Romance Suspense Short Story...

By vienasoma

1.2M 22.9K 1K

Romance Dark! Enjoy! Indonesia Langue! Be Nice or Leave ^^! PS: karena mulai tanggal 19/9/2018 cerita private... More

1. BEHIND
2. BEHIND - Second Chance (EKSKLUSIF)
3. GRAZE
4. GRAZE - GAMOPHOBIA (EKSKLUSIF)
5. TWO SIDES
6. PRIVATE PUNISHMENT
7. YOU'RE MINE
8. CRAZY - Guilty Pleasure part 1
9. CRAZY - Guilty Pleasure part 2 END
10. MONO-Drama
11. I WAS ONCE BY YOUR SIDE
12. HATRED
13. DON'T SPEAK
14. BEYOND REPAIR
15. SAYONARA HITORI
16. AND I'M HERE
17. DEPTH OF MEMORY
18. MASTER'S MAID
19. TRAPPED IN A BOX
20. TRAGIC LOVE
21. WRITER'S BLOCK
22. HYPNOSIS
23. OBSESSION
25. MY LIVY
26. FORBIDDEN
27. WAITING
28. ROAD END
29. ROAD END - The Misconceptions of Us (EKSKLUSIF)
30. THE MOMENT
31. ADVICE

24. PAIN OF LOVE

6.2K 204 11
By vienasoma

Main Cast: Gabriel, Iris, Charlotte

ps: tulisan lama, jadi mohon dimengerti jika masih tidak rapi. 

========================================

Author POV

Sesosok tubuh mendekam disudut ruangan. Memeluk lututnya dan membenamkan wajah diantara lutut kakinya. Memejam mata bersenandung menciptakan sebuah lagu yang bahkan dia tidak mengerti tentang maknanya. Dia hanya menyalurkan keluar nada dan irama acak yang muncul begitu saja dari kepalanya

Melihat kearah pintu yang tetap tertutup. Wajahnya tertunduk sedih. Jemari tangannya dia mainkan. Melihat kesekeliling ruang yang memenjarakan kebebasannya.

Dia terkurung dalam sebuah kamar megah yang mewah. Sendirian di dalam sangkar yang membatasinya untuk terbang bebas kemanapun hatinya berkehendak.

Berdiri dari duduknya, dia melihat kearah jendela besar dan membukanya. Angin berhembus dengan pelan. Membuat juntaian poninya bergerak pelan dan lemah. Dia melihat kebawah, sebuah hamparan kosong yang telah terisi dengan berbagai macam bunga yang dia tidak kenal.

Menadahkan tangan ke udara kosong, membuat gerakan seakan dia ingin menggapai langit yang jauh disana.

"Apa ada yang salah denganku? Hmm?"

Bertanya pada kekosongan yang hampa. Tangannya terkulai lemah. Tidak ada siapapun disana. Tak seorangpun yang menemani kesendiriannya.

"Iris kau menyedihkan!"

Pelan dia merosot dan terduduk. Kakinya terselonjor kedepan dengan kepala yang menunduk dalam. Menikmati hampa dan kosong dalam dadanya. Seorang wanita dengan segala macam kesedihan.

Melirik pada jam dinding besar. Dan menghela nafas panjang. Sudah lewat dari waktu yang seperti biasa. Iris melirik lagi kearah pintu yang tertutup. Berharap jika pintu yang terkunci itu terbuka dan menampilkan siluet yang dia rindukan. Seseorang yang membuat dia rela terkurung dalam ruang kosong tanpa teman. Seseorang yang menjadikan dia tahanan dan tidak memperbolehkan siapapun melihat dia. Seseorang yang dia cintai

Kembali berdiri dan melangkahkan kakinya kearah pintu. Berhenti dan menatap permukaan kayu dengan ukiran rumit dan terlihat mewah, telunjuk tangannya dia arahkan kesana, menuliskan sebuah nama. Nama dari seseorang itu Gabriel.

Rindu merasuki hatinya yang gundah, walau waktu telah membuat mereka terpisah selama beberapa jam tapi dia, yah.. dia sudah merindukan pria itu.

Gabriel... Gabrielnya....

Berbalik arah dan menuju pada ranjang besar, merebahkan diri dan menempatkan kepalanya pada posisi nyaman. Iris memejamkan mata. Membiarkan beberapa bayangan masuk dalam alam sadarnya.

Berselang beberapa detik dan menit yang lambat untuknya. Kembali membuka mata. Duduk dan masih mendapatkan diri jika dia masih sendiri.

Bugh. Menjatuhkan diri lagi pada bantal yang tidak begitu menggoda baginya. Meremas ujung sprei yang tidak bersalah. Dia sudah tidak tahan dengan semua kekosongan ini. Dia ingin bebas. Ingin menyerukan tentang hidupnya. Tentang siapa dia.

"Maaf membuatmu menunggu."

