Grow Up [ ✓ ]

By HwangLuv

548K 68.1K 18K

[ Telah dibukukan. ] ❝You did well, Hyunjin-ah...❞ Sepanjang Hyunjin melewati mereka, dia dihormati. Dia diha... More

01. Memory
02. Am i fine?
03. I'm sorry, I can't..
04. Bleedin'
05. I'm Scared
06. Hematoma
07. Family Goals
08. Secret Untold
09. Hallway
10. Not that Easy
11. Going Over
12. Re-
13. DrUNk
14. Back To 2009
15. Tears
16. Selfish
17. So?
18. Again
19. The Final
20. Suicide?
21. Return
22. HAPPY BIRTHDAY HWANG JANIM! <3
23. The Bells of Happiness
24. Kang Sowoon
25. ACCIDENT!
26. End
27. Tears.2
28. Sweet Scars
30. SINGLE CONCERT : HI HYUNJIN!
Last but not Least
31. A Second Chance
day by day:: 2021.
GROW UP COMPLETED, other works?
OTHER NOVEL?
RESTOCK SEKARANG!

29. After All

14.9K 1.7K 238
By HwangLuv

•••

Dokter menyemprotkan sebuah cairan bening pada bibir bawah Jisung. Yang sejurus kemudian membuatnya meringis kencang karena rasanya yang luar biasa perih. Itu cairan antiseptik. Supaya tidak terjadi infeksi.

Mama menggigiti kukunya. Dia menyalahkan dirinya sendiri karena seharusnya malam ini dia menjaga Jisung. Kakaknya juga sama, dia berfikir tidak seharusnya meninggalkan Jisung sendirian demi mengambil beberapa lembar pakaian. Semua orang menyalahkan dirinya masing-masing karena kejadian ini.

"Sung," panggil kakaknya.

Dokter menengok ke belakang, menatap kakak Jisung lalu menyimpan jari telunjuk di depan mulutnya. Mengisyaratkan supaya jangan dulu mengajak Jisung berbicara. Dia butuh waktu untuk sendirian. Butuh waktu untuk merenung.

Ditinggal oleh seseorang yang begitu dekat itu lebih sekedar sakit..

Jisung, dia terus melamun sejak tadi. Pandangannya tidak pernah beralih. Mulutnya tak mengeluarkan sepatah kata-pun. Dia stres berat. Lebih tepatnya terlampau terkejut dan dalam benaknya masih muncul pertanyaan, ini nyata atau tidak?

Lalu seminggu setelahnya, keadaan Jisung tetap sama.

Member berkali-kali menjenguk Jisung dan mengajaknya untuk mengobrol. Namun hasilnya nihil. Dia tidak pernah mau berbicara pada siapapun. Manager juga ikut stres. Seburuk itu ditinggal Hyunjin sehingga satu bulan setelahnya musibah seakan tidak berhenti menghampiri.

Bagaimana nasib Stray Kids kedepannya jika terus seperti ini?

Dokter kebingungan. Jika Jisung sulit diajak komunikasi, dia juga tidak bisa ikut terapi berjalan. Dan masa penyembuhannya akan semakin lamban. Dokter memikirkan banyak cara. Beberapa psikolog akhirnya didatangkan. Dan tetap tidak membantu.

Akhirnya, dokter memberi Jisung sebuah buku dan pena. Dokter menyuruh Jisung untuk menulis apapun disana, jika dia merasa sulit atau canggung untuk berbicara. Jisung bisa berkomunikasi melalui itu sekarang. Dokter juga bisa memahami Jisung lewat sana.

Malam hari, ketika Kakaknya yang berjaga sudah tertidur, Jisung sengaja bangun dan mengambil buku beserta pena yang diberikan oleh dokter beberapa jam sebelumnya.

Dia menangis. Dia menulis dan tiap satu kata berhasil ditulis, satu air mata ikut menetes. Bukunya dibuat begitu basah. Namun Jisung terus menulis. Dia memang suka menulis. Sudah lama juga tidak menulis lirik untuk lagu.

