Summer In December

By PenaLc

49 3 0

Udah langsung baca aja! Semoga suka ya :) Copyright ©2019 More

0- HaHiHu
02- Hopeless
Visual Cast

01- Gosip

11 1 0
By PenaLc

Suasana kantin begitu ramai siang ini, penuh sesak. Begitupula dengan cahaya langit yang mendukung. Sangat cerah. Namun, berbeda dengan Choon-hee, membuat senyum mekar yang tumbuh di wajah Enby lenyap seketika melihatnya.

"Aku butuh pekerjaan,"

"Untuk apa? Jangan repot-repot, Hee-ya, kamu itu masih sekolah. Fokus ke sekolah saja." Suny Zelenbi mendengus.

"Tidak bisa. Bagaimanapun aku butuh kerjaan, sangat." Choon-hee mendesah seraya mengusap wajahnya.

"Untuk apa? Aku bisa memberinya."

"Pengobatan umma," Dia menghela napas. "Bagaimana, Bi?" Ia tidak punya pilihan selain meminta bantuan Enby.

Setahu dia, Ibu tiri Enby memiliki restoran sementara Pamannya memiliki toko musik dan Bibi memiliki toko kue. Mungkin saja dia bisa bekerja di salah satu tempat itu, jika Enby tidak bersikeras melarangnya untuk bekerja.

"Aku yang membayarnya, Hee-ya. Kamu tahu kamu bukan sekadar sahabat bagi aku, kamu keluargaku." Enby menatap Choon-Hee yang duduk di depannya itu.

Sudah sepuluh menit mereka duduk di kantin, namun tidak ada satupun yang mereka pesan dari tadi. Membiarkan meja panjang yang menjadi perantara antara mereka kosong melompong sejak tadi.

"Aku tidak mau. Bi, yang aku butuhkan itu pekerjaan, bukan meminta kamu membayar pengobatan umma," gerutu Choon-Hee.

Enby memutar mata. "Tapi aku memiliki banyak uang untuk bisa mengobati ajumma." Keukeuh Enby yang membuat Choon-Hee kesal.

"Ya, kamu punya banyak uang, tapi aku tidak bisa menerimanya. Aku. Cuma. Butuh. Pekerjaan."

Enby melemas mendengar setiap penekanan kata dari Choon-Hee. Jika saja gadis itu tidak berbicara begitu, mungkin saja Enby masih bersikeras untuk meminjamkannya uang.

"Kalau begitu minta saja pada aboji kamu," ujar Enby seakan memberi ide.

Choon-Hee menghela napas. "Dia tidak akan mau."

"Wae? Bagaimana pun ajumma kamu mantan istrinya."

"Ya-karena itu, Bi. Appa tidak akan mau repot-repot memberi uang jika bersangkutan dengan Umma. Seberapa memohonnya aku," dengus Choon-Hee.

"Bukannya kamu sudah bekerja di toko buku?"

"Gajinya tidak cukup dan aku butuh lebih." Bahu Choon-hee melemas mengucapkannya. Dia menenggelamkan wajah di meja.

Sementara itu, Enby terlihat berpikir sembari menghentak-hentakkan kakinya yang di baluti sepatu bermerk di pasaran. Di mana memiliki harga jual yang sangat menguras dompet bagi Choon-Hee. Yang mampu membuatnya tidak makan selama enam bulan.

Enby tersenyum seketika setelah sebuah ide yang lebih baik dari sebelumnya terlintas di benaknya. Ia menggoncangkan pundak Choon-hee yang membuat gadis itu meliriknya. Seakan bertanya, apa?

"Kamu harus bertemu kembaran aku," ujar Enby menaik turunkan alisnya dengan bibir melengkung indah.

"Ngapain?" tanya Choon-hee malas.

Menurutnya ini tidak ada hubungannya dengan artis yang tidak pernah di temuinya belakangan ini.

Namun, mampu membuat telinganya sakit, karena setiap orang selalu membahas tentang dia, dia, dan dia. Tidak pernah berhenti. Jika mengingatnya dengan baik, hal itu termasuk wajar. Bagaimana pun nama Daniel Anderson sudah melekat permanen di otak setiap perempuan yang ada di Korea, plus dengan wajah mempesona dari pemuda yang sering masuk televisi, maupun keluar masuk negeri. Bahkan info tentang dia saja bisa dengan mudahnya di dapatkan melalu bibir-bibir terawat yang di beri lipgloss berbagai merek termahal.

"Sudah tiga minggu dia tanpa asisten, kamu bisa bekerja dengan dia." usul Enby.

"Ha?"

"Kenapa kaget gitu? Lagian, aku yakin, Daniel mau menerima kamu."

"Ah, ani. Tapi aku tidak punya pengalaman jadi asisten artis ternama yang super sibuk seperti kembaran kamu itu. Jangankan dia, artis jalanan saja aku tidak memiliki pengalaman." Geleng Choon-hee pelan.

