MISTERI GUNUNG RAUNG: Novel H...

Από damarsaloka

5.4K 77 10

Novel adapted from true story. Pendakian menuju puncak Sejati Gunung Raung yang penuh misteri. mulai dari sos... Περισσότερα

Ringkasan Jalannya Cerita
BAB 8 CAMP 4
BAB 10 CAMP 5-CAMP7
BAB 12 CAMP 7 - PUNCAK BENDERA
BAB 14 BADAI
BAB 16 SELESAI
Segera Hadir !!!

BAB 5 BASECAMP PAK SOETTA

1.1K 13 1
Από damarsaloka

Pukul 22.00 Wib, dan rombongan sampai di basecamp pendakian Gunung Raung via Kalibaru. Basecamp ini bernama basecamp Pak Soetta.

Basecamp Pak Soetta ini adalah sebuah rumah yang sederhana. Seperti rumah-rumah pada umumnya yang dijadikan basecamp pendakian di gunung-gunung yang pernah gue daki.

Lampu halaman rumah menyala temaram. Cahaya putih remang-remang tidak cukup untuk bisa membuat gue melihat pemandangan seluruh rumah. Gue hanya bisa melihat halaman depan rumah saja yang tampak sederhana. Terlihat banyak stiker yang menempel di jendela dan tembok rumah. Khas sekali basecamp pendakian. Gue juga lihat di halaman rumah ada beberapa pot bunga. Sesimple itu saja yang bisa gue gambarkan malam ini.

Gue dan rombongan turun dari ojek lalu kami berkumpul di teras rumah yang tidak begitu luas tapi cukup untuk menampung sekitar 9 orang. Kami taruh tas carrier kemudian duduk menunggu arahan Fajar selanjutnya. Sedangkan si Fajar pergi masuk ke dalam basecamp, mungkin untuk menemui pemilik basecamp. Gue dan yang lain menunggu saja, toh kami ini tamu yang harus dilayani.
Beberapa menit kemudian Fajar kembali dan memerintahkan kami untuk bongkar muatan.

“Kita nggak kebagian tempat. Di dalam udah penuh banget. Diisi sama rombongan pendaki dari Malaysia.” Ucap Fajar.

“Jadi gimana Jar?” tanya Adit. Gue dan yang lainnya jadi ikut bingung.

“Terpaksa kita semua tidur di teras.”  Fajar seperti terpaksa mengatakan hal tersebut.

Tapi mau bagaimana lagi memang begini kondisinya.

“Yaudah deh.” Adit tampak terpaksa menerima kenyataan harus tidur di luar rumah.

“Pakai SB deh. Enggak papa Dit itung-itung pemanasan sebelum mendaki besok” hibur Okka ke Adit.

Kesepakatan sudah diambil, kami menerima untuk tidur di teras basecamp. Lalu Fajar masuk kembali ke dalam rumah.

Di bawah temaram lampu teras dan angin malam yang mulai berhembus kencang, gue dan yang lainnya memasang posisi tidur dengan Sleeping Bag masing-masing. Jujur buat gue jam segini sebenarnya belum terlalu malam. Namun apa daya seharian di dalam kereta membuat badan pegal-pegal, gue harus rebahan supaya otot-otot tidak tegang. Enggak kebagian tempat buat tidur bukan masalah sih, yang penting malam ini gue bisa tidur secara normal.
**

Fajar terdengar sedang mengobrol dengan beberapa orang. Mungkin orang-orang dari basecamp atau barang kali guide-guide lain.

Bukan maksud untuk menguping tapi memang obrolan mereka terdengar sampai ke teras.

“Ada berapa kelompok?” itu suara Fajar.

“Dua. Orang Malaysia semua.” kali ini suara ibu-ibu.

“Sampai penuh di dalam” mungkin Fajar juga heran kenapa basecamp sampai kepenuhan

“Ada 28 orang yang naik” ucap ibu itu lagi.

“Pantes aja”

“Mas Fajar bawa berapa?” kali ini suara laki-laki

“Saya cuma bawa 8 orang. Pada di teras mereka”

“Maaf ya Mas Fajar jadi tidak kebagian tempat” ucap Ibu-ibu tadi meminta maaf.

