MISTERI GUNUNG RAUNG: Novel H...

By damarsaloka

5.4K 77 10

Novel adapted from true story. Pendakian menuju puncak Sejati Gunung Raung yang penuh misteri. mulai dari sos... More

Ringkasan Jalannya Cerita
BAB 5 BASECAMP PAK SOETTA
BAB 10 CAMP 5-CAMP7
BAB 12 CAMP 7 - PUNCAK BENDERA
BAB 14 BADAI
BAB 16 SELESAI
Segera Hadir !!!

BAB 8 CAMP 4

693 11 2
By damarsaloka

Pos 1 Pak Sunarya berada di ketinggian 980 mdpl. Jika dibandingkan dengan gunung-gunung lain di Jawa, ini termasuk ketinggian yang rendah jika dijadikan sebagai titik start pendakian. Rata-rata gunung di Jawa biasanya dimulai dari ketinggian 1500 sampai 2000 mdpl.

Target kami adalah Camp 4. Itu artinya kami harus melewati Camp 1,2, dan 3 terlebih dahulu. Gue sempat mempelajari peta jalur pendakian yang telah dibagi-bagi waktu di basecamp. Jarak antara camp 1,2, dan 3 rata-rata sama jauhnya yakni sekitar 1 km lebih sedikit. Jika dikalkulasikan maka kurang lebih menjad 4-5 km total jarak yang harus ditempuh. Secara matematis memang cukup jauh jika kita berjalan secara normal pada trek mendatar. Sekarang masalahnya yakni kami berjalan naik-turun menyusuri hutan dengan membawa tas carrier yang beratnya naudzubillah.
**

Perjalanan awal adalah perkebunan kopi. Persis seperti apa yang dikatakan oleh Pak Sunarnya. Sekitar Pos 1 adalah lahan perkebunan kopi Raung. Gue bisa melihat biji-biji kopi yang masih hijau. Dan beberapa di antaranya ada pula yang sudah berwarna merah, tanda sudah matang.

Di sisi kanan dan kiri gue sepenuhnya hijau dipenuhi pohon kopi. Pohon kopi tidak besar seperti pohon-pohon di pinggir jalan. Tingginya tidak sampai lebih dari 3 meter. Lalu bijinya berbentuk bulat-bulat kecil sebesar kelereng.

Kebun kopi di kaki Gunung Raung ini memiliki potensi yang besar. Dalam setahun kata Pak Sunarya, bisa 2 kali panen kopi. Potensinya memang besar, namun masyarakat masih merasa kurang maksimal dalam pendapatan. Atas dasar alasan tersebut maka masyarakat memilih untuk membuka kebun dengan tanaman lain, dan sebagian lagi menekuni pekerjaan yang berkaitan dengan pendakian seperti tukang ojek, porter, dan juga guide.

Kopi Gunung Raung cukup terkenal di nusantara. Potensi dari sisi ekonomi cukup baik namun tidak selalu menjanjikan. Hal ini disebabkan kurangnya dukungan dari pemerintah. Seyogianya pemerintah memberi dorongan kepada para petani di kaki Gunung Raung dengan menyuntikkan modal usaha, promosi, atau semacamnya yang akan membuat para petani lebih bersemangat sehingga berdampak pada roda ekonomi masyarakat. Jika perekonomian lebih baik maka taraf hidup masyarakat juga menjadi lebih baik. Sehingga kita tidak lagi melihat ada warga yang rumahnya masih berdinding kayu dan berlantai tanah.
Namun beginilah realita. Harapan masih belum terkabul. Mereka masyarakat di kaki Gunung Raung hanya bisa berharap dan menjalani hidup apa adanya dengan senyuman.
**

Umumnya pada pendakian gunung, step awal pendakian adalah langkah yang berat. Begitu pula di Gunung Raung ini. Baru beberapa menit melangkah, keringat sudah mengucur dengan derasnya. Cuaca memang cerah, tapi gue basah kuyup seperti orang kehujanan.

Gue cukup berpengalaman mendaki gunung saat siang-siang begini. Jika mendaki siang, sebaiknya kita memakai pakaian yang tipis atau menyerap keringat. Jangan memakai jaket atau pakaian tebal. Meski awalnya memang terasa dingin, karena kita berada di kaki gunung, tapi jika dibawa jalan mendaki lama-lama suhu tubuh akan naik drastis dan tubuh dibanjiri keringat.

Gue memakai kaos hitam tipis. Ada tulisan “Lombok” di tengahnya. Gue juga memakai celana olahraga merah tua. Dan tidak lupa topi buat melindungi kepala dari sengatan matahari. Selain itu semuanya gue masukkan ke dalam tas. Termasuk jaket gunung dan helm.

