[Selesai] Perfectly Imperfect

Por twelveblossom

173K 17.6K 6.4K

Sempurna. Bagaimana jika Nayyara Judistia Putri Hartadi menjadi perempuan yang paling sempurna bagi Javas? Ja... Más

0. Tokoh Yang Ada
1. Titik Awal
2. Bertemu Pilihan Lain
3. Soal Cemburu
4. Bersamamu itu Segalanya
5. Melewati Batas
6. Alasan Yang Keliru
7. Jalan Pintas
8. Dia Yang Kelabu
9. Kamu dan Buku yang Tertutup
10. Meragukan dan Diragukan
11. Tentang Rindu
[GIVEAWAY] HI DECEMBER!
12. Terikat Asa
13. Dua Peran
14. Sebuah Permainan
15.2 Menjadi Kita
16. The Heaven
17. Yang Diperbaiki, Tidak Ada
18. Kenangan Untuk Yang Pergi
19. Untuk Melepaskan
20. Bicara Soal Pernikahan
21. Bagian Terbaik Dalam Hidupku
22. He Brings The Heaven To Her
23. Terluka dan Kembali Sembuh
24. Rumah Kita
25. Perasaan Yang Terombang-Ambing
26. Lebih Dari Ego
27. Hiruk Pikuk
28. Katanya, Cinta Itu Mengusahakan Segalanya
29. Membakar dan Terbakar
30. Ketenangan Yang Sebentar
31. Kita Akan Bicara Besok
32. Yang Ditunggu Datang Juga
33. Sebelum Kelahiran Bintang Yang Ditunggu
34. Comfort Zone (Final)
35. Bagaimana Kalau Berlanjut? (S2 Perfectly Imperfect)
36. Mereka Pun Mulai Bahagia

15.1. Menjadi Kita

3.2K 415 162
Por twelveblossom

Menjadi Kita -Twelveblossom

Ada dua cara menjadi kita.
Pertama, dengan sabar mengikuti setiap alurnya.
Kedua, dengan memaksakan segalanya.
Apa pun itu kita akan selalu kembali menjadi kita.
Karena takdir kita, harus menjadi kita.

-oOo-


Javas itu egois. Kalau dipikir-pikir lagi, dia telah berkencan dengan banyak wanita berbeda sebelum  akhirnya Nara menerima dirinya. Selama ini Nara membiarkan Javas bermain-main, tanpa mengeluh sedikit pun. Pria itu juga akan datang kembali kepada Nara jika mendapatkan masalah dari kekasihnya. Javas memerlakukan Nara sebagai opsi cadangan yang datang, jika pilihan lainnya telah habis. Sebuah opsi yang selalu menjadi tempatnya pulang.

Nara adalah sahabat paling baik yang memberikan saran atas kehidupan percintaan Javas. Gadis itu dengan sabar memilihkan alasan putus yang akan digunakan Javas. Javas seolah tutup mata mengenai perasaan Nara yang mungkin saja tidak nyaman dengan keadaan tersebut. Dia sengaja demikian agar Nara menunjukkan cemburunya ―agar Nara menginginkan Javas sebesar wanita lain menginginkan pria tersebut. Namun Nara terlalu pintar menyembunyikan perasaan. Kemampuan Nara itu yang memancing keserakahan Javas atas Nara. Bagi Javas tidak ada seorang pun yang boleh dicintai Nara selain dirinya. Tak ada yang berhak memiliki Nara selain Javas.

Egois, bukan?

Sangat.

Javas tahu dia kelewat egois. Hanya saja, hatinya enggan memperbaiki, seolah Nara dan dirinya adalah mutlak untuk bersatu. Sebuah obsesi yang mengerikan.

Mendapati jika obsesinya menyakiti Nara, membuat Javas semakin menderita. He cant control himself. Dia justru mengorbankan kebahagiaan Nara untuk memenuhi obsesinya.

Nara akan bahagia jika bersama gue nanti, batin Javas. Manusia cenderung bahagia jika dekat dengan sesuatu yang dicintai. Yang Javas butuh kan adalah membuat Nara sangat mencintainya.

Apa gue bisa?

Apa gue sanggup?

Lo gak bisa dan sanggup, buktinya Nara tetap ingin pergi.

Javas meragukan dirinya. Lagi dan lagi.

Was I not good enough?

Was my love not enough?