“Enggak apa-apa bu. Mereka oke-oke saja kok.”

Obrolan berhenti sesaat. Gue lihat yang lain sudah di posisi tidur masing-masing. Sepertinya mereka tidak mendengarkan percakapan si Fajar di dalam sana. Lagi pula gue memang tidur di dekat pintu sih. Jadi kedengaran.

Malam sudah larut tapi tetap saja gue masih belum bisa tidur kalau enggak ngantuk duluan.

Di dalam sana Fajar mulai melanjutkan pembicaraan.

“Tadi pas aku datang ada ramai-ramai apa?” tanya Fajar.

Belum terdengar ada suara yang menjawab. Gue rasa si ibu-ibu sebelumnya sudah pergi.

“Masalah ojek” jawab laki-laki sebelumnya. Gue pikir dia lagi ngerokok, pantes jawabnya agak lama.

“Ojek?”

“Iya, harusnya kan mereka naik ojek ke sininya. Tapi tadi datangnya mereka pakai mobil. Itu di parkir di luar.” Laki-laki tadi menjelaskan.

“... hmm. Pantes aja” suara Fajar berdehem. Tapi gue pikir si Fajar ikutan ngerokok.

Gue ingat, Fajar pernah menjelaskan ke gue tentang aturan-aturan kecil dalam pendakian Raung ini. Salah satunya yakni seputar ojek. Para pendaki diwajibkan untuk menggunakan jasa ojek dari masyarakat setempat. Hal ini dimaksudkan untuk menghidupkan perekonomian masyarakat lokal. Begitu sih ceritanya.

Gue pikir-pikir lagi bener juga. Kalau 28 orang naik ojek kan bisa banyak tuh pendapatannya. Eh malahan pakai mobil dari luar.

Gue mulai paham kenapa jasa ojek menjadi hal yang dimasukkan dalam biaya open trip ini. Fajar pasti telah bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk menjemput kami yang merupakan rombongannya si Fajar.

Jasa ojek merupakan regulasi yang harus dipatuhi oleh setiap pendaki. Sedangkan, rombongan dari Malaysia tadi tidak melakukannya. Itu yang kemudian memunculkan permasalahan.

Obrolan Fajar dengan laki-laki itu masih berlanjut. Tapi gue putuskan untuk berhenti mendengarkan percakapan mereka. Gue baru ingat, gue belum sholat.
**

Gue putuskan untuk pergi ke mushola yang ada di belakang basecamp. Letaknya sekitar 50 meteran.

Begitu sampai gue lihat musholanya kecil dan gelap. Wajar saja sih, lagian ini sudah tengah malam. Gue lihat-lihat lagi di mushola ini tidak ada tempat wudhunya. Itu yang sebelumnya dikatakan oleh penjaga basecamp ke gue. “Musholanya tidak ada tempat wudhunya Mas. Wudhunya nanti di pancuran di samping kandang kambing.”
Gue ikutin petunjuknya dan ketemu juga kran air kecil di dekat kandang kambing. Tak ada lampu memang tapi gue yakin sekali kalau itu kandang kambing. Baunya khas.
Gue ambil wudhu dengan pelan. Cuma satu kran air di sini dan itu airnya dingin. Wajar gue kan sedang di kaki gunung Raung.

Selesai wudhu, gue masuk ke dalam mushola tersebut. Pintunya enggak dikunci jadi gue masuk saja.

Urusan ibadah selesai, gue putuskan kembali ke teras basecamp.

Sampai di teras, rasa kantuk mendadak datang. Mungkin karena belum sholat jadi ada sesuatu yang mengganjal, makanya gue enggak ngantuk-ngantuk.

