Mantan Rasa Pacar [END]

Oleh Arinann_

1.3M 85.7K 1.3K

[NEW COVER] Kisah antara Arkano Alfarezi Prasaja, si anak badung yang menjadi juara Olimpiade Matematika deng... Lebih Banyak

Arkano Alfarezi Prasaja
Naura Salsabila Azzahra
Chapter 1: Mantan
Chapter 2: Mie Ayam
Chapter 3: Wawancara
Chapter 4: Pacar Baru Arka?
Chapter 5: Kesialan dan Kesalahpahaman
Chapter 6: Toko Buku
Chapter 7: Razia Dadakan
Chapter 8: Arka yang Sebenarnya
Chapter 9: Berantem
Chapter 10: Kejutan
Chapter 11: Minta Bantuan
Chapter 12: Tragedi Foto
Chapter 13: Bertemu di Taman
Chapter 14: Keputusan
Chapter 15: Toko Buku 2
Chapter 16: Arka-Naura-Fiko
Chapter 17: Kerja Bakti
Chapter 18: Fakta yang Belum Terungkap
Chapter 19: Kejujuran
Chapter 20: Before-After UAS
Chapter 21: Class Meeting
Chapter 23: Flashback
Chapter 24: Membaik
Chapter 25: Kepastian
Chapter 26: Papa
Chapter 27: Gramedia Date
Chapter 28: Rapot
END: Jawaban Pertidaksamaan
Extra Chapter
APA KATA WATTPADERS?

Chapter 22: Keributan

20.1K 1.9K 13
Oleh Arinann_

Classmeet hari kedua, tim Arka lagi-lagi memenangkan pertandingan setelah melawan tim kakak kelas, XI MIPA 3.

Suasana classmeet hari ini tak kalah seru dari kemarin. Beberapa tim dari kakak kelas mendominasi pertandingan di hari kedua ini. Apalagi, setelah menunggu beberapa jam akhirnya para siswi SMA Nuri dapat melihat pertandingan tim kak Latif, si mantan ketua OSIS melawan tim Kak Rasya, si ketua PMR.

Suara para suporter di berbagai sudut tribun terdengar sangat heboh. Hampir semua dari mereka tak bisa menahan kekaguman akan pesona Kak Latif dan Kak Rasya.

"Kyaaa! Kenapa orang ganteng lawannya harus ganteng juga, sih? Kalau kaya gini aku jadi enggak tau harus dukung tim yang mana," ucap Lala histeris.

Naura mengangguk. "Dukung semuanya aja, La. Kalah menang urusan belakangan! Yang penting mata kita fresh dulu lihat yang ganteng-ganteng."

Mendengar obrolan singkat Naura dan Lala itu lantas membuat Arka dan Galuh menoleh ke arah kedua gadis itu.

"Heh!" tegur Arka.

Naura berdecak. "Apa, sih, Ka?"

Arka mendengus kesal. Laki-laki itu menyenderkan punggungnya di kursi tribun. "Bukan apa-apa."

Naura mengerutkan dahinya. Setelahnya ia kembali heboh mendukung kakak kelasnya.

"SEMANGAT, KAK!"

Arka berdecih. Namun, setelahnya terkekeh melihat Naura yang sangat heboh.

***

Waktu terus berlalu. Babak final pun berlangsung. Kelas X MIPA 2 sudah dipastikan masuk ke tahap final. Kini kelas X MIPA 1 tengah bertanding dengan kelas XI IPS 4 untuk menentukan siapa yang nantinya masuk ke tahap final melawan tim Arka.

Para suporter dari kedua kubu saling bersorak menyanyikan yel-yel penyemangat untuk tim mereka. Beberapa dari kelas lain pun ikut mendukung.

"GOOOOL!!!"

Naura dan para suporter yang mendukung tim Putra mendesah. Mereka kecolongan lagi. Di sisi lain, kakak kelas dan para suporternya bersorak senang.

"Enggak apa-apa kalau kalah. Yang penting dapat juara 3," ucap Lala yang disetujui Naura. "Iya."

Ini sudah babak kedua. Skornya 2-4. Tim dari Kak Fendi memiliki skill bermain yang sangat bagus. Tidak heran, beberapa dari mereka adalah anak-anak dari ekskul futsal dan sudah dilatih langsung oleh Coach Fahmi selama dua tahun.

