Thinking Out Loud

Per kokokikatze

40.5K 4K 779

Han yang sering merasa kesulitan karena Youn tapi juga sangat mengandalkannya setiap waktu. Kumpulan oneshot... Més

The Night🔞
Date
Wild
Sorry
Fakestagram
Family
Wild (2)
Wild🔞 (3)
Gabut
Fakestagram (2) 🔞
Wild (End)
Addicted🔞
Beautiful Mistake
Fakestagram (3)🔞
Sesuatu yang Manis di Hari Jumat
Old Story

Love Story

1.1K 180 13
Per kokokikatze

Warn!Semi-baku

Mpreg, marriage life, fluff, romance

Typo bertebaran

Jangan lupa vote dan comment.

.

.

.

Perjodohan.

Satu kata, satu makna, dan menyimpan berjuta kisah di dalamnya. Banyak cerita yang diawali dengan kata perjodohan. Termasuk, kisah tentang Han Seungwoo dan pasangan sehidup sematinya di hadapan tuhan, Cho Seungyoun.

Tak ada yang menyangka bila keduanya akan bersatu dalam sebuah ikatan pernikahan, sebab mereka tahu, keduanya tak saling kenal, keduanya asing, keduanya sama-sama baru menaungi kehidupan satu sama lain begitu dipertemukan saat makan malam keluarga.

Cerita klasik dari kedua orang tua mereka-lah yang mendalangi segalanya. Cerita tentang persahabatan yang terjalin sejak lama, dan cerita tentang kerajaan bisnis keluarga yang harus disatukan.

Malam itu hujan, seolah langit merasakan apa yang keduanya rasakan. Batin meringis pilu sebab tak bisa menjalani kisah sendiri, namun, langit juga memberi tanda, hujan adalah sesuatu yang baik. Karena hujan di malam itu, adalah hujan pertama yang ditunggu oleh manusia yang hidup disekitar mereka.

Tanpa pemberontakan berarti, keduanya bersitatap, saling menyelami manik segelap malam itu, melempar senyum satu sama lain, kemudian mengangguk. Karena ini, adalah skenario dimana mereka tak diizinkan untuk mengubah kisah. Karena ini, adalah skenario dimana mereka akan menjadi lakon utama untuk memperindah kehidupan orang tua keduanya, dan mungkin, membagi indahnya kisah yang tak pernah mereka sangka.

"Jadi, kamu nggak nolak?"

Seungyoun menggeleng, kedua sudut bibirnya terangkat kecil, sementara netranya memindai hamparan luas danau yang begitu tenang, "kalau aku nolak, mereka bakal berusaha keras bujuk aku gimanapun caranya."

"Maaf, ini semua ide orang tuaku."

"Jangan minta maaf, kak. Lagipula dengan adanya perjodohan ini, aku jadi tahu kalau pacarku selingkuh. Yah, intinya kalian menyelamatkanku," jujurnya, Seungwoo ikut tertawa pelan, meski tidak tahu dengan jelas apa yang Seungyoun tertawakan, ia rasa itu adalah respon terbaik agar tak menyinggung Seungyoun.

"Baiklah, sampai disini kita tahu kalau sebebarnya, kita saling menyelamatkan satu sama lain. Aku juga diselingkuhi, Seungyoun."

Hari pernikahan ditentukan.

Seungyoun tak ingin hari pernikahannya menjadi momok menakutkan, maka dari itu, ia mengambil kendali penuh. Mengatur segala yang dibutuhkan, bersama Seungwoo. Menampung pendapat Seungwoo, sebagai calon suaminya, calon pendamping hidupnya, bukan lagi anak dari sahabat kedua orang tuanya.

"Gimana, kak? Indoor atau Outdoor?" tanya Seungyoun, jemarinya sibuk membolak-balik lembar katalog yang menampilkan berbagai macam design tema pernikahan.

"Menurutmu lebih bagus yang mana?" Seungwoo ikut menilik tema yang disajikan, mengamati tiap detailnya.

"Sebenarnya aku lebih suka outdoor, tapi sekarang lagi sering hujan, takutnya tamu undangan nggak sempat neduh semisal beneran hujan."

"Kita setting indoor pakai nuansa yang lebih fresh, gimana? Supaya nggak keliatan membosankan, kamu tetap bisa dekor sesuai rencana awal," usulnya.

Seungyoun mengangguk antusias, menyetujui ide sekaligus solusi yang Seungwoo berikan. Menyempatkan matanya untuk bertubrukan dengan Seungwoo, mengucap terima kasih secara tersirat, dan menerima usakan di kepalanya sebagai balasan.

Pada akhirnya, waktu berjalan begitu cepat.

