Haphephobia | ✔

Від angelicatiara

5.1K 2.3K 4.7K

[Featured in "Kisah Klasik di Sekolah" - September 2022 @WattpadRomanceID] Highest rank #1 mental (01/10/202... Більше

2. Kejutan untuk Ashilla
3. Dua Sisi Gabriel
4. Regret
5. Fix You
6. Everything Is (Not) Okay
7. Apa yang Telah Ia Lakukan?
8. Titik Balik
9. Kita Ini Apa?
9,5. Salah Arti
10. Stay
11. Karena Waktu
12. One Step Backward
13. We'll Be Fine
14. The End

1. The Beginning

840 220 553
Від angelicatiara

"Ashilla."

Tangannya bergerak tanpa henti menyusuri rambutnya dengan sisir. Semakin lama semakin cepat.

"Shilla? Kamu baik-baik aja? Ayo turun."

Desah pelan lolos dari bibir gadis berusia delapan belas tahun. Ayolah, untuk bersiap saja dia belum terbiasa. Memang kesalahannya, sih, terlalu gagap mempersiapkan segala hal tentang sekolah. Namun, jika untuk Ashilla, bukankah hal itu dapat diwajari?

"Iya, Kak!" Shilla berteriak dari kamarnya, berharap perempuan tadi dapat mendengarnya dengan jelas di bawah sana.

Memastikan seluruh perlengkapannya sudah ia masukkan ke dalam tas serta seluruh seragam telah ia pakai dengan rapi, Shilla meluncur ke meja makan.

Pagi-pagi seperti ini, biasanya ia sendirian di meja makan. Namun kini perempuan yang dipanggilnya 'Kak' rela datang ke rumahnya.

Sosok yang sedari tadi menunggunya merasa bahagia melihat penampilan Shilla -meskipun hanya dengan seragam sekolah reguler. Terhitung pagi ini, rutinitas Shilla bertambah satu.

"Udah diperiksa barangnya? Lengkap?"

"Ya, seharusnya sudah."

Lagi, mungkin untuk terakhir kali hari ini, Shilla menggeledah seluruh isi tasnya. Mengingat setiap isi agar nanti sore bisa pulang dalam keadaan utuh.

"Kalau gitu, Shilla berangkat dulu, Kak."

"Aku antar sampai depan. Sekalian, aku juga mau kembali ke tempatku."

Balasannya lembut, "terima kasih, Kak."

Alena tersenyum. Semoga pilihan ini menjadi yang terbaik untuk Shilla. Apapun yang ia putuskan sekarang, semua tidak lain untuk kebaikan Shilla, bukankah demikian?

Yang pasti, senang tidak senang, Shilla sendiri yang telah memilih mengikuti seluruh rancangan yang Alena kerjakan. Lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali.

Kelas dua belas akan jadi penghujung pendidikan menengah yang sama sekali beda dengan biasanya.

Alena mengunci pintu depan rumah Shilla. Matanya mengikuti punggung Shilla, langkahnya meragu. Meski begitu, Shilla tetap ikut bersama gadis sebaya itu pergi ke sekolah barunya -atau Alena bisa katakan sebagai gedung sekolah pertamanya.

Di depan sana, ketika memastikan Ashilla benar-benar pergi, Alena menghela napas lembut. Menyandarkan diri ke dinding kokoh di belakangnya.

"Kamu pasti bisa, Shill. Dan akan aku usahakan agar kamu bisa merasakan apa yang gadis seumuranmu rasakan." Alena menyemangati dirinya sendiri.

Untuk saat ini, dirinya adalah satu-satunya yang Ashilla punya. Satu-satunya yang mengerti dan diharapkan keluarga Shilla dapat membantu putri mereka tanpa harus bertatap muka. Maka dengan segala kepercayaan yang melekat di bahunya, Alena yakin, meski tidak mudah semua tetap saja mungkin untuk ia gapai.

***

Gedung yang sedang Shilla pijak riuh sekali. Terlalu ramai, setidaknya untuk Shilla, sampai-sampai ketakutan adalah kesan pertamanya.

Dara cantik di samping Shilla menegurnya, memberi wajah paling ceria yang ia punya.

"Ke 12 IPA 1, ruang sebelum paling ujung sana." Jemarinya menunjukan lokasi yang ia maksud.

Sedikit perasaan lega dan aman menenangkan Shilla. Beruntung ia tidak benar-benar sendiri di sini. Jika saja Resivia Lestari bukan tetangganya dan seorang Resivia Lestari bukan satu-satunya teman perempuan yang akrab dengannya, maka Shilla yakin riwayat sekolahnya tamat pada pertemuan pertama.

