Ranjang Tetangga

By ryanimuhammad

460K 35.5K 3K

Bukan cantik, lebih ke menarik aja. Bukan ingin menjadikannya sosok istimewa, tapi akan menjadikannya sebagai... More

Foreplay
Pelan-pelan, Abang
kok susah masuk, Bang?
Bisa bikin dedek?
Abang...ah..!!
Mau Goyang?
kenapa cium aku?
Hamil?
Isi anu
Enak di kamar
Kunci pintu
Mau punya anak berapa?
Mau punya anak sama Abang?
Abang nggak salah masuk?

Abang, atas atau bawah?

23K 2.3K 219
By ryanimuhammad

Vote jangan lupa.
Klo nggak mau cerita ini saya up sebulan sekali.

💋

Entah apa yang dipikirkan Banyu, karena semenjak ia tiba di rumahnya, bibirnya tak henti bersiul. Ibunya sampai menggeleng kepala melihat tingkah aneh anaknya yang berlangsung sejak lima belas menit yang lalu.

Sengaja, Farida tidak menganggu. Ia hanya memperhatikan anaknya yang tiba dua puluh menit usai waktu sholat maghrib.

"Kamu ketemu Munah?"

Gerakan tangan yang tengah mengaduk kopi, terhenti.

"Kelihatan lain. Macam aura lagi kasmaran."

Banyu mengulum bibirnya. Tidak ada senyum atau gelagat seperti yang disebutkan ibunya.

"Kasmaran?"

Farida berdeham. Sepengamatannya, baru kali ini Bayu menghabiskan waktu yang cukup lama untuk segelas kopi.

Biasanya juga, cepat dan buru-buru naik lagi ke kamarnya.

"Kamu nggak ninggalin Ara, kan?"

"Nggak."

Farida bernafas lega. Bisa saja, Banyu meninggalkan Ara pas ketemu Munah. Nggak enak kan, sama Risa?

Panjang umur. Baru saja Farida menyebutkan nama tetangganya, Mama Ara sudah masuk.

"Kirain ke mana." Risa meletakkan rantang lupeware, di atas meja sebelum menarik bangku dan duduk berhadapan dengan Farida.

Memperhatikan Banyu yang masih setia dengan kegiatan mengaduk tanpa merasa terganggu dengan kehadirannya.

"Malam-malam ngopi. Bisa tidur nanti?"

Senyum tipis Banyu, hanya bertahan dia detik. "Bisa Ma."

Risa ikut tersenyum, " Aku bawa ini Kak. Suruh antar Ara malah nggak mau. Pulang-pulang ngomel nggak jelas. Seharian ini, aneh kelakuannya."

Dengan cepat, Farida menatap putra semata wayangnya. Tidak ada yang aneh memang. Tapi, ia tidak pernah melihat tingkah Banyu hari ini.

"Ara nyusahin kamu, Bang?"

Santai, Banyu menarik bangku. Duduk di samping ibunya.

"Nggak Ma."

Mata Farida memicing. Terlalu santai. Sementara anak tetangga yang baru saja dibawa pulang putranya, sedang tidak baik-baik saja.

"Aneh gimana, Ris?" tidak mau tinggal diam, seolah-olah Banyu baru saja direpotkan, Farida perlu tahu.

"Gini loh Kak. Kan waktu jemput dia di konter, Ara nanyain. Aku sama Abang pacaran nggak. Terus, pulang-pulang tadi dia malah ngomel. Katanya Abang, ngajak dia goyang. Dia nggak mau punya ayah tiri omes."

Banyu menggaruk tengkuknya, mendengar penjelasan serius mama Ara.

"Omes, apa itu?"

Risa terbelalak. "Kakak nggak tahu?"

Memundurkan bangku ke belakang, Banyu bangun. Ingin pergi dari pembicaraan yang melibatkan dirinya.

Namun, ia kalah cepat ketika tangan ibunya menahan langkahnya dengan menarik sarung yang dikenakannya.

Menggeleng dengan raut wajah penasaran, Farida memaksa Banyu menempati tempat semula.