Tidak ada penyesalan di hati keduanya. Mereka putuskan untuk mulai saling mencinta, membuka lembaran hidup baru sebagai pasangan yang sah di hadapan tuhan. Menutup cerita yang sempat mereka ukir dengan sosok lain dan menggantinya dengan cerita baru. Tentang mereka, tentang Seungwoo yang berjanji akan melindungi Seungyoun sampai akhir hidupnya, dan tentang Seungyoun yang berjanji akan mendampingi Seungwoo selama sisa hidupnya.

"Masuk, Seungyoun. Disini dingin," ujar Seungwoo, memposisikan dirinya di samping pemuda androghini tersebut.

"Sebentar lagi, aku masih mau lihat hujan." Salah satu tangannya terulur, merasakan tetesan hujan yang bertandang, untuk yang kedua kalinya, sebagai saksi bisu akan kisah keduanya.

"Waktu kita ketemu, malam juga lagi hujan," ungkap Seungwoo, matanya menelisik pahatan sempurna ciptaan tuhan yang kini dititipkan padanya untuk dijaga dengan nyawanya sendiri.

"Uhm, apa takdir kita selalu bersinggungan dengan hujan ya, kak?"

Keduanya terkekeh, merasa lucu bila mengangap hujan yang berusaha menjadi penonton setia kisah mereka. Menjadi salah satu saksi saat kisah keduanya masih dalam bentuk kerangka tanpa pelengkap, dan menjadi saksi, saat keduanya memutuskan untuk bersatu.

"Aku nggak akan lakuin ini kalau kamu belum siap."

"Lanjutkan. Aku ngga apa apa," jawab Seungyoun, jemari kecilnya membelai wajah Seungwoo yang dipenuhi peluh, sama seperti dirinya. Retinanya tanpa henti memuja sembari mengucap syukur dalam hati karena tuhan memberinya pasangan yang menghargainya segitu banyak, dan berusaha mencintainya tanpa syarat.

"Mmhh—," Suara Seungyoun terdengar putus asa, genggaman tangannya makin mengerat disela-sela jari Seungwoo yang berusaha keras untuk tak menyakitinya sekalipun lelaki itu telah tertutupi kabut nafsu.

Untuk yang kesekian kalinya, Seungyoun mengucap syukur.

"Terima kasih, Seungyoun."

Seungyoun menggeleng lemah, kepalanya disandarkan senyaman mungkin pada bahu yang lebih tua, membiarkan kulit yang masih panas itu saling bersentuhan sama lain untuk merasakan kehadiran masing-masing, di malam yang terlampau dingin, "Kak, mulai sekarang, ayo kita saling mencintai."

Cinta.

Entah sejak kapan kata itu berani hadir di antara keduanya, memberikan warna baru pada kehidupan yang semulanya masih abu-abu. Menjadi penengah ketika keduanya melempar pandangan sengit akibat suatu perbedaan, dan menjadi penyatu dua insan yang kini tak lagi memiliki kehidupan atas dirinya sendiri. Sebab mereka saling terikat, dan dengan hadirnya cinta, keduanya saling memiliki, tanpa syarat.

"Kita bahas lagi nanti, aku nggak mau kita terlalu jauh dari ayah sama bunda. Mereka lagi sakit, siapa lagi yang jaga kalau bukan kita? Dinginkan pikiranmu dulu—ugh," tubuhnya limbung.

"Seungyoun!"

Takdir selalu datang di waktu yang tepat, dan rencana tuhan tak mungkin salah. Terkadang terlihat buruk, namun siapa sangka, jika di balik semua itu terdapat sesuatu yang jauh lebih baik, sesuatu yang kembali menjadi salah satu pemanis cerita indah kehidupan insan manusia.

"Dua bulan?" tanya Seungyoun.

"Benar, sudah dua bulan anda mengandung, mungkin sulit disadari sebab janin yang ada di dalam perut anda begitu lemah, saya harap anda benar-benar berhati-hati dan sebisa mungkin tak melakukan banyak aktivitas."

Keheningan menemani keduanya selama beberapa saat. Hanya ada suara nafas dan deru mesin mobil yang terdengar. Tidak, mereka tidak lagi saling menyengiti satu sama lain, terbukti dengan kedua jemari yang saling bertautan, terutama ketika yang lebih tua mengusap lembut punggung tangan pasangan hidupnya, guna memberi ketenangan, sekaligus sebagai ungkapan syukur akan kehadiran calon pelengkap keluarga mereka.

"Maaf, Seungyoun. Maaf aku egois dan bikin kamu sakit," sesal Seungwoo, dibawanya tubuh ringkih itu agar duduk dengan nyaman dipinggiran kasur, sementara dirinya ia biarkan berlutut, merendahkan harga dirinya sebagai simbol penyesalan yang begitu berarti.