Memejamkan mata dan diam merasakan kehangatan yang menjalar kedalam saraf tubuhnya. Tangan kekar yang besar melingkari pinggangnya. Dia dapat merasakan jika pundaknya telah mendapati beban. Gabriel menyandarkan kepalanya disana, menciumi keharuman alami dari tubuh wanita cantik yang dia tahu tengah menunggu kepulangannya.

"Maaf... aku ha-"

"Ummph..."

Iris menarik wajah Gabriel dan mencium bibir pria tampan itu. Mengeluarkan lidahnya dan membasahi permukaan bibir Gabriel. Memainkan lidahnya hingga menjulur kedagu dan menghisapnya pelan.

"Bisa peluk aku dan berhenti meminta maaf. Aku hanya ingin mendengar kata cinta darimu tidak yang lain..."

Iris menarik lagi wajah Gabriel mendekat kearahnya. Menciumi perlahan bibir yang begitu dia rindukan. Gabriel membuka mulutnya menarik dagu Iris agar bibirnya bisa dia masuki. Lidahnya bergerliya menggelitik langit langit mulut wanita cantik itu. Saliva merembes di sudut – subut bibir mereka.

"Ummpph... Akh, ammpph..."

Bibir bertaut dengan indah, bergerak perlahan mengecap tiap inci rasa dan sensasi aneh dari tautan. Menekan wajah agar lebih rapat, bibir yang saling menghisap, tangan yang saling bertaut.

Bibir Gabriel beralih pada pipi yang memerah. Menciuminya lama, tubuhnya memaksa masuk di antara tubuh Iris, dengan lututnya dia mendorong kaki Iris agar terbuka lebar.

Gabriel memeluk wanita cantik itu. Mengangkat tubuhnya agar dia leluasa melucuti baju biru yang tengah di pakai Iris, menarik ujungnya keatas dan terlepas. Tersenyum dengan nakal dan mulai menggerayangi permukaan dada yang begitu menggiurkan. Putih dan merona merah. Ukiran dari tuhan yang begitu sempurna. Cahaya lampu yang menyilaukan membuatnya lebih indah dengan putih sempurna di mata coklatnya.

"Umphh......." Gabriel mencium bibir ranum dan tangannya bermain di nipple. Tangan yang lain berusaha melepas celana Iris.

"Akh, ssst... Ummpph..."

"Ahhh!!"

Meringis pelan merasakan lidahnya di gigit. Gabriel menyambar kasar bibir Iris. Lidahnya dia sapukan di atas permukaannya. Dan dengan cepat membuka mulut dan menghisap bibir mungil itu kuat.

"Umppph..."

Dan tangan itu berhasil melepaskan celana yang tadinya menyembunyikan lekuk indah kaki jenjang yang sempurna, meraba dari ujung jemari kaki hingga kebagian tumit. Dan lutut, mengusap paha dalam. Wajah Gabriel turun kebawah dan menciumi pinggir selangkangan Iris.

"Akh..."

Meremas rambut pria tampan dan menggigit bibir dengan sensual, sesekali meremas ujung seprai. Iris menarik kembali wajah Gabriel ke atas.

"Akh.." Milik mereka bersentuhan.

Iris membuka kancing celana denim yang di kenakan Gabriel. Membuka resletingnya. Gabriel membantunya dengan melorotkannya sendiri.

Puk.

Jatuh di pinggir ranjang. Keduanya saling menatap lama. Gabriel membelai pipi Iris dengan punggung tangan. Menghapus peluh keringat yang berada di kening, hidung dan di leher.

Membelai dari dagu kemudian jemari jemarinya menyusuri lekuk leher dan pundak hingga mencapai perut.

"Ah......"

Gabriel memasukkan jemarinya kemulut Iris hingga jemari itu basah. Mengangkat kaki Iris bersandar pada bahu, hanya kaki sebelah kiri. Kaki kanan dibiarkan jatuh mengangkang. Satu jari memasuki lubang Iris.

"Ugh.."

Meremas lengan kekar Gabriel. Matanya terpejam. Jari kedua masuk.

"Akhh!!!"

Gabriel menarik tangannya dan meletakan miliknya di depan lubang Iris. Perlahan memasukannya. Menunduk, siku tangan bertumpu mengapit tubuh Iris. Bibirnya meraup nipple dan lidahnya bermain. Menjilatinya dan menghisap, mengalihkan rasa sakit yang akan di rasa Iris akibat miliknya yang memaksa masuk.

"Umphh..."

Berusaha menekan tubuh bawahnya agar seutuhnya berada didalam tubuh kekasihnya. Mengerti ketika melihat ringisan yang tergambar di wajah cantiknya. Dan tetap berusaha mengalihkan rasa sakit itu menjadi sebuah kenikmatan.

"Akh... Akh... Akh... Akh"

Menghentakkan tubuh bawahnya dan mendongak melihat wajah Iris. Mencium bibir yang terbuka mengeluarkan desahan dan erangan.

Menghisap lama dan menciumi dagu. Gabriel membenamkan wajahnya di antara pundak Iris. Pinggulnya dia hentakan terus menerus.

"Ssh."

Kenikmatan itu menjalar, di berikan oleh miliknya yang terhimpit hangat dengan gesekan gesekan yang menjepit.