Di lapangan, Putra mendekati Galuh, Farih, dan rekan-rekan satu timnya. Laki-laki yang menjabat sebagai kapten itu terlihat menenangkan dan menyemangati anggotanya.

"Enggak apa-apa. Kalian udah berusaha. Anak-anak juga pasti udah senang kita masuk tiga besar," ucap Putra.

Galuh, Farih, dan yang lainnya mengangguk.

"Semangat!"

Pertandingan pun dilanjutkan. Mereka tetap bermain seperti biasanya dan mencoba untuk menambah skor. Namun, setelah lima menit waktu berjalan, peluit dibunyikan tanda pertandingan selesai. Tidak ada satu pun dari kedua tim yang berhasil mencetak gol lagi. Itu artinya, pertandingan dimenangkan oleh tim Kak Fendi dari kelas XI IPS 4.

Para suporter dari kelas XI IPS 4 semakin bersemangat. Para pemain dari kedua tim pun mengakhiri pertandingan itu dengan saling bersalaman.

"OKE, GUYS! SELAMAT BUAT KELAS SEBELAS IPS EMPAT MASUK KE TAHAP FINAL! UNTUK PERTANDINGANNYA AKAN DILAKUKAN SETELAH TIGA PULUH MENIT ISTIRAHAT. BUAT TEMAN-TEMAN YANG ENGGAK MAU KETINGGALAN MOMEN SERU INI, JANGAN PULANG DULU DAN TONTON SAMPAI KITA TAU TIM SIAPA YANG AKAN JUARA. OKE?" ucap Kak Dino bersamaan dengan para murid SMA Nuri yang bubar dari tribun lapangan.

Arka, Naura, Lala, dan Disa turun dari tribun. Mereka lalu menghampiri Putra dan timnya yang lain. Raut wajah mereka terlihat lelah.

"Udah. Lo pada yang semangatlah. Jangan loyo. Kuy kantin, istirahat, makan-makan isi tenaga biar bisa semangat nyorakin gue nanti," ucap Arka yang dihadiahi pukulan oleh Lala.

Arka mengaduh. "Apa, sih, Lala?"

"Gitu banget ngasih semangatnya."

"Ya gue harus gimana? Rangkul, peluk, cium gitu?"

Arka menempelkan kedua telapak tangannya ke pipi Galuh dan menekan-nekannya. "Udah, Sayangku. Enggak usah sedih, ya. Udah hebat kok bisa juara tiga. Arka tau kalian udah berusaha maksimal. Mungkin memang belum waktunya aja jadi juara. Tenang ya, besok-besok masih ada kesempatan lagi, kok. Cemungut!"

Arka menoleh. "Kaya gitu?"

Mereka semua bergidik jijik melihat Arka.

"Najis," ucap Putra meninggalkan Arka diikuti oleh anggota timnya. Naura dan Disa ikut pergi. Galuh mengerjapkan matanya. Membuang napas yang tertahan, ia langsung menyingkirkan tangan Arka.

"Aish..." Laki-laki itu mengusap-usap kedua pipinya.

Arka tersenyum. Ia mengerucutkan bibir memberi kecupan angin lantas berjalan meninggalkan Galuh yang tampak mual.

***

Suasana kantin cukup ramai. Arka dan gerombolannya sudah duduk di salah satu meja yang ada di pojok. Mereka semua sudah menikmati pesanan mereka. Namun, tidak untuk Arka. Arka sejak tadi sudah menunggu seporsi sotonya, tetapi karyawan Bu Weni tak kunjung datang. Arka berdecak karena menahan lapar.

"Ambil sendiri, elah. Manja banget," ucap Udin menyuruh Arka pergi.

"Ah! Tau gitu, gue pesen mie ayam aja tadi." Arka beranjak dari duduknya. Ia pun pergi ke tempat Bu Weni.

Naura melihat sekilas Arka kemudian menikmati baksonya lagi.

Hening. Sampai beberapa detik kemudian, anak-anak terkejut karena Farih menggebrak meja.

"Wah... Wah... Wah... Bahanya, nih," ucap Farih yang mengundang tatapan orang-orang di sekitarnya.

"Bahaya apaan?" tanya Putra.