Meskipun sudah gue minimalisir namun tetap saja endingnya tas carrier gue tetap membumbung tinggi seperti monas. Helm gue taruh paling atas lalu gue pakaikan coverbag sampai penuh. Tas gue menjulang tinggi dan kalau dilihat dari belakang, kepala gue tertutup tas carrier gue karena saking tingginya.

Tapi setelah gue perhatikan juga, ternyata bukan gue saja yang menggendong tas monas ini. Gue lihat Mas Sis, Adit, dan juga Okka pun demikian. Tas carrier mereka sama seperti gue. Sama-sama membumbung tinggi. Sedangkan Andri, Farid, Dodi, dan juga Imam tidak. Tas carrier mereka berukuran sedang, tidak sampai menutupi kepala. Mungkin mereka bawaannya memang sedikit. Atau memang mereka pandai memacking barang-barang mereka sehingga menjadi lebih kecil dan hemat ruang. Entahlah.

Kemudian, dari seluruh anggota pendakian ini. Fajar lah yang juara. Gue sampai geleng-geleng. Entah apa yg dibawa Fajar sampai tas carriernya bisa sampai setinggi itu. Bahkan di atas tas carriernya, ia cantolkan lagi tas ukuran daypack yang juga terisi penuh. Luar biasa.
**

Pelan namun pasti, kami berjalan secara berurutan. Gue paling belakang. Gue ingin jalan santai supaya bisa mendokumentasikan perjalanan. Meskipun di kelompok kami, Dodi lah yang aktif memegang kamera.  Namun setidaknya gue punya koleksi pribadi.

Dua porter kami sudah melesat jauh di depan. Para porter memiliki prinsip lebih cepat lebih baik. Semakin cepat mereka sampai, semakin cepat pula tugas mereka selesai hari itu. Mungkin dari situlah energi besar para porter muncul. Porter-porter itu bisa sampai Camp 4 hanya 4-5 jam saja. Padahal beban yang mereka bawa lebih berat dair tas-tas gunung kami, bahkan juga lebih berat dari tasnya Fajar.
**

Sekarang kami berada di area kebun dengan pepohonan tinggi, bukan lagi kebun kopi. Gue tidak begitu paham tentang nama-nama pohon. Tapi yang jelas bisa gue lihat sekarang trek lebih terbuka dan pepohonan semakin tinggi.

Tepat pukul 10.00 Wib kami sampai di lokasi Camp 1. Benar-benar menguras tenaga. Padahal sejak tadi kami hanya berjalan menyusuri kebun dengan trek yang landai. Belum menanjak sama sekali. Gue belum bisa membayangkan seperti apa sulitnya trek di atas sana kalau di bawah sini saja sudah ngos-ngosan seperti ini.
Di Camp 1 kami hanya berhenti sebentar. Fajar bilang masih terlalu jauh untuk sampai di Camp 4. Untuk itu kami tidak boleh istirahat terlalu lama di awal seperti ini. Lagi pula Camp 1 ini masih terhitung perkebunan. Matahari juga masih terasa terik. Tempatnya kurang cocok untuk beristirahat. Maka dari itu kami pun melanjutkan pendakian.
Lepas dari Camp 1, tidak jauh setelahnya, kami mulai memasuki kawasan hutan. itu ditandai dengan pepohonan yang semakin rapat.
Trek yang kami lalui mulai berbelok-belok. Namun sejauh ini masih mudah karena jalur masih landai. Hingga kemudian gue dan teman-teman yang lain bertemu dengan sebuah pemandangan yang tidak enak. Yakni kawasan pembalakkan hutan.

Banyak pohon-pohon tumbang dan berserakan. Terlihat bekas-bekas kapak dan gergaji yang menggores di batang-batang pohon yang tumbang. Mereka dibantai habis-habisan. Terlepas dari legal atau tidaknya, gue berpendapat seharusnya pemandangan seperti ini tidak boleh terjadi.

Memang manusia membutuhkan kayu untuk sebuah pembangunan yang mereka dambakan. Namun seharusnya hal tersebut dilakukan secara adil. Gue ingat betul dalam pelajaran IPA waktu SD dulu ada istilah reboisasi atau penanaman kembali pada  lahan yang gundul akibat penebangan hutan. Seharusnya itu yang dilakukan di sini. Tapi apa yang gue lihat di depan mata gue justru seperti pembantaian. Sisa-sisa pohon dibiarkan teronggok. Daun-daun berserakan. Tak ada satu pun terlihat apa yang disebut reboisasi di sini. Sungguh miris. Pohon juga makhluk hidup.