Semakin cepat dan laju.

Gabriel merobohkan diri disamping Iris dan memeluk tubuh itu dari belakang. Mengangkat sebelah kaki Iris dan mulai kembali menghentakan miliknya.

"Akh... Akh."

"Ahh!!!"

Menciumi punggung yang ada di hadapannya. Menggeram nikmat. Desahan dan erangan terlontar dari bibir keduanya. Melayang hingga mencapai titik ternikmat. Bergumul lama. Merasakan tubuh masing – masing. Hingga mereka sampai pada klimaks.

"Akh..."

Erangan panjang dari Gabriel. Membiarkan kaki Iris kembali terkulai dan membalik tubuh wanita cantik itu yang berkeringat dengan nafas memburu. Menariknya mendekat dan menaruh kepala Iris di pundaknya.

"I love you."

"I love you more."

.

.

Ini hanya sebuah pagi seperti biasa. Matahari masuk di sela sela ventilasi. Berbagi rasa hangat dan cahaya. Dua orang pria duduk saling berhadapan. Tidak saling menatap bahkan terkesan menjaga jarak, wanita lain berada disamping kiri pria paling muda dan tampan. Dia hanya diam dan makan dengan pelan. Sesekali mencuri pandang kepada pria tampan itu namun kembali mengalihkan tatapannya ke roti yang masih tidak dia sentuh.

Pria tua dan tegas meletakkan gelas yang berisikan kopi hitam pekat yang baru saja dia teguk. Mata sipitnya yang terbingkai tajam dengan wajah mulai berkerut dan rambutnya yang mulai terdominasi warna putih menatap Gabriel.

Pandangan mata mereka bertemu, pria tua berdehem keras. Memperbaiki letak dasi yang dia kenakan dan akhirnya membuka mulut.

"Jadi, sampai kapan sampah itu akan kau pelihara?"

Suasananya menjadi hening. Wanita cantik dengan rambut bergelombang coklat menatap Gabriel dengan geram.

"Yah, sampai kapan kau akan menyimpan pelacur sialan itu?"

Meletakkan alat makannya Gabriel mengelap mulutnya dengan serbet putih yang berada disamping piring.

"Sepertinya aku sudah terlambat." acuhnya. Menaruh kembali serbet putih dan memberikan kode dengan tangan pada maid agar membereskan mejanya. Gabriel mendorong kursi kebelakang dan berdiri.

"KITA BELUM SELESAI BICARA!!!"

"Aku tidak ingin membahas apa yang telah kita sepakati!"

"Kau!!!" wajah pria tua itu memerah marah, "bagaimana bisa kau masih memeliharanya selama ini?"

"Kenapa?" Gabriel balik bertanya sinis. "Merasa menyesal karena telah menyetujui perjanjian kita? Apa kau masih mengira jika ini hanya cinta sesaat dan aku akan berubah pikiran?"

TELAK!!!

"Cih. Ternyata prediksimu tidak secermat yang biasanya!!"

"Anak kurang ajar! Cepat usir dia dari rumah ini!!!"

"Tidak akan! Apa kau ingin menjilat ludahmu sendiri? Aku bersedia menikahi wanita ini karena kau memberikan syarat jika aku diberi kebebasan untuk berhubungan dengan Iris!"

"Kau Keterlaluan Gabriel! Bisa – bisanya kau berbicara hal seperti itu di hadapanku!!" Wanita itu menatap geram kepada Gabriel yang hanya tenang dan diam. Mereka sepasang suami istri yang tidak akur. Menikah karena perjodohan.

"Kenapa? Kau merasa sakit hati? Hahaha! Jangan membuatku mual!! Bukankah kau menerima pernikahan ini juga karena kekayaan keluarga Wright? Kau dilarang protes!!"

"Kekayaan? Cih!! Kita sama kayanya Gabriel!!!"

Pertengkaran tidak penting, hanya membuang – buang waktu Gabriel yang berharga. Pria tampan itu mengalihkan matanya dari kedua orang yang merusak kebahagiaan kecilnya dengan Iris. Kebahagiaan yang tidak sempurna. Kebahagiaan? Hah. Entahlah, wanita cantik itu masih terkurung disana. Masih belum bisa bebas.

Flash Back

"Iris, aku akan menikah..."

Lontaran kalimat pendek namun dapat menyayat. Mata kucing yang tajam membesar dengan tubuh yang mulai membatu. Kakinya mati rasa dan udaranya menjadi panas. wanita cantik itu merosot dengan bunyi berdebam pelan di atas karpet merah.

"Kau akan meninggalkanku?" Tuturnya lirih.

Sangat sakit ketika mendengar itu. Hati pria tampan teriris dan tersayat. Dia tidak bermaksud. Sampai matipun dia tidak ingin berada jauh dari wanita cantik yang dia cintai. Bagaimana mungkin dia bisa hidup tanpa Iris? Bagaimana bisa? Iris adalah kunci hidupnya. Kunci dari pintu hatinya. Iris adalah nafasnya. Wanita yang menjadi alasannya dia masih berdiri dan hidup.

