Arsena makan dengan lahap bersama Afiqah.
"Gimana enak masakan mas?" Hari ini Arsena memasak ayam rica-rica.
"Masakan mas selalu enak beda kalau Afi yang masak." Afiqah yang tadi semangat menjadi lesu. Padahal ia sudah berjuang keras belajar masak tetap saja tidak bisa mengalahkan masakan Arsena. Bumbu dan cara memasaknya juga sama seperti yang di ajarkan Arsena tapi tetap saja hasilnya berbeda.
"Sabar sayang semua butuh proses, mas yakin nanti masakan kamu bisa lebih enak dari punya mas."
Suara ketukan pintu membuat mereka berhenti sejenak.
"Sepertinya ada tamu mas?"
"Sebentar mas yang akan bukakan." Arsena bangkit dari kursi menuju pintu utama. Ketika ia meraih gagang pintu ia dikejutkan dengan kehadiran seseorang. Kali ini bukan Pangeran melainkan Putri. Ada apa gadis itu kesini? Bukannya dia di Jakarta.
"Loh kok kamu disini?"
"Pangeran bikin masalah lagi. Dia berantem di sekolah dan hampir bunuh anak orang. Jadi mama sama papa harus kesini dan aku juga ikut. Dirumah papa lagi marah jadi kata mama suruh nginep di rumah mas Sena untuk sementara." Arsena hanya menggelengkan kepala. Ia tidak tahu menahu soal itu. Pantas saja ia jarang bertemu Pangeran akhir-akhir ini. Ia juga tak habis pikir dengan kakaknya sebenarnya Pangeran dan Putri itu anaknya siapa kenapa harus selalu dititipkan kepadanya.
"Cerita di dalam saja. Kebetulan mas juga masak jadi sekalian makan."
"Kamu sendiri, Pangeran mana?"
"Lagi markirin motor." Arsena mengangguk tepat saat itu sosok yang tengah di bicarakan muncul. Bisa dikatakan wajah Pangeran hancur penuh dengan luka. Dasar anak muda suka sekali baku hantam.
Kemudian Pangeran langsung menyelonong masuk tanpa di suruh Arsena.
"Dasar anak tidak tahu sopan santun." Arsena hanya bisa menghela napas sabar.
Mereka duduk di meja makan bergabung untuk makan. Afiqah yang melihat ke dua anak itu langsung di sambut dengan antusias bahkan membantu mengambilkan makan.
"Mas Ahwan dan mbak Sheila mana?" Tanya Afiqah.
"Lagi ngurus berkas kepindahan Putri. Mama sama papa juga akan tinggal disini lagi. Kebetulan Kakek juga minta papa pindah. Katanya takut mati sebelum bisa melihat anak-anaknya." Arsena menggelengkan kepalanya. Itu mah akal-akalan papanya saja agar anak-anaknya kembali tinggal di solo. Bahkan ia saja sampai dipindahkan ke kantor yang di Surakarta dan tidak akan bekerja di Sukoharjo lagi, berkat papanya yang membujuk mertuanya.
"Loh kamu mau pindah juga." Afiqah menatap Putri bingung.
"Iya sekalian mau jagain Pangeran biar nggak tambah brutal."
"Emang pangeran kenapa?"
"Dia berantem di sekolah dan hampir aja mau bunuh orang itu. Padahal dulu di Jakarta nggak segitunya. Makannya papa marah terus memutuskan untuk pindah kesini agar bisa memantau Pangeran." Pangeran obyek yang di bicarakan hanya diam saja. Ia lebih memilih sibuk memakan masakan omnya itu.
"Kamu kenapa bisa berantem?" Arsena angkat bicara. Ia penasaran apa yang membuat keponakannya ini brutal seperti itu. Ia jadi ingat dirinya dulu. Pangeran itu seperti kopian dirinya. Dibanding ayahnya Ahwan yang kalem dan berprestasi.
Awalnya Pangeran diam enggan menjawab namun tatapan Arsena yang begitu menusuk membuat pria itu mau bicara.
"Pangeran hanya membela teman Pangeran." Semua orang diam menunggu kelanjutan cerita.
"Namanya Kalila dia berniat baik memberikan Rio minuman. Tapi pria itu malah mengguyur Kalila dengan minuman itu. Padahal Kalila sangat menyukai Rio. Brengsek memang pria itu!"
"Language Please..." Tegur Arsena ketika Pangeran mengumpat.
"Jadi kamu berantem buat bela si Kalila." Afiqah menyimpulkan jika pangeran menyukai gadis itu. Sampai ia rela berkelahi.
"Kamu suka dia ya?" Goda Afiqah.
"Bener jangan-jangan kamu suka dia." Putri menatap Pangeran curiga. Saudara kembarnya itu seperti menyimpan sesuatu yang mencurigakan.
"Enggaklah. Aku cuma kasihan aja sama dia. Udah punya penyakit jantung, hidupnya udah nggak lama lagi, suka di bully di sekolah, terus cintanya di tolak lagi sama cowok yang dia suka."
"Miris banget! Dasar Rio Ardiansyah kampret!!"
"Yakin cuma kasihan aja?" Afiqah mencoba memancing Pangeran. Namun ia tidak mendapat jawaban selain dengusan.