Gue lihat Fajar masih ngobrol, tapi gue enggak peduli. Yang lain sudah tidur di SB nya masing-masing. Tapi beberapa lainnya juga akhirnya ke mushola. Gue lanjutkan untuk masuk ke dalam sleeping bag gue. Gue tarik resleting sampai penuh. Angin malam makin kencang dan dingin mulai menyergap. Badna gue mulai hangat. Dan lampu teras yang remang-remang menghantarkan gue ke dalam alam mimpi. Sayup-sayup suara obrolan Fajar dan laki-laki tadi meredup dan tak terdengar.
**

Hampir jam 5 pagi. Gue bangun dan suasanya masih sepi. Belum ada tanda-tanda kehidupan. Gue kembali menuju mushola kecil yang tadi malam untuk mengerjakan sholat subuh.

Saat gue sedang berwudhu, gue mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Suasana masih gelap seperti tadi malam karena waktu masih pukul setengah lima lewat. Gue lirik ke belakang. Ternyata itu mas Siswanto.

Gue dan mas Siswanto sholat subuh berjamaah di mushola ini. Mas Siswanto menjadi imam.
**

Fajar semakin menyingsing, namun Fajar yang asli masih terlelap. Barangkali dia semalam begadang ngobrol sampai larut malam.

Suasana basecamp mulai berg
Leliat. Basecamp yang tadi malam terlihat sepi dan sempit, kini mulai terlihat ramai dan tampak lebih luas. Semakin pagi menjelang, semakin terlihat utuh rupa basecamp ini.

Gue baru sadar ternyata di samping basecamp terdapat tempat parkir yang cukup luas. Gue ingat obrolan Fajar semalam kalau rombongan Malaysia menggunakan mobil, dan mobil tersebut diparkir di samping. Pagi ini gue baru melihat mobil yang dibicarakan semalam. Tapi aneh, semalam dan dini hari tadi gue lewat tapi gue enggak sadar sama sekali.
Ini adalah hari minggu. Kalau di Jakarta, minggu pagi orang-orang akan berolahraga. Entah bersama keluarga, ataupun teman kantor. Mereka akan jogging atau sekadar jalan-jalan ria. Hal itu pula yang biasa gue lakukan di hari minggu pagi. Tapi gue sekarang sedang berada jauh dari Jakarta. Gue di antah berantah Jawa bagian timur. Entah kenapa gue jadi rindu dengan Jakarta. Padahal baru kemarin pergi.

Basecamp Pak Soetta kini semakin ramai. Ibarat lubang semut yang kemasukkan air, orang-orang yang ada di dalam rumah pada keluar. Ternyata kabar yang gue dengar tentang 28 pendaki dari Malaysia bukan berita bohong. Buktinya seisi rumah kini nyaring terdengar teriakan-teriakan berbahasa Melayu.

“Aish.. ada ape ni!”

“Abang ni macem mane!”

“Tak ape lah!”

“...”

Gue hanya tersenyum mendengar orang-orang Malaysia ribut satu sama lain.
**

Karena penasaran dan gue perlu tanya soal kamar mandi, maka gue putuskan untuk masuk ke dalam rumah. Gue lihat salah satu dinding rumah penuh dengan bingkai foto. Foto paling menonjol adalah sebuah foto setengah badan seorang bapak yang mengenakan berseragam.

Gue sempat tanya kepada salah satu orang yang ada di dalam rumah. Ternyata itu adalah potret Pak Soetta (baca=”suto”). Gue pun sempat mengobrol dan kenyataan yang gue dapatkan yakni ternyata Pak Soetta sudah meninggal dan kini istri beliau melanjutkan sebagai pengurus basecamp. Barang kali suara ibu-ibu tadi malam adalah Bu Soetto. Namun pagi ini gue sama sekali belum bertemu dengan beliau.

Karena banyak orang. Gue jadi bingung siapa yang pengurus basecamp. Gue sempat tanya lagi ke salah satu orang perihal kamar mandi. Rupanya Cuma ada satu kamar mandi di rumah ini. Dan itu harus mengantri karena yang pakai banyak. Kalau mau sedikit usaha bisa mencari kamar mandi di rumah tetangga. Kata orang itu.

Gue pilih untuk mengantri saja lah. Lagi pula gue juga sedang ingin mengobrol. Kebetulan juga orang yang gue ajak bicara ini adalah salah satu dari rombongan Malaysia, gue yakin dari logatnya yang Melayu.