Semua ini hanya semata – mata permainan dan drama hidup. Dia yang di takdirkan sebagai penerus. Demi keluarganya, demi manusia yang telah melahirkannya dan memeliharanya, dia harus menjadi anak yang penurut.

Semua berat. Semua merasa menghimpit hingga sesak. Dia, dia tidak bisa. Tidak jika tidak dengan Iris.

Sanggupkah? Sanggupkah dia memberikan syarat kepada wanita cantik itu? Demi keegoisannya yang tidak bisa hidup tanpanya. Bagaimana?

"Apa karena aku yatim piatu? Apa karena aku seorang pelayan? Apa karena aku miskin? Kau tidak sudi bersamaku?"

BUKAN!!!

Bukan karena itu. Tentu saja bukan karena hal remeh yang sama sekali tidak pernah singgah dalam pikirannya. Tidak peduli jika wanita cantik itu adalah seorang yang tidak memiliki siapapun. Tidak peduli jika wanita cantik itu hanya seorang pelayan miskin dan tidak memiliki kedudukan apapun di masyarakat. Gabriel mencintai dia sebagaimana dia adanya. Irisnya. wanita yang membuat dia lebih merasa dihargai.

"Hiks... Bahkan kau juga akan meninggalkanku?"

TIDAK AKAN!

Yakin lah itu tidak akan pernah terjadi dalam kehidupan Gabriel. Dia tidak akan meninggalkan Irisnya.

Gabriel berjalan mendekati Iris yang merosot jatuh di samping sebuah lemari besar berwarna coklat dengan sebuah kaca besar yang memantulkan bayangnya ketika dia melewatinya. Gabriel bersimpuh dan menangkup wajah besimbah air mata. Setiap tetes air mata itu adalah belati yang menusuk dan merobek kulitnya.

Jangan menangis. Dengan tangisan itu Gabriel hanya akan semakin terluka. Dia lebih terluka bahkan dari lukamu yang berdarah.

"Aku tidak akan meninggalkanmu... Tidak akan!" Meraih jemari tangan yang terkulai lemah disamping tubuhnya. Gabriel menciumi punggung tangan putih itu dan membiarkan ketika airmatanya jatuh membasahi permukaan tangan Iris.

"Tidak akan jika kau bersedia berada disisiku. Tidak jika kau bersedia terkurung demi diriku. Bagaimana Iris?"

Terkurung?

"Pria tua itu memberikan dua pilihan untukku. Menikahi wanita itu dan kau bisa terus bersamaku, atau..."

"Atau?

"Tidak menikahi wanita itu dan kita tak bisa bersama selamanya karena dia akan memisahkanku denganmu. Dia akan melakukan apapun demi memisahkan kita. Dan aku yakin untuk orang seperti dia apapun bisa dia lakukan Iris!"

Bukankah itu pilihan mudah? Nikahi saja wanita itu dan Iris akan tetap berada disisinya. Apa yang membuat pria ini begitu bertele – tele?

"Pilihan pertama."

"Kau setuju dengan itu?" Tanya Gabriel

"Tentu saja! Aku tidak bisa tanpamu Gabriel! Aku tidak peduli jika kau menikah dengan orang lain. Aku tidak bisa jika kau tinggalkan... Hiks... Tidak bisa!!"

"Aku juga tidak bisa tanpamu! Aku menikahinya karena terpaksa! Percayalah jika hanya kau satu – satunya di hatiku. Kau satunya pemilik cintaku!"

Mengangguk dan memeluk tubuh Gabriel dengan erat. Dan menangis sepuas yang dia inginkan. Untunglah dia tidak perlu mengakhiri hidupnya. Dia sudah memikirkan lebih memilih mati jika Gabriel meninggalkannya. Dia tidak akan sanggup bertahan di dunia ini. Dunia yang menganggap orang miskin seperti dia tak layak untuk dihargai dan dicintai. Satu – satunya pria yang mengerti dia hanyalah Gabriel. Salah seorang pengunjung di café di mana dia menjadi pelayan.

"Iris..."

"Hmm?"

"Berada disisiku berarti hanya berada disisiku. Kau tidak boleh bertemu dengan siapapun. Tidak boleh berhubungan dengan siapapun selain denganku. kau akan terkurung demi diriku."

Bingung. Iris tak mengerti.

"Pria itu tidak ingin setelah pernikahanku ada yang mengetahui keberadaanmu. Dia takut jika tersebar informasi tentangmu dan tentangku, dia takut itu akan merusak citranya dan imageku sebagai pewarisnya, karena itu jika aku ingin terus bersamamu dia memberi syarat kau harus bersembunyi bersamaku. Maaf ... maaf... Aku bersikap egois tapi, ini jalan satu – satunya agar kita bisa bersama! Tapi aku berjanji. Aku berjanji Iris. Begitu aku bisa mengendalikan orang itu atau dia mati kita akan kembali seperti biasa. Kita akan menjadi pasangan lain yang bebas. bersabarlah.... Kumohon?"