"Nggak apa apa, Kak. Kita sama-sama salah, ke depannya ayo belajar untuk lebih dingin lagi menghadapi masalah," untuk yang kesekian kalinya, Seungwoo tidak tahu sudah seberapa dalam ia terjatuh pada Seungyoun, Seungyounnya. Bahkan hanya dengan senyumnya, pemuda manis itu berhasil membuatnya kembali mencinta tanpa kenal rasa bosan. Karena pada dasarnya, kisah mereka bukan lagi kisah klasik tentang perjodohan, tapi kisah tentang dua insan yang saling mencinta karena takdir yang menyatukan.

Namun, ada kalanya dimana tuhan memberi ujian pada insan manusia melalui takdir demi menjaga keseimbangan rantai kehidupan di semesta yang megah ini. Entah itu mudah, atau sulit. Tergantung bagaimana insan manusia menjalaninya, apakah mereka akan menyerah pada takdir ataukah mereka berusaha menjalaninya sebaik mungkin, segalanya ditentukan oleh tangan manusia itu sendiri.

Jarak.

Ujian yang harus dijalani oleh Seungwoo dan Seungyoun. Penambah warna baru dalam kisah indah keduanya, menjadi bukti seberapa kuat cinta tanpa syarat yang mereka ciptakan sekaligus menjadi tinta baru dalam kesetiaan ikatan janji suci mereka di hadapan tuhan.

"Sampai jumpa lagi, Papa. Hati-hati di jalan," ucap Seungyoun dengan suara anak kecil yang dibuat-buat, jemarinya bergerak membawa tangan mungil balita bernama Han Eunsang untuk menyampaikan salam perpisahan sesaat pada sang papa.

"Aku tunggu Dongpyo sebentar, Youn. Dia bisa nangis kalau ditinggal tanpa pamit," cemas Seungwoo. Waktunya tinggal setengah jam sementara Dongpyo, putra sulung mereka belum menampakkan batang hidungnya. Hari ini Dongpyo menghadiri sebuah olimpiade, itu sebabnya ia tak ikut dengan Seungyoun dan memilih untuk menyusul.

"Papa!" teriak seorang bocah berusia delapan tahun, Han Dongpyo. Berlari kencang, menubruk tubuh sang papa, memeluk erat seolah takut dengan perpisahan yang akan keluarga mereka hadapi.

"Dongpyo, papa tinggal sebentar ya, Nak. Jaga papi dan adek baik-baik, jagaon papa!"

"Siap captain!"

Dengan renggang sebanyak ribuan kilometer yang menghabiskan beberapa purnama, keduanya mampu membuktikan pada tuhan bila cinta yang keduanya ukir sudah bukan lagi sebatas cinta formalitas. Keduanya berhasil membuktikan, bila kisah yang mereka ukir adalah kisah cinta tanpa syarat yang saling memiliki karena hati yang meminta. Bukan lagi kisah cinta yang terpaksa hadir akibat permainan takdir.

Sebanyak apapun mereka berusaha, tetap akan ada air mata yang mengalir. Menjadi salah satu hal yang menyakitkan untuk di ukir dalam cerita indah keduanya, karena takdir tak mau meninggalkan mereka sendiri. Takdir masih ingin menemani mereka dan akan selalu begitu, sampai ribuan air mata berhasil turun dan mengaburkan beberapa ukiran kisah cinta yang manis.

"Bu—bunda, jangan sakit-sakit lagi ya disana. Sekarang bunda udah nggak perlu lagi mikirin ayah, nanti disana bunda yang bakal ngerawat ayah 'kan? Seungyoun percaya, bunda bakal jadi bidadari tercantik yang ayah punya. Selamat jalan," Seungyoun melepas kacamatanya, membiarkan sungai kecil itu menganak di wajahnya.

Tubuhnya yang lemah dibawa dalam dekapan hangat seorang pria yang bertahun-tahun menjadi pendamping hidupnya, menjadi penenangnya disaat ia menangisi perpisahan.

"Papi, Nenek pasti udah seneng kok disana. Papi jangan sedih ya?" ujar Dongpyo, tangannya dengan lembut mengusap punggung orang yang telah melahirkannya ke dunia sekaligus membesarkannya sampai saat ini, membantu sang papa yang sedikit kesulitan akibat turut kalut dalam kesedihan sang papi.

"Papa bawa papi kalian pulang dulu, kalian nyusul nanti," putus sang kepala keluarga. Tubuh yang makin ringkih dalam dekapannya itu hampir hilang kesadaran dan disanalah Seungwoo, menjaga pasangan hidupnya agar tetap kuat sekalipun ia juga melemah. Karena itulah yang seharusnya cinta mereka lakukan, saling menguatkan, disaat salah satunya mulai meredup.

Waktu terus berputar sedemikian cepatnya, sama seperti takdir yang berjalan semakin gesit menghampiri keduanya yang kini tak lagi muda. Mendatangi keduanya yang kini tak lagi sekokoh seperti kali pertama takdir menyambangi keduanya untuk disatukan.

