau mereka berbagi kebiasaan akhir pekan yang sama.

Namun tidak seperti biasanya, Scorpius hanya memutar bola mata. Mulutnya terkatup rapat seakan dia memang tidak berniat untuk membalas reaksi mengesalkan adiknya itu dengan kata-kata yang tak kalah mengesalkan. Suatu hal yang agak aneh mengingat sudah seperti sebuah kewajiban bagi keduanya untuk berlomba-lomba menjadi yang paling mengesalkan terhadap satu sama lain dalam setiap kesempatan.

"Tumben sekali tampangmu sudah jelek sebelum bertemu denganku," tutur Cassie lagi ketika mereka akhirnya memutuskan melangkah beriringan menuju Aula Besar.

"Yeah, well, kau bukan satu-satunya yang bisa membuat hariku buruk," kata Scorpius muram tanpa repot-repot menoleh.

"Oh ya? Memangnya apa yang bisa membuat harimu buruk selain aku?" tanya Cassie menantang.

"Uji coba Quidditch," jawab Scorpius cepat. "Dengan aku sebagai kaptennya."

"Aku tak mengerti di bagian mananya itu bisa membuat harimu buruk," komentar Cassie dengan dahi mengernyit. "Bukankah kau seharusnya senang karena akhirnya terpilih menjadi kapten tim Quidditch Gryffindor?"

"Ya, tapi James tidak di sini," jawab Scorpius dan membuat itu terdengar seakan itu adalah hal yang sudah jelas. "Kami biasanya selalu mendiskusikan hasil uji coba bersama-sama dan menggabungkan penilaian kami untuk menciptakan tim terbaik.... tapi sekarang dia bahkan tidak ada di sini."

"Apa kau baru saja mengatakan padaku kalau kau meragukan penilaianmu sendiri?" tanya Cassie lalu tersenyum meremehkan. Tidak setiap hari dia bisa melihat sisi insecure dari kakaknya itu.

"Aku percaya pada penilaianku sendiri," elak Scorpius cepat, "Tapi dua kepala selalu lebih baik daripada satu, kan?" dia berusaha membuat maksudnya terdengar jelas. Tetapi sedetik kemudian dia langsung menyesali usahanya itu mengingat siapa lawan bicaranya saat ini. "Aku tidak tahu kenapa aku mau repot-repot memberitahumu tentang itu. Ini tidak seperti kau akan mengerti lalu memberiku saran yang membantu."

"Oh, aku mengerti tentang itu," sahut Cassie cepat. Senyum meremehkannya berubah menjadi sebuah seringai ketika dia melanjutkan, "Tapi aku sama sekali tak melihat apa untungnya bagiku memberimu saran yang membantu."

Seperti yang bisa diduga dari adiknya yang menyebalkan. Scorpius memilih untuk hanya menanggapinya dengan sebuah dengusan kasar.

Ketika mereka akhirnya sampai pada pintu Aula Besar, Cassie berniat untuk segera menghampiri teman-temannya di meja Slytherin. Namun sebelum dia berhasil melakukannya, Scorpius telah terlebih dahulu menahan lengannya dan berujar, "Tolong katakan padaku kalau aku tidak salah lihat."

Cassie menoleh pada Scorpius yang sedang memandang ke arah lain, kemudian mengikuti arah pandang kakaknya itu. Di sana, di dekat meja Ravenclaw, ada adik kecil mereka yang sedang terlibat perdebatan dengan salah satu cewek Ilvermorny yang tidak Cassie ingat namanya. Pemandangan yang benar-benar tidak biasa mengingat si bungsu Malfoy itu lebih sering mencoba menghindari konflik dan dengan bangga mengaku sebagai pecinta kedamaian.

"Kuberi tiga detik sebelum cewek itu melayangkan tamparan dan pergi," tebak Cassie sok tahu. Sementara Scorpius mulai menghitung mundur dengan jarinya untuk membuktikan tebakan itu.

