Aurora Borealis [SELESAI]

By Mejikubillu

1.9M 89.6K 3.3K

"Jangan memandang seseorang hanya dari yang tampak saja." Itulah kalimat yang mampu membuat orang bertanya-ta... More

01. AURORABOREALIS • KINGSTON
02. AURORABOREALIS • MURID BARU
03. AURORABOREALIS • SEAN ATAU ALISTER
04. AURORABOREALIS • KELUARGA ALISON
05. AURORABOREALIS • KINGSTON VS DALTON
07. AURORABOREALIS • OMBAK HATI
08. AURORABOREALIS • KEDATANGAN ALGER
09. AURORABOREALIS • KINGSTON VS ALGER
10. AURORABOREALIS • KISAH TERSEMBUNYI
11. AURORABOREALIS • GERTAKAN ALASKA
12. AURORABOREALIS • ANGEL ALGER
13. AURORABOREALIS • JADI ANGEL ALGER ITU?
14. AURORABOREALIS • EMOSI BOREALIS
15. AURORABOREALIS • PERTEMUAN BISNIS
16. AURORABOREALIS • INSIDEN ROOFTOP SMA PANGERAN
17. AURORABOREALIS • HUKUMAN
18. AURORABOREALIS • PERTOLONGAN ANGEL ALGER
19. AURORABOREALIS • BENAR BERAKHIR
20. AURORABOREALIS • TERBONGKAR
21. AURORABOREALIS • SISI KERAS
22. AURORABOREALIS • PERTUNANGAN
23. AURORABOREALIS • RUANG SENDU
24. AURORABOREALIS • TITIK RAPUH
25. AURORABOREALIS • HANTAMAN MARKAS KINGSTON
26. AURORABOREALIS • KENYATAAN MENGEJUTKAN
27. AURORABOREALIS • SEBUAH PILIHAN
28. AURORABOREALIS • LAPANGAN BRAJA
29. AURORABOREALIS • TENTANG PILU
30. AURORABOREALIS • TEROR JALAN KENCANA
31. AURORABOREALIS • AMARAH DAN TANGIS
32. AURORABOREALIS • AKSI AURORA [I]
33. AURORABOREALIS • AKSI AURORA [II]
34. AURORABOREALIS • SATU ALIANSI
35. AURORABOREALIS • MISI PERDANA
36. AURORABOREALIS • SAMBARAN HATI
37. AURORABOREALIS • EMOSI AURORA
38. AURORABOREALIS • KERAGUAN
39. AURORABOREALIS • PERTANDINGAN BASKET
40. AURORABOREALIS • JEBAKAN
41. AURORABOREALIS • RUMIT
42. AURORABOREALIS • HATI YANG HANCUR
43. AURORABOREALIS • HITAM ABU-ABU
44. AURORABOREALIS • MENUJU PUNCAKNYA
45. AURORABOREALIS • PENENTUAN AKHIR
46. AURORABOREALIS • DEKAP LUKA
EXTRA CHAPTER • WAR
EXTRA CHAPTER • AKHIR YANG SESUNGGUHNYA
PRE ORDER AURORA BOREALIS

06. AURORABOREALIS • PACAR SAYA?

40.1K 2.1K 24
By Mejikubillu

|AURORA BOREALIS|Bagian 6|

••••

Masih di tempat yang sama semua menatap tak percaya dengan apa yang telah terjadi. Seorang mengorbankan dirinya untuk melindungi Borealis? Sang Ketua Kingston?

"Hei, bangun!" ucap Borealis, kini dia berlutut.

"Jangan buat drama di depan mata gue! Jijik liatnya bangsat!" bentak Leon.

"Diem lo!" teriak Malvin.

"Lo apa-apaan sih, Vin! Lo itu anak Dalton! Kenapa lo marah-marah sama gue karena gue mukul anak Pangeran!"

"Bacot lo!"

Sean tertatih-tatih mendekati Borealis dan kemudian berlutut di hadapannya, tepat di depan tubuh yang tergeletak di tanah.

"Hei, bangun! Hei!" ucap Sean.

Orang itu mengerjapkan matanya dan kemudian tersenyum samar. "I'm Okay."

"Kita ke rumah sakit sekarang, bertahan," ajak Sean.

Baru saja Sean akan menggendongnya, tiba-tiba mata orang tersebut terpejam, seluruh badannya lemas.

"Bangun hei!" khawatir Borealis.

"Bangun! Hei! Bangun! Ra? Aurora!" khawatir Sean.

Ya.

Aurora Pelangi.

Orang yang telah menghalangi kayu itu memukul Borealis.

Dia tiba-tiba datang dan kemudian merangkul tubuh Borealis dari belakang. Membuat kayu yang diarahkan Leon mengenai punggung mungilnya.

"Kita kerumah sakit sekarang!" ajak Borealis menggendong Aurora.

"Urusan kita belum selesai Borealis!" teriak Theodoric.

Borealis tidak mengindahkan ucapan itu dan terus berjalan membawa Aurora menuju rumah sakit.

