My Perfect Luna (COMPLETE)

By fatifides2_

1.1M 66.6K 1K

Devanio Alexandro, putra mahkota dari Bluemon pack. Calon Alpha dari pack terbesar dan terkuat dari wilayah t... More

MPL-1
MPL-2
MPL-3
MPL-4
MPL-5
MPL-6
MPL-7
MPL-8
MPL-9
MPL-10
MPL-11
MPL-12
MPL-13
MPL-14
MPL-15
MPL-16
MPL-17
MPL-18
MPL-20
MPL-21
MPL-22
MPL-23
MPL-24
MPL-25
MPL-26
MPL-27
MPL-28
MPL-29
MPL-30
MPL-31
MPL-32
MPL-33
MPL-34
MPL-35
MPL-36
MPL-37
MPL-38
MPL-39
MPL-40
MPL-41
MPL-42
Cerita Baru

MPL-19

20.4K 1.2K 13
By fatifides2_

Merasa ditatap wanita itupun membuka suara. "Kau pasti Rora, Matenya Devan." Ia mengulurkan tangannya. "Perkenalkan, namaku Jessy Angela Martha, pacarnya Devan."

Mata Rora membulat tak percaya. Dengan percaya dirinya wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai pacar dari suaminya. Sungguh manakjubkan.

Tatapan Rora beralih kepada Devan meminta penjelasan.

"Yha, dia Jessy, pacarku." Mendengar
itu entah mengapa dada Rora menjadi sesak. Ada yang mengganjal disana.

"Devan, aku lapar. Ada makanankan disini?" rengek Jessy kepada Devan.

"Tentu swetty." Devan dan Jessy beranjak dari sana, meninggalkan Rora yang masih tak bergeming di tempatnya.

"Ayo Amour!" Mendengar teriakan Devan, Rora berbalik badan menyusul mereka.

Sesampainya di ruang makan Rora sudah melihat Jessy yang menyuapi Devan dengan buah strawbery yang cukup besar di tangannya. Wanita itu duduk di samping Devan, tempat biasanya ia tempati.

Tanpa suara Rora menarik kursi di depan Devan, tempat yang bagus untuk mengamati kedua sejoli yang seperti dimabuk cinta itu.

Rora berusaha tetap tenang. Belum saatnya ia memberi pelajaran kepada jalang itu.

Acara makan selesai. Hari juga mulai larut. Waktunya untuk tidur.

"Dev, aku capek. Aku tidur di kamarmu yha," pinta Jessy lagi-lagi kepada Devan saat menuju lorong-lorong kamar.

"Tapi itu bukan hanya kamarku, tapi juga kamar Rora. Kamu tidur di kamar tamu saja yha," jelas Devan tak kalah manis.

"Aku nggak mau. Pokoknya mulai malam ini kamar itu akan menjadi kamarku denganmu dan malam ini dan malam-malam seterusnya kamu harus tidur denganku." Kesabaran Rora telah sampai batasnya. Rora mendekat, berniat menampar wanita jahanam itu.

Belum sampai mendaratkan tangannya di salah satu pipi wanita itu, tangan Rora di tahan oleh tangan kekar Devan.

Melihat tangannya di tahan, Rora menatap pemilik tangan yang mencegahnya. Ia mendapati Devan yang menatap tajam yang membuat dirinya membeku tak percaya.

"Kau tidur di kamar tamu," ucap Devan tajam. Ia menghempaskan tangan Rora kasar.

Rora terdiam ditempat, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Apakah itu tadi benar-benar Devan? Apakah ia telah berubah? Pertanyaan demi pertanyaan melintas di kepalanya.

Setelah merasa tenang, Rora membalikkan badannya. Ia tak berniat untuk pergi ke kamarnya. Ia hanya ingin menanangkan dirinya saat ini.

*****

Malam semakin lelap, tapi sepasang Mate yang ingin tertidur belum juga tertidur. Bahkan hanya kurang menutup matanya rasanya sangat susah.

"Fan!" ucap Nasya di tengah keheningan.

"Hm," balas Fano dengan deheman.

"Wanita yang bersama Alpha tadi siapa?" Karna tak dapat menahan rasa penasarannya, Nesya pun bertanya.

"Teman dekat Alpha," jawab Fano singkat.

"Hanya teman dekat?" tanya Nesya memastikan.

"Iya," jawab Fano sekali lagi.