“Ini rombongan dari mana?” gue basa-basi aja.

“Kite orang dari Malaysia bang”

“Ada berapa orang yang mau mendaki?” gue basa-basi lagi, meskipun gue sudah tau dari menguping tadi malam.

“Kite orang ada 13 bang” jawab pendaki Malaysia lagi.

Gue heran kenapa harus ketambahan “orang” waktu ngomong “kita”. Tapi yaudah lah

“Loh, bukannya ada 28 ?” protes gue, enggak mungkin gue salah denger tadi malam.

“Kalau itu sudah betul bang. Kita orang dibagi dua kelompok lah. Satu ada 13. Satu lagi 15.”

“Oh jad begitu ya” ternyata gue yang salah. Bener juga mereka kan ada dua kelompok.

“Kalian dari satu kantor ya? Eh, satu instansi maksudnya?” tanya gue lagi

“Iya bang. Satu community” jawabnya lagi singkat.

Dalam hati gue merasa salut dengan para pendaki dari Malaysia tersebut. Mereka bisa kompak satu komunitas memilih untuk mendaki gunung bersama-sama. Apalagi ini kan bukan gunung di negara mereka sendiri. Belum lagi Gunung Raung kan dikenal dengan treknya yang sangat ekstrim? Salut gue.

Rata-rata orang kantoran akan memilih destinasi wisata yang mudah dan deket. Kalau orang Jakarta yang palingan ke Bogor. Atau ke mall-mall. Atau wahana rekreasi keluarga yang murah meriah. Tapi buat mereka para orang Malaysia ini, mereka malah memilih mendaki gunung yang jauh-jauh di negeri seberang. Salut salut dah.
**

Kami kedatangan satu personel baru yakni Farid. Dia yang dibicarakan oleh Fajar tadi malam. Yakni satu personel yang telat dan menyusul ke basecamp. Usut punya usut ternyata Farid salah masuk kelompok. Jadi ceritanya dia sampai di basecamp tadi malam, tengah malam. Lalu dia masuk ke dalam basecamp saja dan bergabung dengan para pendaki dari Malaysia yang sedang tidur. Rupanya Farid ikut tidur dengan mereka.
Baru pagi ini dia sadar kalau doi salah masuk kelompok. Lucu juga sih. Hahaha...

“Okay sekarang kita udah lengkap kan ya. Ayo siap-siap sejam lagi kita berangkat.” Fajar langsung memberi perintah. Padahal dia baru aja bangun tidur.

“Eh.. Jar. Sarapan gimana sarapan?” tanya Adit.

“Oh iya gue lupa. Kita sarapan dulu dong. Tadi gue udah pesen sama Bu Soetto. Kalian tunggu aja di sini nanti dianterin katanya.” Jawab Fajar. Lalu dia menghilang entah kemana.

Pucuk dicinta ulampun tiba. Baru dibicarakan, sarapan pagi pun datang. Bu Soetto yang berperawakkan kurus dan memakai  penutup kepala (semacam kupluk untuk ibu-ibu) datang dengan membawa nasi dan lauk pauk.

“Wah terimakasih banyak Bu. Ajib banget nih!” Adit tampaknya sudah sangat lapar. Barangkali dia belum makan sejak tadi malam.

“Wuh wuh.... santai Dit, santai” Imam protes ke Adit yang langsung menyerobot.

Gue dan yang lainnya pilih mengantri.

“Kalau kurang, nanti tinggal bilang ya”

“Siap Bu!!” kami serempak menjawab.

Bu Soetto yang ramah dengan senyuman yang hangat pun kemudian meninggalkan kami. Beliau masuk kembali ke dalam rumah.
**

Fajar telah memerintahkan kami untuk tidak membawa barang terlalu banyak. Seperlunya saja. Dan yang kurang penting sebaiknya dititipkan di basecamp saja.

Kelompok kami memakai jasa 2 porter untuk membawa logistik makanan dan barang. Mereka akan membawa beberapa botol air, makanan, dan tenda. Kami hanya membawa peralatan pribadi masing-masing.