"Lain kali jangan gitu. Kasihan mas Ahwan ngurusin kamu. Tanggung jawab dia itu banyak nggak cuma kamu doang." Tegur Arsena ia tidak habis pikir dengan kelakuan keponakannya itu.
"Eh kayaknya mbak kenal deh sama anak itu. Rio Ardiansyah anak kelas XI IPA 3 itu?" Tanya Afiqah mengingat seseorang.
"Loh mbak kenal?" Pangeran yang tadi cuek jadi berminat. Siapa tahu ada informasi penting mengenai orang itu.
"Kenal, dia itu pernah berantem sama Andreas. Gara-gara nggak terima kalah main Futsal."
"Ngomong-ngomong mantan mbak Andreas itu nasibnya gimana mbak? Dia dikeluarin dari sekolah atau apa kan tanggung udah kelas tiga gitu." Putri yang tidak tahu apa-apa hanya diam mendengarkan percakapan mereka.
"Itu bukan urusan Afiqah lagi." Arsena mulai jengah ketika topik pembicaraan berganti menjadi Andreas. Wajahnya merah padam. Siapa yang tak cemburu jika istrinya itu membicarakan laki-laki lain yang jelas notabennya adalah mantan.
"Mbak pernah nggak pernah ketemu mas Andreas?" Pancing Pangeran ketika tahu omnya itu dalam mode cemburu.
"Belum."
"Mbak nggak penasaran Andreas sekarang kayak gimana? Apa Andreas udah tobat jadi pak ustad atau tambah nakal?"
"CUKUP PANGERAN!" Arsena bangkit kemudian menggebrak meja.
"Sekali lagi kamu berbicara mas cabein mulut kamu." Arsena menatap tajam Pangeran. Ia tidak suka dengan mulut bawel keponakannya yang sengaja memancing amarahnya. Pangeran hanya nyengir lalu kembali makan. Sedangkan putri nampak tidak puas saat Arsena menginterupsi. Ia penasaran dengan cerita tentang mantan kakaknya itu. Suasana menjadi hening dan mencengkram. Aura kemarahan Arsena begitu terasa.
"Mas kok aku jadi pengen lihat Andreas ngaji." Semua mata tertuju pada Afiqah.
"APA?" Arsena terkejut bahkan tanpa sadar mengatakan itu dengan suara keras. Ia menatap Afiqah tidak percaya berharap jika ia salah dengar.
"Afi kayaknya ngidam pengen lihat Andreas Ngaji. Afi penasaran Andreas itu bisa ngaji nggak mas." Arsena mulai panik mendengar itu. Ia menghadap menuju Afiqah. Dari semua ngidam aneh yang Afiqah alami ini adalah ngidam yang paling tidak masuk akal. Kalau boleh memilih lebih baik Afiqah ngidam kembang kayak dulu lagi aja. Dia ikhlas kalau di suruh nyolong kembang lagi. Tapi ngidam bertemu Andreas itu tidak bisa di toleransi. Ngidam bertemu mantan! Harus di garis bawahi mantan yang mungkin bisa balikan apalagi Andreas itu cinta pertama Afiqah. Arsena tidak terima dengan hal itu.
"Dengerin mas ngaji aja. Suara mas lebih bagus bahkan Taqy Malik kalah." Rayu Arsena bahkan ia yang tidak pernah pamer jadi menyombongkan diri. Ini semua gara-gara Pangeran yang memancing topik membicarakan Andreas.
"Tapi aku maunya Andreas mas. Aku mau tahu dia itu bisa ngaji apa enggak." Ucap Afiqah yang dilanjutkan tawa dari Pangeran. Pangeran senang sekali melihat wajah panik omnya itu.
"Udahlah mas nggak papa sesekali nyenengin istri." Cetus Pangeran. Mendengar itu tidak membuat kemarahan Arsena tersulut namun sebaliknya. Emang kapan sih dia tidak membahagiakan Afiqah? Ia terus menderita kayaknya disini.
"Boleh ya mas?" Afiqah dengan manja memeluk lengan Arsena. Sadar pria itu sedang dalam sikap dingin Afiqah semakin rapat memeluknya. Kalau dalam keadaan biasa Arsena akan senang akan hal ini namun tidak untuk kali ini membayangkan jika sikap manja Afiqah tersebut didasari untuk mendengar suara Andreas mengaji membuat Arsena kesal setengah mati.
Detik kemudian Afiqah menangis histeris karena tidak mendapat jawaban dari Arsena. Arsena menghela napas sabar. Kalau sudah begini ia bisa apa coba selain bilang ya. Dengan pasrah Arsena mengangguk walau hatinya tidak ikhlas. Apa semua ibu hamil begini? Ngidam ketemu mantan!!!
🍁🍁🍁
Gimana menurut kalian bab yang ini?
ngidam ketemu mantan wkwk
spam next di sini yaaaa....
Instagram @wgulla_
Kalian di team mana ini?
#teamArsena
#teamAndreas
#teamAfiqah
#teamPangeran
#teamPutri
Buat yang mau tau nasib Desy sabar. Nanti ada waktunya...
Arsena jadi sering marah ya sekarang wkwkk.. mantan preman sekolah soalnya...