Tepat setelah hitungan Scorpius selesai, cewek Ilvermorny itu mengakhiri perdebatan tersebut dengan mengacungkan jari tengahnya ke wajah Orion dan pergi ke meja lain. Entah apa yang mendasari perdebatan itu. Yang jelas, kedua pihak tampak sama kesalnya saat ini.

"Hanya meleset sedikit," gumam Cassie yang anehnya malah lebih peduli pada tebakannya ketimbang masalah adiknya sendiri.

"Haruskah kita membantu menyelesaikan apapun masalahnya itu?" tanya Scorpius tak yakin.

Cassie menggeleng pelan lalu menjawab, "Dia juga nanti akan datang sendiri pada kita kalau butuh bantuan." Tangannya kemudian menyentuh perut kurusnya yang sudah keroncongan. "Now if you'll excuse me, I have stomach to fill," katanya dan dengan cepat melesat menuju meja Slytherin sebelum Scorpius sempat menahannya lagi.

Di sana, di area meja Slytherin yang biasa dia tempati, ada Ezra dan teman-temannya yang terlihat sedang terlibat dalam diskusi menarik. Sudah seminggu semenjak mereka sampai di Hogwarts, Ezra selalu lebih banyak menghabiskan waktu dengan mereka. Cowok itu sudah hampir seperti anggota baru dalam geng kecil mereka. Cassie, Zafira, dan Belle jelas tidak keberatan sama sekali dengan hal itu. Hanya Albus yang tampak agak keberatan dengan hal itu; dia telah menunjukkannya beberapa kali dengan bersikap sinis pada Ezra. Tetapi mereka mencoba mengabaikannya dan berpikir bahwa Albus hanya iri karena mereka tidak pernah memujinya seperti mereka memuji Ezra.

"Selamat pagi," sapa Ezra dengan sebuah senyuman menawan ketika Cassie mengambil tempat di sebelahnya.

Cassie ikut tersenyum pada lelaki itu ketika membalas, "Selamat pagi." Pandangannya kemudian beralih pada Zafira dan Belle yang kini tersenyum miring untuk menggodanya. "Apa aku telah melewatkan sesuatu menarik?"

"Tidak sama sekali," jawab Ezra cepat. "Aku hanya baru menjelaskan pada Zafira dan Belle seperti apa di Ilvermorny dan seberapa berbeda di sana dengan di Hogwarts."

"Oh, aku punya satu pertanyaan lagi tentang itu!" seru Belle cepat, takut kalau topik pembicaraannya akan berganti dan pertanyaannya akan menjadi tidak relevan. "Apa di Ilvermorny juga ada pertandingan Quidditch setiap tahunnya?"

"Oh ya, tentu saja ada."

Melihat eksitasi Ezra saat menjawab pertanyaan tersebut, Cassie langsung bisa menebak kalau cowok itu pasti cukup menggemari Quidditch, sama seperti ayah dan kakaknya. Tetapi dia memilih untuk tidak melontarkan komentar apapun dan segera mengisi perutnya yang lapar dengan semangkuk sereal yang tersedia.

"Aku tak bermaksud menyombong, tetapi tim asramaku, Wampus, telah berhasil menjuarai pertandingan Quidditch antar selama empat tahun berturut-turut," kata Ezra lagi sambil tersenyum bangga.

Albus tiba-tiba mengeluarkan dengusan pendek yang mengejek dari seberang meja. "Ya, aku sama sekali tidak melihat bagian mananya yang menyombong dari hal itu," komentarnya menyindir.

"Tolong abaikan saja dia," kata Belle buru-buru. Sebagai sepupunya, dia ikut merasa tidak enak atas ketidakramahan Albus.

"Ya, tolong abaikan saja aku," sinis Albus lagi.

Ezra tersenyum canggung, jelas mulai merasa tidak nyaman dengan sikap kurang menyenangkan Albus. Menyadari hal itu, Cassie segera mengambil inisiatif untuk mengalihkan perhatian cowok itu. Di antara suapan sereal yang lezat, dia menyempatkan diri untuk bertanya, "Jadi, apa kau ikut bermain untuk tim asramamu? Atau kau hanya suka memamerkan pencapaian orang lain?"