Jari-jari yang mengukir cerita dalam lembar demi lembar itu kini hampir tak sanggup lagi bertahan, disinilah, keduanya saling bergenggaman tangan, saling mengucap syukur akan takdir yang berjalan sangat cepat, dan berterima kasih pada tuhan sebab memberi mereka izin untuk tetap membuka mata sampai putra bungsu mereka berhasil menemukan takdirnya. Menemukan orang yang akan menemaninya sampai akhir nanti, sebagaimana kisah kedua orang tua mereka, yang terus saling mencintai tanpa syarat.

"Papi sayang banget sama dodo, selamat ya!" seru Seungyoun, tertawa pelan sembari mengusap lembut lengan putranya yang telah tumbuh dewasa menjadi seorang putra baik-baik dan tak pernah mengecewakan hatinya.

"Jaga dia baik-baik, Dohyon. Jangan kecewakan papa sama papi," tegas Seungwoo. Tangannya menepuk pelan bahu sang bungsu, kemudian berlalu bersama pendamping hidupnya yang sudah tak bisa lagi menggerakkan kedua tungkainya dengan benar dengan sebuah kursi roda.

"Ugh...." keluh Seungyoun, buku-buku jarinya memutih akibat terlalu kuat menggenggam batang besi sandaran kursi rodanya.

"Youn, mau pulang sekarang? Kita istirahat di rumah, hm?" tawar Seungwoo, dibalas anggukan lemah dari sang empu.

Satu purnama terlewati, dan Seungyoun terbaring lemah di ranjang pesakitan. Helaian indah yang selalu menjadi kesukaan Seungwoo, mulai berguguran tanpa henti. Seungwoo mulai berpikir, apakah takdir tak bisa menukar posisinya dengan Seungyoun? Harinya tercabik menyaksikan bagaimana Seungyoun terus melenguh sakit, hatinya hancur saat Seungyoun tetap tersenyum meski tubuhnya seolah remuk.

Malam itu, hujan kembali datang.

"Kak, apa kakak ingat pertama kali kita ketemu? Hari itu juga hujan, sama seperti sekarang." Suara lemahnya mengundang isakan dari ketiga putra kesayangan mereka. Meski telah sekuat tenaga menahan, nyatanya terlampau sulit untuk tak menitikkan air mata.

"Ingat, aku selalu ingat semuanya, sayang. Jangan banyak bicara ya? Kamu istirahat dulu," ujar Seungwoo. Tangannya menggenggam erat jemari Seungyoun, mengusapkan punggung tangan sang terkasih pada pipinya yang telah basah.

Seungyoun menggeleng, "terima kasih, sudah mengingat semuanya sampai saat ini, kak." Senyumnya tetap bertahan disana, netranya menerawang jauh, perlahan tubuhnya mendingin.

"Seungyoun, sayang?"

"Sayang, tahan hm? Tetep sadar ya, sayang. Cepet sembuh biar kita bisa pulang, hm?"

"Eunsang, panggil dokter."

"PAPA BILANG PANGGIL DOKTER!"

"Pa, cukup, liat papi senyum ke papa," jawab sang putra.

Kedua manik hitam itu tertutup sempurna. Tersenyum manis, seperti saat pertama mereka bertemu, di malam yang dingin karena hujan. Di malam yang terasa begitu indah namun juga menyisakan pilu. Perasaan sakit menghantam Seungwoo begitu keras, lengannya tetap berusaha memeluk Seungyounnya disaat sang pendamping kini tak lagi bernafas.

Dan akhirnya, takdir selalu sampai pada tujuannya.

Segalanya yang dimulai, pasti akan berakhir, segala macam pertemuan, pasti akan berpisah. Disinilah, jemari yang semula mengukir kisah indah keduanya, mengakhiri pergerakannya. Menutup lembaran penuh warna itu dengan rasa bahagia, tanpa penyesalan sedikitpun. Menikmati bagaimana dua insan manusia saling mencinta, dan terpisah karena takdir.

Sebelum akhirnya dipertemukan kembali, oleh takdir.

End.

happy birthday, lee hangyul.

-Choco, 07.12.2019.

Continua llegint

You'll Also Like

215K 19.5K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
350K 6.9K 15
DON'T BE PLAGIARISM! Jangan lupa krisar, vote, dan follow ya Isinya one shoot jorok dengan pair jaeyong. (boyxboy, boyp, gs, nano-nano pokoknya) Ada...
410K 33.2K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
190K 18.9K 40
Seorang ibu yang kehilangan anak semata wayang nya dan sangat rindu dengan panggilan "bunda" untuk dirinya Selengkapnya bisa kalian baca aja ya luuvv...