The Eleventh

By inariwritingproject

3.2K 353 20

Alanis melakukan berbagai upaya untuk menghalangi siapa pun yang akan mencelakai kakaknya, dari dendam bebera... More

Perkenalan
Prolog
1. Sebelas Juli
2. Taruhan
3. Cowok Idaman Prissa
4. Night Club
5. Pesan Pertama David
6. Kekecewaan Alanis
7. Komik
8. Pulang Berdua
9. Sarapan dari David
10. Adam atau David?
11 Malam Temaram
12 Gangguan Prisa
13 Ciuman Curian
14 Foto Mesra

15. Masalah Evelyn

172 18 0
By inariwritingproject

Mereka berdua di taman belakang sekolah, tempat paling aman untuk membicarakan sesuatu yang serius. Tempat yang jarang didatangi oleh siswa karena halamannya kurang terpelihara. Tempat di mana Alanis pernah melihat Adam merokok.

Di sampingnya, David diam membeku dengan kedua tangan berada dalam saku celananya. Alanis menunggu dengan cemas apa yang akan dilontarkan oleh David. Dia harus menunggu lima menit sampai David menoleh padanya.

“Gue lihat lo sama Adam malam itu.”

Jantung Alanis menggedor keras, ternyata David melihat dirinya dan Adam saat menghabiskan malam minggu berdua. Lalu mengapa terjadi seperti ini? Dia merasa seperti sedang tertangkap basah karena berselingkuh. Apa sebenarnya yang ada dalam hati dan pikiranmu, Vid?

“Kenapa kalian lari dari gue?”

“Gue... gue nggak lihat lo, Vid.” Alanis berucap tergagap.

“Adam lihat gue.”

Alanis tak tahu harus berkata apa. Tidak mungkin dia mengungkapkan jika Adam menyeretnya menjauh supaya David tidak menemuinya. “Lo marah, Vid?”

“Menurut lo?”

“Kenapa lo harus marah, Vid?” tanya Alanis mendongak untuk mencari tahu makna dari wajah datar David. Dia sering bingung dengan sikap David padanya, kadang ceria kadang pula menegangkan seperti ini.

“Menurut lo gue nggak pantes marah sedangkan kita udah sedekat ini?”

“Tapi lo juga deket sama cewek-cewek lain,” sergah Alanis tak sabar.

David mengerutkan kening. “Cewek-cewek lain?”

“Dengan Evelyn, Kayonna, dan juga... Prissa.”

David tertawa ringan. Cowok itu menunduk kemudian menatap Alanis kembali. “Kalau gue nembak lo, lo terima gue nggak?”

Alanis tercekat mendengar penuturan David yang tanpa beban. Bukan perkataan David yang membuatnya kemudian melongo keheranan. Tapi cara bicara David seperti hanya perumpamaan saja. Bukan kesungguhan dalam menyatakan perasaannya.

“Maksud lo apa, Vid?” Alanis tak ingin salah sangka dan terlalu terbawa perasaan sehingga nantinya akan membuatnya malu. Jadi lebih baik kalau dia memastikan dari sekarang.

“Gue lagi ngedeketin lo sekarang.”

Alanis seperti melayang di udara. Hati dan pikirannya mengarah ke suatu tempat yang di dalamnya terdapat kebahagiaan. Hati gadis itu berbunga-bunga. Akhirnya cowok yang diidamkannya selama ini berkata jujur bahwa sedang mendekatinya. Lalu bagaimana perasaannya sekarang?

“Gue...”

“Pelajaran Kimia udah dimulai lima belas menit yang lalu.” Sebuah suara mengejutkan Alanis. Spontan gadis itu menoleh dengan cepat dan mendapati Adam berada tak jauh dari tempatnya berdiri.

Setiap kali melihat Adam, setiap itu pula Alanis teringat akan ciuman curian yang dilakukan Adam beberapa malam yang lalu. Tak bisa dipungkiri bahwa dia tidak bisa tidur semalaman karena teringat akan ciuman pertamanya itu. Entah kenapa dia hanya kesal sesaat atas perbuatan Adam yang bisa dikatakan cukup lancang mencuri ciuman diwaktu yang tak tepat. Tanpa disadarinya, malam itu Alanis tersenyum malu jika mengingatnya.

Adam mendekati Alanis kemudian dengan berani meraih pergelangan tangan gadis itu dengan pandangan tajam kepada David.

“Gue belum selesai sama dia.” David tidak mau kalah. Cowok itu gemas melihat pegangan Adam yang begitu posesif.

“Gue anggep selesai karena ini udah jam pelajaran.”