Bukannya tersinggung dengan pertanyaan Cassie, Ezra justru tertawa kecil. Selama seminggu mengenal lebih dekat perempuan itu, dia menyadari dengan jelas kalau Cassie bukan tipikal yang mudah untuk dibuat terkesan. Dia menganggap itu sebagai suatu poin plus dari seorang Cassiopeia Malfoy, sesuatu yang jarang dia temukan pada kebanyakan perempuan yang dia kenal.

"Well, aku telah menjadi Chaser mereka untuk waktu yang cukup lama," jawab Ezra santai.

"Kalau begitu, kenapa kau tidak ikut uji coba Quidditch tim Slytherin saja?" saran Zafira tiba-tiba. "Aku ingat Profesor McGonagall pernah bilang kalau kau dan anak Ilvermorny lainnya bebas memilih untuk ikut dalam tim asrama manapun pada setiap kegiatan yang ada di Hogwarts mengingat kalian pada dasarnya memang tidak terikat pada asrama manapun di sini."

Itu sudah menjadi kebijakan dari sekolah bahwa para murid pertukaran pelajar dari Ilvermorny tidak diseleksi ke dalam asrama manapun. Mereka tinggal di Asrama Ketua Murid, bebas untuk bergabung dengan asrama manapun ketika berada di Aula Besar, serta bebas untuk mengikuti uji coba tim asrama manapun dalam semua kegiatan yang berada di luar pelajaran. Itu semua dimaksudkan agar para murid Ilvermorny bisa berbaur dengan bebas dan tanpa terbatas.

"Um, entahlah," gumam Ezra tampak tak yakin.

Cassie menduga kalau Ezra mungkin memikirkan bagaimana hal itu akan berdampak pada hubungannya dengan murid dari asrama lain. Sesuatu yang agak wajar untuk dikhawatirkan jika melihat rivalitas antara Slytherin dan asrama lainnya.

Zafira buru-buru menambahkan, "Aku yakin aku pasti bukan satu-satunya yang ingin melihatmu bermain untuk Slytherin." Dia kemudian mengerling nakal pada Cassie yang baru saja meneguk jus labu dari pialanya. "Putri Slytherin cantik kita yang duduk di sebelahmu itu adalah contohnya."

Cassie mengernyit tak senang mendengar dirinya dibawa-bawa oleh Zafira. Sejak kapan dia peduli pada Quidditch sekalipun itu adalah tim asramanya sendiri?

"Dan dia juga sudah pasti akan menjadi penggemar nomor satumu kalau kau berhasil memenangkan piala Quidditch untuk Slytherin!" Belle ikut-ikutan menimpali dengan semangat.

"Jangan dengarkan mereka, Ez," sahut Cassie cepat. "Kau tidak perlu bermain untuk Slytherin jika kau tidak mau."

Tepat setelah dia berkata begitu, Zafira langsung menendang kakinya dari bawah meja. Gadis Zabini itu kemudian memelotitinya sambil mengeja kata 'Demi kemenangan Slytherin' tanpa suara.

Cassie mengerang dalam hati, agak malas sebenarnya untuk melakukan ini. Tetapi Zafira ada benarnya juga. Jika Ezra memang telah bermain untuk tim yang menang selama bertahun-tahun, itu berarti lelaki itu akan menjadi tambahan yang menguntungkan untuk Slytherin.

Setelah menyempatkan diri untuk balas menendang kaki Zafira, Cassie menoleh kembali pada Ezra dengan senyum tipisnya dan berujar, "Tapi kalau kau berniat untuk membuatku terkesan, memenangkan piala Quidditch untuk Slytherin akan menjadi cara yang bagus untuk itu."

Ezra mengeluarkan tawa kecil, tampak begitu terhibur dengan tingkah Cassie. Sedetik sebelumnya, gadis itu tidak setuju dengan Zafira dan Belle yang mencoba membujuknya untuk bergabung dengan tim Quidditch Slytherin. Tetapi sekarang dia malah ikut mencoba membujuknya dengan cara yang lebih halus lagi.