"Kamu aja yang jawab, Bang."

Banyu memejamkan matanya. Kosa kata dari mana, dan siapa yang dimintai pertanggungjawaban.

"Ap---"

"Lama banget sih! Kalau keluar bukannya hp dibawa. Dari tadi getar terus."

Kedatangan Ara langsung heboh.

"Katanya cuma nganterin sayur."

"Siapa yang telepon?" tanya Risa mengacuhkan kejutekan Ara.

"Mana tau. Nggak lihat." kemudian Ara melihat Farida. "Ibuk masak apa?" matanya tidak sekalipun mengarah pada Banyu, yang duduk tepat di samping Farida.

"Tongseng tempe. Tahu isi merc---"

"Ara ambil ya. Makan di rumah."

Risa menipiskan bibirnya, melihat perangai sang putri. Bukan tidak tahu. Tapi, di rumah ia juga sudah masak.

"Banyak banget. Mungkin, Abang belum makan, Ra."

Ara melihat rantang ware-ware, yang dibawakan ibunya tergeletak di atas meja makan.

"Tuh, udah dibawa calon bininya."

Ketika langkah gadis itu sampai di kusen pintu ruang makan, tubuhnya berbalik.

"Oya Abang. Kalau mau ajak Mama goyang, halalin dulu!"

Banyu menelan susah, saliva yang tercampur dengan cairan hitam manis, yang tetiba terasa pahit.

"Ara!!"

Risa mengejar langkah anaknya. Bukan ingin meredam. Melainkan cubitan atau apalah yang bisa buat Ara sadar dengan ucapannya.

Sedangkan Farida, melongo.

Goyang?

Maksudnya apa.

"Kamu apain Ara, sampe mikir kamu mau nikahin Mamanya?"

"Nggak ada, Bu. Aku juga bingung."

Tidak habis rasa penasarannya, Farida kembali menerjang, "Terus, goyang apa yang dimaksud Ara?"

"Sumpah. Aku nggak tahu, Bu. Ibu dengar sendirikan, siapa yang ngomong seperti itu?"

Jawaban yang terlalu cepat direspons Banyu, kembali menghasilkan tatapan tajam ibunya.

"Ara masih polos. Kamunya aja yang udah ngerti gituan. Kamu apain anak gadis orang, Banyu?"

Setengah berteriak, Farida mengerang. Melihat anaknya berlalu dari meja makan.

Nggak ngerti apanya?

Baru saja, Ara bilang, halalin sebelum diajak goyang.

Banyu terkekeh.

Ara tidak sepolos yang disangka ibunya. Buktinya, sudah ada kan?

Membuka pintu kaca, penghubung kamar dan balkon yang sudah dihuninya selama 20 tahun lebih, Banyu ingin mengistirahatkan tubuhnya di sana.

Sedikit terlambat. Karena kegiatannya hari ini tidak sama seperti kemarin.

Mendaratkan bokongnya di bangku panjang, sebelum ia mulai membuka ponselnya.

Namun sebelum jari kasar itu menyentuh layar android, ia mendengar suara di sebelah kamarnya. Sangat jelas. Lebih menyerupai teriakan.

"Mama nggak tau aja gimana Abang."

"Meskipun kamu tahu, nggak pantes ngomong seperti tadi. Nggak malu kamu sama bu Farida. Abang juga ada di sana."

Banyu meringis, ketika mendengar sebutan yang Ara berikan padanya.

Mereka, lagi ghibahain aku?

"Lagian, apa hubungannya coba. Mulut kamu memang minta disambelin."

"Kok mulut Ara? Harusnya mulut calon Mama. Kan dia yang ngajak Ara goyang!"

Banyu mendengar mama Risa mengucap.

Masih bahasan yang sama. Goyang.

Sepertinya ini akan panjang. Dan Banyu, tidak ingin berlama-lama di sana.

"Calon apa Ara? Jangan aneh-aneh. Kamu mau buat Mama malu?"

"Kalau nggak mau malu, ya jangan pacaran sama tetangga. Berondong lagi. Bagus dari mananya sih? Kelaminnya aja masih dipertanyakan!"