"Tapi meng-"

"Sudahlah. Apa kau tidak mengantuk?" Mendengar perkataan Matenya, Nasya pun menutup matanya dan terlelap dalam mimpi.

*****

Tengah malam. Rora belum juga terlelap. Perasaan yang hancur dan pikiran yang kacau membuatnya belum dapat tidur hingga saat ini.

Setelah melihat rembulan di langit malam yang penuh bintang, Rora bergegas tidur. Saat ini ia sudah berada di dalam kamar tamu. Yha, Rora menuruti apa yang dikatakan Matenya. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat dengan Devan.

*****

Dengan mata yang sembam, Rora terbangun pagi ini. Setelah menangis semalaman ia baru dapat tidur kerena lelah dan kepalanya yang mulai terasa berat.

Selesai mandi, Rora mengompres kedua matanya yang membesar dengan es batu yang di antarkan oleh salah satu Maid sewaktu mandi dan memoleskan sedikit make up untuk menutupi wajahnya yang bisa dibilang kacau.

Rora keluar dari kamar. Apalagi kalau bukan untuk sarapan? Perutnya sudah meronta-ronta sejak tadi. Semoga Devan dan jalang itu tidak ada di sana, itulah harapan Rora.

Sesampainya di ruang makan, pandangan Rora tertuju pada meja makan. Terdapat beberapa orang yang tengah mengobrol di sela-sela sarapan. Mereka adalah anak-anak buah Devan, Beta dan beberapa gama, serta ada juga Nesya di sana.

Melihat Lunanya mendekat, Nasya berdiri dari duduknya. Ia memegang kedua pipi Rora, melihatnya dengan sangat detail. "Luna! Kau tidak apa-apa? Wajahmu terlihat berbeda, sedikit pucat."

"Aku tidak apa-apa. Sungguh." Rora memurunkan kedua tangan Nesya dan menggeser kursi di sampingnya yang kebetulan kosong.

"Luna belum sarapan?" tanya Bara melihat Lunanya itu meletakkan nasi dan beberapa lauk dipiringnya.

"Belum," jawab Rora singkat sebelum mengambil suapan pertamanya.

Semua sendok selain yang Rora pegang langsung tergeletak di atas piring. "Maaf Luna. Kami pikir Luna sudah sarapan bersama Alpha tadi. Maaf kami telah mendahului Luna," ucap Bara.

"Tidak apa-apa. Kalian habiskan saja makanan kalian sekarang. Jika terlalu lama akan menjadi tidak enak lho."

"Tapi Lun-"

"Ini perintah," ucap Rora tegas.

"Baik Luna." Semua mulai memakan makanannya kembali dengan sedikit rasa ragu.

"Bukankah tadi mengobrolkan sesuatu? Mengapa tidak dilanjutkan?" semua terdiam dan saling menatap. Hanya mata yang mereka gunakan untuk berkomunikasi saat ini.

"Karna ada aku yha?" tanya Rora asal. "Apa kalian sedang membicarakanku?"

"Tentu tidak Luna. Andaikan saja iya, kita bisa habis oleh  hukuman Alpha." Senyum di wajah Rora memudar. Ada rasa sesak di dalam sana.

"Hm.. kau jangan lupa. Masih ada aku disini. Jika kau berani membicarakan adikku. Awas saja kau." Gelak tawa menggema di ruangan.

Sebenarnya Fano sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Saat ini ia hanya dapat menguatkan adiknya hingga sampai waktunya tiba.

Obrolan mereka berlanjut. Dari pengalaman lucu di masa kecil, kisah mereka ketika melakukan tugas, hingga kekonyolan mereka dalam hubungan asmara.

Semua tertawa mendengar cerita-cerita tersebut. Termasuk Rora. Ia seperti sudah melupakan masalahnya.

*****

Rora menatap benda pipih yang berada di tangannya. Apakah ia harus senang atau tidak, ia tak tau. Saat situasinya seperti ini mengapa ia diberikan amanah yang begitu berat.

Rora menghembuskan napasnya dan beranjak keluar dari kamar mandi. Ia harus kenyataan ini, mau tidak mau. Ia harus menjaganya baik-baik, itu kewajibannya.

"Luna, bagaimana hasilnya? Apakah hasil pemeriksaan saya benar?" Rora menatap seorang dokter yang memeriksanya tadi.

Sebelumnya memang Rora merasa tidak enak badan. Ia pun memanggil dokter untuk memeriksanya. Karena tak percaya apa yang dikatakan dokter tersebut, Rora ingin mengeceknya sendiri.