"Baiklah kalau begitu," putus Ezra sambil menyentuh tangan Cassie yang menganggur di atas meja lalu menggenggamnya. "Aku akan ikut uji coba tim Quidditch Slytherin."

Senyum Cassie seketika melebar, dan dia balas menggenggam tangan Ezra. Sementara Belle dan Zafira langsung memekik senang. Hanya Albus yang malah semakin berwajah masam mendengar hal itu.

Secara kebetulan, seluruh tim asrama Quidditch Hogwarts mengadakan uji coba di hari itu dengan waktu yang berbeda-beda. Tim Hufflepuff adalah yang pertama, yaitu mulai pukul tiga sore. Dilanjutkan oleh tim Gryffindor pada pukul empatnya. Kemudian adalah tim Ravenclaw dan tim Slytherin, masing-masing memiliki satu jam untuk melangsungkan uji coba karena hanya ada satu lapangan yang bisa gunakan.

Ketika saatnya giliran tim Slytherin tiba, kursi penonton mendadak menjadi lebih padat daripada sebelumnya. Hampir separuh penghuni Hogwarts yang berjenis kelamin perempuan hadir di sana untuk menonton. Sepertinya, kabar tentang Ezra yang akan mengikuti uji coba Quidditch Slytherin telah tersebar dengan begitu cepat. Suasana uji coba seketika hampir terasa seperti suasana pertandingan yang sesungguhnya.

Ada sekitar duapuluh empat orang yang datang untuk mengikuti uji coba, Albus dan Ezra juga termasuk diantaranya. Agak aneh sebenarnya melihat Albus tiba-tiba berminat untuk ikut uji coba mengingat dia selalu tampak sama tidak pedulinya dengan Cassie jika sudah menyangkut soal Quidditch. Apalagi Albus juga sudah pernah membuktikan bahwa dia memang tidak menuruni bakat Quidditch orangtuanya saat pelajaran Terbang dulu, yang jelas berbanding terbalik dengan kedua saudara dari lelaki itu.

Uji coba kali itu terdiri dari empat tahap. Yang pertama adalah tes dasar dimana para peserta diminta menunjukkan kemampuan dasar mereka di atas sapu dengan terbang satu kali mengelilingi lapangan. Selanjutnya adalah tahap uji coba untuk posisi Beater, lalu Seeker dan Chaser. Demian Zabini, kakak laki-laki Zafira yang terpilih menjadi kapten tahun ini, beralih dari posisinya sebagai Chaser menjadi Keeper sehingga mereka tidak memerlukan lagi uji coba Keeper.

Setelah hampir setengah jam berlalu, Demian akhirnya memutuskan untuk memilih kembali Thomas Barge dan Matthew Jones sebagai Beater. Keduanya memang telah bermain sebagai Beater tim Slytherin sejak tiga tahun yang lalu, dan belum ada peserta lain yang bisa menunjukkan kemampuan menghadang Bludger yang lebih baik dari mereka.

Aaron Nott adalah yang selanjutnya. Lelaki itu kembali terpilih sebagai Seeker tim Slytherin, mengalahkan keempat peserta lainnya yang mengikuti uji coba Seeker. Tak ada yang berani mengatakan bahwa keputusan Demian ini didasarkan fakta bahwa Aaron adalah sepupunya, mereka semua telah menyaksikan sendiri bagaimana kemampuan menangkap Snitch lelaki itu terus berkembang setiap tahunnya.

Dan tibalah uji coba Chaser, yang diikuti baik Ezra maupun Albus. Mereka harus bersaing dengan sepuluh peserta lainnya untuk bisa masuk ke dalam tim.

