Where Is My Calon Imam?

Door rasamaa

20.1K 882 51

Cinta adalah Fitrah. Menikah adalah Sunnah. Jatuh cinta dan memendamnya adalah caraku menghormati rasa. Menj... Meer

prolog
1|Nama
2|Hari Pertama
3|Kembaran
4|Rumah Belajar
5|Jaga Sendiri Aja (1)
Jodoh
5|Jaga Sendiri Aja (2)
6|Bukan Benci
7|Jangan Lagi
8|Diam Dan Mengikhlaskan
9|Pergi
10|Rindu dan Doa
11| Move on
12|Baper
13|Rencana Allah
14|Kabar Gembira
15|Menjemput
16|Baper Jangan
17|Gagal Move On?
Bertemu Misha
18|Pengakuan
19. Menunggu?
21|Gugup
22|Menunggu

20| Sakit

246 19 0
Door rasamaa

'Janganlah kamu mencela demam, karena ia menghilangkan dosa anak Adam, sebagaimana alat pemanas besi mampu menghilangkan karat'. "HR. Muslim 4/1993, no.2575

🕊️🕊️🕊️

Aku semakin kepikiran dengan apa yang di katakan Hasan tentang Husen. Ada rasa bersalah, tak mengingat nya. Penasaran, ingin rasanya menanyakan semuanya tentang apa yang di katakan Hasan, benarkah?


Kepalaku berdenyut, mata terasa panas, tangan terasa dingin saat ku kaitkan jemari kedua tanganku bertaut. Entah karena udara atau karena fisik yang sudah lelah beraktivitas.

"Sha lo kenapa?" tanya Intan khawatir duduk disamping ku, mungkin menyadari perubahanku.

Setelah dari mall. Kami malah berinisiatif makan pecel lele di pedagang kaki lima pinggir jalan.

"Ha! ... Gak papa Tan," jawabku menyadari pertanyaan Intan.

Intan menatap ku intens. "Muka lo merah dan bibir lo merah, kaek ... ucapnya terhenti saat tangan nya menyentuh kening ku

"Astagfirullah, lo demam? Sumpah badan lo panas banget." Nada khawatirnya terdengar yang lain ikut menatap ku dengan tatapan khawatir.

"Kamu sakit Sha?" tanya Fauzan yang duduk dimeja belakang kami.

"Hehe, gak kok kek nya demam biasa nanti juga udah normal lagi," kilasku tak ingin membuat mereka khawatir.

Padahal rasanya sudah lelah sekali. Bahkan kakiku terasa berat untuk melangkah. Aku mengeratkan pegangan ku pada Intan beranjak untuk pulang. Entah kenapa badanku langsung terasa drop padahal tadi tak separah ini.

Aku beristighfar sepanjang jalan menuju parkiran mobil.

"Sha kamu beneran gak papa?" tanya Hasan yang juga ikut khawatir, Nino berada dalam gendongannya, terlihat dia sudah bisa akrab dengan mereka. Hasan itu tipikal yang hobbynya becanda jarang serius. Tapi teman yang paling perhatian.

"Iya gk papa, cuman kecapean biasa aja kok kek nya. Besok juga udah sembuh." Kalau cuman demam itu hal biasa buat ku.

"Kenapa berhenti gung?" Agung menghentikan mobilnya didepan apotek 24 jam.

"Beli obat" kilas Agung

"Eh!, gak usah. Gue cuman perlu istirahat aja. Beneran." yakin ku yang memang tak suka obat. Aku lebih suka menikmati demam dengan vitamin, madu atau hanya minum air putih yang banyak.

"dirumah juga ada obat kok"

💕💕💕

Sebelum tidur aku membasuh muka dan berwudhu terasa lebih segaran.

Kepalaku masih berdenyut hanya saja tak seperti tadi. Mungkin efek segar air wudhu.

Aku melanjutkan kerjaan ku sebelum tidur, rekapan orderan yang harus aku selesaikan dan dikirim ke mba Anggun.

"Sha istirahat, udah malam." Intan dan Chika sedang sibuk membereskan barang-barang mereka. Memeriksa tak ada yang tertinggal.

"Lo ngapain sih?" tanya Intan lagi.

"Ini bentar lagi. Lagi nyelesain laporan," ucapku memaksakan diri untuk menyelesaikan rekapan ku. Demam ku belum juga turun, begitu terasa. Beberapa kali aku mengusap airmata dari sudut mata yang menggenang. Bukan sedih tapi efek demam yang ku yakin muka ku pun merah terasa memanas.

"Badan lo demam gitu masih sempet-sempetnya ... Udah minum obat belum?" bawel Intan yang tau aku tak suka minum obat.

"Hehe. Gak usah tan biasanya bangun tidur udah segeran lagi kok."