Bibirnya gemetaran. Dia ingin berteriak, tapi suaranya seakan tak ingin keluar. Ada yang menekan dadanya dengan kuat. Ada yang berkeliaran dalam otaknya; kebingungan. Juga, rasa kehilangan yang belum mau hilang.

Tulisannya sulit untuk dibaca. Pertama karena tangannya yang lemah, kedua karena semua kalimat yang tertulis selalu terkena tetesan air mata, membuat tulisannya buyar. Orang lain harus berusaha lebih ekstra untuk membaca tulisannya.

"Hu-huang," gelagapnya sambil meremas pena. "Hyun, kapan jenguk gue?" Racaunya pelan.

Dia kembali menangis karena ulahnya sendiri. Logikanya selalu saja memaksa Jisung untuk terus mengingat Hyunjin. Hatinya tidak memberi waktu bagi Jisung untuk menarik nafas dalam; menenangkan diri.

Jisung tersiksa karena dunianya sendiri, karena Hyunjin adalah separuh dari seluruh. Karena Hyunjin adalah luka yang manis, takkan pernah bisa sembuh. Karena Hyunjin adalah pencipta senyuman yang abadi; sekaligus pencipta luka abadi. Karena Hyunjin begitu istimewa.

***

"Hyun, lo liat kacamata gue, nggak? Ah, lo pasti liat, kan."

Jisung mengibaskan selimutnya untuk mencari keberadaan kacamata miliknya yang selalu saja tiba-tiba menghilang. Dia melihat ke bawah ranjang, dia membuka semua laci-bahkan yang bukan miliknya. Dia mengecek semua ruangan di dorm dan hasilnya nihil.

Tempat terakhir yang ia datangi sore ini adalah; Hyunjin.

Dia datang untuk merengek. Meminta Hyunjin untuk bantu mencarikan keberadaan kacamatanya karena Hyunjin adalah detektif handal. Daya ingatannya kuat dan dia pasti tahu posisi benda-benda. Hyunjin mirip seperti Ibu.

Laki-laki jangkung itu berdiri dari posisinya yang tadi berbaring mendengarkan musik. Dia menghadap pada Jisung yang mengerutkan wajahnya sambil menggaruk rambut, kesal karena tak kunjung menemukan kacamatanya.

"Baru dua minggu yang lalu loh," Hyunjin memulai ceramahnya kali ini.

"Baru dua minggu yang lalu kita pergi ke gym, tapi kacamata lo ilang. Jadi kita pergi dulu ke optik deket sini buat bikin kacamata baru. Dua minggu yang lalu itu juga bapak-bapak yang jaga disana bilang kalo lo baru ganti kacamata kurang dari satu bulan. Dan sekarang, kacamata lo ilang lagi?!" Hyunjin melipat kedua tangannya di atas dada.

"Serius, ilang, cariin."

Siklusnya tetap sama selama sabtu sore. Jisung akan kehilangan kacamatanya sebelum dia dan Hyunjin pergi ke tempat gym. Hyunjin akan mencari kacamata Jisung dan jika tidak dapat, Jisung akan membeli yang baru. Kemudian Chan-hyung marah karena uang Jisung terlalu cepat habis dan Hyunjin akan menjadi sasaran kedua karena gagal mengatur keuangan Jisung.

"Udahlah nggak usah ke gym. Gue juga lagi nggak enak badan." Hyunjin memalingkan wajahnya sambil berjalan keluar dari kamar, malas meladeni celotehan Jisung yang marah-marah tidak jelas. Padahal itu kesalahannya sendiri.

Masalah pertama adalah kacamata Jisung hilang. Kedua, Jisung lupa menaruh ponselnya. Yang dia cari bukan ponselnya yang hilang, tapi Hyunjin. Dia mencari Hyunjin dan melihatnya sedang berada di balkon; mengangkat jemuran.