Untuk pertama kalinya Javas tidak percaya kepada dirinya, instingnya, dan keputusannya. Dia sangat takut kehilangan.

-oOo-

“Gue kira Nara bakal sama lo,” vokal Lucas saat dia masuk ke ruang VVIP yang ada di lantai dua ballroom.

“Ya kali gue bawa Nara ke sini.”

Hanya ada Javas di sana. Pria itu  duduk di salah satu sofa meminum lemon tea. Javas tak berniat bermain dengan para gadis yang siap sedia di luar ruangan ini. He needs time to think. Memikirkan kembali kebodohannya.

Whats wrong?” Lucas bertanya, dia singgah di samping Javas. Menurut insting Lucas, Javas sedang mengalami kegamangan hati. Berhubung Javas dulu berperan dalam menyelamatkannya pada saat masa-masa sedihnya karena Alenka, jadi dia harus balas budi.

“Gak ada yang salah.”

Lucas mendengus. “Kalau tidak ada yang salah seorang bangsat yang jancok seperti lo gak mungkin minum lemon tea di tengah euforia pesta.”

“Lo bisa pecat Nara?” justru pertanyaan out of topic itu yang muncul.

Alis Lucas terangkat. “Dengan alasan? Biar dia semakin tergantung sama lu? Dasar otak bangsat,” Pria yang mengenakan kemeja biru laut itu meraih vodka yang baru saja diantar oleh pelayan. “Nara itu pintar, gue kagak pengen kehilangan pegawai kayak dia dengan alasan ambigu,” lanjut Lucas.

Javas tersenyum meremehkan. “Bahkan kampret kayak lu juga tertarik sama Nara―“

“―Well, she is physically attractive. Bohong kalau gue gak menoleh  dua kali waktu pertama kali lihat Nayyara.”

“Makanya gue pengen dia jadi punya gue. Biar mereka tahu perempuan yang  mereka kagumi itu punya gue.”

“Lah bukannya lo uda jadian sama Nara?”

Javas menghempaskan punggungnya ke sofa. “Gue pengen nikahin dia.”

“Ya tinggal lamar―“

“―Sudah, tapi gue ambil lagi cincinnya,” pangkas Javas, dia menunjukkan cincin itu. “Cincin ini gue beli bertahun-tahun lalu pake gaji pertama. Gue berharap bisa membahagiakan Nara di masa depan nanti. Tapi, Nara justru bilang kalau dia merasa tertekan karena benda sialan ini dan ikatan yang gue buat.”

Lucas diam. Dia merasa aneh saat mendapati seorang Mavendra kehilangan daya, terutama ini Javas Chatura Mavendra. Lucas mengenal Javas sebagai manusia paling pemberani mengambil risiko, tak mempunyai kekurangan, dan sifat pembangkang yang dia miliki justru menjadi keuntungan dalam hidupnya.

“Gue ngerasa kalau cincin ini sudah kehilangan fungsinya, jadi gue ambil dari Nara,” gumam Javas. Dia meminum lemon tea lagi sebab tenggorokannya terasa tercekat.

Lucas menyeringai. “Lo kayak bukan Javas yang gue kenal. Biasanya lo mengusahakan segala cara biar apa yang lo inginkan tercapai. Yang gue lihat di sini, lo melepaskan Nara dengan mudah.” Lucas menepuk bahu temannya. Dia tak melanjutkan apa pun yang tadi ingin diungkapkan sebab perempuan si topik pembicaraan membuka pintu ruangan itu.

Nara selalu menjadi pusat perhatian sedari dulu. Dia memiliki cahayanya  sendiri. Gadis itu tak pernah berusaha menonjolkan diri, namun parasnya yang rupawan dan sikapnya selalu mampu menarik atensi. Ia berjalan dengan langkah percaya diri, bersisian dengan Wira. Tatapan matanya yang tajam menusuk Javas tanpa berusaha beralih ke yang lainnya.

We need to talk,” Nara berkata demikian saat dirinya telah berada di hadapan Javas.

Javas meraup wajah sebelum menjawab, “Kamu menolak untuk bicara tadi.”

Lucas dan Wira memutar bola mata karena sikap Javas yang masih egois. Kalau pasangan itu begini terus, kapan mereka akan baikkan?

Come on, Kadal. Just talk to her. All of the people in the world know that you suffered,” Wira sudah gemas setengah mati.