Pelan dan pelan, gue dan rombongan pun melewati kawasan pembantaian tersebut. jauh di dalam hati gue seperti merasakan sakit, seperti inikah perlakuan manusia kepada alam?

Kami mulai masuk ke dalam hutan lebih dalam lagi. Sinar matahari mulai terhalang pohon-pohon tinggi dan besar. Ini cukup menguntungkan karena kami tidak lagi kepanasan. Meskipun keringat terus mengucur, tapi setidaknya kami tidak tersengat panas matahari. Meski begitu, ternyata lama-lama trek mulai menanjak.

Pukul 12.35 Wib kami pun  sampai di Camp 2 yang cukup luas.

“Oke kita istirahat di sini ya”
**

Dua porter kami rupanya menunggu di Camp 2. Begitu kami sampai di Camp 2 mereka terlihat sedang duduk sambil merokok.

Fajar kemudian menjelaskan, di Camp 2 ini kami akan makan siang terlebih dahulu dan ‘menimbun’ air.
“Mas Fajar, jadi mau ditimbun dimana airnya?” tanya salah satu porter.

“Kita timbun di bawah pohon aja Mas” kata Fajar.

Fajar dan dua porter kemudian mencari-cari lokasi yang bagus di bawah pohon di sekeliling Camp 2.
“Pokoknya inget-inget di sini ya” Fajar mengingatkan kami juga kalau dia menimbun air botol di bawah salah satu pohon rindang. Lokasinya sekitar 5 meteran dari Camp 2.

Apa yang dimaksudkan dengan menimbun air adalah menyimpan air kemasan (Fajar sudah membawa botol Aqua ukuran besar beberapa botol yang terisi penuh) di dalam tanah, dengan maksud bisa diambil saat perjalanan turun di kemudian hari. Ketimbang membawa air yang berat, tentu lebih baik disimpan saja beberapa botol di lokasi strategis. Betul kan?

“Kenapa mesti nimbun air sih Dit?” karena gue penasaran maka gue tanyakan ke Adit

“Biar enteng bawaan kita Gas”

“Lah emang di atas enggak ada air?”

“Sumber air katanya sih ada. Cuman aksesnya yang susah Gas.”

“Jadi kita nyimpen air buat turun besok hari gitu ya?”

“Iya lah. Emang lo mau bawa air berat-berat terus dibawa turun lagi?”

“Ya enggak lah. Gue baru tahu aja tips beginian. Hahaha...”

Gue cukup paham penjelasan Adit. Sejauh ini gue lihat Gunung Raung cukup liar. Kalau terlalu banyak membawa beban bisa-bisa tenaga kita habis. Sumber air pun kelihatannya memang susah dicari. Kalau harus mencari-cari tentunya susah karena kontur gunung yang terjal dan benyak jurangnya.

Imam yang duduk bersebelahan dengan Adit juga ikut berkomentar perihal menimbun air ini.

“Kita nimbun air dimana aja rencana Dit?” tanya Imam

“Satu di sini, camp 2. Satu lagi kayaknya di Camp 4.” Jawab Adit

“Camp 4 tempat kita ngecamp kan Dit?” tanya Imam lagi

“Yaps”

Sepertinya Fajar dan porter sudah menimbun airnya.

“Pokoknya jangan sampai lupa di sini ya. Takutnya gue juga lupa.” Fajar mewanti-wanti  kepada kami.

“Air di gunung sama kaya nyawa” imbuh Fajar lagi.

Kemudian agenda dilanjutkan dengan makan siang. Sebelumnya Bu Soetta telah membekali nasi rames untuk 11 orang. Masing-masing dapat satu bungkus nasi rames buatan Bu Soetta. Dan sesuai rencana, bekal nasi ini akan dibagikan di Camp 2.

Empat jam pendakian di siang hari ternyata cukup melelahkan. Okka dan Adit sampai harus buka baju dan telanjang dada. Kaos yang mereka kenakan basah kuyup oleh keringat.

Fajar membagikan nasi bungkus dan kami memakannya dengan lahap. Memang betul kata orang, makan paling nikmat adalah saat selesai bekerja. Berjam-jam dengan tas carrier yang berat kemudian istirahat untuk makan, benar-benar nikmat.
Makan siang kami cukup sederhana. Atam goreng dan sayur oseng. Memang tidak semewah menu di restoran, tapi nikmatnya tak bisa dibandingkan. Tanpa sadar, nasi bungkus habis ludes dan menyisakan bungkusnya saja. Lelah dan panas begini bisa membuat orang menjadi lahap makan.
**

Selesai makan, gue putuskan untuk sholat dulu. Beberapa yang lain masih belum selesai makan siangnya. Gue ambil wudhu dari air botol pribadi yang gue bawa. Tentu gue gunakan sehemat mungkin. Lagi pula siang ini gua akan rapel sholatnya jadi satu. Jadi nanti sore gue enggak perlu sholat lagi.
**

Gue selesai dengan urusan sholat. Kemudian yang lainnya juga ikut sholat. Mereka sholatnya berjamaah. Tiga matras dipakai sebagai alas untuk sholat. Adit maju sebagai imam. Sedangkan Imam malah jad makmum di belakang. Yang lainnya juga jadi makmum.