Rora mengangguk perlahan dan tersenyum tipis. Sudah tiga kali ia periksa dan ketiga-tiganya hasilnya sama.

"Ini kabar yang sangat baik Luna. Semua pasti akan senang mendengar kabar ini," ucap dokter itu dengan semangat.

"Tidak. Em... maksutku bukan begitu. Jangan beritau siapapun tentang kabar ini," ucap Rora memohon. "Termasuk juga Devan. Jangan katakan apapun kepadanya," lanjutnya tegas.

"Tapi Luna, bagaimana jika Alpha menanyakannya. Apa yang harus saya katakan." Dengan suara bergetar dokter itu menjawab.

"Jangan membahas apapun. Jangan berbicara masalah ini jika ia tidak bertanya mengenai ini semua," ucap Rora dengan aura kepemimpinannya.

"Baik Luna. Tapi sebaiknya Luna memberitau ini kepada Alpha." Rora menjawab dengan anggukan. "Saya permisi." Setelah mengatakai itu dokter itupun pergi.

Rora menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Kepalanya terasa sangat berat. Otaknya di paksa untuk berkerja lebih sekarang ini.

Rora masih berpikir, apakah ia akan memberitau semua ini kepada Devan atau tidak. Mengingat Devan tak berada di sisinya sekarang.

Aurora POV

Apa aku harus memberi tahu Devan tentang ini. Yha, itu harus. Tapi, apa dia masih peduli. Apa yang aku lakukan.

"Litiya! Apa kau bisa mendengarku?" ucapku melalui mindlink, berusaha menghubungi serigala yang tak bersuara sejak Devan mengusir kamu dari kamar.

"Yha. Aku disini." Aku merasa senang. Akhirnya serigala itu mau berbicara juga.

"Aku sudah tau semuanya. Aku bisa merasakannya Rora." Kali ini Verlitiya sangak bersemangat. Ia sangat bahagia.

"Litiya, apa menurutmu kita harus memberi tahu Devan tentang ini?"

"Tentu saja. Devan dan Eright berhak tau tentang ini. Dan... semoga semua kembali seperti dulu," ucapnya di dalam sana penuh harapan.

"Yha. Semoga."

Setelah bertanya dengan beberapa Warior yang berjaga, aku langsung menuju ruang kerja Devan. Berniat untuk memberi tau kabar ini kepadanya.

Aku menghentikan langkahku di depan pintu kayu yang sudah berada tepat di hadapanku sekarang ini. Sebelum membukanya kuyakinkan lagi keputusanku ini.

"Devan, bagaimana jika kita pergi berjalan-jalan?" suara terdengar dari dalam. Tak salah lagi, itu adalah suara Jessy.

"Bukankah kemarin kita sudah jalan-jalan, apa masih kurang ha?"

"Kemarinkan kita belanja. Sekarang aku maunya jalan-jalan di wilayah packmu dan sekalian kau memperkenalkanku sebagai calon istrimu."

"Tidak sekarang. Aku masih sibuk. Kau bisa lihatkan."

Percakapan itu pun akhirnya selesai. Melihat ada peluang untuk menyela Rora pun segera membuka pintu kayu tersebut.

Kreek

Author POV

Mata Rora langsung membulat. Dadanya pun menjadi sesak. Hatinya seperti di tusuk dengan pisau tumpul yang masih kokoh tertancap. Sangat menyakitkan.

.

.

.

.

.

.

.

.

_____________________________________

Maaf kalau masih ada typo.
Semoga tetap suka.
Jangan lupa vote dan komennya.
Terus nantikan kelanjutannya.
Dan terima kasih...
❤❤❤❤❤❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

129K 12.1K 33
MY LUNA QUEEN [COMPLETED] ============================== Seorang raja dan ratu melahirkan putri pertamanya, lalu tidak mengandung lagi setelah itu. L...
171K 15.5K 56
Hyeongjun itu lucu. Series 2 - Our Vitamin Series 3 - Baby Junnie Fluffy Stories Old! Wooseok Kid! Other Cast Boys Love!
75.3K 3.9K 44
Hidupku baik baik saja, sampai akhirnya umurku menginjak 20 tahun. Semuanya tampak aneh bagi diriku, banyak teka teki didalam hidupku mulai tersusun...
71.1K 1.6K 12
Aku memandang semua kejadian itu dengan mata terbelalak tak percaya, bagaimana mungkin mahluk mitologi yang keberadaanya hanya mitos bagiku tapi kini...