EPHITYMIA

By permen_jahe

40.7K 3.6K 250

Disc : Naruto by Masashi Kishimoto No Summary More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Ekstra

Bab 6

2.5K 280 12
By permen_jahe

Ini tidak baik. Sasuke jelas merasakannya. Naruto terlalu menempel padanya, seperti permen karet yang terinjak, tidak bisa disingkirkan. Temannya itu bisa duduk berjam - jam di kafe tempatnya bekerja hanya untuk memandanginya. Memang tidak mengganggu, tapi Sasuke risih di buatnya.

Setiap saat Sasuke selalu melihat Naruto di sekitarnya. Seolah menjadi bayangan yang mengikutinya kemanapun. Tidak mudah untuk Sasuke menghindari Naruto karena nyatanya mereka satu asrama dan satu kamar. Kegiatannya selepas sekolahpun tidak banyak, hanya pergi kerja, atau ke rumah sakit. Sasuke terlalu malas untuk ikut kegiatan sekolah, selebihnya akan dihabiskan di kamar mengerjakan tugas. Otomatis dia akan selalu melihat Naruto di sekitarnya. Sasuke hanya bisa merasa lega saat dia ada di kelas atau mengunjungi ibunya di rumah sakit. Di tempat - tempat itu, Sasuke tidak merasakan kehadiran Naruto di sekitarnya.

"Aku ingin pindah''

Mikoto mengerutkan dahi mendengar perkataan putranya.

"Aku ingin menyewa kamar sendiri'' Sasuke mencoba menjelaskan.

"Kau tidak suka tinggal di asrama hum?'' Mikoto meraih tangan Sasuke, menggenggamnya erat.

Sasuke menggigit bibir, dia tidak mungkin mengatakan apa yang terjadi sebenarnya. Dia tidak ingin ibunya merasa khawatir.

"Aku hanya ingin tinggal sendiri saja''.

Mikoto menghela napas. Sasuke masih terlalu muda untuk tinggal sendiri tanpa pengawasan orang dewasa. Dia takut jika ada apa - apa tidak akan ada yang bisa menolongnya. Kekhawatiran yang wajar untuk orang tua.

"Kalau kau tidak ingin tinggal di asrama, tinggalah dengan ayahmu. Berbahaya jika kau tinggal sendiri''

Reflek, Sasuke menarik tangannya yang di genggam Mikoto. Melepaskan diri dari ibunya. Bukan itu yang ingin dia dengar. Sasuke sama sekali tidak pernah berpikir untuk tinggal dengan ayah kandungnya.

"Sebelum pindah kesini, aku juga tinggal sendiri''

Sasuke segera menyesali ucapannya, karena wajah ibunya langsung berubah sedih. Wanita itu pasti merasa bersalah dengan keadaannya. Karena dia sakit dan harus di rawat di rumah sakit, membuatnya harus meninggalkan Sasuke di flat kecil yang mereka sewa sebelum mereka pindah kesini.

"Ibu minta maaf...''

"Tidak. Bukan itu maksudku'' Sasuke buru - buru menyela ''Aku hanya ingin Ibu tahu, kalau aku bisa jaga diri. Ibu tidak perlu khawatir. Aku hanya ingin belajar bertanggung jawab untuk hidupku sendiri''

Sasuke berdiri, menggenggam tangan kurus ibunya. Mendadak wanita itu terbatuk keras, hingga wajahnya memerah. Sasuke panik. Di tekannya tombol di dinding, memanggil bantuan.

Beberapa menit seorang dokter dan perawat menerobos masuk. Sasuke tidak berbuat apa - apa selain mundur dan membiarkan yang lebih ahli menangani ibunya. Perawat yang ikut masuk meminta Sasuke untuk keluar.

Sasuke hanya bisa bersandar di dinding. Tubuhnya gemetar, dengan kedua tangan mengepal. Rasa dingin menjalar di tulang punggungnya, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan. Perlahan tubuhnya merosot ke lantai. Duduk memeluk lutut dan membenamkan wajahnya.

Hinata berkali - kali mengecek ponselnya tapi orang yang dikirimi pesan tidak juga menjawab, bahkan pesannyapun belum dibaca. Berdiri gelisah di depan kafe yang seharusnya tempat kerja Sasuke. Dan sekarang sudah lebih dari jam delapan, tapi orang yang ditunggunya belum muncul. Dia tahu hari ini Sasuke tidak kerja karena sedang menjenguk ibunya. Sasuke sudah mengatakannya saat Hinata mengajaknya pergi. Sasuke memintanya untuk menunggu disana, tapi sudah lebih dari tiga puluh menit orang yang ditunggunya belum muncul. Jika lewat lima menit Sasuke belum juga datang, Hinata tidak akan lagi menunggunya.

