Hollow

Par mockingjaybirdx

139K 17.6K 4.2K

In which Jeff and April broke up and learn to navigate their life through a series of heartbreaks and misfort... Plus

Prologue: Congratulations, glad you're doing great
I think we should stay in love
She's thunderstorms
How do I recover from you?
Nobody's winning in this tale of past and future love
The best at being the worst
and I spend all night stuck on a puzzle
If you know that I'm lonely
Untuk Apa / Untuk Apa?
All my demons run wild
All my demons have your smile
I don't want your body but I hate to think about you with somebody else
Drive safe
You were the sweetest apparition, such a pretty vision
Both of you and I we're hollow
Along with its consequences
Still a part of your home
Be my mistake
Do you feel that I can see your soul?
Liability
50 Proof
Break my heart again
Lose
I think I've seen this film before
Right where you left me
You know when it's time to go
I'm so proud I got to love you once
Credits
After Credits Scene

Shouldn't you be out there breaking hearts?

7.5K 802 36
Par mockingjaybirdx

(and not chasing back the ones you've lost)

—Jeff

Nothing screams Rintik Senja April more than drunk tweeting. And texting.

Gue menghela nafas kala pagi ini hal pertama yang menyambut gue adalah deretan notifikasi pesan singkat yang inkoheren dari April dan rangkaian tweet mabuk yang sama inkoherennya dari akun twitternya yang memenuhi kolom 'In case you missed this' di homepage twitter gue.

(Pfft, in case you miss this. In case I miss what, Twitter? Her?)

[iMessage]

Senja

Fuvk yiu

yuo

YOU

FUCK YOU JEFF WORAPRASETYA

FICL

Goddamb r u not evem sad i lwft

im sad you know

im sad snd i miss yuo

u knuw whar forgwt it

i hste yiu

Gue menggeleng pelan dan meletakkan ponsel gue sembarangan di atas kasur. Gue nggak mau membayangkan apa yang anak itu lakukan semalam. Dari instastory Dena sih mereka tampaknya minum-minum—but really, who am I to care anymore, right?

Gue sudah putus dengannya, case closed. Enam tahun penuh jungkir balik kami akhirnya usai minggu lalu di kamar ini, tepat di kamar ini. Masih segar rasanya di ingatan gue argumen kita sebelumnya—sesuatu tentang orang ketiga, lalu kesibukan gue, kesibukannya, lalu teriakan, teriakan, teriakan, sumpah serapah, dan kalimat pamungkas yang akhirnya gue keluarkan.

"Aku nggak bisa lagi, Nja."

Man, what a ride.

Tapi, dibalik semua kekacauan yang terjadi malam itu, satu hal yang paling membuat gue terkejut adalah bagaimana April menanggapi kalimat gue dengan tenang—terlalu tenang malah, karena ia memilih untuk nggak berkata apa-apa lagi setelahnya. Bahkan saat gue memutuskan untuk mengantarnya pulang, memeluknya untuk terakhir kali, dan memastikan kembali ultimatum gue...

"I'm sorry we had to end this way, Nja. Good luck with everything now... I guess?"

Ia hanya menutup pintu mobil di depan wajah gue tanpa membalasnya, satu patah kata pun.

And so, I take that as a yes. Even though it may mean that it's one hell of an angry yes.

Gue tahu April, semua senang, sedih, dan marahnya. Gue hafal kalau ia marah meledak-ledak, berarti dia sesungguhnya belum se-marah itu. Sebaliknya, jika ia malah diam saat seharusnya ia marah, itu artinya ia benar-benar marah. Terlalu marah sampai ia memilih untuk tidak berkata-kata daripada melukai lawan bicaranya, dan mungkin, mungkin dirinya sendiri.

Jujur, malam itu gue lebih mempersiapkan diri gue untuk respon yang pertama. Makanya, ketika dia justru hanya diam saat gue meminta putus, sesuatu dalam hati gue rasanya seperti terusik.

I'd still rather have her scream at my face than for her to leave in silence just like that, you know.

Oh, dan soal twitter, kalau kalian penasaran mengapa gue masih bisa melihat tweet April, itu karena gue memutuskan untuk nggak meng-unfollow, block, mute, atau apapun itu yang biasanya kalian lakukan dengan media sosial mantan. Gue kira itu terlalu childish untuk gue yang udah umur segini. I mean, If we can't be civil IRL, the least we can do is to be civil URL, right? Lagian, Senja juga masih mem-follow semua media sosial gue kok (nggak tau tapi di-mute apa nggak), so I think we're good.