Farih menunjuk stan Bu Weni dengan dagunya. Mereka pun kompak menoleh dan melihat apa yang ditatap oleh Farih

Di sana, Arka dan Fiko terlihat saling memberi tatapan sengit. Keduanya seperti tengah beradu mulut. Tangan dan tubuh mereka yang saling mendorong satu sama lain. Anehnya mereka kadang saling berhadapan lalu berubah menghadap ke arah Bu Weni. Beradu mulut lagi. Mendorong lagi. Sampai akhirnya Fiko menendang kaki Arka.

"Bangsat!" umpat Arka yang sedikit terdengar dari pojok.

Galuh mendesah. "Udah SMA tetap aja enggak berubah," lirihnya.

"Eh, woi! Kok enggak ada yang ngelerai, sih?" ucap Putra yang sudah khawatir jika akan terjadi perkelahian.

"Lo tenang aja. Mereka enggak akan sampai baku hantam," ucap Galuh menghentikan Putra yang hendak pergi.

"Maksud lo?" pertanyaan Putra itu mewakili Naura dan yang lainnya.

"Lo duduk diam aja di sini. Enggak usah diladenin, tuh, dua bocah. Yang ada lo bakal pusing."

Putra mengerutkan dahinya bingung. Namun, ia akhirnya menurut.

"Lo tau hubungan Arka sama Fiko dulu?" tanya Udin yang sempat mendengar gerutuan Galuh. Laki-laki itu jelas-jelas mendengar karena duduk di samping Galuh.

"Gila. Jadi benar gosip tentang Arka sama Fiko dulu temenan?" tanya Putra yang langsung menyimpulkan perkataan Udin.

Galuh diam. Sejenak ia bertukar pandang dengan Disa. Namun, gadis itu hanya mengendikkan bahunya. Tersirat seperti mengatakan 'Terserah'.

Naura menatap Galuh. "Masalah mereka parah, ya? Sampai jauh-jauhan gitu."

Galuh menghela napasnya. Tidak mungkin ia membongkar kisah dua temannya dulu itu di saat banyak orang seperti ini.

Tatapannya bertemu dengan Lala. Galuh berdehem.

"Kalau tentang Arka sama Fiko dulu itu temenan, jawabannya emang iya. Tapi, untuk masalah kenapa mereka bisa musuhan, gue enggak bisa ngasih tau dengan rinci ke kalian. Gue cuma bisa bilang kalau mereka sebenarnya cuma salah paham. Beda pendapat sampai berantem. Berantemnya enggak parah-parah banget, sih. Tapi, ya, setau gue masalah mereka lumayan serius."

"Tapi, kok, kayaknya mereka enggak kayak punya masalah serius, ya. Gue enggak pernah lihat mereka berantem," Farih mengerutkan dahinya.

"Mereka emang enggak berantem. Tapi cek-cok. Timing-nya aja lagi sepi. Makanya, enggak ada yang tau," ucap Galuh menjelaskan.

"Emang masalah mereka apaan?" tanya Udin lagi.

Lala menabok cowok yang suka bertingkah seenaknya itu. "Udah dibilang enggak bisa jelasin lebih, pakai nanya lagi. Yang penting masalahnya serius. Enggak peka banget, sih, jadi orang. Itu udah urusan mereka. Emang kalau kamu tau, kamu bakal bantuin kasih solusinya. Paling juga kamu bakal ember ke orang-orang."

Udin mengusap-usap telinganya mendengar kecerewetan seorang Lala. "Iya-iya, maap. Banyak omong, sih, lo."

Lala tak menghiraukan Udin. Di sisi lain, Naura terdiam. Pikirannya berkelana merasa penasaran akan masalah Arka dan juga Fiko. Ternyata benar tebakannya selama ini, jika Arka dan Fiko dulu berteman.

Naura dulu berpacaran dengan Arka. Namun, ia mengetahui semua tentang Arka setelah mereka mengakhiri hubungan.

Naura seketika sadar, selama ia berpacaran dulu, Arka memang tak pernah sekalipun bercerita tentang kehidupannya. Naura tahu dunia Arka hanya apa yang dilihatnya. Seperti hobinya bermain futsal, kepribadiannya yang sedikit nakal karena suka melanggar di sekolah, pintar matematika dan sering juara olimpiade, dan lain sebagainya.

Arka yang ia kenal ternyata sangat berbeda. Arka diam-diam sangat tertutup. Bahkan, Naura tahu tentang keluarganya di saat ada razia dulu. Arka di pandangan Naura sekarang menjadi seperti seseorang yang misterius.