"Kau tidak masuk?''

"Auw...'' Hinata melompat kaget saat seseorang menepuk pundaknya dari belakang.

Tubuhnya berbalik dan mendapati senyum lebar menyambutnya. Seketika dadanya berdebar kencang, tapi gadis itu langsung menarik napas panjang mencoba menenangkan diri.

"Ckk... kau mengagetkanku Senpai''

Naruto tersenyum lebar hingga matanya menyipit melihat adik kelasnya itu mengelus dada, lalu reflek merapikan anak rambutnya yang sebenarnya baik - baik saja, hanya untuk menutupi kegugupannya.

"Kau menunggu siapa?'' Naruto memasukan kedua tangan ke saku jaketnya. Sikapnya membuat Hinata menunduk malu.

Bagaimanapun Hinata pernah menyukai pemuda di depannya ini meski Naruto tidak pernah menanggapi perasaannya. Ya, 'pernah' karena sekarang sepertinya ada orang lain yang disukainya. Memikirkan itu membuat Hinata menggigit bibir diam - diam, berusaha menahan senyumannya.

"Aku menunggu Sasuke'' jawabnya lirih, masih dengan wajah menunduk, membuatnya tidak melihat senyuman Naruto yang lenyap dan berganti ekspresi datar.

"Oh..'' Naruto memandangi Hinata yang masih belum berani memandangnya. Padahal gadis ini dulu mengejar - ngejarnya, tapi sekarang sepertinya perasaannya sudah berpindah ''Kenapa tidak masuk?''

Hinata tidak menyadari perubahan intonasi suara Naruto ''Hari ini Sasuke kan tidak masuk kerja. Dia sedang di rumah sakit menjenguk ibunya''.

Setelah berhasil menenangkan diri, Hinata akhirnya berani menatap wajah Naruto dan memberikan senyum malu - malu pada kakak kelasnya itu. Sama sekali tidak memperhatikan jika aura Naruto berubah, tidak lagi seperti saat dia datang.

"Lalu.. kenapa kau disini?''

"Sasuke menyuruhku menunggunya disini'' jawabnya.

"Sudah ditelpon?''

"Aku sudah mengiriminya pesan, tapi tidak dibaca'' wajah Hinata terlihat kesal dan itu tidak luput dari pengamatan Naruto.

"Aku akan menelponnya''

Satu lengkung senyum terbentuk di wajah gadis itu. Naruto hanya sedikit menaikan sudut bibirnya, lalu sibuk dengan ponsel di tangannya.

Beberapa kali dicoba dan belum ada jawaban. Hinata yang masih menunggu jadi khawatir, mungkin terjadi sesuatu dengan Sasuke atau ibunya. Gadis itu terus memandangi Naruto yang masih berdiri diam dengan ponsel menempel di telinga dan kini berdiri membelakanginya. Kakak kelasnya itu berbicara dan sepertinya itu Sasuke, meski Hinata tidak bisa mendengar suara di telpon itu.

"Sasuke menunggu di rumah sakit. Katanya kondisi ibunya sedang tidak baik'' Raut wajah Naruto begitu khawatir dan mau tidak mau itu menular juga pada Hinata.

"Bagaimana kalau kita kesana. Aku juga ingin menjenguk ibu Sasuke'' mata indah gadis itu mengerjap mendengar ajakan Naruto. Tidak buruk. Sasuke juga tidak mungkin bisa pergi jika keadaan ibunya sedang tidak baik kan. Tidak masalah kalau jalan - jalan kali ini batal, masih ada banyak waktu.

Hinata mengangguk setuju ''Tapi aku ke toilet dulu. Bisa titip tas ku'' Hinata menyodorkan tas kecil yang dibawanya. Dan dengan senang hati Naruto menerimanya.

Dengan sedikit berlari, Hinata memasuki kafe untuk menumpang ke kamar mandi. Mungkin juga dia bisa membeli beberapa camilan juga.

Naruto menghela napas, memandangi ponsel di tangannya. Memikirkan keadaan Sasuke sekarang. Sasuke tidak cerita kalau dia tidak masuk kerja, dan dia berniat menjemput temannya itu. Nyatanya yang dia temui malah Hinata.

Suara musik riang terdengar. Naruto memperhatikan tas kecil milik Hinata yang ada di tangannya. Suara itu berasal dari sana. Tanpa berpikir apapun Naruto membuka tas itu dan mendapati sebuah panggilan masuk di ponsel milik gadis itu.

Matanya memicing dengan kerutan di dahi begitu melihat nama seseorang bergerak - gerak di layar ponsel, seirama dengan suara deringnya.

