His Eyes (TAMAT)

By AyaEmily2

1.7M 202K 9.4K

[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Dennis Anthony, mantan narapidana percobaan pembunuhan terhadap kekasih wan... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18a
18b
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29a
29b
30a
30b
31
32a
32b
33
34a
34b
35a
35b
36
37
38a
38b
39
41
42
43
44
Epilog

40

29.3K 3.3K 119
By AyaEmily2

Senin (13.52), 04 Oktober 2019

---------------------------

Polisi yang menembak Ellias adalah sahabat baik Ryno. Dia mengaku turut terlibat dalam segala kejahatan yang dilakukan Ryno dan merupakan saksi atas hubungan gelap yang terjalin antara Ryno dan Rennie.

Rupanya penembakan atas Ellias merupakan perintah dari Ryno sebagai jalan akhir jika semuanya gagal. Menurut Ryno lebih baik Ellias mati daripada hidup tersiksa. Bahkan yang membuat semua orang terkejut, polisi itu juga telah membunuh Ryno agar sang sahabat tidak terlalu lama menderita. Dan benar saja. Semua orang yang sebelumnya fokus untuk menangkap Ellias tak cepat mendapat informasi mengenai kematian Ryno dari klinik akibat beberapa tembakan di dada dan perutnya.

Sama sekali tak ada penyesalan dalam raut wajah polisi itu meski dia telah menghabisi nyawa seseorang yang diakuinya sebagai sahabat. Dia terlihat begitu tenang. Menceritakan semuanya dengan datar.

Sementara itu Ellias yang dalam masa kritis, akhirnya menghembuskan napas terakhir di rumah sakit tempat Dennis pernah dirawat. Kematiannya hanya berselang beberapa jam begitu dia berhasil tiba di rumah sakit.

Tak peduli kejadian buruk bahkan terbilang mengerikan beberapa minggu terakhir, Ellen tetap tak bisa menyembunyikan kepedihannya atas kepergian Ellias. Satu-satunya saudara yang ia miliki akhirnya pergi tak lama setelah kematian sang Ayah. Itu membuatnya merasakan sakit yang teramat sangat hingga Ellen berharap dirinya hilang kesadaran. Tapi saat hal itu diinginkan, Ellen tak sekalipun pingsan. Matanya tetap terbuka dan otaknya tetap bekerja untuk menerima pukulan yang bertubi-tubi.

Malam hari setelah Ellias dimakamkan, Ellen meminta Dennis dan Xavier mengantarnya ke tempat Rennie masih terkurung. Kedua lelaki itu saling pandang. Mereka khawatir Ellen tak mampu menampung satu luka lagi yang pasti akan diciptakan Rennie begitu mereka bertemu. Namun Ellen bersikeras hingga akhirnya kedua lelaki itu mengalah dan bersedia mengantar Ellen.

Sementara itu Sintha yang lagi-lagi tak dilibatkan, merajuk pada sang suami. Padahal dia ingin sekali mengamati insiden ini dari dekat dan berharap ada bahan untuk menggarap cerita barunya. Namun Xavier tetap bersikeras bahwa Sintha tidak boleh ikut.

Ellen tampak terkejut mengetahui bahwa Rennie dikurung di rumah Dennis dengan diawasi dua lelaki yang merupakan anak buah Xavier. Tanpa bisa dicegah, dadanya berdenyut nyeri menyadari ibunya dikurung bagai narapidana. Mengabaikan fakta berubahnya sikap Rennie beberapa minggu ini, wanita itu telah membesarkan Ellen dengan penuh kasih. Ellen tak bisa menghapus begitu saja kenangan-kenangan indah masa lalu mereka.

Mendadak Dennis mencengkeram siku Ellen begitu mereka tiba di depan pintu. Ellen menoleh menatap Dennis tanpa bisa menyembunyikan kepedihannya.

"Kalau kau tidak sanggup, kita bisa menemuinya di lain waktu," saran Dennis lembut.

Ellen menggeleng pelan sebagai tanggapan. "Sekarang ataupun lain waktu, tetap tak akan mengubah apa yang akan kualami di dalam sana."

"Setidaknya kau punya waktu untuk menenangkan diri."

Kembali Ellen menggeleng. "Aku ingin menyelesaikan semua dengan cepat. Aku sudah lelah." Suaranya berubah serak dan pelan di kalimat terakhir.

Akhirnya Dennis mengalah lalu melepas siku Ellen. Dia sadar meski ingin, dirinya tidak bisa mendampingi Ellen menemui Rennie. Ini masalah antara ibu dan anak.

"Baiklah. Kami akan menunggu di sini. Teriak saja jika Rennie melakukan hal buruk padamu."

Ellen tersenyum kecil seolah Dennis tengah melucu. Padahal Dennis serius dengan ucapannya. Setelahnya salah satu anak buah Xavier membukakan pintu. Lalu Ellen masuk ke rumah yang cukup dikenalnya namun kini terasa asing dengan banyak barang yang berserakan. Beruntung tak banyak perabot di rumah Dennis. Namun ini sudah cukup membuktikan bahwa yang menempati rumah ini sekarang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengamuk dan berusaha menghancurkan barang-barang.

"Ibu...," panggil Ellen pelan seraya menatap sekeliling. Tampaknya barang-barang pribadi Dennis sudah dipindahkan dari rumah ini.