Gue perhatikan tas carrier gue cukup penuh dan berat. Maka dari itu gue putuskan untuk meninggalkan beberapa potong pakaian gue di basecamp.

Pukul 06.21 Wib packing-packing.
Setelah semuanya siap, Fajar datang lagi dengan membawa peralatan climbing atau panjat tebing. Dia dibantu oleh Adit.

“Kita briefing bentar ya” kata Fajar.
Kami pun berkumpul menghadap ke arah Fajar. Fajar mulai mengenalkan satu per satu alat-alat climbing yang akan dibawa nanti. Lalu dia memperlihatkan cara memasang dan kegunaannya. Sekilas tampak rumit sih, tapi sebenarnya apa yang diterangkan Fajar tidak begitu banyak. Dia hanya mengenalkan beberapa alat saja tidak lebih dari 7 alat.

Sejauh yang bisa gue tangkap yakni:
Hardness = penopang tubuh yang dipakai di pinggang dan selangkangan
Carabiner = cincin atau anchor pengait tali. Semacam gembok.
Ascender = alat untuk memanjat (naik) tebing. Semacam rem tangan.
Descender = alat untuk menuruni. Konsepnya sama dengan ascender.
Tali webbing = tali yang bentuknya pipih. Panjangnya hanya 5 meter. Gunanya untuk pengait hardness atau pengikat tubuh dengan hardness
Tali karmantel = tali panjang untuk panjat tebing. Digunakan saat memanjat tebing.
Helm = pelindung kepala paling standar.

Setelah briefing singkat, lalu kami lanjut pemanasan. Hanya gerakan-gerakan simple seperti orang senam. Mirip seperti pelajaran olahraga waktu SMA. Kanan-kiri kanan-kiri kurang dari 10 menit dan cukup.
Selesai itu semua kemudian Fajar meminta kami untuk bersiap-siap. Fajar dan Adit kemudian pergi memanggil tukang ojek. Sepertinya tukang ojek yang telah dibooking Fajar untuk mengantarkan kami lagi.
**

Basecamp semakin ramai. Beberapa tukang ojek sudah berkumpul. Porter-porter dan warga setempat juga ikut berkumpul. Dalam hati gue pikir kami para pendaki seperti seorang pejuang saja. Harus dilepas dengan serangkaian seremonial.

Mungkin ini yang dinamakan pride atau kebanggaan. Mereka adalah tuan rumah, maka sudah semestinya memperlakukan ramu seperti raja. Jika mereka kedatangan tamu itu berarti suatu kebanggaan bagi mereka. Oleh karena itu mereka memperlakukan kami dengan baik.
Beberapa menit kemudian Fajar datang lagi dengan seseorang laki-laki berambut panjang dan berkumis.
“Kumpul lagi yuk. Ada senior” Fajar tiba sambil menepuk-nepuk tangan menyuruh kami untuk berkumpul lagi.

Seseorang yang datang bersama Fajar kemudian memperkenalkan diri.

“Baik kawan-kawan. Perkenalkan nama saya Herman. Selamat pagi!” ucap Mas Herman.

“Pagi Mas Herman” kami kompak membalas salam Mas Herman.

“Di sini saya akan menjelaskan sedikit mengenai jalur pendakaian Gunung Raung via Kalibaru ini.”

“Adapun jalur pendakian Gunung Raung via Kalibaru ini memiliki total pos pendakian sebanyak 9 pos. Dan memiliki puncak gunung sebanyak 4 puncak. Jadi bukan hanya satu puncak saja ya.”

“Sekedar informasi tambahan. Karena dulu ada dua pembuka jalur yang sama di Kalibaru ini maka nanti kita akan menjumpai 2 versi titik poin pendakian. Yakni ada yang bernama pos ada yang bernama camp.”

“Total ada 4 yang bernama pos. dan ada 9 camp. Semuanya sama karena satu jalur. Hanya saja karena dulu yang buka jaru ini adalah dua kelompok yang berbeda, maka sengaja namanya pun dibedakan. Tapi sebenarnya sama saja.”