Sekumpulan persepsi yang ia bentuk di kepala kecilnya membuat Shilla tak sadar mereka sudah tiba di depan kelas.

"Bentar, ya. Aku bilang sama gurunya."

Shilla hanya bisa diam sembari meremas kesepuluh jarinya secara acak ketika akhirnya ia mendapat panggilan masuk oleh guru baru dan Sivia.

"Nah, ini dia. Ashilla, silakan perkenalkan diri kamu."

Semaksimal mungkin, Shilla mencoba mengeluarkan suaranya di depan kelas.

"Perkenalkan semua. Namaku Ashilla Minataka, Shilla untuk singkatnya." Ia berhenti sejenak untuk melihat reaksi teman sekelasnya. Kebanyakan dari mereka melempar pandangan heran, mungkin karena adanya murid baru yang baru bergabung kelas dua belas ini.

"Mungkin terdengar aneh, tapi ini pertama kalinya aku bersekolah seperti ini. Biasa aku belajar sendiri di rumah (home schooling) karena ..."

Kalimat itu terhenti. Haruskah ia membukanya secara langsung? Melihat reaksi Sivia yang menggeleng, Shilla menangkap kode Sivia. Kepalanya mengangguk mengerti.

"... karena satu dan lain hal. Mungkin kalian akan tau ke depannya. Jadi mohon bantuannya."

Kemudian dirinya dipersilakan duduk di bangku samping Sivia. Tentu saja, Alena sedikit banyak ikut campur dalam hal ini. Jangan salah sangka dirinya protektif terhadap Shilla. Ia hanya menghindari hal yang tidak diinginkan.

Terutama dengan fakta bahwa berinteraksi dengan orang lain adalah kelemahan Shilla saat ini.

"Shill, kalau perlu bantuan atau ada yang mau ditanya, sama aku aja gak apa, kok." Di tengah pembelajaran, Sivia berbisik.

"Terima kasih, Vi. Maaf kalau aku bakal sering bikin kamu susah, ya."

Sivia tidak menghiraukan itu. Malahan tawa yang ia lontarkan.

"Santai aja. Aku tau, kok, seberapa sulitnya kamu. Walau konteksnya beda, setidaknya aku bisa ngerti bagian pisah sama orang tua. Kamu tau, 'kan, aku gak pernah bisa kenal sama mereka, mereka ... milih untuk pergi duluan."

Tawanya memelan. Pudar ketika pembahasan itu datang. Ya, mau dikatakan apa lagi, begitulah adanya. Sivia juga menerimanya.

Keduanya memilih memfokuskan diri membaca rumus-rumus Statistika di buku mereka. Tenang, Shilla tidak memiliki masalah serius jika perihal mengejar pelajaran. Toh, selama ini, pelajaran ketika masa home schooling menggunakan kurikulum yang sama dengan sekolah umumnya.

Sivia merentangkan tangannya ke atas. Akhirnya waktu istirahat untuk kelasnya selesai juga. Matematika Peminatan memang sangat sulit untuk dikerjakan, terutama dalam keadaan perut yang belum terisi.

"Mau keliling liat-liat sekolah gak, Shill? Biar aku temenin kamu."

Sehabis meneguk botol air mineralnya, Shilla berdiri.

"Gak ngerepotin, 'kan, Vi?"

"Sama sekali gak." Ia bangkit, "bentar, ya."

Shilla hanya diam memandangi apapun yang gadis itu lakukan.

Di lihatnya Sivia menghampiri salah satu meja di kelas yang masih berpenghuni.

"Ikut bareng gak, Yel? Aku mau ajak Shilla keliling. Barangkali kamu tertarik."

Sekilas, bulu kuduk Shilla merinding. Tatapan tajam dan seolah tidak peduli dari laki-laki tiba-tiba terarah ke dirinya.

Dia menaikkan bibirnya, "gak, deh, Vi. Aku di kelas aja. Kamu duluan aja."

Shilla sedikit memainkan ujung roknya. Tangan laki-laki itu menyentuh puncak kepala Sivia, mengusapnya pelan.

Ah, tampaknya mereka berdua sangat dekat.

"Oke."

Menjinjing plastik bening berisikan roti kesukaannya, Sivia membimbing Shilla mengelilingi beberapa ruangan terdekat. Setidaknya, tujuan Sivia adalah ingin Shilla merasa lebih familiar dengan ramainya masa-masa Sekolah Menengah. Itu dulu saja.

