𝐚𝐦𝐮𝐬𝐢𝐧𝐠 ᎒ 𝖺. 𝗄𝖾𝗂𝗃...

By exchaostic

5.3K 619 57

[a story about unrequited love] ❝our love is amusing, but every minute that has passed by; we were crying.❞ ©... More

𝗉𝗋𝖾𝗅𝗎𝖽𝖾
/𝘴𝘩𝘦/
/𝘶𝘴/
𝖺𝖿𝗍𝖾𝗋𝗅𝗎𝖽𝖾

/𝘩𝘦/

731 117 11
By exchaostic

𝗄𝖺𝗋𝖾𝗇𝖺 𝗄𝖺𝗎 𝗆𝖾𝗆𝖻𝖾𝗋𝗂𝗄𝗎 𝗄𝖾𝗌𝖾𝗆𝗉𝖺𝗍𝖺𝗇 𝗎𝗇𝗍𝗎𝗄 𝖻𝖾𝗋𝗄𝖾𝗆𝖻𝖺𝗇𝗀,

Aku menunggunya.

Sejak tiga puluh menit yang lalu.

Bukan salahnya. Aku hanya meragukan tindakanku sendiri. Apa benar dengan begini hatiku akan memilih hal yang benar? Apa benar perasaanku akan muncul dengan segala kevalidasiannya? Tiga puluh menit dan lalu hujan. Aku masih menunggunya.

Saat aku datang, terdengar suara berisik dari rumahnya. Suara percikan panas makanan yang biasa kudengar saat aku memasak makanan. Lalu suara piring yang ditaruh di atas meja kaca. Suaranya yang terdengar kelimpungan. Aku masih mendengarkannya, tanpa berniat sedetikpun untuk mengetuk pintu rumahnya.

Lalu suara itu menghilang.

Hujan berjatuhan. Aku membuka payung yang sudah kusiapkan di tangan-tadi malam sudah diperkirakan akan ada hujan ringan, jadi aku membawanya pagi ini.

Lantas, aku terdiam, masih berdiri di hadapan pintu rumahnya. Beberapa menit kemudian terdengar suara pintu yang terbuka. Aku tidak bisa berbalik lagi dan harus menghadapinya.

Dia terlihat segar. Dengan rambut yang dikuncir juga matanya yang berbinar di pagi hari. Aku merasa seperti melihatnya baru mengalami hari yang menyenangkan kemarin. Namun atensiku turun, yang bisa kukatakan adalah komentar mengenai tali sepatunya yang longgar.

Dia tersenyum sekilas sepertinya.

Lalu membetulkan sepatunya.

Perasaan yang mengganjal di benakku, saat aku berdiri di hadapan rumahnya telah membendung menjadi sebuah bendungan dari balik bibirku ini. Saat aku kebingungan, lontaran-lontaran keraguan itu melesak tanpa sempat aku hentikan. Bibirku banyak mengeluarkan perkataan yang seharusnya hanya aku pikirkan, tetapi semuanya terucap.

Aku perlu sesuatu untuk menghentikannya.

"Tidak masalah."

Ucapan itu cukup untuk menghentikan kebodohanku. Aku mengiyakan, masih agak ragu dengan hal yang baru terjadi tadi. Namun dia menjelaskan lebih banyak lagi. Aku mengangguk.

Tubuhnya berbalik, mengambil payung dari samping pintu rumahnya. Aku menutup payungku, hanya agar aku tidak terlihat seperti orang bodoh yang mengajaknya bersatu payung yang sama, hanya untuk ditolak olehnya.

Namun, dia tidak menyadarinya.

Tidak pernah menyadarinya.

Banyak teman-temanku yang lebih memilih untuk mengerjakan tugas saat istirahat makan siang. Beberapa mengajakku untuk makan di kantin, dan aku mengikuti mereka. Kantin terlihat sangat ramai. Namun tidak kutemui [Name] saat melewati meja teman-teman satu kelasnya.

Apa [Name] tidak apa-apa? Atau kah dia sakit?

Peduliku pada saat itu masih terpaku kepada roti yang hendak aku beli. Banyak siswa yang ingin membelinya juga, jadi aku harus benar-benar serius untuk mendapatkan roti yang hanya tersisa sedikit itu. Namun pada akhirnya, aku mendapatkan roti tersebut.

Saat kembali ke kelas, aku sengaja bilang ingin ke toilet kepada teman satu kelasku. Namun sebenarnya, aku melangkahkan kaki menuju kelas milik [Name] yang terletak di ujung koridor. Cukup jauh. Tapi aku menyukainya. Jarak yang membentang ini memberiku banyak kesempatan untuk berpikir.

Apakah ini hal yang tepat?

Apa aku harus berbalik? Atau kah aku harus melanjutkan jalanku?

Namun seperti biasa, aku tidak pernah bisa mengakhirinya. Segala pemikiran itu, hanya sebatas pemikiran tanpa hasil. Mau dipikirkan berapa kali pun, hasilnya tetap tidak terdapatkan. Aku lagi-lagi gagal-kakiku sudah memasuki kelasnya, tidak bisa lagi berbalik untuk menuju kelasku dan meninggalkan ini semua.

Jadi aku menghajarnya.

Aku menarik bangku, memutarnya, lalu memangku daguku di hadapan gadis itu. Terlihat simpel dan tidak begitu terpikirkan matang-matang. Tindakanku selalu berkebalikan dengan apa yang ada di pikiranku. Seperti stabil, nyatanya aku terlalu banyak berpikir.