“Kalian tidak usah bingung, nanti di jalan pasti juga paham.”

“Selanjutnya sata akan menjelaskan tentang estimasi waktu pendakian.”

“Hari pertama kita akan bermalam di Camp 4. Start dari basecamp Pak Soetta, kita naik ojek sampai Pos 1 Rumah Pak Sunarya. Pos 1 ini adalah sebuah rumah penduduk terakhir. Pemilik rumah namanya Pak Sunarya, jadi nama posnya dijuluki Pos Rumah Pak Sunarya.

“Dari pos 1 dilanjutkan jalan kaki hingga mencapai Camp 4. Estimasi waktu yakni 7-8 jam. Kemudian bermalam di Camp 4.”

“Hari kedua. Pendakian dilanjutkan dari Camp 4 hingga Camp 7. Di Camp 7 kita bikin tenda lagi. Estimasi waktu pendakian sampai camp 7 sekitar 7 jam”

“Hari ketiga kita summit attack. Dini hari sekitar pukul 3 pagi kita mulai trekking hingga mencapai Puncak Bendera. Estimasi waktu sekitar 3 jam.

“Nah, mulai dari Puncak Bendera adalah jalur yang disebut-sebut sebagai jalur tereksrim se-Jawa”

“Kita akan melewati jalur sempit dengan kanan-kiri berupa jurang yang dalamnya ratusan meter. Jalur ini disebut dengan Jalur Siratal Mustaqim”

“Lanjut kita nanti akan bertemu dengan puncak yang lain yakni Puncak 17. Puncak yang satu ini berbentuk kerucut dan sangat curam.”

“Lanjut lagi kita akan melewati jalur Siratal Mustaqim lagi yang jauh lebih ekstrim. Setelah itu kita akan memanjat punggungan gunung yang berbatu dan terjal. Kemudian di ujung punggungan tersebut kita akan menjumpai Puncak Tusuk Gigi. Dan naik sedikit lagi barulah kita sampai di puncak tertinggi Gunung Raung, yakni Puncak Sejati.”

Mas Herman menjelaskan begitu detail dan panjang. Ia berhenti sejenak dan mengatur napasnya. Dodi yang kerjaannya di pertelevisian, merekam semua apa yang dikatakan oleh Mas Herman barusan.

“Prediksi, jika sesuai rencana, pukul 9 atau 10 siang kita sudah sampai di Puncak Sejati.”

“Jangan lupa. Saat di Puncak Bendera kita harus sudah safety. Alat harus dipakai. Jangan ada yang ketinggalan. Karena yang paling penting kita aman dan selamat. Puncak bukan tujuan utama.”

“Kemudian, perjalanan turun hingga Camp 7 estimasi sekitar 3 jam saja. Kita bermalam lagi di Camp 7. Dan esok harinya baru turun hingga Pos 1 Pak Sunarya. Nanti ojek menunggu di sana. Kita pulang ke basecamp naik ojek lagi.”

“Jika ada pertanyaan dipersilahkan.”
Mas Herman mengehentikan penjelasan panjangnya dan menunggu salah satu dari kami jika ada yang bertanya.

Συνέχεια Ανάγνωσης

Θα σας αρέσει επίσης

37.5K 2.7K 16
Hal tak masuk akal di alami oleh Lenora, gadis itu menabrak cogan dan berakhir terjatuh ke danau dan tiba- tiba di terkam buaya. Ketika membuka mata...
9.2K 1.5K 8
[ SHORT STORY ] Semuanya bermula ketika mereka berlibur di villa itu.
21K 1.3K 10
Haechan yang di jual dan harus menjadi budak darah bagi putra putra Jung, yang merupakan bangsa vampir. #jaehyuck #markhyuck #nohyuck #nahyuck #jihyu...
386K 6K 76
Peringatan keras, INI ADALAH CERITA DEWASA. ANAK DIBAWAH UMUR 18 DILARANG BACA. Kumpulan cerita dewasa misteri ilmu gaib dengan adegan sex dewasa.