Banyu terbatuk. Dengan cepat ia membekap mulutnya dan berlari ke kamar.

Ucapan Ara memang tidak bisa diperkirakan. Mulut lemesnya tidak pernah berubah.

Kekesalannya pada tetangganya itu tentu saja bukan tanpa sebab. Selain tidak tahu malu, wanita itu juga asal men-judge dirinya.

Ara berpikir dirinya penyuka batang?

Banyu mendecih, ketika mengetahui isi otak Ara.

Hingga pagi menyambut. Suasana sepuluh tahun silam masih sama.

Akan ada Ara, yang akan merecoki isi rumahnya. Akan ada wanita itu yang akan terus dan terus Banyu lihat sampai dirinya memerawani anak gadis orang.

Banyu meringis, kala pikiran tidak bermoral itu melintas.

Tidak.
Tidak harus gadis.

Yang Banyu inginkan, memenuhi kriteria yang benar-benar seorang perempuan.

Tapi, kalau ia bertemu dengan gadis kriterianya, ia tidak akan melepaskannya.

"Kenapa mau di renovasi, Buk?"

"Nggak renovasi seluruhnya. Cuma ganti keramik. Bak mandinya juga kekecilan."

Perbincangan ibu dan tetangganya dilewati Banyu, dengan meneguk segelas air putih tanpa tersisa.

Kemudian ia menuju ke dapur. Membuat segelas kopi, sebelum bergulat dengan mesin motor dan antek anteknya.

"Terus nanti, Abang pindah ke bawah?"

"Cuma sebentar."

Ara mengangguk. Tidak lama gadis itu melihat Banyu kembali ke meja makan dengan secangkir kopi.

Tidak mirip sama sekali. Kenapa harus kepikiran Abang jadi ayah tiri gue? Lagian, anu-nya nggak ereksi kalau sama Mama.

Ara membayangkan sesuatu di balik sarung yang dikenakan Banyu.

Kasian. Sepertinya lumayan. Kenapa harus belok?

Tatapan Ara, terlalu risih buat Banyu. Laki-laki itu tidak punya cara mengalihkan mata liar dan merendahkan gadis itu yang sudah lima detik terarah ke junior-nya.

Dua kali berdeham, namun gadis itu tidak peduli. Bola matanya baru bergerak ketika Banyu menarik bangku dan duduk di samping ayahnya.

Lantas garpu di tangan Banyu, ingin sekali diubah fungsi. Biji mata Ara yang ingin dicolok dan dinikmati bersama nasi goreng pagi ini.

Cukup nikmat.

Apalagi salah satu bagian mulut gadis itu. Ditarik, diuyel-uyel. Sedikit gigitan sebelum dilumat bersama sambel ekstra pedas.

Sebelum itu terjadi, laki-laki yang sudah siap mencetak calon janin di rahim seorang wanita harus dikagetkan dengan pertanyaan Ara. Sehingga menyebabkan sesuap nasi yang baru masuk ke mulutnya, harus berakhir dengan semburan karena terbatuk.

"Abang, enak di atas apa di bawah?"

💋

Lanjut?

Udah sreg sm bang Banyu?



Continue Reading

You'll Also Like

1.3K 153 4
"Hidup atau mati aku tidak peduli! Yang penting kalian selamat" note📝 Boboiboy hanya milik Monsta, saya hanya meminjamnya. Slow update
ONLY ME By halcyon

Short Story

493 60 12
Segalanya selalu dilimpahkan padaku, meski kesalahan yang tak pernah aku perbuat. Hingga akhirnya kau datang menjadikanku hanya satu - satunya bagimu...
314K 18.8K 12
Ini tentang Sebti, seorang istri berusia 28 tahu yang tak pernah tahu bagaimana rasanya di peluk suami. Ini tentang Agra, seorang suami berusia 28 t...
78.8K 5.4K 12
Menikah tapi saling menyakiti. Namun, bagaimana jika waktu berkehendak membuat mereka terus bersama bahkan setelah berusaha untuk saling meninggalkan?