Rasanya Wira ingin berucap, tolong ya Javas yang pengen gantiin lo ada di samping Nayyara itu banyak jangan belagu dan bikin Nayyara gue sedih. Kalau lo masih keras kepala, gue kantongin nih Nayyara terus gue bawa pulang .... Hmm Wira hanya dapat mengungkapkannya dalam hati, takut ditonjok Nara soalnya.

“Hey, Bro. Today is so hot, right? How about we go to bar? I wanna drink some orange juice,” Lucas yang menyahut karena pikirannya bekerja cepat. Kehadiran Wira dan Lucas di sini justru memperburuk keadaan. Apalagi Wira dengan mulut bocornya itu jelas akan menjadi kompor.

“Ogah, gue mau di sini. Hei, jangan tarik-tarik. Gue bukan homo ya?!” Wira berseru heboh ketika Lucas menyeretnya tanpa persetujuan.

Kehebohan Lucas dan Wira yang menjerit-jerit berlangsung selama dua menit. Setelah itu, hanya ada sunyi. Javas tetap berada di sofa, sementara Nara berdiri dengan tangan terlipat di depan dada.

“Sampai kapan kamu bakal berdiri di sana, Darling?” Tanya Javas, dia menatap Nara.

Nara sebenarnya gugup, mendapati tingkah Javas yang begitu santai. Nara tidak tahu apa yang harus dikatakan. Nara hanya terbawa emosi saja tadi karena menurut interpretasinya percakapan antara Javas dan Wira menyatakan jika Javas menolak bertemu dengannya karena ada perempuan lain yang harus ditemui. Sementara kini Nara tak mendapati ‘perempuan’ itu, Javas justru sendiri serta kelihatan murung. Dia jadi sedikit malu atas kecurigaannya.

“Kamu gak usah panggil-panggil darling kalau lagi marah―“

“―tapi semarah-marahnya aku, masih tetap sayang kamu. You are the one and only darling,” sela Javas datar, justru membuat Nara semakin salah tingkah.

Nara membuang muka, menyembunyikan pipi yang panas. Dasar, Javas curang. Javas curang karena  terlihat jika dia sayang sekali sama Nara. Gadis itu merasa menjadi pemeran antagonis sebab sempat berburuk sangka kepada manusia yang mencintainya.

“Dan aku rasa kamu juga begitu,” gumam Javas lagi.

“Hah, apa?” Nara yang sibuk berpikir pun bertanya canggung.

Javas berdiri dari duduknya agar bisa menepis jarak mereka. “You blushed,” Javas mengutarakan fakta yang dia lihat. “Aku pikir, semarah-marahnya kamu ke aku, kamu masih sangat sayang sama aku,” sambungnya sembari tersenyum.

Nara mundur selangkah. Tidak ingin semudah itu masuk ke dalam rayuan.

Javas menghela nafas panjang. “Apa dekat sama aku masih terasa menyesakkan?” tanyanya pelan, dia memberikan tatapan sedih. “Kalau begitu aku pergi. Kamu tunggu di sini, biar Wira yang antar kamu pulang,” lanjutnya sembari melangkah melewati Nara.

Nara menggigit bibir. Bimbang akan keputusan yang dia ambil. Apa Nara harus merelakan Javas begitu saja atau menarik pria ini agar tak beranjak darinya?

Aku bosan menjadi pihak yang selalu meminta maaf. Nara yang egois pun mulai mendominasi. Aku juga kangen Javas. Nara yang mencintai ikut memberikan sumbang asih.

“Javas,” bibir Nara akhirnya menyuarakan pendapatnya sendiri.

Yes, Darling?” Javas refleks menyahut.

Nara mengatur nafas. “Kamu jangan lupa makan, semarah-marahnya aku―aku gak pengen lihat kamu sakit,” justru kalimat itu yang keluar dari mulutnya.

You are stupid, Nara! Pikirannya menghardik.

Javas agak tercengang. Dia mengira kalau Nara memanggilnya untuk memeluknya atau memberikan permintaan maaf agar mereka bisa bersama lagi. Kenyataan yang ada, gadis itu mengingatkannya makan.

Ayolah, Nara. Gue bukan remaja labil yang langsung mogok makan setelah ditinggal. Gue tentu ingat makan, biar bisa hidup dan jagain lo. Javas mengomel hanya dalam serebrumnya. Sementara secara raut Javas kelihatan agak kesal. Dia tersemyum sih hanya saja lengkungan sudut bibir Javas terlihat terpaksa.