"Hyun, hape gue ilang." Ucapan Jisung yang tiba-tiba membuat Hyunjin terhentak karena terkejut. Dia menoleh ke belakang, Jisung berdiri dengan ekspresi yang sama seperti di kamar tadi.

Hyunjin tak menggubrisnya. Dia mengangkat semua pakaian miliknya, juga milik Jisung serta Seungmin. Kemudian memasukkan keranjang berisi pakaian itu ke kamar. Jisung terus menguntit, sambil menggerutu, "Tadi gue nyimpennya disini, kok," lalu, "Gue nggak jorok," dan, "Pasti Minho-hyung yang nyembunyiin."

Tak ada hari tanpa Jisung menanyakan keberadaan barang pada Hyunjin. Sampai di titik dimana Hyunjin merasa lelah; karena habis mengangkat keranjang besar. Juga karena Jisung yang tak kunjung menjadi orang yang mandiri. Bertanggung jawab atas semua barang miliknya sendiri.

Hyunjin terengah-engah. Nafasnya menjadi pendek belakangan ini. Dia mudah kelelahan sehingga untuk rap saja sering kesulitan.

Hyunjin duduk di tepian ranjangnya. Pintu menuju balkon masih terbuka dan semilir angin masuk, menerpa tubuhnya yang sudah dingin. Hangat di kening dan beberapa bagian tertentu. Hyunjin enggan melihat pada Jisung yang tengah berdiri. Dia menoleh ke kanan, langit terlihat oranye.

"Lo kapan mandirinya?" Tanyanya terasa ragu. "Jangan terus bergantung gini ke gue. Gue nggak bisa bayangin gimana jadinya nanti. Gue ngerasa berat buat ninggalin lo-gue nggak akan bisa tenang kalo lo terus kayak gini. Lo harus mandiri. Biar gue nggak ada beban lagi buat pergi."

Lalu setelahnya, Hyunjin pergi ke kamar mandi. Mengunci dirinya selama hampir tiga puluh menit disana.

***

Kemudian, Jisung terbangun tengah malam dengan pelupuk mata banjir air mata.

Sepotong kejadian yang pernah terjadi di masa lalu mendadak muncul. Masuk ke dalam alam mimpi Jisung, mengganggu tidur nyenyaknya. Mimpi tentang Hyunjin rasanya tidak pernah indah. Dan sialnya itu terjadi hampir setiap malam.

Jisung menengok kanan-kiri. Seluruh ruangan gelap karena dia sendiri yang minta untuk lampunya tetap padam selama dia beristirahat. Karena jika lampunya menyala, dia kesulitan untuk tidur, dan kadang kala kepalanya terasa berdenyut.

Dulu, ketika trainee, Jisung paling tidak mau mematikan lampu di kamarnya. Itu terasa sangat menyeramkan karena Jisung tidur menghadap jendela yang gordennya macet, sulit ditutup. Dia selalu membayangkan sebuah kepala tiba-tiba muncul dari sana; tersenyum pilu, penuh luka di wajah.

Jisung tidak terbiasa tidur dengan lampu mati. Berbeda dengan Hyunjin yang sedari kecil terdidik mematikan lampu sebelum tidur. Dikarenakan mereka satu kamar, sering terjadi cek-cok antar keduanya sebelum tidur, setiap malam.

Jisung meminta untuk lampunya tetap dinyalakan saja. Sedangkan Hyunjin ingin lampunya mati. Jisung tidak mau mengalah. Akhirnya, Hyunjin selalu tidur satu jam setelah Jisung, menunggunya benar-benar terlelap untuk kemudian mematikan lampu dan barulah ia yang pergi tidur.

Lama-kelamaan, kebiasaan Hyunjin menular pada Jisung. Jisung mulai merasa nyaman dengan kegelapan; rasanya tenang, bisa menentramkan pikiran. Dan berpengaruh sampai malam ini, Jisung senang mematikan lampu sebelum tidur.