“Emang lo apanya dia sampai berani ngatur-ngatur waktunya?” David tersulut amarah. Sedangkan Adam menghadapi dengan tenang.

“Lo sendiri apanya dia?”

“Dam, Vid, udah jangan berantem. Lebih baik kita sekarang ke kelas.” Alanis khawatir jika sampai kedua cowok itu berkelahi lantaran dirinya. Dia bisa malu jika sampai diseret ke ruang BK.

“Mending lo jawab jujur deh, Al. Yang lo suka itu sebenarnya siapa? Gue atau dia?” tantang David membuat Alanis membeku di tempat. Dia tidak suka dalam situasi seperti ini. untung saja Adam memahami kegundahannya.

“Nggak usah maksa Alanis. Sekarang bukan waktunya memilih siapa yang dia suka.”

Tanpa memedulikan David lagi, Adam menarik Alanis menjauh dan membawanya ke kelas. Alanis terseret-seret sambil sesekali menoleh ke belakang melihat raut wajah David yang menekuk menahan marah.

***

Om Hasta marah-marah di depan Prissa ketika melihat beberapa wartawan datang ke tempat kerja dan ke rumahnya dengan menunjukkan foto mesra mereka. Di media sosial lebih heboh lagi karena diunggah oleh akun-akun yang mengatasnamakan biang gosip. Lebih parah pula karena para pembaca yang berkomentar begitu pedas dan menyakitkan.

“Siapa sebenarnya yang kurang ajar menyebarluaskan foto itu? Apa Evelyn?” tanya Om Hasta marah-marah. Lelaki itu meremas rambutnya sendiri dan ponselnya berdering berulang-ulang, yang dia yakini dari istrinya.

“Siapa lagi, Om? Bukannya Om tahu sendiri kalau dia mengancam saya?”

“Brengsek! Dia harus bertanggung jawab atas gosip murahan ini.”

Prissa terdiam di tempat dengan amarah yang memenuhi ubun-ubun. Dia tidak mengira Evelyn akan seberani ini menyebarkan foto-foto tersebut. Pada awalnya dia mengenal Evelyn hanya sebatas saingan dalam iklan remaja. Tak terpikirkan mereka akan bersaing di pemilihan bintang sinetron pula. Ditambah pula gadis itu seperti sedang mengejar David.

Memang Prissa tidak memedulikan perhatian David. Tapi ketika David beralih memerhatikan orang lain, dia tidak dapat memungkiri bahwa dia merasa kehilangan. Walaupun dalam hatinya tetap ada Adam seorang. Sayangnya Adam sulit untuk direngkuh. Adam justru mengejar Alania. Itu sebabnya Prissa tidak menyukai tiga cewek yang bersahabat akrab di kelasnya itu.

“Om, tenang aja dulu.” Prissa membelai lengan lelaki itu. “Jangan beri kesempatan Evelyn untuk main sinetron meski dia lolos casting untuk menjadi pemeran utama,” ucap Prissa mantap.

Om Hasta tampak berpikir dan menjawab, “Sepertinya itu hukuman yang setimpal dengan apa yang telah diperbuatnya.”

***

“Sialan! Sialan! Sialan!” Evelyn meremas bantal di pangkuannya dengan gemas. Alanis dan Kayonna yang berada di dalam kamarnya melihatnya dengan iba. “Gue nggak paham kenapa semua berbalik nyerang gue.” Air mata Evelyn menetes sedari tadi. Alanis hanya bisa mengelus punggung Evelyn, berusaha untuk menenangkan sahabatnya itu.

“Ev, tenang dulu. Lo harus tenang.”

“Gimana gue bisa tenang? Media sekarang malah nyerang gue!”

Evelyn tidak tahu bagaimana awal mulanya foto yang disebarkannya itu hanya beberapa hari saja menyita perhatian netizen dan mengundang komentar sampah yang penuh hinaan dan kritikan.

Kini semua berbalik padanya. Semua situs gosip seolah memutarbalikkan fakta. Entah apa yang sudah dilakukan Om Hasta dan Prissa sampai bisa membuat netizen kini menghinanya.

Bintang iklan pendatang baru menggunakan cara keji
untuk menyingkirkan Prissa Bunga Rahandika

Inilah wajah Evelyn July Andresta yang mengejar
peran utama dalam sinetron remaja

Gadis SMA melakukan segala cara untuk memuaskan ambisinya

Dan masih banyak lagi judul berita yang menyudutkan Evelyn sampai membuat gadis itu habis dimarahi oleh kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai dokter.

Sejak awal Evelyn lolos casting sebagai bintang iklan, sebenarnya kedua orang tuanya tidak pernah setuju. Keinginan mereka hanya satu, yaitu Evelyn belajar dengan rajin sehingga bisa lolos di fakultas kedokteran dan mengikuti karir kedua orang tuanya.