Benar saja dia jadi asisten Daniel! Pemilik nama yang sudah seperti lem. Melekat di mana-mana. Lagian, di antara seribu alasan yang dimiliki Choon-hee, yang utama dia tidak mengenali Daniel secara baik. Hanya saja seperti satu dari sekian puluh juta manusia yang mengenal Pangeran William secara umum. Bertatap muka dengan pemuda itu saja tidak pernah.

Enby menggeleng. "Aku tahu Daniel orangnya seperti apa. Dia akan menjelaskan ke kamu apa saja pekerjaan kamu, Hee-ya. Jadi kamu tidak akan kesulitan. Ayolah, coba, ya!" ujar Enby menatap Choon-hee penuh harap. "Kamu bilang, kamu butuh pekerjaan. Aku bisa rekomendasikan kamu."

"Tapi aku tidak yakin. Aku tidak bisa, Bi." Lagi, Choon-hee menggeleng pelan.

Enby menjentik punggung tangan Choon-hee dengan kuku-kuku terawatnya dari hasil menikur-pedikur di salon kelas atas langganannya. Membuat Choon-hee terkesiap dan kembali menatapnya.

"Intinya, kamu mau tidak? Kalau mau, aku bisa bilang ke Daniel," ujar Enby.

"Kalau pekerjaan yang masuk akal, ada tidak? Seperti ... kerja di toko musik?" tanya Choon-hee. "Lagian, tidak mungkin aku tiba-tiba jadi asistennya. Benar-benar tidak masuk akal."

Enby menggeleng tegas. "Dia orangnya easy, kok. Aku yakin, kamu bisa dengan mudah bicara dengan dia." Enby dengan mantap menatap Choon-hee meyakinkan. "Dia besok balik dari Amerika, aku akan bilang ini ke dia. Kamu siap-siap."


=Gosip=


Bel pulang sekolah sudah berbunyi dan di sinilah Enby beserta teman-temannya duduk, sekadar mengobrol sebentar sebelum pulang.

"Oh ya! Aku tadi baca artikel kampus seberang, ternyata kemarin Yudha Hendrawan menang lomba lari nasional lagi," seru Ji-Ah yang tiba-tiba berdiri dan mengambil duduk di sebelah Cho Miso. Bergabung dengan ke-empat temannya.

"Hm, aku dengar begitu," gumam Choon-Hee seadanya, terlihat tidak tertarik.

"Seriously? Gila-gila! Ini gila namanya!! Dia tidak pernah kalah setahu aku." Audrey menggeleng takjub, sembari membayangkan wajah mantan seniornya ketika berada di Sekolah Tinggi Menengah itu.

"Dan dia juga pintar. Ternyata banyak juga pemuda Indonesia yang pintar, dan dia salah satunya!" Cho-Miso berseru lantang.

"Setidaknya dia berhasil membuat posisinya bagus." Ji-Ah kembali membuka suara.

Enby yang dari tadi menyimak hanya memilih diam, tidak tertarik dengan apa yang di bicarakan teman-temannya itu. Sementara Choon-Hee terlihat bosan dengan acara gosip yang berasal dari mulut-mulut sahabat Enby dan berdiri kemudian pamit kepada Enby untuk pulang lebih dahulu.

"Kamu kenapa mau temanan sama dia? Dia, kan tidak selevel dengan kamu, Bi?" tanya Audrey yang melihat punggung Choon-Hee menjauh.

Enby melirik tidak suka ke arah Audrey. Selalu saja, hatinya mendengus. "Ini bukan kali pertamanya kamu bertanya begitu," gerutu Enby.

"Eh, kalau bicara soal Yudha sunbae, jangan lupakan Won-Shik sunbae! Aku dengar dia menang lomba basket tadi pagi."

Cho Miso membangkitkan jiwa peng-gosipan yang ada di diri Enby dan menghilangkan rasa kekesalannya pada Audrey. Enby menoleh dan berseru, dia mulai tertarik dengan acara bergosip yang di buat oleh sahabat-sahabatnya itu.

"Ya memang! Won-Shik oppa jangan di lupain!! Dan jangan bandingkan dia dengan Yudha Sunbaenim!" dengus Enby yang membuat ketiga temannya menoleh dan balik mendengus.

Mereka sudah bisa menebak bahwa Enby akan selalu membela Won-Shik. Apa pun yang terjadi pada pemuda yang tengah duduk di bangku kuliah itu.

"Ok. Tapi menurut aku, mereka memang good di tempatnya." Ji-Ah mengendik seraya menyisir rambutnya yang tampak mengkilap dengan warna pirang di bawah sinar matahari.

"Right. Mereka berdua tidak perlu lagi di ragukan. Keduanya memang sama-sama unggul di prestasi, olahraga, dan wajah."

Miso menimpali dengan memperhatikan kuku-kuku berpolesan nail art dari salon yang belakangan ini ramai di bicarakan, karena baru-baru ini jadi tempat langganan artis ternama, yang kebetulan idolanya.