Naruto mendengus dengan satu sudut bibir terangkat. Tangannya menggeser layar ponsel Hinata, mematikan panggilan itu. Tatapan Naruto masih belum beralih, menunggu kalau ponsel itu berbunyi lagi, tapi setelah beberapa saat tidak ada apapun. Naruto menekan tombol untuk menon aktifkan ponsel Hinata hingga yang tersisa hanya layar yang menghitam.

"Maaf lama''

Naruto kembali memasang senyumnya saat Hinata kembali. Mengangsurkan tas yang dititipkan padanya.

"Ayo pergi''

Hinata mengangguk, semangat. Keduanya berjalan beriringan. Sebenarnya Naruto berjalan dua langkah di belakang gadis itu dengan kedua tangan di saku jaket dan wajah sedikit menunduk menyembunyikan senyum tipisnya.

Helaan napas kasar dikeluarkan Sasuke. Perasaannya masih tidak karuan. Kondisi ibunya sempat membuatnya khawatir tadi, tapi untung segera bisa ditangani dan kini wanita itu sudah baik - baik saja. Awalnya Sasuke berniat untuk menginap di rumah sakit, tapi ibunya melarang. Dia juga ingat masih ada tugas sekolah yang belum selesai, jadi meski dengan berat hati Sasuke pulang.

Sasuke duduk di bus. Memilih kursi paling belakang di dekat jendela. Sengaja memilih di pojokan untuk menghindar dari perhatian. Kepalanya di sandarkan di kaca jendela. Meski kadang terantuk, tapi Sasuke tidak berniat untuk menegakan leher. Dia terlalu lelah bahkan untuk mengangkat kepalanya.

Sasuke merogoh sakunya, mengecek ponsel yang sejak tadi didiamkannya. Beberapa pesan dari Hinata membuat dahinya mengeryit. Dia baru ingat jika dia punya janji dengan gadis itu. Sasuke tidak tega menolak saat gadis itu kembali memintanya untuk menemaninya jalan. Lagipula Hinata gadis yang baik, juga cantik. Sasuke tersenyum tipis saat memikirkan itu. Sepertinya Naruto akan menyesal jika sampai melewatkan Hinata. Mengingat temannya itu membuat Sasuke merenung lagi, tapi tidak lama. Sasuke harus memberitahu Hinata kalau dia tidak bisa pergi. Meminta maaf pada gadis itu. Sasuke yakin Hinata sedang menunggunya saat ini.

Sasuke baru akan mengetik di layar ponselnya saat sebuah panggilan masuk. Nama Naruto muncul di layar. Sasuke sedang tidak ingin bicara dengan Naruto. Beberapa hari ini dia menghindari temannya itu, meski tidak sepenuhnya berhasil karena mereka adalah teman sekamar. Tapi Sasuke berusaha agar interaksi mereka tidak terlalu sering. Sasuke lumayan terganggu dengan tingkah Naruto yang seolah mengikutinya kemanapun dia pergi. Sering sekali menelponnya hanya untuk menanyakan keberadaannya. Sasuke merasa itu tidak wajar untuk hubungan mereka yang hanya teman. Beberapa hari ini Sasuke juga sudah memikirkan untuk keluar dari asrama dan memilih tinggal sendiri. Tapi sepertinya akan sulit. Sekolah sebenarnya tidak mewajibkan siswanya untuk tinggal di asrama, hanya saja pihak sekolah lebih menyarankan itu. Kebanyakan orang tua juga percaya pada pihak sekolah, mengingat reputasi sekolah itu yang sangat baik.

Dering di ponselnya berhenti tanpa Sasuke sadari. Sasuke pikir Naruto akan menyerah, tapi ponselnya kembali berbunyi. Dua kali, tiga kali. Sasuke sudah hampir menggeser tombol hijau, tapi jarinya hanya diam di atas layar, hingga akhirnya panggilan itu berhenti. Benar - benar berhenti. Sasuke menghela napas lega. Tapi pemuda itu masih menunggu beberapa lama, siapa tahu berbunyi lagi. Setelah sepuluh menit, layar ponselnya tetap hitam.

Sasuke menyalakan lagi layar ponselnya. Kembali ke tujuan awal, menghubungi Hinata. Sasuke memilih untuk menelpon gadis itu dibanding harus mengiriminya pesan. Dia harus meminta maaf secara langsung. Sasuke menunggu panggilannya di jawab, tapi justru sambungan terputus. Sasuke mengeryit lagi, memandangi ponselnya. Hinata mematikan panggilannya. Sepertinya gadis itu marah. Sasuke mencoba lagi, tapi kali tidak tersambung. Sasuke menduga Hinata mematikan ponselnya.

Sasuke memijat keningnya dengan dua jari. Besok dia harus meminta maaf dan menjelaskan semuanya pada Hinata.

"Hey... kau tidak di tempat Kakashi?''