“Okay, terima kasih sudah peduli,” gagasnya. Javas pergi dari sana dengan perasaan kecewa.

-oOo-

“Gimana?”


“Apanya yang gimana?” Nara balik bertanya kepada Wira.

Mereka berdua berada di depan pintu masuk apartemen tempat tinggal Nara. Wira mengantarnya sesuai perkataan Javas. Pria itu tidak langsung pulang, malah ikut naik.

“Kalian bertengkarnya uda sampai mana?” Wira bertanya lagi. Dia masuk ke apartemen mendahului Nara.

Nara melengos. Dia enggan membahas kebodohannya tadi. “Gak usah ikut campur,” tegas Nara.

“Palingan kalian masih diem-dieman kayak ABG, gedek gue sama kalian ini.”

“Udah jangan ngomongin Javas, aku tambah pusing,” Nara memelas.

Wira duduk di sofa ruang santai, dia memindai sekitar. “Damar pergi ke lab ya? Hm malam-malam gini bukan jagain adeknya.” Wira mengabulkan permintaan Nara untuk memilih topik lain.

Nara yang sedang melepas high heels pun melejitkan bahu. “Kak Damar chat aku katanya temen kantornya ada yang tabrakan gitu. Makanya dia bantuin.”

“Terus lo ditinggal sendiri? Gimana kalau tiba-tiba lampu mati?”

“Javas sudah mastikan kok gak bakal mati lampu.”

“Ya, tapi kan tetep aja lo sendirian,” Wira malah ngegas.

Nara memutar bola mata. Dia memberengut. “Terus kamu maunya gimana Mahawira Adyasta?”  Nara yang bergegas duduk di samping Wira pun menyipitkan mata. “Kamu gak berencana nginep di sini dengan alasan mau jagain aku kan.”

Wira menggaruk tengkuk yang tak gatal. “Hehehehe. Siapa tahu boleh?”

Nara melempar kepala Wira dengan bantal sofa. “Dasar laki-laki semuanya sama aja.”

“Aduh, bercanda, Nayyaraa sayaaangg,” Wira menghindari perempuan itu. “Gue juga mesti packing karena besok harus otw ke Aussie.”

Nara cemberut. “Ya udah pulang sana,” usirnya.

Wira tersenyum. Dia merangkum wajah Nara agar menatapnya. “Mungkin ini terakhir kali lo bisa melihat wajah gue,” tukasnya.

“Kenapa? Emangnya kamu mati besok!” Nara jadi kesal sendiri.

“Kayaknya gue harus menahan kangen ke lo nanti kalau sudah di Australia―“

“―Kamu pulangnya kapan?” potong Nara.

“Enam sampai delapan bulan lagi.”

Nara tersentak. “Wira, kenapa lama banget?”

“Ya, memang biasanya gue juga jarang tinggal di Indonesia. Paling cepet balik ke sini enam bulan kadang sampai satu tahun.”

“Itu kan dulu,” Nara berdecit.

Wira tersenyum. “Terus, apa bedanya dulu sama sekarang?”

Gadis itu menggigit bibir. “You have me now ... as a friend.” Nara menatap Wira dengan mata lebarnya yang memohon. Dia tidak suka ditinggalkan terlalu lama, Nara takut kehilangan. “Kamu dulu tidak punya tujuan setiap ke Indonesia, sekarang kamu punya. You have me as your destination.”

Telapak tangan Wira yang selalu menyentuh Nara dengan lembut pun mengusap pipi si gadis. Dia membuat Nara memejamkan mata. Tanpa aba-aba entah keberanian dari mana, Wira mengecup cepat pipi Nara.

Mungkin lo gak bakal gini kalau gue gak pergi.

Wira tahu apabila Nara berusaha melakukan apa pun agar orang yang penting dalam hidupnya tak pergi terlalu lama. Wira menduga jika si gadis tahu, rasa sayang Wira terhadapnya memang besar. Nara menggunakannya untuk mengikat Wira agar tetap berada di sekitarnya. Terdengar jahat. Terlampau jahat. Nara melakukan itu, padahal dia tidak sanggup membalas sayang yang diberikan Wira kepadanya.