"Vi."

Tangannya membatalkan niat untuk kembali melanjutkan makanannya, "ya, kenapa?"

"Kamu akrab sama teman yang tadi di kelas, ya?"

"Yang mana?" Mengingat pelajaran tadi ia sempat berkomunikasi dengan banyak teman, Sivia tidak terlalu yakin siapa yang Shilla maksud.

"Yang terakhir, laki-laki yang agak tinggi tadi."

Mendengar deskripsi Shilla, dara cantik yang menemaninya tampak mengangguk.

"Oh, Gabriel?"

Mana Shilla tahu namanya. Shilla hanya berdeham singkat.

"Dia Gabriel Pangestu, panggil aja Gabriel. Anaknya emang suka sendiri, jarang ada yang bisa cocok sama dia." Via meringis, mengapa pula ia menjelaskan bagian itu?

Refleks bibir Shilla menyeletukan pertanyaan yang tak bisa ia cegah.

"Kamu?"

Sedikit salah tingkah, Resivia berusaha mengendalikan wajahnya yang mulai terasa hangat.

Tolong katakan pipinya tidak memerah! Via berucap dalam batinnya.

"Kebetulan dekat. Dari kecil selalu satu sekolah, jadi sudah saling kenal aja. Selama kelas sebelas kemarin sampai sebelum kamu, Gabriel teman sebangku aku. Jadi gitu, deh."

Alis Shilla sedikit terangkat ketika Sivia berhenti untuk membisikan sesuatu di telinganya.

"Tapi ini cuma saran, ya. Kalau untuk kamu, sepertinya Gabriel bisa sedikit kamu hindari. Bukannya aku gak mau kalian dekat. Hanya saja kamu-, em, maksud aku-"

"Oke, oke." Cepat, Shilla mengakhiri topik pembicaraan tentang laki-laki bernama Gabriel.

Shilla kurang lebih menangkap hal yang Sivia ingin sampaikan. Pasti menyangkut masa lalunya, tentu saja.

Kalau Shilla boleh jujur, Gabriel ini tampan.

Jangan mengira yang tidak-tidak terlebih dahulu. Shilla hanya menilai dari penampilan, lagipula Gabriel memang punya tubuh dan gaya yang good-looking.

Lagipula, ada hal yang perlu untuk dicatat.

Interaksi antara Shilla dan laki-laki ibarat sel telur ayam yang bermutasi dan menetas jadi anak bebek; hal langka sepanjang sejarah.

Sejauh ini, harinya masih baik-baik saja. Walau Shilla sendiri belum membuka diri seperti yang Alena sarankan.

Ya, Shilla harap, hari perdananya yang hampir berakhir ini akan berjalan seperti yang Shilla dan Alena inginkan.

Semoga.

***

Selamat datang di Haphephobia!💚
Akhirnya publish cerita ShIel juga hihii. Semoga kalian suka dan responnya positif.

Gimana nih part awalnya?
Bantu untuk tinggalkan vote dan komen setelah baca. Jangan jadi siders oke?
Share juga ke manteman pemburu cerita ShIel dan ICL lainnya, ke tetangga, atau ke kenalan kalian juga boleh~

Follow wp ini yuk biar gak ketinggalan up.

Ohiya, follow instagram untuk ceritaku yuk! Follback ask aja di sini, atau dm boleh wkwk.

Ig: tiaraxangelica

Di sana, kalian akan liat Highlight story 'Haphephobia'. Isinya nanti kira-kira bocoran scene next part (kalau besoknya aku up, aku bakal post ini) dan story tentang Haphephobia yang lain. (Kalo orang lain di post feed ig, kan? Aku orangnya kumpulin di sorotan cerita dulu aja ya😂)

Ikuti Haphephobia terus yuk!!🙏

Продовжити читання

Вам також сподобається

391K 40.1K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
Waktu dan Tenggara Від Bentang Belia

Підліткова література

56.2K 14.9K 33
Hidup berkecukupan dan bergelimang harta sepertinya sangat menyenangkan bukan? Tapi semua itu seperti tidak berarti untuk Arghi Matteo Tenggara, kare...
Happy Birth-Die 2 Від Bentang Belia

Підліткова література

21K 2.3K 23
Andre Oktovian, yang memiliki kemampuan bisa melihat jodoh orang, akhirnya melihat jodoh masa depannya, yaitu Ginny. Karena tidak ingin hal itu terja...
273K 21.4K 101
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...