"Pak, taksi," panggil Borealis memberhentikan sebuah taksi yang berjalan di persimpangan.

Borealis membawa perempuan yang tengah memejamkan matanya itu. Tanpa memberitahu, si sopir pun sudah paham harus kemana mereka pergi.

🌈🌠

"Lo udah kabarin orang tuanya?" tanya George.

"Mana gue tau, kenal dia aja enggak," jawab Borealis.

Garis wajah ketua Kingston tak karuan, khawatir, menyesal dan lesu. Tak seperti biasanya, yang nampak gagah dan tegap.

"Kita harus kabarin orang tuanya, gimanapun juga dia murid baru di SMA Pangeran," saran Ganendra.

"Masalahnya kita nggak tau siapa yang harus dihubungi, nggak mungkin kan kita ngomong sama pihak sekolah," sahut George.

"Itu bahaya buat Kingston!" sarkas Borealis.

Sean meraih tas biru tua milik Aurora dan memberikannya pada Borealis. "Siapa tau ada yang bisa bantu."

Borealis membuka tas tersebut dan mencari sesuatu yang bisa membantunya, dan tepat saat tas itu dibuka, cowok itu menemukan sebuah ponsel hitam.

"Cari nomer orang tuanya, Bos," ucap Ganendra.

"Sejak kapan Bos di suruh," sahut Borealis.

Ketua Kingston itu mencoba membuka ponsel itu, namun nihil ponsel itu dikunci oleh pola.

"Bangsat, hapenya dipola segala," umpat Borealis.

"Privasi, Bos," ucap George."Cewek mah gitu, sok sok an dipola padahal mah nggak ada yang perlu ditutup-tutupin, paling cuma history chat mantan."

"Emang lo, George, hape isinya 18+ semua!" timpal Ganendra.

"Anjir lo."

Seorang pria berjas putih keluar dari ruangan menghampiri keempat cowok yang nampak lusuh itu.

"Keluarga pasien ada?" tanya Dokter.

Keempatnya saling menatap.

"Kalian teman pasien? Atau ada kakaknya?" tanya Dokter itu lagi.

Diam.

"Bisa kalian hubungi orang tuanya?"

Diam.

Mereka terdiam lagi.

"Mm-orang tuanya sedang dalam perjalanan bisnis, Dok, memang ada apa?" celetuk Sean.

"Saya harus bicarakan dengan keluarga pasien, bisa segera dihubungi saudaranya yang lain?"

Hening.

Sampai sebuah suara terdengar dari mulut Borealis. "Dia pacar saya, Dok, sebentar lagi akan tunangan."

Semua menoleh memandang Borealis tak percaya.

"Gila," umpat George tak bersuara.

"Nanti saya akan coba hubungi orang tuanya, bisa Dokter bicarakan dengan saya?"

"Baik mari ikut ke ruangan saya."

Borealis berjalan mengikuti Dokter itu menuju ruangannya.

"Gila tuh Bos, kalo Edeline tau gue rasa mereka auto putus deh," heran Ganendra.

"Apa maksudnya coba dia ngomong kayak gitu," sewot Sean.

Di ruangan yang tertata rapih dengan nuansa putih itu, Borealis duduk berhadapan dengan Dokter itu.

"Ada apa sebenarnya, Dok?" tanya Borealis.

"Luka yang diderita pasien syukurlah tidak terlalu serius, hanya saja butuh waktu untuk penyembuhan totalnya."

"Tapi, kenapa tadi dia pingsan Dok? Nggak berpengaruh sama organ dalamnya kan Dok?"

"Tidak, dia hanya mengalami syok saja akibat pukulan itu, tulangnya juga baik-baik saja, hanya memar yang lumayan."

"Oh, begitu, apa pasien sudah boleh pulang Dok setelah ini?"

"Belum bisa, dia masih harus dirawat inap untuk dilakukan perawatan lebih intensif, maka dari itu tolong cepat hubungi keluarganya."

Borealis mengangguk. "Baik, Dok, terimakasih."

Borealis keluar dari ruangan itu dan menghampiri temannya.

"Gimana?" tanya Sean.

"Nggak ada yang parah, tapi harus rawat inap. Butuh konfirmasi dari keluarganya," jawab Borealis.

"Terus gimana, Bos?" tanya Ganendra.

"Kalian tunggu sini aja, gue yang bakal kasih tau keluarganya," ucap Borealis.

"Sendiri?" tanya George.

"Iya, kalian jagain dia aja, biar gue yang tanggung jawab, dia kan kayak gini karena nyelamatin gue juga."

Borealis meraih jaket hitam di kursi yang tadi dia duduki dan kemudian berjalan keluar rumah sakit.

"Ck! Jauh lebih baik gue aja yang kena hantam, kalo gini siapa yang susah," keluh Borealis mengacak rambutnya.

Cowok itu meraih ponselnya dan mencari sebuah kontak di deretan A dan kemudian meneka tombol dial.

"Halo?"

"Halo, Bos, ada apa? Ada masalah? Gue siap otw sekarang."

"Lo tadi mau nganterin si murid baru kan?"