[Name] baru menyadari kehadiranku. Lalu menjawab beberapa pertanyaan yang aku lontarkan. Pada akhirnya dia menawarkan bekalnya kepadaku. Aku mau memakannya, tapi raut wajahnya terlihat ragu seperti tidak begitu yakin dengan pilihan menawarkan bekal kepadaku. Jadi aku menolaknya.

Toh, aku sudah membeli roti dari kantin sebelum ke sini.

Latihan kali ini terasa begitu berbeda. Tidak ada lagi anggota kelas tiga yang mengikuti pelatihan berat yang diberikan pelatih. Namun bukan berarti aku mengeluhkannya, hanya saja, aku memang harus beradaptasi lagi tanpa mereka.

Setelah selesai merapikan barang-barangku dan mandi, aku berjalan ke luar sekolah saat kumelihat lampu salah satu ruangan masih menyala. Keningku mengernyit, apa seseorang lupa mematikan lampunya, ya?

Karena kepedulianku mendadak tinggi, aku jadi menuju ke ruangan tersebut. Melepaskan sedikit perasaan ingin cepat pulang dan mengerjakan tugas lalu tidur. Seharusnya menunda pulang sedikit lebih lama tidak masalah. Iya, kan?

Saat aku melewati ruangan tersebut, aku dapat melihat punggung seorang gadis dengan rambut terkuncirnya. Pandanganku mengukir seisi ruangan tanpa bersuara. Aku tidak mau [Name] menyadari kehadiranku. Aku tidak tau harus bersikap seperti apa, aku tidak mau bersitatap dengannya saat ini-saat hari sudah hampir habis dan aku tidak memiliki alasan lain untuk menemuinya.

Kepalaku cukup pusing. Sekarang aku memikirkan banyak pilihan. Apa aku harus pulang dan membiarkan [Name] pulang sendirian malam-malam? Tapi banyak juga anggota ekstrakulikuler lain yang masih ada di sekolah. Atau aku harus menunggunya? Masuk ke dalam dan menyapanya, lalu membantu mengerjakan apapun-yang-dilakukannya?

Atau aku harus berpura-pura tidak lihat, tetapi tetap menyapanya saat dia keluar dari ruangan?

Aku kebingungan.

Kalau menyangkut [Name], segalanya rumit. Perasaanku rumit. Kesempatanku rumit. Peluangku besar. Karenanya, [Name] selalu membuatku ragu. Masalahnya, selalu ada dirinya di setiap hariku. Selalu ada [Name] di saat aku tidak menyiapkan diriku sendiri.

Tapi saat [Name] hadir, kesempatan lain pun hadir.

Seperti biasa, aku tidak dapat menemukan jawaban dari setiap pilihan yang ada. Aku menjadi pengecut yang tidak tau malu. [Name] keluar dari ruangannya, dan aku masih bergeming. Saat badannya melewati pandanganku, aku langsung menepuk bahunya sambil memanggil namanya.

Walau [Name] memberikan banyak pilihan dan waktu untukku berpikir, aku lebih sering melakukan segala sesuatu secara spontan dan tanpa dipikirkan.

Dia kaget. Aku terkekeh. Lalu kutawari bantuan untuk membawakan map yang telah dia kurung di dekapannya. Namun dia menolaknya. Aku tidak merasa tersinggung atau tertolak, hanya saja, aku merasa itu bukanlah hal yang penting sehingga aku tidak begitu memikirkannya.

Aku kepikiran dengan diriku sendiri.

Apa aku melakukan hal yang benar? Apa aku bisa memenuhi harapannya? Apa [Name] menyadari semua kebingungan dan keraguanku?

Aku benar-benar merasa pening. Mungkin efek latihan voli tadi. Entah mengapa, tapi rasanya benar-benar membuatku frustrasi. Aku ingin memberikan yang terbaik untuknya, aku ingin segalanya baik-baik saja. Namun aku meragukannya, aku merasa bahwa ini semua sia-sia.

Aku mengusap wajahku karena terlalu banyak berpikir. Walau aku mengernyit, seharusnya pernapasanku lancar sehingga nanti aku tidak menjatuhkan suasana saat nanti pulang bersama.

[Name] keluar.

Aku bertanya, "Sudah selesai? Ayo pulang."

Dan aku berjalan duluan.

Meninggalkan [Name] di belakang. Menepis segala pemikiran tentang masa depan, perasaan, dan juga harapan yang ditanamkan seseorang ke dalam benakku.

Aku terlalu pengecut dan penakut untuk memikirkan jawaban yang sebenarnya sudah kudapatkan kala itu.

𝗍𝖺𝗇𝗉𝖺 𝗄𝖾𝗌𝖾𝗆𝗉𝖺𝗍𝖺𝗇 𝗎𝗇𝗍𝗎𝗄 𝖽𝗂𝗋𝗂𝗆𝗎 𝖽𝗂 𝖽𝖺𝗅𝖺𝗆𝗇𝗒𝖺.

Continue Reading

You'll Also Like

1.4K 73 4
Ini hanyalah kisah seorang Pangeran pemilik darah suci Dirinya selalu menjadi incaran Para golongan hitam
1.7M 89.1K 200
Sudah tamat warning 18+ diharapkan bijak membaca ini hanya hiburan semata, author hanya meminjam tokoh (Close request sementara waktu)
3.8K 522 7
| akashi seijūrō x reader "Ya, walaupun tidak mewah, paling tidak bila kita bersama, itu akan terasa lebih istimewa," terang gadis itu dengan senyum...
1.1K 222 16
[Start 30 April 2020] Namanya (L/N) (F/N). Mengaku sebagai siswi pindahan di sebuah sekolah elit di kota Tokyo. Terlihat selalu cuek terhadap segala...