***

"Arka, fighting!" ucap Lala memberi semangat kepada Arka yang tengah bersiap-siap.

Laki-laki itu tersenyum sembari mengikat tali sepatunya dengan baik agar tak lepas saat bertanding. Setelah selesai, Arka pun berdiri. Teman-temannya sudah menunggu di sisi lapangan.

"Semangat! Jangan sampai kalah sama kakak kelas," ucap Naura mengepalkan tangannya ke atas.

"Pasti, dong." Arka mengacak-acak rambut Naura.

"Lo enggak semangatin gue?" tanya Arka kepada Galuh.

Galuh hanya memutar bola malas, tetapi selanjutnya ia mengajak Arka melakukan tos bersama. "Good luck," kata Galuh santai.

Arka tersenyum. "Thank you, Sayang." Setelah itu, Arka pergi menghampiri Udin, Edgar, Reza, dan Doni.

Galuh, Naura, dan Lala pun naik ke tribun dan bergabung bersama Disa mendukung tim kelas X MIPA 2. Para suporter bersemangat kala pertandingan itu dimulai.

Reza mulai menendang. Namun sayangnya kiper lawan dapat menangkis bola itu. Para suporter mendesah kecewa. Namun, sedetik kemudian mereka bersorak kembali menyemangati tim Arka.

Suara Kak Edo dan Kak Rasya serta lagu CJR berjudul Terus Berlari yang disetel melalui pengeras suara semakin memeriahkan suasana.

Pertandingan itu sangat seru. Melihat kedua tim sangat lihai dalam bermain, membuat para murid SMA Nuri tak terkejut lagi. Waupun begitu, mereka tetap saja merasa kagum dan merasa lebih tertarik untuk menonton.

Arka mengoper bola ke arah Udin. Udin langsung menerimanya dan tanpa basa-basi menendang ke arah gawang. Namun, kiper lawan dapat menangkap bola itu.

"AAAH!!! SAYANG SEKALI BOLA TIDAK MASUK. RENDI MENJADI PAHLAWAN DARI KELAS IPS 4, BUNG. BERHASIL MENJAGA GAWANG TERCINTANYA," ucap Kak Edo sedikit lebay membuat para suporter tertawa.

Peluit dibunyikan. Pertandingan pun dimulai kembali. Waktu terus berjalan. Menit demi menit terus berlalu dan pertandingan pun semakin panas. Awalnya, Arka tidak menyadari jika ada keanehan di babak pertama ini. Namun, setelah Arka mengamati dengan teliti ada beberapa kakak kelas dari kelas lain yang bergabung di tim XI IPS 4.

Arka mendekati Udin. "Din, lo sadar enggak?" tanyanya sedikit berteriak karena suasana di sana sangat bising.

Udin mengangguk. "Timnya dicampur, Ar! Gila, sih, ini!"

Arka menatap Kak Fendi dengan tajam. Bisa-bisanya kakak kelasnya itu bermain dengan curang.

Arka sebenarnya tak terlalu hafal dengan wajah-wajah kakak kelasnya karena murid SMA Nuri sangat banyak. Tapi, Arka yakin ia masih mengingat siapa saja tim dari kelas XI IPS 4 yang bertanding dengan kelas X MIPA 1 tadi.

"Ada si Wisnu kelas IPA 1. Udah jelas banget ini dicampur!" ucap Udin lagi.

"Shit!"

Arka dan Udin berpisah. Mereka menempatkan posisi mereka sedikit jauh untuk menyerang kakak kelasnya. Udin hendak merebut bola namun tiba-tiba kakinya dijegal oleh salah satu dari mereka.

"Bangsat!"

"Akhh!" Udin merintih saat lututnya terhantuk oleh lantai.

Peluit seketika dibunyikan dan pertandingan terhenti sejenak.

Naura dan Lala tersentak. Para suporter dari kelas X MIPA 2 pun menyoraki tim XI IPS 4 karena bermain kasar.

Beberapa pemain bergerumul tengah-tengah lapangan. Galuh yang sadar akan sesuatu pun terkejut. Cowok itu pun beranjak dari duduknya dan hendak turun ke lapangan.

"Ada apa, Luh?" tanya Lala.

"Kakak kelas main curang. Pemainnya dicampur," jelas Galuh kemudian langsung turun dari tribun.