"Iya, kenapa? Lo mau pdkt sama dia, Bos? Oh jangan dong lo kan udah ada Edeline."

"Bukan itu tolol, rumah dia dimana?"

"Tuh kan, Bos, kasih gue sedikit kebahagiaanlah, Bos."

"Kasih tau dimana cepet!"

"Mau ngapain, Bos? Bukannya dia udah pulang? Lo mau apel dia? Bos, dia punya gue."

"Kasih tau atau gue kirim keranda sekarang ke rumah lo!"

"Iya iya, dia di Blok B nomor 7."

Borealis mengakhiri sambungan secara sepihak, dan memakai helmnya. Melaju, melesat membelah keramaian jalanan kota.

Gue salah nggak sih, Del? Tapi jujur gue terpaksa melakukan hal ini Edeline, kalo lo tau gue yakin lo pasti marah sama gue. Maafin gue, Edeline, batin Borealis.

Motor hitam Borealis memasuki komplek perumahan Blok B, dan melaju perlahan sambil melihat nomor rumah yang terpampang di sisi gerbang.

Borealis berhenti. Tepat di depan rumah bernomor 7 di ujung.

Terpampang jelas rumah nomor 7 ini paling besar diantara semuanya, bercat putih biru dan berpagar besi senada.

"Gue nggak salah, kan?" gumam Borealis.

Cowok itu turun, sedikit membenahkan rambut dan pakaiannya yang berantakan.

"Permisi," ucap Borealis.

Seorang lelaki paruh baya menghampirinya dan membuka gerbang.

"Cari siapa?"

"Um, Pak, saya mau ketemu orang tua A-Au-Arua eh bukan Aura eh eh ... ck siapa sih namanya."

"Non Aurora?"

"Nah itu dia, apa ada, Pak?"

"Ada perlu apa?"

"Mau cari orang tuanya. Ada yang harus saya bicarain, Pak"

"Aden ini siapa? Pacarnya Non Aurora?"

"Eh–"

Belum sempat Borealis menjawab bapak tadi sudah membukakan gerbang dan menyeret Borealis masuk.

"Aden tunggu sini dulu, nanti saya panggilkan Nyonya Gladys dulu."

Di ruang tamu yang besar.
Borealis berhadapan dengan seorang Ibu yang cukup terlihat sederhana namun masih nampak anggun, diapun menceritakan semua yang menimpa Aurora tanpa ditutup-tutupi.

Begitulah Borealis, meskipun dia seorang brandal tetapi dia akan menanggung segala resiko dari perbuatannya, karena jiwa pemimpinnya sudah tertanam dalam tubuhnya.

"Nggak nyangka ternyata di sekolah itu anak-anaknya sering tawuran ngga beda kayak sekolah Aurora yang dulu," ucap ibu Aurora. Gladys Cavarson.

"Namanya juga anak muda, Tante."

"Benar-benar pergaulan yang buruk."

"Tante, ini nggak seburuk yang tante pikirkan."

"Nggak buruk gimana, saya pikir murid SMA Pangeran semuanya anak baik, tapi nyatanya kalian nggak jauh beda dari preman."

"Tidak semua hal yang nampak buruk itu buruk."

"Sekarang Aurora di mana?"

"Rumah sakit Medika Utama."

"Kamu siapanya anak saya?"

"Umm-saya temennya, Tante."

Gladys tersenyum lalu mengangguk. "Saya mau ambil tas dulu, kamu pergi dulu juga nggak apa, makasih udah kasih tau dan jujur tentang Aurora."

Gladys menaiki tangga dan meninggalkan Borealis sendirian.

Cowok itu berdiri dan berjalan ke arah pintu utama.

"Loh, Den, mau ke mana?" tanya Bapak yang tadi membukakan gerbang.

"Mau pulang, Pak, udah ketemu mamanya Aurora juga."

"Hati-hati ya, Den."

Borealis mengangguk. Bersiap memakai helm.

"Sering-sering main kesini ya, Den, Non Aurora sering marah-marah terus kalo dirumah soalnya."

Cowok itu menyernyit, mengurungkan niatnya memakai helm. "Marah-marah kenapa Pak?"

"Iya, Den, apalagi kalo ada Tuan besar, kakeknya Non Aurora, pasti langsung deh ributnya nggak ketulungan."

Belum sempat Borealis membuka mulut, ibu Aurora memanggil Bapak tersebut untuk menyiapkan mobil.

Borealispun memakai helmnya dan kemudian melajukan motor besarnya pergi.

***

Continue Reading

You'll Also Like

ALDANEL (2) By .

Teen Fiction

1.9M 123K 39
Akankah jarak membuat kita lebih dekat? membuat kita bahagia pada akhirnya? atau bahkan jaraklah yang menjadi orang ketiga hingga membuat kita saling...
92K 6.7K 50
Bagaimana jika melihat cinta pertama pergi tanpa mengucapkan sebuah salam perpisahan? Menciptakan luka dan duka bersamaan. Sampai di hadirkan de...
1M 33K 45
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
2.1M 98.4K 70
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...