Kind of.

Saat tengah menguap dan meregangkan tubuh dengan nikmat, gue merasakan ponsel gue bergetar beberapa kali, tanda ada pesan baru yang masuk ke dalamnya. Tangan gue terulur untuk meraih kembali gadget tersebut dan dengan cepat membuka notifikasinya.

Tentu saja, siapa lagi kalau bukan Enam Hari.

[WA Group – Enam Hari Tujuh Malam Kita Berdendang]

Jamile Putri

Janlups hari ini meeting sama Bang Iko

Imam Satria

Gue absen dulu ya

Mau ke rs nemenin kinar

Jamile Putri

Ya kan lo dah blg kemaren pak, santuy2

Ini maksudnya buat @Jeff Wiraprasetya @Bramantyo

BANGUN LU BEDUA MESTI BELOM BANGUN KAN NGAKU

Dodi Alamsyah

Abis itu jadi ke studio

?

Jamile Putri

@Chris Riyadi lo juga ikut

Chris Riyadi

????

Sejak kapan

Gue mau revisian nih T_T

Jamile Putri

Hadeh

Yaudah2 tp lsg nyusul studio ntar ya

@Dodi Alamsyah jadi dod, jam 7an ya

Dodi Alamsyah

Ok siap

Jeff Wiraprasetya

Suudzon mulu jamile

Orang gue udah bangun

Weeee

Bram noh kebo

Jamile Putri

@Bramantyo p p p

P

P

P

Bramantyo

Apaan p p p

Partai Persatuan Pembangunan?

Jeff Wiraprasetya

Taiiiiii WKWKWK

Pasti baru bangun ni

Bramantyo

Kaga si

Abis boker gue

Td hapenya dicas makanya ga gue bawa ke kamar mandi

Jamile Putri

....

Ya makasih infonya

Adhiyaksa Wira

Bgst bram wkwkwkwkwkw

Gue jg lsg studio aja ntar yak, baru otw dari bdg ni

Salam buat Bang Iko ya guys 

Jeff Wiraprasetya

Salam salam

Bayar

Adhiyaksa Wira

Pala kau sini kubayar

Bramantyo

Mantap den adhiyaksa misuh

Demen ni gue konten2 begini

Gue tersenyum atas hiburan singkat dari grup lenong tersebut. Tapi sayang, senyum itu nggak bertahan lama for the exact next second, masuk sebuah chat yang membuat langit mendung langsung menggelayut di atas kepala gue

[WhatsApp]

Papa

Jeff, ini ada info lowongan cpns di Menlu. Papa forward ke kamu ya

Gue bahkan nggak membaca pesan yang selanjutnya, dengan cepat gue hanya mengetik satu pesan balasan singkat

Jeff Wiraprasetya

Ya. Aku masih sibuk preparing album baru.

Gue pun menekan tombol send.

Typing...

Typing...

Typing...

Sedikit was-was, gue menunggu pesan balasan dari Papa gue.

Typing...

TING!

[WhatsApp]

Papa

Ya... Tapi dicoba dulu aja. Siapa tahu..

As expected. Memutuskan untuk nggak melanjutkan pembicaraan, gue pun menutup jendela percakapan itu dan bangkit dari kasur, bersiap untuk mandi. What's with parents and their obsession with government jobs anyway? Gue tahu bokap gue adalah salah satunya, and even worse (or better, depending on the perspective), dia sendiri adalah pekerja di bidang pemerintahan. Bahkan termasuk ke dalam salah satu jajaran pegawai negeri sipil dengan prestise tertinggi pula.

PNS with a diplomatic passport, remember? Yeah that's him.

Nah, jadi kalau ada yang penasaran gimana gue yang kayak gini bisa end up kuliah politik, lo tau lah ya sekarang siapa yang jadi alasannya.

"Papa sebenarnya masih berharap kamu masuk Hubungan Internasional, but we can still make do with Political Science. So, congratulation, Jeff."

Inget banget, itu kalimat yang dia ucapkan dulu saat gue keterima di kampus yang kini menjadi almamater gue. Sampai sekarang, gue masih merasa beliau nggak ikhlas gue nggak lolos di HI, tapi berusaha menghibur diri aja anaknya masih masuk di fakultas yang sama meski dengan jurusan yang meleset dikit.