Gabriel menunduk di hadapan Iris meminta maaf dan memohon. Bukankah ini sangat egois. Dia memberikan pilihan yang mengerikan kepada wanita yang dia cintai.

"Tidak apa-apa Gabriel. Aku akan baik – baik saja. Kita akan bisa melewatinya."

"Terima kasih... Terima kasih Iris!"

End Flashback

.

.

Wanita angkuh berjalan perlahan melewati taman luas yang berhiaskan bunga – bunga indah. Berbagai macam warna dari bunga tersebut terlihat begitu memukau. Harum semerbak menerbar ke indra penciuman, begitu mempesona bagi mata yang mencintai keindahan.

Dia melewatinya bahkan tanpa melirik. Dia terlalu fokus pada langkah kakinya yang mengenakan heel hitam elegan dengan dress cocktail merah. Wajah putih, mata bulat, hidung mancung dengan bibir tipis yang bersapukan lipstick merah muda, dia tampak cantik dan sempurna bagi siapa saja.

Berhenti di depan sebuah pintu hitam yang besar. Di rumah kecil yang cukup jauh dibelakang taman dari rumah induk. Rumah kecil berwarna putih dengan berbagai macam daun – daun yang berserakan di sekitarnya. Rumah mungil itu di dihimpit oleh pohon – pohon rindang.

Memegang handle dan membukanya pelan.

Mata bulatnya menilik siluet wanita cantik yang duduk dengan bertopang dagu di atas meja. wanita itu asik menatap layar laptop putih applenya. Bibir tipis yang dimiliki wanita cantik itu melengkung dan menampakkan senyum manis yang sangat wanita itu benci.

"Cih!!! Ternyata kau belum mati juga Iris!"

Ucapnya bersandar di daun pintu dengan menyilang tangan didada. Iris menoleh dan senyum cerahnya memudar. Wajah wanita cantik itu berubah menjadi datar dan dingin.

"Harapanmu terlalu tinggi Charlotte... Aku tidak akan mati sebelum Gabriel sendiri yang membunuhku!"

Berdecak. Dia maju melangkah dan mengambil kursi duduk disamping Iris. Tangannya berada di atas meja, matanya melihat gambar – gambar yang telah di buka Iris. Gambar dirinya bersama Gabriel tersenyum ceria berangkulan mesra.

"Apa kau bahagia hanya dengan semua gambar nista itu?"

"Setidaknya aku lebih bahagia dari pada dirimu Charlotte!"

Acuh, terkesan tidak peduli. Iris kembali menatap monitornya dan membuka gambar lain. Salah satu kegiatan penyemangat dalam kesendirianya yaitu melihat wajah Gabriel dan dia dalam sebuah foto. Cukupkah? Tidak. Tapi apa yang bisa dia lakukan jika tidak menerima semuanya dengan lapang dada? Mengeluh? Tidak mungkin. Ini pilihannya. Kesabaran akan penantian cintanya.

"Kenapa kau bisa tahan dengan semua kegilaan ini?"

"Itu pertanyaan untukmu Charlotte. Kenapa kau masih bisa bertahan dengan semua drama keluarga kalian? Perjodohan sepihak. Suami yang tidak mencintaimu. Suami yang menyimpan wanita lain sepertiku? Apa kau tidak muak? Apa tidak kasihan dengan dirimu sendiri?"

"Kau tidak berhak mengomentari kehidupanku! Urusi dirimu yang terlihat seperti pelacur murahan perusak kebahagiaan orang lain!"

Iris hanya tersenyum simpul. Ckck. Menatap wanita cantik itu dengan pandangan kasihan. Terlalu malang. Setidaknya dia masih mengenang saat mereka masih bersahabat dulu.

"Aku tidak merusak kebahagiaan siapapun. Kau yang memilihnya sendiri Charlotte. Menjadi Korban dalam kegilaan keluarga kalian yang tamak! Aku juga salah satu korban, cintaku di rampas, kebahagiaanku di hancurkan."

"Kau berniat membandingkan penderitaan kita? Cih!!! Apa kau tahu bagaimana perasaanku melihat kalian yang merupakan sahabat baik dan kebangganku menghancurkan kebahagiaanku?"

"Aku tetap sahabat yang menyayangimu. Kau saja yang mengubah semua hubungan kita Charlotte! Kau memilih membenciku!"

"Apa yang bisa kupilih selain membencimu, heh? Aku mengenalmu dari Gabriel. Gabriel satu – satunya lekaki yang ku kenal. Dia satu-satunya pria yang bisa menjagaku. Dia lelaki terbaikku dan dia mengenalkanmu padaku."

"Hentikan mengenang kenangan lama Charlotte!"

