Mantan Rasa Pacar [END]

By Arinann_

1.4M 87K 1.3K

[NEW COVER] Kisah antara Arkano Alfarezi Prasaja, si anak badung yang menjadi juara Olimpiade Matematika deng... More

Arkano Alfarezi Prasaja
Naura Salsabila Azzahra
Chapter 1: Mantan
Chapter 2: Mie Ayam
Chapter 3: Wawancara
Chapter 4: Pacar Baru Arka?
Chapter 5: Kesialan dan Kesalahpahaman
Chapter 6: Toko Buku
Chapter 7: Razia Dadakan
Chapter 8: Arka yang Sebenarnya
Chapter 9: Berantem
Chapter 10: Kejutan
Chapter 11: Minta Bantuan
Chapter 12: Tragedi Foto
Chapter 13: Bertemu di Taman
Chapter 14: Keputusan
Chapter 15: Toko Buku 2
Chapter 16: Arka-Naura-Fiko
Chapter 17: Kerja Bakti
Chapter 18: Fakta yang Belum Terungkap
Chapter 19: Kejujuran
Chapter 20: Before-After UAS
Chapter 21: Class Meeting
Chapter 22: Keributan
Chapter 24: Membaik
Chapter 25: Kepastian
Chapter 26: Papa
Chapter 27: Gramedia Date
Chapter 28: Rapot
END: Jawaban Pertidaksamaan
Extra Chapter
APA KATA WATTPADERS?

Chapter 23: Flashback

20K 1.8K 14
By Arinann_

"Jadi, dulu, tuh, Arka sama Fiko sahabatan. Bisa dibilang best friend banget, lah. Bahkan banyak yang bilang, Arka sama Fiko, tuh, kembar."

"Kok bisa?" ucap Lala dan disusul Naura, "Maksudnya?"

Saat ini mereka tengah duduk di bangku panjang yang ada di taman. Disa duduk diapit oleh Naura dan Lala. Perempuan itu diminta untuk menceritakan kisah Arka dan Fiko dulu. Awalnya, Disa tidak mau. Namun, dipaksa oleh Lala. Gadis dengan rambut berkepang itu sangat penasaran setelah mendengar cerita singkat dari Galuh.

"Mereka dibilang kembar karena ada banyak kesamaan di diri Arka sama Fiko. Good looking, pintar, tinggi, hobi, kebiasaan, bahkan kepribadian dan keburukan mereka juga sama. Egois, suka ngatur-ngatur, cemburuan, dan yang paling nyebelin itu mereka kekanak-kanakan."

"Bisa gitu, ya? Berarti Arka sama Fiko klop banget, dong. Terus kenapa mereka jadi musuhan?" tanya Lala dengan alis tertaut.

"Nah, itu dia. 'kembar' yang aku jelasin tadi itu menjadi boomerang buat Arka dan Fiko sendiri. Dari awal, aku juga sedikit enggak percaya Arka ketemu sama orang yang hampir semuanya sama kaya dia. Nih, ya, mereka sama-sama hobi main futsal, pintar di pelajaran matematika, sering masuk peringkat 5 besar, apa lagi, ya? Pokoknya banyak, deh. Nah, karena mereka selalu menempati tempat dan porsi yang sama, lama-kelamaan mereka jadi saingan. Awalnya biasa aja, mereka bersaing tapi masih tetap temenan. Tapi, aku merasa Arka dan Fiko jadi musuhan itu karena Om Pras dan Pak Wahid."

Naura dan Lala membulatkan mata terkejut.

"Pak Wahid?" tanya Naura.

Disa menoleh. Ia pun mengangguk.

"Kalian pernah dengar tentang toxic parents?"

"Apa, tuh?" tanya Lala tidak tau.

"Orang tua yang ingin memberikan hal yang terbaik untuk anaknya tapi malah mendidik dengan sikap yang toxic. Gimana, ya, jelasinnya? Sebentar." Disa membuka ponselnya dan mengetikkan sesuatu di layar kolom pencarian.

"Nah, ini. Orang tua yang toxic parents itu punya rasa empati yang kurang, sering membandingkan, dan bahkan sering menyalahkan orang lain. Di pikiran mereka, segala hal harus tentang mereka dan kebutuhan mereka, tanpa memikirkan orang lain. Orang tua yang toxic juga sering menolak untuk mengakui pencapaian yang diraih anak. Mereka malah seringkali merendahkan dan tidak jarang membanding-bandingkan anaknya dengan orang lain. Fyi, di pandanganku Om Pras salah satu dari toxic parents itu. Aku pikir, Pak Wahid juga orang yang kaya gitu," ucap Disa membaca artikel yang ia buka.