You see, gue dan bokap gue are not exactly the model Father and Son figure you'd expect. Kita sering kali berselisih pendapat, dan nggak jarang perselisihan itu nggak berakhir baik. Seperti soal pemilihan jurusan dan universitas, misalkan. Bokap gue sudah mentitahkan dari jauh-jauh hari kalau anaknya harus masuk jurusan Hubungan Internasional dengan ekspektasi meneruskan karir beliau sebagai budak negara di negara asing. Meanwhile me, I want everything else but that.

I want to do music, I want to do broadcasting, I want to get into the entertainment industry. I want to... Perform.

"You know what I think you'll do great at? Performing"

Derap air panas dari shower mengguyur tubuh gue saat suara itu melintas sekilas di kepala gue. Tidak lain dan tidak bukan, yang mengatakannya adalah April. Shit, it's weird calling her like that right now. April. April. April. Fuck it, gue akan tetap memanggilnya Senja. For my own comfort, nothing else.

Apa yang dia sampaikan bertahun-tahun silam, entah kenapa kembali menggema di kepala gue. Ah man, kalau lagi gini pikiran gue emang jadi gampang kemana-mana.

"Kamu punya bakatnya, kamu punya resource-nya, dan aku yakin, someday Jeff, someday you'll make it big. You will."

Pada saat itu apa yang dikatakan Senja rasanya masih jauh sekali. Gue belum punya band, belum pernah tampil di depan khalayak banyak selain di hadapan kawan-kawan FISIP dan kamera webcam, belum punya audiens. Kita berdua sama sekali nggak memiliki ekspektasi bahwa 'someday'-nya itu akan terjadi dalam beberapa tahun berikutnya.

I mean, look at me now. Being in a band and doing pretty dang good in it. Satu juta pendengar di Spotify, EP pertama yang sukses keras, tawaran kontrak dari record label, dan ribuan followers di akun official Enam Hari bisa menjadi buktinya. And if I were to gloat even further, itu semua belum termasuk deal personal yang gue dapatkan atas nama gue sendiri (tell ya what, personal branding really goes a looong way).

All these recognition and remuneration, right now I feel like I'm living in that someday.

But there will always be another somedays, and those days might not be as good as this one. Sampai kapan bintang akan bersinar, nggak ada yang tahu. Inginnya sih selamanya, tapi pasti ada aja hal yang terjadi yang nggak memungkinkannya.

Seperti gue dan Senja aja lah contohnya.

Enam tahun gue kira adalah waktu yang cukup untuk membuat kami yakin bahwa apa yang kami miliki cukup eligible untuk dibawa sampai ke jenjang-jenjang berikutnya. Tapi apa? Shit happens. Enam tahun bisa dengan mudahnya terbuang sia-sia dalam satu malam.

Nggak mudah deng, it was damn hard to finally come to the conclusion. Gue sayang Senja, banget. Gila aja, kalau nggak sayang banget begini, nggak mungkin tahan sama dia terus despite everything selama enam tahun ini. Hubungan kita nggak bisa dibilang mulus, dan butuh rasa sayang serta kesabaran yang exceptional bagi gue dan dia untuk bertahan di dalamnya.

Though turns out, it was still not enough. Rupanya, rasa sayang dan kesabaran tetap nggak cukup untuk memperbaiki retak-retak parah yang sudah terlanjur memenuhi hubungan kami berdua. Dan dengan begitu saja, tahun-tahun yang kami habiskan selama ini, buyar sekejap mata.

Gue mematikan shower dan berdiri diam menatap dinding kamar mandi untuk beberapa saat. Shit, nothing really lasts forever, why do we even live?

***

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

45.2K 4K 10
Pantaskah jimin dimadu untuk semua madu manis yang telah dia berikan pada jungkook? Kalaupun itu terjadi, jungkook akan merasakan bagaimana madu itu...
138K 21.5K 55
COMPLETED✔ Dalam ilmu spiritual, angka 110 dipercaya sebagai angka yang dapat memanggil malaikat pelindung. Hal tersebut seolah diamini oleh Kepolisi...
202K 12.9K 57
Niat hati kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan duda anak 1 yang sialnya masih tampan itu, Herna malah harus terjebak menikahi pria k...
45.2K 8.1K 6
Semoga romcom semoga romcom semoga romcom....