"Kenapa? Tidak suka?? Apa kau merasa bersalah? Apa kau lupa bagaimana aku memujamu karena bisa menjagaku selain Gabriel yang terlalu sibuk dengan urusan keluarganya. Aku sudah membanggakanmu. Aku mempercayaimu. Aku begitu berharap pada kalian!! Namun pada kenyataannya kalian merahasiakan hubungan kalian sampai aku dijodohkan dengan Gabriel!! KAU TAHU BAGAIMANA PERASAANKU? Aku menikah dengan Gabriel dan kau tiba – tiba datang menjadi simpanannya! APA AKU SALAH JIKA MEMBENCIMU? APA AKU SALAH JIKA MEMBENCI GABRIEL? SAHABAT-SAHABAT YANG MERUSAK KEBAHAGIAANKU?"

Ah~. Tentu dia tahu. Tentu dia mengerti. Charlotte. Wanita manis mereka. Wanita manja yang jarang tersenyum. Wanita yang dikenalkan Gabriel kepadanya. Charlotte selalu mengekori Gabriel kemanapun pria itu pergi. Dan setelah berteman dengan Iris posisi itu berubah. Tidak ada lagi Gabriel yang dia ekori melainkan Iris. Dia bisa menghabiskan satu hari penuh menunggui Iris bekerja di kafe. Dia akan duduk manis melihat Iris melayani pelanggan.

Tidak ada Gabriel yang menemaninya bermain semenjak pria bermata coklat itu sibuk dengan perusahaan keluarganya. Satu – satunya yang bisa dia jadikan tempat mencurahkan kesepiannya hanya Iris. Dan wanita cantik itu dengan setia tanpa mengeluh selalu berusaha menjadi sahabat yang baik, menuruti keinginan dan kemanjaan Charlotte.

Semua berubah ketika mereka dipermainkan oleh keegoisan keluarga. Gabriel dan Charlotte dijodohkan. Gabriel membenci Charlotte. Charlotte membenci Iris. Dan Iris? Dia berada ditengah, dihimpit rasa bersalah pada Charlotte. Seharusnya sejak awal mereka telah terbuka kepada dia. Tidak merahasiakan hubungan mereka. Dan setelah perjodohan itu Charlotte merasa terkhianati. Cintanya kepada Gabriel. Kepercayaannya pada Iris hancur dan menorehkan luka dalam di hidupnya.

"Kenapa harus kau Iris? Kenapa harus kau yang menjadi kekasihnya? Aku bisa menerima yang lain tapi tidak dengan sahabat yang menjagaku."

"Lantas Apa yang ingin kau dengar dari mulutku? Hmm?? Permintaan maaf??"

Kesal. Charlotte menggeram dan membanting laptop putih di atas meja hingga jatuh berserakan.

"AKU MEMBENCIMU..."

"Bencilah aku jika itu bisa mengurangi rasa sakit hatimu!"

Duduk kembali dan menjambak rambutnya sendiri. Iris berbalik dan duduk di ranjang, menatap jendela kamar dan memejamkan mata. Menghirup udara yang masuk disela ventilasi. Udara yang bercampur aroma rumput. Wangi membuat damai.

Iris melihat Charlotte yang masih betah disana.

Masih sama ketika pertama

Kau yang terlihat menyedihkan

Matamu mengundangku untuk menjagamu

Tatapan kesepian mendalam

Rasa sedih yang kau pancarkan

Masih sama ketika pertama

Kau yang mengulurkan tangan padaku

Menggenggamnya tak ingin terlepas

Karena tak ada lagi yang lain selain diriku

Kau hanya mempercayaiku

Aku tak bisa berkata apapun

Aku tak bisa membela diri...

Bencilah..

Bencilah aku jika itu membuatmu bahagia.

.

.

2 tahun kemudian

"Kenapa sampai matipun kau menyiksaku?"

Bertanya pada sebuah gundukan tanah yang masih basah.

Markus Wright

1965-2011

"Kau pikir tidak mendapat hartamu akan membuatku menderita?"

Suara tegas itu masih memandangi makam sang ayah. Gabriel menatap langit hitam. Mendung. Cocok untuk mengantarkan lelaki tamak yang berada dibawah tanah sana. Kelam dan hitam. Yah itulah ayahnya.

"Aku sangat bersyukur akhirnya kau mati dan aku terbebas! Aku tidak membutuhkan semua hartamu... Aku hanya membutuhkan Irisku..."

Menatap iba, Gabriel meraup sebuah mawar merah dari saku jas hitamnya. Menaruhnya di antara bunga – bunga lain.

"Selamat beristirahat dengan tenang 'Ayah'."

.

.

Seorang pria tampan memeluk wanita cantik dalam dekapannya dengan erat. Keduanya tengah berdiri memandang rembulan yang bersinar indah di langit hitam. Seutas senyum tersungging di bibir sang wanita cantik, tangannya membelai pergelangan tangan yang melingkar di pinggangnya. Kepalanya dia miringkan hingga bersandar pada pundak pria tampan yang begitu hangat.

Seperti ini. Tidak ada lagi rasa sepi. Tidak ada lagi kehampaan. Kini bebas. Bebas mengungkap jati diri. Siapa dia? Apa kedudukannya!

Semua derita sekian tahun. Semua pengorbanannya dalam hidup kekosongan dan kesendirian. Kesepian tanpa seorang pun kecuali pria tampannya. Semuanya terbayar. Tak akan ada lagi kehampaan. Tidak akan lagi.