Sasuke menoleh, mendapati kursi di sebelahnya terisi. Seorang pria dengan rambut putih dan kaca mata, tersenyum ramah padanya. Sasuke berusaha mengingat dimana dan siapa orang ini yang sepertinya mengenalnya.

"Kau tidak ingat?''

"Ah...'' Sasuke mendesah begitu otaknya menampilkan informasi tentang pria ini ''Kabuto. Temannya Naruto'' ucapnya.

Tawa pria itu menarik beberapa penumpang untuk menoleh ke arah mereka. Kabuto menunduk, meminta maaf karena sudah mengganggu.

"Senang kau masih mengingatku''

Sasuke menanggapinya dengan senyum tipis. Tidak berniat mengobrol karena Sasuke memang agak payah kalau mencari bahan obrolan.

"Kau darimana. Bukankah harusnya kau sedang kerja?'' Tanya Kabuto.

"Aku ijin hari ini. Ada urusan'' Sasuke sama sekali tidak berniat menjelaskan urusannya, dan Kabuto juga tidak memaksa Sasuke untuk memberi tahu.

"Bagaimana dengan Naruto?''

Sebelah alis Sasuke naik ''Naruto? Tentu saja dia baik - baik saja''

"Maksudku, kau dan dia terlihat dekat. Naruto menganggapmu orang yang penting untuknya. Jadi bagaimana?''

Sasuke menggeser posisi duduknya agar lebih nyaman. Dia tidak terlalu paham dengan pembicaraan ini. 

"Maksudnya? Kami biasa saja''

"Kau sepertinya tidak paham'' Kabuto memiringkan duduknya agar menghadap Sasuke "Naruto tidak pernah mau ikut campur atau bersusah payah untuk orang lain jika anak itu tidak tertarik dengan orang itu. Maksudku, dia membantumu mendapat kerja dia juga menghajar Pain dan gengnya untuk menolongmu, hal yang biasanya tidak akan dilakukan Naruto''

"Bukankah itu wajar. Menolong orang'' Sasuke masih bingung.

"Yah... memang wajar, untuk orang normal, tapi tidak wajar untuk Naruto. Aku tanya padamu, apa anak itu meminum obatnya?''

Kerutan di dahi Sasuke semakin menebal. Obat apa? Apa Naruto sakit. Selama ini Sasuke melihat Naruto tampak baik - baik saja. Tidak ada keluhan sakit.

"Obat... apa?'' Pertanyaan Sasuke mengambang. Dia sendiri tidak yakin dengan yang diucapkannya.

"Tentu saja obat untuk membuat otaknya tetap waras''

Jantung Sasuke berdetak lebih cepat dari sebelumnya begitu mendengar ucapan Kabuto. Mendadak ada perasaan cemas dan takut yang tidak dia mengerti. Percakapan orang tua Naruto yang tidak sengaja dia dengar kembali terngiang di telinganya.

"Apa Naruto pernah melakukan sesuatu?'' Tanya Sasuke semakin penasaran.

"Hah... sebenarnya aku tidak suka membicarakan hal ini, apalagi di tempat umum, tapi karena kau dekat dengan Naruto, aku sarankan kau untuk hati - hati bertindak''

"Apa Naruto....''

"Tidak. Dia tidak akan menyakitimu, tapi dia bisa menyakiti orang - orang di sekitarmu''

Sasuke tidak tahu bagaimana harus menanggapi hal yang baru diketahuinya ini. Yang dia lakukan hanya memperbaiki posisi duduknya, menegakan punggung dan menatap lurus ke depan. Kedua tangannya yang berada di atas paha, mengepal erat. Sasuke berusaha mengingat semua hal yang sudah dilakukan Naruto padanya. Ingatan - ingatan itu melintas begitu saja dalam kepalanya. Dia ingat pada orang yang membullynya di sekolah. Dia juga ingat dengan berandalan yang menganggunya. Lalu dia ingat perkataan Sakura untuk menjauh dari Naruto. Lalu robekan sketsa wajah Sakura. Sasuke belum bisa merangkai semuanya, tapi dia harus tahu sekarang. Dia harus tahu agar nantinya bisa menghindar dari teman sekamarnya itu.

TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

152K 15.3K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
8.1K 1.1K 44
Bercerita tentang dua kakak beradik yg kehilangan ibunya di usia yg masih kecil dan memiliki ayah yg selalu memukul dan mengutuk anaknya.. Seorang k...
26.6K 1.3K 5
fanfic random tentang narusasu ©Naruto belongs to Masashi Kishimoto
10K 882 8
Saat Naruto masih hidup, Sasuke bahkan tidak bisa menjaganya dari kejahatan orangtuanya. Dia sangat mencintai sang terkasih, bahkan sampai tanah mera...