Jisung hanya melamun malam ini. Matanya pasti bengkak lagi besok pagi. Dan dia belum kuat untuk berucap, untuk menyapa dunia kembali. Dia belum siap untuk menjadi Han Jisung lagi, menjadi rapper cerewet yang hanya berhenti bicara ketika tidur saja.

Namun, secara tiba-tiba, terdengar sebuah bisikan pelan. Sebegitu pelan bisikan itu hingga membuat Jisung mengantuk; suaranya merdu, lembut. Bisikan itu terdengar melirih, tak diketahui pemiliknya.

Harusnya itu terasa menyeramkan bagi Jisung yang penakut. Tapi kali ini, bisikan misterius itu berhasil membangkitkan sebagian dari semangatnya. Begini katanya,

"Hei, lo yang punya cita-cita jadi orang sukses. Jangan sedih terus, payah. Laki-laki cengeng itu sampah, nggak punya harga diri. Lagian apa, sih, yang lo tangisin selama ini? Yang namanya kehilangan itu nggak ada. Yang ada itu cuma perpisahan sementara. Yakin, suatu saat pasti ketemu lagi.

Lo harus nyanyi lagi, ya, Ji? Janji sama gue, janji sama semua orang, janji sama semesta kalau lo bakal cepet balik lagi ke dunia musik. Nggak apa pake kursi roda, lo tetep hebat. Justru kalo lo terus terjebak di posisi sekarang, artinya lo lemah. Gue nggak mau lo jadi orang lemah.

Inget waktu kita nonton Toys Story? Buzz Lightyear bilang, harus menuju tak terbatas dan melampauinya. Gue cuman kerikil kecil, nggak boleh ngehalangin jalan lo menuju kesuksesan. Jangan sedih terus, ya. Semua orang sayang sama lo. Termasuk gue, si penemu barang Jisung yang hilang."

***

Dokter Kang menjinjing sebuah buku catatan kecil menuju ruangannya. Buku kecil yang diberikan oleh dokter yang menangani Jisung, dia gagal membacanya. Kemudian Dokter Kang menawarkan diri untuk membantu membaca tulisan Jisung, berusaha memahaminya.

Hatinya masih remuk jika mengingat tentang Hyunjin, dan kegagalannya. Menyesal karena Hyunjin tidak bisa menggendong peri kecil Dokter Kang, Sowoon. Dan menyesal tentang segalanya, yang menyangkut Hyunjin.

Dokter Kang menggeser kursinya, duduk. Mulai membuka buku catatan itu. Ternyata tulisannya sangat sulit untuk dibaca. Kertasnya juga basah. Tapi bukan Dokter Kang jika membaca ini saja sulit.

Mau ikut membaca catatan Jisung? Ayo.

Ini patah hati terbesar selama hidupku.

Setelah aku bangun dari tidur yang lama itu, semua orang mendadak bisu. Mereka tak menjelaskan apapun selain menampilkan senyuman palsu, munafik. Bahkan tidak ada satupun dari mereka yang memberi tahuku tentang kecelakaan itu, dan kakiku.

Mereka kenapa?

Berhari-hari, jiwaku seakan selalu bertemu dengan sosok pangeran.Rasanya tak berbeda dengan mimpi. Justru terasa seperti nyata, mengulang yang pernah terjadi.

Bayangan ketika kami pertama kali bertemu di lorong lantai tiga gedung agensi mendadak muncul. Juga dengan pertengkaran pertama dan terbesar selama trainee. Kemudian aku seperti bermimpi bertemu dengannya di studio dance.

Kami berdua berlatih bersama. Aku mengajarinya rap yang benar dan dia berkata akan mengajariku dance sampai jadi profesional. Tapi belum sempat mengajariku, tiba-tiba saja dia mengatakan, "Aku pulang lebih dulu!"

Baiklah, aku melambaikan tanganku padanya yang berjalan keluar ruangan. Aku mengatakan, "Sampai bertemu besok pagi!" Namun sepertinya ucapanku malah membuatnya sedih. Kulihat dia murung, menunduk di ambang pintu.