Naura, Lala, dan Disa terkejut. "Kok bisa?"

Di lapangan, Arka tak bisa menahan kekesalannya. Cowok itu memprotes atas kecurangan tim lawan pada Kak Sigit yang menjadi wasit dan dua panitia yang mengurus classmeet futsal.

"Enggak bisa gini, dong, Kak. Kalau mereka campur anggota, gue juga masukin anak-anak kelas lain!"

"Classmeet tuh pertandingan antar kelas. Bukan antar angkatan!"

Kak Dino dan Kak Latif menghampiri kerumunan itu.

"Ada apa ini?" tanya Kak Latif.

Kak Sigit pun menjelaskan akar permasalahan itu. Mereka berdiskusi sebentar. Kak Dino, si ketua OSIS yang ingin pertandingan itu berjalan adil meminta pemain kelas sebelas untuk mengeluarkan anak-anak yang bukan dari kelas IPS 4. Namun, Kak Fendi membantah dan mengatakan tidak ada salahnya untuk mencampur pemain. Lagipula ini sudah berjalan setengah babak pertama.

"Takut kalah bilang aja, Bro. Pakai narik dari kelas lain segala," sindir Edgar dengan kekesalannya. Arka segera memegang pundak Edgar agar tenang dan tak memancing keributan lain. Walaupun dirinya juga kesal.

Coach Fahmi—sebagai pelatih ekstrakurikuler futsal datang. Pria itu mengajak Kak Latif dan beberapa panitia yang mengurus perlombaan futsal untuk berdiskusi bersama. Arka dan Kak Fendi sebagai ketua tim ditarik dalam forum kecil tersebut. Setelah melewati berbagai perdebatan, akhirnya mereka mendapatkan keputusan bersama.

"Oke, pertandingan ini dicampur," ucap Kak Latif lagi setelah mendapatkan persetujuan dari Coach Fahmi.

Kak Fendi dan Arka pergi dari kerumunan. Forum kecil itu pun dibubarkan. Arka menghampiri Galuh di pinggir lapangan.

"Gimana? Dicampur?" tanya Galuh yang dibalas anggukan oleh Arka.

Galuh mengerutkan dahinya. "Terus, hadiahnya gimana kalau setiap timnya dicampur?"

"Hadihnya dibagi rata anggota yang ikut final. Dapat tambahan dana dari Coach Fahmi," bisik Arka membuat Galuh terkejut.

"Arka." Udin dan Doni mendekati Arka dan Galuh.

"Din, kaki lo gimana? Masih kuat enggak lo?" tanya Arka.

"Masih kuat gue. Udah diurus sama anak PMR tadi. Jadi, gimana?"

"Tim dicampur. Kalau bisa, lo tetep ikut, sih."

"Gue bisa."

"Oke. Sip.

"Lo, Don?" tanya Arka.

Doni menggeleng. "Sorry, nih, Ar. Gue enggak ikut kayaknya. Gue udah capek banget. Enggak kuat napas gue."

"Yakin? Dari kemarin lo kepengin banget masuk final."

"Iya, yakin. Lagian ini juga udah masuk final juga. Gue takutnya malah drop kalau ikut sampai akhir."

"Yaudah, enggak apa-apa. Terus, Edgar?"

"Edgar keluar, Ar," ucap Udin memberi tahu.

Arka tertegun. "Kenapa?"

"Enggak tau. Lagian gue setuju-setuju aja, sih. Lo tau sendiri Edgar emosinya ngelebihin lo kalau lagi main."

Arka menatap Galuh. "Luh, lo main. Ikut ke tim gue," ucap Arka meminta bantuan.

"Gue? Oke. Terus siapa lagi yang mau lo ajak gabung?" tanya Galuh.

Arka mendesah. "Itu masalahnya," lirihnya.

Edgar dan Doni sudah keluar. Jika Arka memilih orang asal-asalan, kekuatan mereka akan kalah jika melawan tim kak Fendi.

Arka berpikir. Sebenarnya terlintas satu orang di pikirannya. Namun, Arka setengah tidak yakin. Ia bertukar pandang dengan Galuh dan tanpa bertanya, Galuh tahu siapa yang dimaksud oleh Arka.

"Enggak ada pilihan lain, Ka," ucap Galuh akhirnya.