Padahal Evelyn tidak pernah tertarik untuk menjadi dokter. Dia tidak suka melihat darah. Tidak suka melihat orang sakit. Dia lebih suka bermain peran. Di sanalah jiwanya. Dan sebelum dia bisa membuktikan bakatnya dalam seni peran, dia lebih dulu terlibat masalah sebesar ini. Beberapa wartawan datang ke rumahnya untuk mengkonfirmasi tentang gosip tersebut. Beruntungnya, satpam di rumahnya tidak mengizinkan para wartawan itu masuk.

085123xxx : Lo harus balas perbuatan Prissa.

Alanis teringat akan pesan misterius yang mengejutkannya beberapa jam yang lalu. Dia ketakutan dan ingin tahu siapa pemilik nomor tak dikenal itu. Sayangnya tak ada balasan. “Gue nggak akan tinggal diam. Gue akan bales perbuatan dia,” tukas Evelyn penuh kebencian. Sorot matanya lurus ke depan penuh dendam membara. Alanis dan Kayonna sampai bergetar melihat ekspresi Evelyn yang berbeda seratus delapan puluh derajat dibandingkan dengan sikap keseharian gadis itu.

“Please, Ev, lupain dendam lo. Lebih baik lo tata ulang karir lo supaya nggak hancur. Jangan hiraukan Prissa lagi.” Alanis bersuara lagi sedangkan Kayonna hanya diam saja sedari tadi.

“Nggak akan. Dia udah buat gue malu dan nggak dapat peran apa pun, padahal itu sinetron batu loncatan buat gue lebih terkenal lagi. Gue juga pengin ngebuktiin sama orang tua gue kalau gue bisa punya karir cemerlang dalam dunia hiburan. Tapi gara-gara Prissa semua jadi hancur bahkan sebelum gue melangkah.”

Alanis begitu khawatir dengan kondisi Evelyn yang memendam kebencian dan amarah. Dia bingung apa yang harus dilakukannya lagi untuk meredakan emosi Evelyn.

“Yon, kita harus apa biar Evelyn ngelupain sakit hatinya?” tanya Alanis saat dirinya dan Kayonna baru keluar dari rumah Evelyn.

“Sebenarnya gue setuju aja sama cara berpikir Evelyn.”

“Apa?”

“Iya, gue benci banget sama Prissa. Dan dengar cerita dari Evelyn tadi, gue jadi lebih benci lagi.”

“Tapi, Yon, perbuatan Evelyn kemarin aja langsung dapat balasan sekeji ini apalagi kalau Evelyn berulah lagi. Seharusnya lo bantu gue buat nyegah Evelyn berbuat aneh-aneh lagi.”

“Lo yakin Evelyn bakal dengerin gue? Itu udah jadi tekatnya. Obsesinya.”

Kayonna tidak berpikir sama sepertinya dirinya. Itu yang pada akhirnya membuat Alanis mencari jalan lain demi menyelamatkan Evelyn. Malam itu, sepulang dari rumah Evelyn, dia tidak langsung pulang ke rumah. Dia memantapkan hati untuk ke rumah mamanya.

Meskipun hanya setahun sekali dia mendatangi rumah ibunya, Alanis tidak akan lupa jalan menuju tempat tinggal mamanya. Di dalam taksi yang membawanya ke sana, hati Alanis berdebar hebat. Keinginan untuk menangis tiba-tiba datang seperti langit yang tertutup oleh awan gelap yang siap untuk menjatuhkan rintik-rintik hujan.

Dia tidak dapat berpikir mantap apakah keputusannya untuk mendatangi rumah Airin malam ini adalah keputusan yang tepat atau tidak. Dia hanya meyakini bahwa Evelyn tidak akan main-main dengan pembalasan yang diceritakan gadis itu beberapa jam yang lalu.

Kehadirannya di rumah Airin seperti ada kekuatan yang mendorongnya untuk menyelesaikan masalah, yang mau tidak mau pasti akan ada sangkut pautnya dengan dirinya. Hingga dia telah berdiri di depan pintu rumah cantik bergaya minimalis itu, jantungnya masih saja tak berdetak normal. Kakinya juga kian gemetar saat menunggu pintu terbuka setelah dia menekan bel dua kali. Ketika suara kunci yang berputar terdengar, spontan Alanis mundur satu langkah.

“Ngapain lo kemari?”

***

Continue Reading

You'll Also Like

469K 50.8K 22
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
2.6M 139K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
505K 38K 27
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
502K 54.3K 22
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santrinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah dip...