Mendengar penjelasan Disa itu, pikiran Naura lantas berkelana pada cerita Galuh dulu. Tentang hubungan Arka dan papanya yang tidak dekat karena Pak Prasaja selalu menuntut Arka untuk menjadi yang terbaik. Tidak lupa curahan hati Arka yang merasa dikekang oleh papanya karena hal yang sama.

"Mungkin kamu udah tau, Ra, hubungan Arka sama Om Pras kaya gimana. Jujur aja, aku suka kasihan sama Arka yang selalu dituntut untuk melakukan apapun yang diinginkan sama papanya. Om Pras itu tipe orang yang perfeksionis dan parahnya lagi beliau jadi orang yang toxic parents. Gimana Arka mau enggak menderita coba?"

Disa menghela napasnya. Sembari bercerita, ingatan Disa berputar pada masa-masa ia bersekolah dan menjalin pertemanan dengan Arka, Fiko, dan Galuh. Dulu, keempatnya sering disebut sirkel api. Sebab, mereka yang merupakan murid-murid empat besar sekolah, menjalin hubungan di lingkar pertemanan yang sama. Mereka tidak tertandingi. Semangat mereka dan cara mereka bersaing seolah seperti api yang terus membara.

Dulu, setiap selesai ulangan harian, Disa, Arka, Fiko, dan Galuh sering mengulas soal bersama. Apapun mata pelajaran yang diujikan. Galuh memang paling pandai dari semuanya. Namun, jika ditantang untuk mata pelajaran matematika, Galuh mengaku kalah dari Arka. Sebab, Arka memang juaranya. Ia selalu mendapatkan peringkat satu di kelas dan di angkatannya. Bahkan selalu menjuarai perlombaan dan olimpiade matematika. Begitu pula dengan Fiko yang sangat pandai di bidang Fisika.

Persahabatan mereka dapat dikatakan baik-baik saja. Namun, tepat awal masuk sekolah di kelas 9, Fiko berubah. Laki-laki itu tidak lagi mau bermain bersama Disa, Arka, dan Galuh.

"Fiko tiba-tiba berubah. Dia udah jarang banget main sama Arka dan Galuh. Cowok itu jadi ikut kumpul-kumpul sama geng-geng enggak jelas di sekolah atau bahkan di luar sekolah. Dia yang tadinya urakan tambah urakan lagi," ucap Disa.

Perubahan lain yang Disa temui serta Arka dan Galuh sadari, Fiko menjadi sangat ambisius. Setiap ulangan harian, Fiko sudah tidak mau mengulas soal bersama. Laki-laki itu cenderung fokus pada dirinya sendiri. Ia cukup memperlihatkan bahwa dirinya ingin menjadi nomor satu. Galuh dan Arka mengerti. Namun, mereka tidak paham dengan sikap Fiko yang tiba-tiba saja menjauh dari mereka.

"Lo kenapa, sih? Ada masalah? Ada yang salah sama gue atau Galuh? Ngomong, Fik! Kenapa tiba-tiba lo jauh gini?"

Dengan mata kepada Disa sendiri, pertama kalinya ia melihat teman-temannya bertengkar. Galuh hanya diam menahan amarah. Sedangkan Arka sudah tidak bisa menahan dirinya untuk menyadarkan Fiko atas sikapnya.

Fiko membisu. Laki-laki itu sama sekali tidak mau menjawab dan langsung pergi begitu saja. Berhari-hari setelahnya, mereka benar-benar berpisah. Anak-anak sekolah sudah mengetahui bahwa Arka dan Fiko tidak lagi berteman.

Disa sudah mencoba untuk membujuk Fiko. Meminta laki-laki itu untuk bicara. Namun, Disa selalu gagal. Disa lelah dan akhirnya, ia membiarkan begitu saja. Ia menerima bahwa pertemanan mereka telah hancur.

"Arka dan Fiko pernah berantem sampai dipanggil kesiswaan," ucap Disa membuat Naura dan Lala tersentak kaget.

"Aku enggak tau detailnya gimana, tapi itu ada sangkut pautnya juga sama kamu, Ra."

Naura tertegun. "Aku?"

Disa mengangguk. "Iya."

"Kok bisa? Naura, kan, beda sekolah," ucap Lala.

Disa menghela napasnya lagi. Ia ingat. Setelah mendapat kabar tentang perkelahian Arka dan Fiko, Disa langsung berlari menuju lapangan futsal sekolah. Di sana, ia terkejut melihat kondisi Arka dan Fiko sudah berantakan. Mereka mencoba untuk menghabisi satu sama lain. Namun, Galuh dan murid-murid lain menahan keduanya.

"Enggak usah bawa-bawa Naura, anjing! Gue enggak akan biarin lo dekat sama dia dan jadiin Naura salah satu cewek yang lo mainin seenaknya! Dasar brengsek!"