"Semua orang juga gk suka obat Sha. Tapi setidaknya mencegah lebih baik dari pada mengobati. Kalau enggak minum obat bisa tambah parah."

"Iya kak, nanti tambah parah loh kalau gk di cegah." Chika ikut mengingatkan.

"Iya, ya besok aja yah." Terasa cairan amis keluar dari dua lubang hidung. Ku capit dengan dua jari telunjuk dan ibu jari tangan kananku. Sambil ku dongak kan kepala keatas.

"Sha lo kenapa?" aku segera berlari masuk ke kamar mandi dikamar ku, membiarkan pertanyaan Intan.

Benar darah cair mengalir. Efek panas dalam dan kelelahan.

Aku tak begitu khawatir, dulu waktu kecil kata ibu aku hanya perlu istirahat dan banyak minum atau minum obat.

Aku keluar kamar mandi setelah mencuci rongga hidung ku. melihat Intan dan Chika yang menatap ku khawatir.

"Hehe, mimisan Tan.. Maklum cuaca hari ini panas banget, padahal udah mau masuk musim hujan kan ya." Berjalan santai mengambil tisu untuk menyumbat hidung menghentikan darah mengalir.

"Susah banget sih kalau dibilangin." Aku menatap Intan keluar kamar entah kemana dengan raut kesalnya.

Aku membereskan pekerjaan ku, lalu duduk di depan Chika yang masih sibuk merapihkan barang-barangnya kedalam tas.

"Kak! Kakak lebih baik istirahat aja. Muka kakak merah gitu, bibir pucat banget tau kak," ucap Chika melirik ku sekilas dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Iya dek, bentar lagi ... Semua barang sudah masuk dek? Awas ada yang ketinggalan."

"Udah kak, ini udah selesai. Kakak tidur diatas aja biar Chika tidur dibawah."

Intan masuk dengan segelas air dan sesuatu di genggamannya "Nih, minum obatnya, abis itu tidur, istirahat Sha!" perintah Intan dengan penekanan diakhir kata. Menyerahkan obat dan segelas air.

"Jazakillahu khairon." kalau sudah begini tak bisa lagi ditolak. Aku tersenyum senang melihat kekesalan dan perhatian Intan.

"Udah gak usah sok manis, diminum obatnya." ngambek apa kesel tu orang. Kalau perhatian gak ada lembut-lembutnya. Buat aku tambah melebarkan senyum cengiran. Bahkan Chika pun ikut cekikikan melihat perlakuan Intan.

"Besok kalian beneran pulang?" tanyaku sadar akan rindu yang akan datang.

"Hmm." hanya deheman dan anggukan kepala dari Chika dan Intan.

"Pengen ikut ke Lampung." ntah kenapa tiba-tiba aku merengek. Mataku memanas sesuatu menggenang disana. Intan dan Chika menatap ku ikut berkaca-kaca.

💕💕💕

"Jangan putus asa yaa, walaupun lombanya gak menang tapi setidaknya sudah berani mencoba," support ayah.

"Kalau soal beasiswa, om doain semoga dapet rezeki dari yang lain, kan kita gk pernah tau rezeki." ayah melirik mereka yang duduk sarapan bersama di meja makan. Agung, Hasan, Anda, Hari, Fauzan, Intan dan Chika. Duduk melingkari meja makan.

"Iya om. Makasih."

"Iya tu denger kata ayah. Kalian kuliah di Bandung aja," ujar ku

Pagi ini Badan ku masih panas tapi rasanya menggigil. Aku duduk didepan bersila didepan tivi memeluk bantal kursi memerhatikan obrolan mereka di meja makan dan sesekali manoel pipi Nino yang duduk disamping ku disuapin mama makan.

Tidak nafsu makan, bahkan bangun pun enggan. Kepala ku malah terasa semakin berat, bahkan pagi-pagi aku sudah mengeluarkan semua isi perut yang bergejolak menerobos naik keluar dari rongga mulut ku. Lemas.

"Mau nya kamu," ucap Hasan

"Maaf ya aku gk bisa anter kalian pulang," ucapku.

"Gak papa Sha istirahat aja," ucap Hari

"Iya lagian makasih banget loh kita udah di ajak jalan-jalan." Fauzan menghentikan suapannya dan melihat ku

"Maaf yah kamu sampek sakit. Capek nemenin kita jalan-jalan," lanjut Fauzan

"Iya," ucap Anda, Hari dan Hasan kompak. Beneran trio wekwek kompak.