Arka mendesah. Sedetik kemudian ia pun menghampiri orang itu.

"FIK!"

***

"Gabung futsal."

"Enggak."

"Sekali doang, anjir."

"Enggak," lagi-lagi Fiko menolak.

Arka berdecak. "Gaya banget dimintain bantuan enggak mau. Tanggung jawab, lo. Gara-gara lo, nih, kaki gue sakit."

"Cemen."

Arka menghela napasnya. Ia berusaha untuk mengumpulkan kesabarannya. Arka sudah menebak jika meminta tolong kepada Fiko susahnya minta ampun. Arka tahu sebenarnya laki-laki itu tertarik, hanya tertutup gengsi.

Arka menilik jam di pergelangan tangan kirinya. Tersisa empat menit lagi. "Enggak usah sok-sokan nolak, deh, lo. Gue tau lo kepingin main, kan?"

Fiko menatap Arka sejenak kemudian kembali mengalihkan pandangannya. "Sok tau, lo."

"Udah ketebak dari gelagat, lo, anjing. Udah ikut buruan. Nanti kalau menang duitnya dibagi."

"Anjir. Ya jelas dibagi, lah. Emang mau lo embat sendiri, njing?"

"Ya enggak, lah. Goblok. Berarti fiks, ya, lo ikut."

"Apaan?"

"Anjir. Lo sendiri yang bilang tadi."

Fiko diam sejenak. Ia lalu mengacungkan jari tengahnya.

Arka membalasnya. Setelah itu, ia pun pergi dari sana. "Buruan ganti seragam!"

Fiko berdecak. Tak memedulikan perintah Arka untuk cepat-cepat berganti baju, cowok itu berjalan menuju ruang ganti dengan langkah santai.

***

Pertandingan final lebih seru karena perubahan pemain dalam tim. Sebagian para suporter merasa antusias melihat Fiko bergabung dengan tim Arka. Kedua laki-laki itu tengah panas-panasnya menjadi perbincangan di kalangan siswi SMA Nuri dan kini mereka bekerja sama di dalam tim yang sama. Melawan angkatan kelas sebelas yang didominasi oleh anak-anak ekskul futsal.

Permainan mereka sangat sengit. Sorak para suporter dan lagu Sunset Di Tanah Anarki lagu dari Superman Is Dead yang disetel melalui pengeras suara semakin memeriahkan pertandingan.

Arka menendang bolanya ke arah Fiko dan diterima oleh cowok itu. Fiko menggiring bolanya. Cowok itu dengan terampil melewati lawan pemain dengan gerak tipunya. Fiko dengan cepat mengoper bola itu kepada Galuh. Galuh pun langsung menerimanya. Di saat ada kesempatan, Galuh mengoper bola itu kepada Arka dan Arka langsung menendang menuju gawang lawan.

"GOOOOL!!!"

Para suporter dari semua kelas sepuluh pun bersorak senang.

"ARKA!" Naura dan Lala melompat-lompat kegirangan. Mereka saling bertos ria melihat tim Arka dapat menyusul skor pertandingan. Disa tersenyum melihat sepupunya itu.

Raut wajah Arka terlihat sangat senang. Ia menghampiri Galuh dan Fiko. Tanpa sadar, mereka melakukan tos ala saat mereka SMP dulu.

Pertandingan dimulai kembali. Kak Fendi yang tak terima jika tim mereka dikalahkan oleh tim Arka pun semakin meneriakkan anggotanya untuk lebih bersemangat lagi.

Kak Fendi tidak mau jika mereka, anak-anak ekskul futsal dikalahkan oleh Arka dan Fiko yang notabenenya dari ekskul lain. Dirinya sudah muak oleh Coach Fahmi yang akhir-akhir ini selalu memuji dan menginginkan mereka untuk masuk ke dalam ekskul futsal. Laki-laki itu berpikir tak ada yang lebih hebat dari dirinya.

Kak Wisnu menggiring bolanya. Namun, Fiko dapat mencuri dan mengambil alih bola itu.

Fendi berdecak. "Yang becus dikit, dong, Nu!" ucapnya menatap sengit. Kak Wisnu mendesah.

Fiko mengoper bola itu kepada Arka. Arka pun menggiring bolanya menuju area lawan. Remaja itu mengoper bolanya ke arah Galuh.