“Kamu boleh pergi, tapi jangan lupa pulang ya, Wira.” Nara terkejut akan tindakan Wira tadi, namun dirinya memilih seolah tak terjadi apa-apa.

Wira enggan membalas, dia menarik perempuan teristimewanya ini ke dalam sebuah pelukan yang erat. Anggap saja ini salam perpisahan.

Untuk perempuan yang tersayang, tapi tidak dapat kumiliki. Kamu selalu menjadi salah satu dari tujuan kehidupanku. Mungkin, kamu hanya perempuan yang sekedar lewat, tapi hatiku justru membangun ruang bertuliskan namamu. Aku tahu kamu tak akan tinggal, biarkan aku memiliki kamu sebagai bagian dari kenanganku.

Rasanya sebaris paragraf di atas ialah penggambaran yang tepat perasaan Wira kini. Wira tak banyak berharap kisahnya akan bahagia sebab dia hanya lah pemeran figuran dalam cerita hati Nara yang hingga akhir berlabuh pada Javas. Menyedihkan.

“Dangdut banget ya gue,” celetuk Wira mengakhiri syair biduan yang dibuat pikirannya.

-oOo-

“Halo, Adyasta,” sapa Aria. Nada yang dipilih ceria tapi ekspresinya cemberut.

Aria berada di pinggir kolam renang indoor apartemen Wira, kakinya bermain air. Dia sudah sedari tiga jam lalu menunggu. Jangan tanyakan cara Aria masuk, membobol pintu apartemen curut serupa Wira sangat mudah. Wira menggunakan tanggal lahir Nara sebagai password pintunya.

Si bodoh dan kebodohannya bikin kesal, rutuk Aria. Dia beranjak mendekat.

“Sumpah ya, gue kira lo setan muncul tiba-tiba di apartemen gue,” balas Wira yang baru sampai, habis dari tempat tinggal Nara. Wira berkacak pinggang. “Lo itu bukan maling yang bisa main masuk aja. Ngapain lo? Tadi kenapa gak datang ke pestanya Abercio?” omel Wira.

“Gue mau cari hiburan―”

“―Rumah gue bukan taman hiburan,” sungut Wira, dia semakin memberengut.

Lantaran begitu Aria tidak peduli, “Gue gak datang ke pesta Abercio karena ....”

“Karena apa? Karena satwa kayak lo dilarang masuk?” kata Wira enteng.

Aria yang saat itu mengenakan dress selutut biru muda pun menyeringai. Penampilannya memang terlihat seperti perempuan baik-baik yang rajin berkebun atau merangkai bunga. Namun ucapannya ini, menghilangkan semua image itu. “I slept with my step brother. Dan gue sama dia ketahuan tunangannya― “

“―What?” Wira sampai menyemburkan lagi air yang diminum.

Aria bersandar di nakas, melipat tangan di depan dada. “Harus gue jelasin? Jadi kemarin gue mau chilling and healing gitu. Eh Cio nawarin nonton Netflix bareng dong. Akhirnya gue ke apartemen dia. Terus ya gitu sambil nonton  gue rebahan, paha dia jadi bantal. Suasana mendukung, Cio ngelus-ngelus rambut gue jadi gue keenakan. Gue jadi penasaran, kakak tiri gue itu punya rasa yang sama gak. Terus gue inget ucapan temen gue. Kalau man’s bird never lie. I try to touched his―“

“―Stop!”  Seru Wira. Dia menggeleng beberapa kali, tampak sangat prihatin. “Lo beneran kayak kucing, dielus dikit langsung minta dikawin,” ejek Wira.

Giliran Aria yang cemberut. “Gue belum selesai ceritanya.”

Wira berdecap, tanda jika mengizinkan Aria untuk bicara kembali. Wira duduk di sofa ruang santai, memilih posisi yang nyaman karena dia tahu Aria selalu memiliki topik yang bisa membuat orang serangan jantung.

“Kami keterusan dan terjadi sesuatu. Sayangnya, waktu itu tunangan Cio sidak mendadak.”

“Terus? Langsung ke intinya, gue ngantuk ini, Aria.”

Aria menghela nafas kasar. “Gue diancam bakal dilaporin ke Mommy soal ena-ena sama Cio.” Dia mengganti tatapan beringasnya menjadi memohon. “Gue butuh bantuan lo, Adyasta,” lanjutnya.