"Apaan sih. gak lah, bukan karena kalian kok. Inget sakit itu juga nikmat dari Allah jadi harus bersyukur. Apalagi demam, Jangan disalahin," ucapku. Teringat larangan dalam syariat agar kita tidak mencela demam.

dari Jabir radiyallahu 'anhu,

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم دَخَلَ عَلَى أُمِّ السَّائِبِ (أَوْ: أُمِّ الْمُسَيَّبِ)، فَقَالَ: مَا لَكِ يَا أُمَّ السَّائِبِ (أَوْ: يَا أُمَّ الْمُسَيَّبِ) تُزَفْزِفِيْنَ؟ قَالَتْ: اَلْحُمَّى، لاَ بَارَكَ اللهُ فِيْهَا. فَقَالَ: لاَ تَسُبِّي الْحُمَّى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِيْ آدَمَ كَمَا يُذْهِبُ الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ.

"Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menjenguk Ummu as-Saib (atau Ummu al-Musayyib), kemudian beliau bertanya, 'Apa yang terjadi denganmu wahai Ummu al-Sa'ib (atau wahai Ummu al-Musayyib), kenapa kamu bergetar?' Dia menjawab, 'Sakit demam yang tidak ada keberkahan Allah padanya.' Maka beliau bersabda, 'Janganlah kamu mencela demam, karena ia menghilangkan dosa anak Adam, sebagaimana alat pemanas besi mampu menghilangkan karat'. "HR. Muslim 4/1993, no.2575


"Iya bersyukur. tapi jangan lupa introspeksi diri juga Sha. Mungkin teguran supaya jangan terlalu di porsir kerjanya, zholim sama diri juga gak boleh." astagfirullah kata-kata Hasan benar-benar menghentak ku.

"Hmmm, iya. Aku cuma manfaatin waktu sebaik mungkin aja San." cuman itu yang terpikir oleh ku.

"Iya sih tau yang sibuk," cetus Anda

"Tidur juga ibadah Sha, kan yang gak boleh yang berlebihan dalam tidur," saut Intan

"Iya, iya ni lagi istirahat dirumah aja gk sekolah." pasrah ku

"Jangan lupa periksa ke dokter kek, rumah sakit kek, puskesmas kek, yang penting berobat dulu," ucap Hasan perhatian bawel.

"MaasyaAllah temen aku baik-baik banget yahh. Perhatian banget." aku tersenyum menanggapi ocehan mereka.

"Tu kak dengerin temen-temennya kalau ngomong.

"kalau ayah sama mama yang nyuruh periksa kedokter, Fath banyak banget alasannya," ucap Ayah yang membuat ku sedikit kaget, dan bertanya benarkah?

"Belum berubah juga kamu. Ingat Sha jangan nyampe keulang lagi kaek dulu disekolah. Dikirain tidur gak taunya pingsan." aku melotot mendengar Intan menceritakan kejadian yang tak pernah ku ceritakan pada ayah atau mama.

"Emang pernah kak?"

"Iya om. Kalau lagi sakit Fath gak pernah ngomong." Hasan nyelonong.

"Bukan gak ngomong, orang aku emang tidur waktu itu."

"Tidur keterusan pingsan?" ketus Anda

"Udah makan dulu. Nih." mama menyodorkan bubur yang masih mengembul asap, baru matang sepertinya.

"Yang banyak Sha," ucap Agung yang dari tadi hanya diam.

"Hmmm," aku berhenti mengunyah ketika tetiba lagi-lagi perut ku bergejolak. Segera berlari ke kamar mandi dikamar.

"Huuekk..... Huueekk....

Bukan hanya makanan yang ada dimulut ku yang belum sempat ku telan yang akhirnya keluar, air yang tersisa dari dalam perut ku pun ikut keluar.

"Huuekk.... Huuekk...

Tak ada lagi yang tersisa, perut ku rasanya masih ingin memuntahkan apapun yang ada didalamnya, hanya rasa sakit yang tersedak di kerongkongan dan perut. Karena tak ada lagi yang bisa di keluarkan.

Aku terdiam sejenak. Dengan tangan kanan yang memegang tembok nafas terengah ngosngosan menopang badan dari rasa lemas kaki dan kepala yang terasa berat serta berdenyut hebat.

"Kenapa kak?" tanya ayah menghampiri ku yang masih terdiam menenangkan rasa badan yang tak karuan dan mengatur napas yang masih terengah.

Rasanya tak sopan sekali aku mengganggu sarapan mereka, muntah disaat yang tak tepat. Jijik. Pasti nafsu makan mereka hilang ulah ku.

"A-ayah.." air mata mengalir, baru kali ini aku merasa sangat sakit. Ayah memegang bahu ku, menggosok lembut pundakku. Nyaman rasanya

"Kita kerumah sakit ya," bujuk ayah.

💕💕💕


🗓️tuba, 1 December 2018
📌Wherecalonimamku?
🖇️ig. rasama02
Repost.280822

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

3.4M 280K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
290K 27K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
1.5M 132K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
6M 334K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...