"Luh!" teriak Fiko mengode Galuh untuk memberikan bola kepadanya. Galuh hendak menendang, tetapi tiba-tiba seseorang menubruknya dengan kencang hingga cowok itu hampir terjatuh.

Salah satu lawan pemain pun segera mengambil alih bola itu dan mengopernya ke arah Kak Fendi.

"WOY, SU!" teriak Fiko tak terima.

Galuh berdecak. Cowok itu menatap tajam ke arah seseorang yang menabraknya.

"Cemen banget, nih, anak futsal," gumam Fiko kesal.

Arka berlari. Berusaha mendapatkan bola. Namun, terlambat. Kak Fendi menendang bola itu ke arah gawang. Dengan tepat, Reza menangkap bola sehingga gagal masuk ke dalam gawang.

"GOOD JOB!!! REZA BERHASIL MEMPERTAHANKAN SKOR TIM MEREKA, BUNG!"

Arka dan Udin melakukan tos.

Suara peluit dibunyikan. Pertandingan di babak pertama ini pun telah berakhir. Para pemain berjalan menuju sisi lapangan. Begitu juga dengan Arka, Galuh, dan Fiko.

Fiko mengarah ke tempat teman-temannya. Arka dan Galuh mendudukkan dirinya di kursi yang disediakan. Salah satu panitia kemudian memberikan dua botol air mineral untuk mereka.

"Lo tawarin apa ke Fiko? Gue pikir tadi enggak bakal mau ikut," ucap Galuh kepada Arka sementara matanya melihat ke arah Fiko.

Arka menutup botolnya setelah menghabiskan setengahnya. "Duit."

Galuh menoleh. "Dari lo?"

Arka menggeleng. "Hadiah."

"Dan Fiko ikut?"

Arka mengangguk. "Lagian gue udah feeling dia pengin main. Lo tau enggak, sih, masalah duit, gue awalnya b aja. Tapi pas liat dia setuju-setuju aja gue tiba-tiba mikir dia lagi butuh duit." Cowok itu terkekeh.

"Ngaco, lo." Galuh ikut terkekeh.

Di sisi lain, Fiko menyenderkan punggungnya di bangku. Laki-laki itu mengambil air mineral yang diberikan oleh Sandi.

"Bos, tumben lo mau bantuin si Arka. Kaya enggak biasanya aja lo," ucap teman satu kelasnya itu.

Fiko hanya diam. Ia tak membalas temannya itu. Matanya mengarah ke arah Arka yang tengah mengobrol dengan Galuh.

Jika dulu Fiko sering menatap Arka dengan tatapan tak bersahabat. Kini, tatapan cowok itu terlihat berbeda. Berubah menjadi biasa dan seolah-olah tak ada yang terjadi apa-apa di antara mereka. Fiko seperti sudah tak lagi membenci Arka.

***

Setelah waktu istirahat habis, pertandingan babak kedua dimulai. Skor mereka masih sama, 2-2. Permainan mereka tak berbeda jauh dengan saat babak pertama. Tim Kak Fendi berusaha dengan keras untuk melawan tim Arka. Terlebih untuk Arka dan Fiko. Tim Arka pun juga tidak mau menyerah hanya karena mereka bukan anak ekskul futsal.

Pertandingan itu sangat panas. Keringat terus menetes di permukaan kulit mereka. Para pemain terlihat kelelahan, tetapi mereka masih semangat untuk memenangkan pertandingan. Beberapa kali mereka kedapatan menyingkir ke sisi lapangan untuk mengambil air mineral untuk membasahi tenggorokan.

Namun, beberapa saat kemudian ada sesuatu yang aneh di menit-menit akhir pertandingan. Para pemain terlihat tidak fokus dan langkah mereka sedikit limbung. Bahkan, tida sedikit dari mereka yang kerap saling bertubrukan.

"Eh?! Kok kaya pada mabuk, sih?" ucap Disa dengan dahi berkerut.

Naura dan Lala tertegun. "Mabuk?" ucap keduanya kompak.

Waktu pertandingan belum berakhir. Namun, Kak Sigit segera meniup peluitnya karena melihat kondisi para pemain tidak bisa dikatakan baik-baik saja.

"WOY! SIAPA YANG KASIH MEREKA MIRAS INI?" teriak Kak Edo kepada panitia yang bertugas menjadi seksi konsumsi.