Seperti biasanya ketika gue naik gunung, selepas beres urusan ibadah yang wajib, gue selalu merasa lega. Naik gunung akan semakin lebih ringan ke depannya. Jika haus gue bisa minum, jika lapar maka gue makan. Dan jika gue resah karena belum sholat, maka gue lebih baik sholat dulu. Ketenangan jiwa juga perlu diisi. Bagaimanapun naik gunung bukan soal engeri fisik saja tapi juga psikis.
**

Gue lihat jam di tangan kini sudah pukul 13.30 Wib. Dan kami sudah bersiap-siap untuk melanjutkan pendakian. Dua porter sudah pergi dulu, mereka ingin segera sampai di Camp 4 dan beristirahat.

Cuaca cukup bersahabat. Tidak terlalu panas. Namun gue khawatir kalau-kalau turun hujan. Akhir-akhir ini memang sedang sering turun hujan kalau siang.

Kamipun meninggalkan Camp 2. Gue kembali di posisi paling belakang. Keuntungannya bisa jalan dengan santai dan tidak terintimidasi oleh pendaki lain untuk cepat-cepat jalan.
Baru beberapa menit berjalan, kami sudah bertemu dengan titik pemberhentian baru, yakni Pos 2. Ini adalah lokasi ganda yang dibicarakan oleh Mas Herman sebelumnya. Kami akan melewati dualisme jalur yakni bernama Camp dan Pos. Keduanya sama saja, jalur yang sama, hanya berbeda titik saja.

Fajar menginstrusikan untuk tetap lanjut jalan saja. Lagi pula Pos 2 lokasinya tidak begitu luas.
Pendakian dilanjutkan dan trek semakin berat. Gue pikir ini adalah akumulasi antara stamina dan sugesti. Semakin lama berjalan maka sugesti semakin berkata berat meskipun sebenarnya treknya masih sama-sama saja seperti sebelumnya. Tapi kenyataannya memang begitu. Gue merasa semakin jauh treknya semakin berat dan melelahkan.

Pemandangan masih didominasi oleh pepohonan yang tinggi. Gue yakin posisi sekarang masih di sekitar punggungan gunung. Vegetasi tumbuhan masih padat. Sambil jalan santai gue ambil peta di saku. Gue lihat kira-kira masih 2 km lagi untuk sampai di Camp 4.

Berkat kegigihan kamipun sampai di lokasi selanjutnya yakni Camp 3. Gue kembali dibasahi dengan keringat. Tas carrier gue lepas dari punggung. Rasanya enak sekali seperti  baru dilahirkan, tanpa beban.

Gue lihat yang lainnya juga melepas tas carrier mereka. Rasanya memang melelahkan.

Camp 3 tidak seluas Camp 2. Namun lokasinya cukup untuk beristirahat beberapa orang. Fajar memustuskan untuk melanjutkan pendakian. Dia mengatakan lebih baik kuras tenaga sampai habis yang penting bisa cepat sampai Camp 4.

Gue lihat lagi jam tangan, kini sudah pukul 14.26 Wib. Jika sesuai prediksi maka sekitar jm 4 kami sudah sampai di Camp 4.

“Ayo lanjut!” kami pun melanjutkan pendakian.

Dan selanjutnya akan lebih berat. Karena sesuai dugaan gue, hujan turun.

Continue Reading

You'll Also Like

386K 6K 76
Peringatan keras, INI ADALAH CERITA DEWASA. ANAK DIBAWAH UMUR 18 DILARANG BACA. Kumpulan cerita dewasa misteri ilmu gaib dengan adegan sex dewasa.
1M 72.3K 31
Setelah tujuh hari kematian ibu, suasana rumah berubah mencekam. Suara rintihan kerap kali terdengar dari kamarnya. Aku pun melihat, ibu sedang membe...
88.1K 9.9K 39
"Kau tahu, rasanya dikuliti pelan-pelan? Selembar pembungkus ragamu itu dikelupas, menyisakan daging yang masih kemerahan. Kau tak bisa menangis atau...
3.5K 572 18
Seri Cerita TELUH Bagian 8 Setelah hampir satu setengah tahun bergabung dalam tim, akhirnya Alwan meminta cuti untuk pertama kalinya ketika mendapatk...