Secara mengejutkan, Albus terbang jauh lebih baik daripada biasanya. Meskipun dia masih belum sebaik kedua saudaranya, James dan Lily, itu tetap merupakan sebuah kemajuan yang sangat pesat mengingat seberapa mengerikan kemampuan terbang Albus sebelumnya. Masih menjadi misteri mengapa Albus tidak menuruni kemampuan terbang kedua orangtuanya yang merupakan pemain Quidditch handal yang telah diakui oleh semua orang.

Meskipun begitu, nyatanya kemampuan Albus untuk memasukkan Quaffle ke dalam gawang masih belum cukup untuk membuatnya berada pada posisi tiga terbaik di antara para peserta yang ada. Lain halnya dengan Ezra yang terbang lebih cepat daripada semua pesaingnya dan berhasil mencetak lima gol dalam kurun waktu limabelas menit. Demian bahkan tidak memiliki pertimbangan apapun lagi untuk segera mengumumkan hasilnya.

Cassie turun dari kursi penonton bersama Belle dan Zafira, berniat untuk memberikan selamat pada Ezra yang telah berhasil bergabung dengan tim. Tetapi karena keduluan oleh gerombolan cewek yang memang berada di sana untuk menonton Ezra, dia jadi mengurungkan niat tersebut. Dia akhirnya memilih untuk menunggu di dekat kursi penonton, sementara Zafira dan Belle pergi untuk memberikan selamat pada Aaron.

Kemudian dari sudut matanya, Cassie tanpa sengaja melihat Albus yang berjalan meninggalkan lapangan seorang diri. Wajah lelaki itu kelihatan kecewa sekali dan punggungnya bahkan tertunduk lesu. Cassie jadi merasa tidak tega untuk membiarkan lelaki yang telah menjadi sahabatnya sejak tahun kedua itu pergi sendirian. Dengan segera, dia melangkahkan kakinya untuk menyusul Albus.

"Al, tunggu!" seru Cassie yang mulai merasa kesusahan untuk mengikuti langkah kaki Albus yang lumayan cepat.

Albus seketika berhenti melangkah, namun tidak membalikkan tubuhnya sehingga Cassie tidak bisa melihat ekspresi lelaki itu saat ini.

"Itu hanya permainan yang bodoh, Al," kata Cassie lagi, "Kau sama sekali tidak perlu merasa sedih hanya karena tidak bisa ikut bermain permainan bodoh itu."

Albus akhirnya berbalik, memutar setengah badannya menghadap Cassie. Ekspresinya datar ketika membalas, "Oh ya? Kau tidak terdengar menganggap Quidditch sebagai permainan bodoh pagi ini."

"Well, aku tidak sedang mencoba membuatmu merasa lebih baik pagi ini," jawab Cassie santai.

"Itukah kenapa kau merayu cowok Ilvermorny itu agar mau ikut uji coba Quidditch Slytherin?" tanya Albus, mata memandang tak percaya pada Cassie. "Karena kalau bukan gara-gara dia, aku pasti akan punya kesempatan untuk terpilih."

"Kenapa kau jadi marah-marah padaku?" kata Cassie, dahi mengernyit tak senang dengan perkataan Albus yang terkesan menyalahkannya. "Itu bukan salahku kalau kau payah dalam Quidditch."

Dan sedetik kemudian, dia langsung menyesali kata-katanya tersebut ketika mendapati raut terluka di wajah Albus.

"Terima kasih karena telah mengatakan itu dengan jelas, Cass," kata Albus dengan senyum yang dipaksakan.

Cassie menghela napas. "Kau tahu bukan itu maksudku," katanya dengan nada menyesal. "Aku hanya tidak ahli dalam berbohong untuk membuat orang lain merasa lebih baik."

"Kalau begitu kau sama sekali tidak perlu melakukannya lagi," tukas Albus tanpa melunturkan senyum paksanya. "Karena aku sudah menyadari kalau aku menang tak lebih dari seorang pecundang." Lalu, dia segera memutar tubuhnya membelakangi Cassie dan melanjutkan langkahnya yang tertunda.

"Kau bukan pecundang, Albus," sahut Cassie cepat. Kakinya ikut melangkah di belakang lelaki itu. "Aku menolak untuk setuju dengan itu."