Aku melihatnya mulai menangis, kemudian aku menghampirinya dan lekas memeluk dengan erat. Puluhan air mata terasa menetes, menerpa pundakku. Kemudian aku memutuskan untuk pulang bersama dengannya.

Tetapi, dia menolak. Dia tak ingin pulang bersama denganku. Dia justru berpesan, "Jangan pulang cepat, banyak orang masih membutuhkanmu." Setelahnya ia melepas paksa pelukanku, ucapannya menusuk, rasanya perih. Lalu, dia meneruskan,

"Sampai jumpa. Jaga diri baik-baik dan jangan lupa makan!"

Tak lama, aku terbangun dari mimpi buruk itu.

Aku selalu memaksa ingin pergi ke ruangan Hyunjin, ingin menemuinya. Kuyakin berada didekat sini, karena Hyunjin terasa begitu dekat. Semua orang melarangku. Mereka bilang aku harus ikut terapi berjalan selama beberapa hari. Setelahnya, barulah aku boleh menemui Hyunjin.

Beberapa hari yang lalu, rasa sedih mendadak muncul. Dia menahan rongga dadaku dan aku selalu saja ingin menangis tanpa sebab. Hari itu, aku makan pancake yang menjadi kesukaan Hyunjin. Itu membuatku menangis lepas, rindu kehadirannya.

Apa yang telah kulihat dari layar televisi adalah kebohongan besar. Air mataku tidak mau berhenti turun dan aku memaksakan diriku. Aku berjalan semampunya menuju ruangan Hyunjin; kuyakin penampilanku seperti pasien sakit jiwa.

Dan ketika pintunya terbuka, aku lumpuh.

Apa yang kulihat? Dimana Hyunjin?

Kenapa hanya ada ranjang yang rapih dengan setangkai bunga di atasnya?

Kemana perginya dia? Bukankah yang telah kutonton hanya kebohongan?

Aku terduduk lemas di ambang pintu. Kesadaranku sepertinya mulai menghilang tadi. Dalam sayup-sayup pandanganku, aku mampu melihat bayangan diriku yang sedang menyuapi Hyunjin, dulu sekali. Seakan ditunjukkan padaku rekaman dari masa lalu.

Dan tak lama, perlahan semuanya berubah gelap. Mungkin saja saat itu aku sudah pingsan. Namun aku merasakan seseorang memelukku. Memelukku begitu erat. Pelukan hangat yang tak pernah kudapatkan sebelumnya.

Aku coba membuka mataku, berusaha mengenalinya. Aku gagal total.

Dia berbisik pelan di telinga kananku, suaranya masih terngiang bahkan sampai di detik ini,

"Pulang, jangan cari aku disini lagi. Jangan menangis. Air matamu terlalu berharga untuk menangisiku. Bangun, bangun Jisung-ah. Aku janji akan sering menemuimu, dalam mimpi. Pulang, Jisung-ah."

***

Psikolog meyakinkan, Jisung mengalami depresi. Dia sering berkhayal dan menganggap khayalannya adalah kenyataan. Dia sering merasa khayalannya adalah mimpi. Padahal itu semua dia yang merancang-dia berhalusinasi.

Rasanya orang-orang begitu jahat, menganggap Jisung berbohong tentang semua yang bersangkutan dengan Hyunjin. Andai mereka mengerti, andai mereka merasakan.

Dokter-dokter mulai membuat rencana untuk penyembuhan Jisung, baik terapi kaki maupun mental.

Ah, dan ternyata bukan hanya Jisung yang mengalaminya.

Belakangan ini, tepatnya satu bulan setelah kepergian Hyunjin. Chan mengalami hal yang tak jauh berbeda dengan Jisung. Dia selalu melamun, banyak menghayal. Dia beberapa kali pergi ke diskotik untuk menghilangkan beban pikirannya.

Berbeda dengan malam ini, dia membawa dua botol soju ke dorm tengah malam.