Keadaan seketika ricuh. Kak Fendi yang emosinya tidak stabil mendorong Arka dengan keras saat Arka tak sengaja menubruknya. Hampir saja terjadi perkelahian jika saja para anggota OSIS dan anggota PMR tidak segera bertindak ke tengah-tengah lapangan.

"BAJINGAN, LO!"

"WOY! TENANG BRO!"

Beberapa anggota OSIS menahan Kak Fendi yang ingin menghajar Arka. Sedangkan Arka yang sudah tidak kuat berdiri dibantu oleh anggota OSIS yang lain untuk dibawa ke sisi lapangan.

"LANGSUNG KE UKS AJA!" teriak Kak Rasya memapah Fiko.

Beberapa suporter turun dari tribun. Tidak terkecuali dengan Naura, Lala, dan Disa. Naura sangat khawatir. Arka dan Galuh tengah dipapah oleh anggota OSIS. Saat Naura mendekat, bau alkohol langsung tercium dengan jelas.

"Ya ampun, Arka."

Naura, Lala, dan Disa mengikuti mereka menuju UKS yang lokasinya dekat dengan lapangan indoor. Jauh dari kantor guru.

Karena tidak ingin terjadi perkelahian seperti tadi, tim Arka dan tim Kak Fendi pun dipisah. Tim Arka dimasukkan ke dalam ruang UKS putri sedangkan tim Kak Fendi ke ruang UKS putra.

Sie konsumsi tengah disibukkan membuat minuman jahe panas.

Kak Latif menghampiri Kak Dino di UKS putra. "Udah ketemu siapa dalangnya?"

Kak Dino menggeleng. "Belum. Ini gue mau nyusul anggota yang lain. Katanya mereka masih interogasi anak-anak yang jadi panitia dadakan."

"Oke."

Naura, Lala, dan Disa berdiri di luar UKS. Anak-anak yang penasaran pun hanya bisa mengintip dari celah-celah jendela yang tertutup kain gorden. Mereka tidak diperbolehkan untuk masuk.

"Aduh, kok bisa jadi gini, sih?" ucap Lala tak bisa menutupi kekhawatirannya.

Disa khawatir kepada Arka. Sepupunya itu sejak masuk SMA sudah tidak lagi minum-minum. Perempuan itu tak habis pikir. Ia khawatir jika Pak Prasaja sampai mendengar permasalahan ini.

Di dalam, Arka dan Fiko mengoceh tidak jelas. Tempat mereka bersisihan. Mereka berdua saling tunjuk dan mengatakan hal-hal yang tak dipahami oleh para anggota OSIS yang bertugas menjaga mereka.

"Heh! Tumben lo mau bantuin gue," ucap Arka setengah sadar.

Fiko mengerjapkan matanya pelan. Bukannya menjawab, Fiko mengatakan hal yang tidak sejalan dengan pertanyaan Arka. "Minggu kemarin gue nembak Naura."

"Anjir," gumam Arka memejamkan matanya.

"Tapi ditolak."

"Gue tau. Mampus!"

"Bangsat."

Sebuah bantal terjatuh ke wajah Fiko.

"Enggak bisa diam emang lo berdua," ucap Galuh dari ranjang sebelah Fiko.

"Tapi, gue demen lo berdua baik-baik kaya gini. Udah enggak marahan lagi, kan?"

"Gue mah biasa aja. Si doi-nya aja tuh baperan," ucap Arka menatap lemas ke arah Fiko.

Fiko melempar bantal milik Galuh tadi ke arah Arka. Tak mengucapkan sepatah kata pun, laki-laki itu memejamkan matanya tertidur.

***

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

1.7K 371 31
"Kamu kembali, dengan memulai hal yang tak sama lagi." - Dika. ** Ini kisah Dika yang bertemu lagi dengan Melia, teman masa kecilnya. Kembalinya Mel...
638K 25K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
6.4K 1.5K 47
Katanya, kalau kita berhasil membuat 1000 burung kertas, satu keinginan kita akan terwujud. Namun, apakah itu juga berlaku untuk Jendra? Jendra ingin...
1.7K 324 9
Bagaimana jika suatu hubungan memiliki batas waktu? Dan batas itu, satu pihak yang membuatnya. ◍ ◍ ◍ ◍ AKW ◍ ◍ ◍ ◍ "Ka, mau ga jadi pacar Sera?" "Gu...