Enby menjentik jari ke arah Audrey yang duduk di sebelahnya. "Kalian lupain satu hal yang terpenting." Senyum Enby mengembang penuh arti yang membuat ketiga temannya menatapnya penasaran.

"Apaan?" Tanpa di komando, ketiganya kompak bertanya.

"Won-Shik oppa fix di wisuda tahun ini!"

"WOAH!!" seru ketiganya bersamaan, takjub.

"Dia sedang menyelesaikan tesis?" Miso bergumam tidak percaya. "Di tahun ke tiganya dia kuliah?" Enby mengangguk yakin dan bangga. Miso bertepuk tangan dengan wajah kagum.

"Yup! Dan kali ini Yudha sunbae-nim tertinggal selangkah." Enby memberitahu, mengangkat bahu.

"Meskipun begitu, Sunbae dapat posisi pertama rengking paralel." Ji-Ah menimpali.

"Oh God. Andai otak aku seperti mereka. Benar-benar bukan hanya di SMA saja mereka berprestasi, di kampus juga." Audrey melemaskan bahunya. "Tapi sayang, kita cuma kebagian setahun satu sekolah dengan mereka dan tidak bisa leluasa melihat wajah tampan ke duanya, meskipun sekarang kampus mereka di depan sekolah kita."

Audrey mencoba membayangkan ke dua wajah seniornya itu. Mengingat kembali bagaimana ekspresi Won-Shik ketika di sapa dan seperti apa wajah ramahnya Yudha ketika berpapasan. Won-Shik dan Yudha, mereka sangat berbeda. Seperti langit dan bumi. Namun, tetap sama-sama berhasil menarik perhatian semua gadis.

"YAH! SIALAN." Teriakan Miso yang tiba-tiba itu membuat ke tiganya terlonjak dan menoleh tajam pada Miso yang sekarang tersenyum singkat sebelum berkata, "Seperti segitiga bermuda. Ada Won-Shik, Yudha Sunbaenim, dan jangan lupakan artis yang nyasar di sekolah kita. Kemana kembaran kamu?" tanya Miso pada Enby yang mengendik kesal.

"Hmm, mungkin ada di New York? Atau di LA? Atau ... tahu, deh," jawab Enby kurang yakin. Mencoba mengingat-ingat kapan terakhir Daniel mengabari keberadaannya sekarang.

"Aku dengar dia lagi ada syuting sama artis luar, kan? Sebelum ngadain promo film besar-besaran di Jepang dan Indonesia."

"Begitu deh," Balas Enby seadanya. Sebelum ketiga temannya meminta hal-hal aneh padanya, ia berdiri.

"Dan kamu jangan lupa, kenalin kita ke saudara kamu kalau dia sudah kembali." Audrey menahan tas bewarna peach bermerek GG yang di raih Enby.

Enby gagal kabur. Dia menghela napas. "Aku tidak yakin dia mau," jawab Enby di sela-sela telinganya menangkap beberapa perempuan bercerita bahwa Yudha sekarang tengah berada di Perpustakaan. "Ya udah, aku balik duluan ya!" Pamit Enby.

"Oke. Hati-hati."

Enby meninggalkan teman-temannya yang telah menyiapkan telinganya dari tadi, sejak nama Yudha di sebut. Menajamkan pendengaran untuk mengetahui mengapa Yudha ada di Perpustakaan. Meskipun mereka tahu, perpustakaan kampus dan sekolah adalah satu. Karena masih di bawah lingkupan yayasan yang sama.

Sehingga tidak ada yang salah, jika mereka kadang masih bisa melihat Yudha maupun Won-Shik hilir mudik di sekolah, sekadar untuk ke Perpustakaan, lapangan basket, bola sepak, golf, dan beberapa area yang kepemilikannya bergabung.

-Gosip-

Anyeonghaseyo...

Wkwk. Gimana suka enggak?

Setahu aku di Korea tetap menjalani ujian akhir dan menyelesaikan tesis untuk kelulusan universitas atau kuliah gitu.

Tapi, kalau ada pendapat lain, kasih tau aja ya, mana tau ada yang baca-baca ini itu. Aku orangnya menghargai pendapat orang lain kok dan juga ini untuk kebaikan cerita juga kan.

Untuk sekarang segitu dulu. Jangan lupa like dan komen.

Btw, aku memang suka like tapi jangan boomlike juga ya.

Saranghae😘

14 Des 19

Lc<=>Au

Continue Reading

You'll Also Like

17.1M 820K 69
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...
717K 4.6K 15
Warning konten 21+ yang masih dibawah umur menjauh. Sebuah short story yang menceritakan gairah panas antara seorang magang dan seorang wakil rakyat...
831K 31.1K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
My sekretaris (21+) By L

General Fiction

315K 3.1K 22
Penghibur untuk boss sendiri! _ Sheerin Gabriella Gavin Mahendra