"Gabriel..."

"Hmm..."

"Aku mencintaimu..."

Bisiknya indah. Lantunan melodi dari suaranya mengalun dalam kamar kecil mereka. Sang pria tampan tak bisa menghindari senyum yang mengembang di sudut – sudut bibirnya. Gabriel membalik tubuh Iris. Matanya menatap mata runcing milik Iris. Jemarinya menyentuh pipi wanita cantik itu. Lembut.

"Lebih... Aku lebih mencintaimu."

Meraih tangan Iris dan menciuminya. Kemudian meraih wajah yang bersemu merah membawanya mendekat kewajahnya. Ingin menyatukan bibir. Merasakan hangat dan kemesraan sepert biasa.

"Ueng... Huhuhu... hue...."

Keduanya menatap Box bayi di dekat ranjang mereka. Iris buru – buru mendorong tubuh Gabriel dan mendekati arah suara tangisan itu.

Iris merauh tubuh kecil pria tampan di dalam box bayi. Menaruhnya dalam gendongannya. Menghapus air mata yang menetes dari mata bayi mungil itu.

"Harry sayang... Jangan nangis.. Hmm.. Cup.. cup.. cup.."

Menepuk – nepuk bokong bayi mungil itu dan menimang nimang dalam pelukannya. Gabriel memperhatikan masih dari tempatnya berdiri.

"Yah, Daddy tidak membantu mommy?"

Iris menegur Gabriel yang diam saja dan hanya tersenyum terus menerus. Ckckc, bahagia. Dia bahagia melihat pemandangan di depannya.

"Maaf, sini biar Harry daddy yang gendong!"

Mengambil bayi mungil mereka dari gendongan Iris dan dengan hati – hati menimangnya. Menepuk nepuk punggung Harry hingga bayi mungil itu terdiam menyusupkan kepala mungilnya di antara pundak Gabriel.

"Dia senang sekali berada di pelukanmu."

"Tentu saja, karena daddynya begitu mencintainya. Dia pasti bisa merasakannya."

"Kau begitu percaya diri?"

Iris mencubit hidung Gabriel gemas. Dan membelai – belai rambut Harry sayang.

Chu~~

Sekilas mencium bibir Gabriel dan keduanya tersenyum bahagia.

"Besok kita akan berangkat dan pergi dari rumah ini?"

"Tentu saja! semua kegilaan ini akan berakhir besok! Kita akan pergi jauh dan hidup bahagia!!"

Iris mengangguk.

"Terima kasih. Terima kasih mau berkorban untukku. Bersedia terkurung untukku. Mencintaiku dan memberikan Harry sebagai hartaku yang paling berharga seperti dirimu... Terima kasih Iris..."

Tentu saja. Tidak perlu berterima kasih. Iris juga merasakan hal yang sama kepada Gabriel. Berterima kasih karena sudi mencintai wanita seperti dia.

Terima kasih atas cinta yang membawa bahagia

Tanpamu tiada arti nafasnya berhembus

Tanpamu tiada arti jiwa yang berada di raganya

Terima kasih atas cinta yang menghilangkan derita

Terima kasih

.

.

Iris menatap jam yang bergerak lambat. Melihat sekililing kamar dengan koper – koper penuh terisi barangnya. Gabriel meninggalkannya sendiri mengurus beberapa hal yang dia tidak mengerti. Menunggu seperti ini membuatnya resah. Dia benci menunggu. Sangat benci.

Iris berdiri dan mendekati Harry yang tertidur di atas ranjang. Wajah tampan memukau. Wajah yang terbingkai dengan bibir tipisnya dan mata coklat Gabriel. Hartanya. Hidupnya.

"Daddy lama sekali, hmm."

Mengeluh pelan membelai pipi chubby Harry, Iris mencium keningnya.

BLAK.

"Gabriel..."

Menoleh dan melihat jika yang dia tunggu bukanlah yang membuka pintu melainkan seorang wanita berantakan.

"Charlotte..."

"Hikss... Hiks... Hiks... Tidak... Hiks... Jangan pergi... Hiks... Kalian jangan pergi.. Hikss..." menangis keras. Charlotte maju mendekati Iris dan memeluknya.

"Jangan pergi... Hikss. Jangan tinggalkan aku sendiri... Hiks... Huhuhuhuhu...."

Menangis keras. Dia tidak ingin ditinggalkan, dia tidak mau sendirian. Hanya Iris dan Gabriel yang dia punya. Keluarganya terlalu sibuk dengan urusan yang jauh lebih penting dari dirinya.

"Charlotte..."

"JANGAN PERGI... HUKS. HUHUHU."

Iris membalas pelukan erat wanita itu. Melirik Harry yang sedikit bergerak kemudian membelai punggung Charlotte.

"Jangan menangis!"

Dia menangis keras. Menangis sebisa yang dia mampu. Kesedihannya. Pada akhirnya dia pasrah dan mengalah pada sepi yang dia rasa. Tidak peduli jika harga dirinya akan hancur. Dia tidak ingin di tinggalkan.