"Kurasa kau benar soal kau tidak ahli dalam berbohong untuk membuat orang lain merasa lebih baik," jawab Albus tanpa repot-repot menoleh atau sekedar berhenti melangkah. "Karena itu adalah kebohongan terburuk yang pernah kudengar darimu."

"Tapi aku bahkan tidak sedang berbohong," elak Cassie cepat. Dia mempercepat langkahnya dan segera menghadang jalan lelaki itu. "Payah dalam Quidditch tidak membuatmu jadi pecundang, Albus. You even have plenty of other things that you really good at. Jika hal sekecil itu saja bisa membuatmu menjadi pecundang, maka itu berarti semua orang akan menjadi pecundang juga."

Albus terdiam, mata memandang Cassie dengan skeptis. Dia tidak yakin kata-kata Cassie mampu untuk menghilang ketidakpercayaan dirinya, tetapi dia agak terharu dengan usaha perempuan itu untuk membuatnya merasa lebih baik.

Menyadari atmosfer yang agak serius di antara mereka, Cassie buru-buru menambahkan, "Semua orang kecuali aku tentunya, karena aku pada dasarnya adalah orang yang luar biasa."

Albus tergelak pada gurauan Cassie itu. Sedikit banyak, dia jadi menyesal karena sudah sempat marah-marah pada Cassie ketika kegagalannya hari ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan perempuan itu. Semuanya murni karena memang dia tidak memiliki bakat dalam Quidditch, dan dia tidak seharusnya memaksakan hal itu.

"Lagipula, kenapa sih kau tiba-tiba jadi tertarik pada Quidditch?" tanya Cassie lagi ketika suasana di antara mereka telah berubah menjadi lebih santai. "Tidak seperti biasanya."

Albus kembali terdiam. Dia menatap Cassie cukup lama, seolah menimang apakah harus memberitahu gadis itu alasan yang sebenarnya atau tidak.

"Al?"

Albus menarik napas panjang sebelum akhirnya memilih menjawab, "Karena aku sedang mencoba membuat seorang gadis menyukaiku." Lelaki itu kemudian menunduk, memilih menatap sepatunya ketimbang menyaksikan perubahan reaksi Cassie. "Kupikir dengan menjadi pemain Quidditch, dia akan terkesan dan mulai melihatku dengan cara yang berbeda. Tetapiㅡ"

"Itu tanpa diragukan adalah hal terbodoh yang pernah kudengar darimu," potong Cassie cepat.

Seketika Albus langsung mendongak dan kelihatan agak bingung dengan reaksi yang diterimanya.

"Kalau kau ingin seseorang menyukaimu, kau tidak perlu berubah untuknya. Jika dia tidak bisa menyukaimu apa adanya, maka dia sama sekali tidak pantas untukmu."

Andai saja Cassie tahu kalau dialah yang dimaksud oleh Albus. Apakah gadis itu akan tetap mengatakan hal yang serupa?

TBC


Hayoo, gimana menurut kalian chapter empatnya? Aku bener-bener sangat menghargai kalo kalian mau ninggalin jejak pendapat.

Dikarenakan beberapa hal, jadwal update cerita ini bakal berubah. Cerita ini bakalan diupdate setiap hari MINGGU jam 3 sore. Jadi, stay tune ya!

Continue Reading

You'll Also Like

1M 62.4K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
99.1K 11.8K 99
Meet me in the Astronomy Tower - Draco Malfoy Completed #Draco X OC All original characters belong to J.K Rowling. Most of the gif are property of Wa...
32.4K 3.9K 26
Setelah keluar dari labirin, mereka diamankan oleh tentara dari Crank dan membawanya ke sebuah tempat yang aman. sebuah keanehan yang disadari oleh T...
Malfoys By Ruby

Fanfiction

39.4K 2.5K 18
[ Fanfiction ] Malfoy, keluarga yang terkenal dengan rambut pirang platinum dan iris abu-abu pekat mereka. awalnya keluarga Malfoy terkenal dengan m...