Disa cukup terkejut melihat kemarahan Arka. Laki-laki itu menatap nyalang pada Fiko dan menunjuk Fiko dengan tegas.

Fiko membalasnya dengan tatapan tajam. Alisnya menukik. Napasnya turut memburu. Garis bibirnya perlahan menyunggingkan senyum miring.

"Egois! Semuanya mau lo ambil sendiri! Enggak puas udah jadi anak kesayangan sekolah? Jadi murid yang selalu dibangga-banggain? Dipuji-puji dan dijadiin tolak ukur keberhasilan? Anjing! Lo udah sering juara, Ka! Lo udah ambil perhatian Papa! Lo curi semua yang gue punya! Sekarang, giliran gue yang ambil apa yang lo punya!"

Sejak kejadian itu, hubungan Arka dan Fiko semakin merenggang.

"Arka akhirnya tau kalau selama ini, sikap Pak Wahid ke Fiko sama halnya kaya sikap Om Pras ke dia. Sejak kejadian itu juga, akhirnya mereka enggak temenan lagi. Arka merasa bersalah. Arka nyalahin dirinya sendiri karena gara-gara dia, Fiko jadi benci terhadap papanya. Gara-gara dia, Fiko jadi benci sama dia. Persahabatan mereka hancur karena dia."

"Berbulan-bulan sampai hari kelulusan, aku udah coba bikin mereka baikan, tapi tetap aja enggak berhasil. Waktu masuk SMA, Arka udah niat mau mau di sekolah yang beda dari Fiko. Tapi, dia enggak tau kalau ternyata Fiko juga sekolah di SMA yang sama. Arka enggak mau bikin Fiko semakin benci sama dia makannya dia pengin pindah. Tapi, Om Pras ngelarang. Arka enggak bisa ngelawan. Untungnya, ketika pembagian kelas, mereka enggak gabung."

"Astaga, sampai niat pengin pindah," ucap Lala

"Iya, Arka enggak mau Fiko semakin benci sama dia. Kalian tau sendiri Pak Wahid yang jadi kepala sekolah. Otomatis semua hal tentang Arka, Fiko, Galuh, beliau bisa tau dengan detail."

Naura merunduk. Dahinya sedikit mengerut. Pikirannya terus bertanya-tanya pada satu hal.

"Dulu, Arka selalu juara. Tergabung di peringkat empat besar sekolah. Kenapa, tiba-tiba berubah?" tanya Naura pada Disa.

Disa menoleh. Pandangannya bertemu dengan mata Naura. "Arka sengaja buat dirinya enggak terlalu menonjol dari Fiko. Dia pengin Fiko bisa di atasnya. Dengan begitu, Fiko enggak akan lagi dibanding-bandingin oleh Pak Wahid. Dia berharap, perhatian Pak Wahid enggak akan terpusat ke Arka lagi."

Disa mengalihkan pandangannya. Sorot matanya kosong menatap bunga-bunga yang ada di taman.

"Bahkan, Arka sampai rela enggak ikut ekskul futsal dan lebih milih ekskul fotografi. Tapi, ternyata Arka salah kira. Ternyata, Fiko juga milih fotografi. Akhirnya, Arka ngundurin diri dan milih ikut ekskul lukis. Mau ikut futsal lagi udah enggak bisa. Pokoknya Arka selama ini udah ngorbanin banyak bakatnya cuma buat Fiko. Aku kesal, Arka bodoh banget sampai segitunya sama orang yang udah enggak nganggap dia teman. Tapi, mau gimana lagi?"

Mereka pun terdiam. Naura menatap lurus ke depan. Selesai mendengar semua cerita Disa, pikirannya pun melayang memikirkan Arka. Naura tidak bisa membayangkan jika dirinya berada di posisi Arka. Pasti sulit.

Arka sudah banyak berkorban untuk temannya di sisi ia harus membahagiakan dan menuruti semua keinginan papanya. Ia bahkan lebih memedulikan orang lain daripada dirinya sendiri. Naura merasa semua yang diterima Arka tidak adil. Naura ingin Arka memedulikan dirinya sendiri dan mendapatkan kebahagiaan yang selalu ia harapkan.

***

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 12.7K 1
She fell first, but he fell harder. Tentang Chitra yang menghabiskan masa mudanya dengan mengejar-ngejar Angan. Cowok populer di sekolahnya yang menj...
Elenora By slwaamnda

Teen Fiction

780K 4.2K 7
Ini adalah kisah seorang gadis berparas cantik bernama elenora. Yang terlihat sangat perfect dimata orang-orang. Tapi nyatanya, kisah hidupnya tidak...
Kenleta By

Teen Fiction

27.4K 2.2K 37
"Kamu adalah luka sekaligus obat untukku."
371 79 16
Dari "my-crush" menjadi "my Boyfriend" adalah "kenyataan" di dalam "mimpi"