Alis Wira bertaut. Dia mulai waspada karena Aria terlihat sangat jinak sekarang. Ariadna Arkadewi ditakdirkan untuk menjadi wanita bar-bar yang seenaknya sendiri, melihat dia berperilaku serupa manusia membuat Wira takut.

“Permintaan ditolak,” Wira menjawab dengan cepat.

“Gue kan belum ngomong apa yang gue minta―“

“―Ogah pokoknya gue gak mau berurusan dengan lo, Aria,” sungut Wira.

Please, lend me your sperm,” Aria tetap menyelesaikan permintaannya walaupun Wira tak ingin dengar.

Wira kaget. “HAH?”

“Kalau gue hamil anak lo, Mommy gak bakal curiga gue ngapa-ngapain sama Abercio.”

"Lo gila. Lo lebih baik pulang aja. Gue mau istirahat," usir Wira untuk kesekian kalinya.

"Pleaseeeeeeeeeeee ...."

Wira tetap menggeleng. Dia malah beranjak ke kamarnya yang ada di lantai dua mengabaikan Aria. Kendati begitu bukan Ariadna Arkadewi jika dia dengan mudah menyerah. Gadis itu justru mengekorinya sampai memaksa ikut masuk di ke kamar.

“Astaga,” keluh Wira geram ketika Aria dengan mudah mendorongnya ke ranjang, lalu mengunci pintu.

Mahawira Adyasta bisa saja bersikap kasar seperti balas mendorong atau memukul Aria, tapi dia sangat menentang tindakan kekerasan terhadap wanita. Walaupun wanita yang dimaksud adalah Aria―dia menguasai beberapa macam teknik bela diri.

Please,” mohon Aria sekali lagi. Dia memejamkan mata sebentar saat Wira menggeleng lagi. Aria menghembuskan nafas kesal. “Oke gue pakai cara paksa kalau gitu,” putus Aria secepat kilat.”

Aria tidak peduli dengan harga dirinya, dia tidak suka ditolak. Tolong lah, wanita secantik Aria belum pernah ada yang menolak, apalagi dia dengan suka rela menginginkan Wira. Penolakan melukai harga dirinya.

Wira semakin kehilangan arah tujuan saat Aria tiba-tiba menghambur ke arahnya, lalu mencium bibirnya. Mata Wira melotot, tapi anehnya raganya enggan menghindar. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Wira mulai memejamkan mata saat Aria melumat bibir atas dan bawahnya, kemudian menggigitnya pelan.

She is  really a good kisser, logika Wira menilai.

Aria masih berada di atas Wira, jari-jarinya sengaja bermain di antara paha bawah laki-laki itu. Aria menyeringai ketika dia mendengar erangan pelan dari lawan mainnya.

Yang namanya laki-laki memang sama saja, mereka itu tidak bisa menolak perempuan kayak gue. Aria menyombongkan diri.

Tapi, benar, Aria menang malam ini.

-oOo-

Halo part 15 sengaja aku bagi jadi dua karena kalau dijadiin satu takutnya kepanjangan dan malah bikin bosen huhuhu. Part 15.2 akan aku posting hari Senin kalau tidak Selasa atau malah sebelumnya, tergantung respons kalian.

Oh ya, terima kasih sudah membaca sampai sejauh ini. Huhuhuhu aku sendiri gak nyangka cerita ini bisa sampai 15 part karena ya awalnya kayak gak direncanakan.

Terima kasih juga yang mau vote dan meninggalkan komentar di part 14 kemarin. Walaupun gak sampai 200 aku tetep seneng hehehehehe.

Aku tunggu feedback dari kalian mengenai cerita ini. Kalau Aria sama Wira ada yang dukung nggak sih? Atau Wira sama Nara aja?

Btw, samlai jumpa di part selanjutnya. Dadadadahhh~

Seguir leyendo

También te gustarán

1.1M 11.7K 20
Sebelum membaca, alangkah baiknya kalian untuk follow akun wp gw ya. WARNING!!!🔞 YANG GAK SUKA CERITA BOYPUSSY SILAHKAN TINGGALKAN LAPAK INI! CAST N...
6.1M 604K 96
Yang Haechan tahu dia dijodohkan dengan laki-laki lugu yang bernama Mark Jung, tapi siapa sangka ternyata dibalik cover seorang Mark lugu Jung terdap...
162K 7.9K 28
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
77.9K 9.3K 30
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...