Chan mengira semua orang sudah tidur, padahal Seungmin belum. Dia sedang membenarkan tabung gas di dapur, tadinya akan memasak mie rebus. Susah payah dia berusaha, namun akhirnya menyerah juga. Seungmin akhirnya hanya menyeduh segelas kopi tanpa cafein.

Di kamar, dua ranjang menganggur. Satu milik Hyunjin dan satu milik Jisung. Karena takut sendirian, Seungmin akhirnya meminta Changbin untuk mengisi salah satu dari keduanya. Menemani Seungmin tidur.

Changbin memilih kasur Jisung. Sedangkan Seungmin tidur di kasur Hyunjin. Dia mengotak-atik laptopnya, mencari beberapa data yang tiba-tiba menghilang. Termasuk satu folder yang berisi foto-foto yang Seungmin ambil semasa trainee.

Indra penciumannya terasa terganggu. Bau yang kurang disukai Seungmin tercium-bau alkohol. Sangat-sangat menyengat, mengganggu dan membuat Seungmin penasaran. Siapa yang minum malam ini?

Dia mengendap-endap keluar kamar. Hanya kamar Chan yang pintunya terbuka dan lampunya masih menyala. Ah, ya, bukan suatu keanehan bagi Seungmin jika Chan seperti ini.

Dia mengintip di balik pintu. Chan duduk di lantai, dia meneguk minuman langsung dari botolnya. Tidak dituang terlebih dahulu ke cangkir kecil seperti biasanya. Agak mengerikan melihat Chan mabuk, menurut Seungmin.

"Chan-hyung," Seungmin mengetuk sekali ke pintu. Chan tidak memberi respon. Seungmin akhirnya memberanikan diri untuk masuk. Dia cukup kesal karena belakangan ini Chan bertingka aneh, selalu mabuk, dan pernah sempat akan memakai narkoba.

"Hyung, bisa berhenti nggak sih?" Tanya Seungmin seketika, sarkas.

Chan melihat kesana-kemari, tidak bisa fokus. Kesadarannya sudah hilang karena minuman itu. Rambutnya berantakan. Matanya merah, ditambah kantung mata yang besar-jadwal tidurnya benar-benar berantakan.

"Hyung, dengerin gue! Nggak ada yang suka ngeliat lo kayak gini." Seungmin merendahkan tubuhnya, berjongkok. Chan tiba-tiba saja melempar pelan botol hijau yang dipegangnya, menggelinding masuk ke kolong kasur.

"Hyunjin juga nggak suka, ya, ngeliat gue kayak gini?" Nada bicaranya berantakan, dia belum benar-benar mabuk. Sedikit-sedikit dia masih sadar sebenarnya.

"Iya." Balas Seungmin.

Rasanya begitu menyedihkan, melihat orang terkuat yang pernah ditemui malah menjadi lemah seperti ini. Seperti tidak memiliki perlawanan untuk melawan keterpurukan; rasa sedih dan kehilangan. Chan terlalu berlarut-larut, dia lupa caranya bangkit dan berdiri tegak menghadap ribuan orang seperti dulu.

"Hyung, lo bisa denger gue, kan?"

"Apa, apa, Jisung-ah?" Dia meracau, menyebutkan nama orang dengan asal.

Seungmin memegang pundak kiri Chan, "Hyung, lo harus kuat. Delap-tujuh orang bersandar di pundak lo."

"Enam, Jisung, enam. Woojin udah pergi, satu sayap gue patah. Hyunjin juga ikut pergi, satu sayap gue patah lagi." Chan mendadak terisak, matanya yang merah menjadi berkaca-kaca.

Karena Chan sekarang adalah merpati putih yang kehilangan sayapnya; kehilangan kemampuan untuk terbang lagi.

•••

❤️🎋

One kid's room Hyunjin baru keluar malem ini, tonton yuk! ❤️

sayap hyunjin jangan sampe patah. 🧟

Continue Reading

You'll Also Like

432K 34.6K 65
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh💫"
121K 8.7K 55
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
68.1K 7.1K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
1M 83.9K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...