"Jangan pergi... Huhuhuhu..."

"Maaf... kami harus pergi Charlotte!!"

"JANGAN PERGI...."

"AGHHH."

Iris berteriak dan mendorong tubuh Charlotte menjauh darinya. Melihat dadanya yang mengucurkan darah. Tangannya mencoba menghentikan darah yang keluar. Wanita itu telah menikamnya. Wanita itu menyelipkannya ditubuhnya sehingga Iris tidak menyadarinya.

"Kau..."

BRUK.

Iris terjatuh dengan wajah terlebih dulu menempel pada lantai. Kehabisan nafas. Bersusah payah menghirup udara namun jantungnya tidak lagi bekerja dengan biasa. Perlahan melemah dan tidak berfungsi. Karena pisau itu tepat mengenainya. Sobek dan menghentikan detakannya.

"Akh...Gab... ah...Riel..." Iris berusaha bergerak, menoleh kearah ranjang dimana hartanya terlelap. Harry...

Charlotte maju mendekat kepada Iris. Dia bersimpuh disamping wanita cantik itu. Tangannya mengalung di leher Iris dan berusaha mencekiknya.

"Maaf. Huhuhuhu... Maaf... hikss... Hhuhuhuhu..."

Semakin mengencangkan cekikannya. Air mata Charlotte jatuh membasahi wajah Iris yang memucat. Tidak ada tenaga untuk melawan. Iris bahkan tidak bisa bernafas. Semuanya semakin menggelap.

"APA YANG KAU LAKUKAN..?"

Gabriel berhambur masuk dan menarik Charlotte hingga terjungkal menghantam lemari besar. Wanita itu meringis sakit dan memegang bagian belakang kepalanya, Gabriel mengindahkannya. Dia menatap horror pada sosok Iris yang bersimbah darah kemudian Meraupnya dalam pelukannya.

"Iris... Tidak... Iris.."

Tak ada jawaban.

"TIDAK!!! Bertahanlah... ... Iris..." Menampar – nampar wajah Iris yang cantik. Wanita itu tersedak dan menyemburkan darah. Matanya perlahan tertutup.

"TIdak!! IRIS... IRIS... TIDAK!!"

Gabriel mengguncang tubuh Iris yang diam tak bergerak. Wanita cantik itu telah pergi tak akan kembali. Tidak ada lagi.... Dia sudah tidak ada.

"IRIS... IRIS..."

Memanggil dengan keras. Masih berusaha membuat tubuh kaku itu bergerak. Tidak boleh pergi. Jangan pergi. Gabriel memeluk tubuh Iris erat dan berusaha membangunkannya lagi dan lagi...

Tolong buka matamu.

Tolong tatap aku.

Jangan biarkan kegelapan membawamu.

Jangan tinggalkan aku...

"Huee... Hue... huhuhu..."

Charlotte dan Gabriel melihat kearah ranjang. Seorang bayi tengah menangis. Tidurnya terganggu mendengar suara keributan. Gabriel menatap Iris sendu kemudian beralih kepada bayi mereka yang mulai berteriak kencang.

Charlotte mengambil sebuah pahatan kayu bermata runcing yang berada di atas rak dekat lemari yang baru saja dia hantam akibat dilempar oleh Gabriel. Wanita itu matanya kosong. Dia sudah tidak waras. Charlotte mendekati sosok Gabriel yang sedang terguncang menatap Iris di pelukannya. Sesekali Gabriel kelihatan ingin bergerak dan mendekati ranjang. Tapi dia... Dia bahkan tidak lagi merasakan tubuhnya. Gabriel bahkan tak ingat lagi tentang perihal Charlotte yang telah mengakibatkan ini semua. Dia masih terkejut dengan kepergian Iris.

BUGH.

Charlotte menghantamkan pahatan kayu itu tepat di belakang kepala Gabriel berkali kali hingga pria itu roboh menindih tubuh Iris. Lalu menusuk punggungnya.

Darah menempel sempurna pada pahatan kayu. Charlotte tertawa senang melihat tubuh Gabriel tak bergerak. Tidak lagi berguncang.

"Lebih baik kalian mati dari pada meninggalkanku sendiri."

"Hue... Huhuhu... Maa.. Ma.. Hue... Huhuhuhu."

Charlotte melirik pada ranjang. Dia mengambil pisau yang dia gunakan untuk menikam Iris. Dan Perlahan mendekati sosok bayi yang menangis. Mata buramnya yang terhalang air mata menangkap wajah mungil Harry. Mata coklat, bibir tipis.

"Kau tercetak dengan sempurna. Bahkan kau merupakan bagian dari keduanya."

Charlotte mengangkat pisau dan.....

END

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 340K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
2.6M 39.7K 51
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
3.8M 55.9K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
68K 5.1K 25
For adult only 21+ Dark Romance dark theme, forced submission, suitable for 21++ only Blurb: Garrick Atreides menyimpan kebencian yang teramat sang...