Hanya dengan satu panggilan itu, orang yang dicari Ellen keluar dari arah dapur dengan penampilan yang tidak serapi biasanya. Namun masih dalam tahap wajar untuk ukuran orang yang berada dalam rumah bagai penjara.

"Oh, rupanya kau." Nada suara Rennie terdengar sangat sinis. Dia melipat kedua tangan di depan dada sambil menatap Ellen meremehkan. "Aku cukup lama bertanya-tanya siapa yang mendalangi semua ini. Ternyata anak kesayangan James. Kenapa? Apa kau berharap dengan begini aku tak lagi mengacaukan hidupmu?"

Hati Ellen pedih mendengar Rennie berkata bahwa dirinya adalah anak kesayangan James. Bukankah dirinya juga anak kandung Rennie?

"Ibu, kenapa kau berkata seperti itu? Aku anak kandungmu juga, kan? Kenapa kau perlakukan aku seperti anak Ayah dengan wanita lain?"

Rennie menatap Ellen lama lalu memilih duduk di satu-satunya sofa dalam ruangan itu. Lalu dia berkata tanpa melihat ke arah Ellen, "Karena sejak James tahu bahwa Ellias bukan anak kandungnya, dia selalu memperlakukan kami dengan buruk. Kata-katanya yang paling menjengkelkan, 'Hanya Ellen keluargaku. Rumah ini dan seluruh aset kekayaanku akan menjadi miliknya. Kenapa kau sangat tidak tahu malu masih berani tinggal di sini?'" Rennie tersenyum sinis. "Aku bertahan hanya demi Ellias. Aku sudah bersumpah tak akan keluar dari rumah itu tanpa membawa sebagian atau bahkan seluruh kekayaan James untuk Ellias."

Penjelasan Rennie malah menambah daftar pertanyaan dalam kepala Ellen. Kalau James juga memperlakukan Ellias dengan buruk karena membenci Ellias yang bukan merupakan anak kandungnya, kenapa dia masih membiarkan mereka tinggal di rumahnya dan bukannya benar-benar mengusir seperti ancamannya pada Rennie? Dan bukankah Ellias mengatakan bahwa James sudah tahu mengenai perasaan Ellias pada Ellen lalu menentang? Jika benar begitu, tidak ada lagi alasan untuk mempertahankan mereka tetap di rumahnya, kan?

"Ayah bisa saja benar-benar mengusir kalian. Tapi kenapa dia tetap membiarkan kalian tinggal?" tanya Ellen kemudian.

Mendadak Rennie tertawa. "Akhirnya keluar juga sifat aslimu. Sudah kuduga begitu mendengar bahwa seluruh aset kekayaan James akan diserahkan padamu, kau akan mempertanyakan hal itu."

Ellen mengabaikan pertanyaan penuh sindiran Rennie dan memilih fokus untuk mendapat jawaban. "Jadi, kenapa?"

Lagi-lagi Rennie menatap Ellen sinis sebelum berkata, "Itu juga yang menjadi pertanyaanku. Aku sendiri tidak mengerti jalan pikiran James."

Ellen terdiam. Pertanyaan ini tampaknya tidak akan pernah mendapat jawaban mengingat James telah tiada. Tapi Ellen tidak akan pernah tenang tanpa sedikit saja jawaban meski dari hasil kira-kira. Dia berpikir keras, mengingat semua ucapan Ellias lalu berusaha menggabungkannya dengan pernyataan Rennie. Lalu sebuah kesimpulan muncul dalam benaknya.

"Apa Ayah juga memperlakukan Ellias dengan buruk seperti perlakuannya padamu?"

"Dia membenci kami berdua," geram Rennie. "Terlebih sangat membenci Ellias karena merasa harus membesarkan anak dari hasil selingkuhan istrinya selama bertahun-tahun."

Namun jawaban Rennie belum bisa membuat Ellen puas. "Coba ingat-ingat apa Ayah pernah berkata buruk langsung pada Ellias? Apa Ayah pernah memperlakukan Ellias seperti perlakukannya padamu?" tanpa menunggu tanggapan Rennie, dia menjawab sendiri pertanyaannya. "Kurasa tidak. Karena Ayah hanya marah dan membencimu atas kelakuanmu. Tapi dia masih tetap memperlakukan Ellias seperti biasa. Seperti anak kandungnya. Tidakkah kau melihat itu?"

Rennie tampak tertegun.

Melihat itu Ellen melanjutkan, "Dia mengatakan semua ancaman kosongnya hanya untuk membuatmu terluka. Tapi kurasa dia tak akan pernah melakukannya. Dia menyayangi Ellias sama besarnya seperti menyayangiku. Itu sebabnya juga dia tidak pernah memberitahumu perasaan terlarang yang dimiliki Ellias."

Rennie mendongak tiba-tiba ke arah Ellen. "Apa maksudmu?"

Akhirnya air mata Ellen jatuh tapi dia buru-buru menyekanya. "Ellias sudah mengakui semua. Bukan harta warisan yang menjadi alasannya membunuh Ayah. Tapi karena aku. Ayah menentang perasaan cintanya padaku. Cinta seorang lelaki pada wanita. Aku tidak tahu bagaimana detailnya. Tapi yang Ellias bilang, dia membunuh Ayah karena Ayah menentang perasaannya. Ayah berkata bahwa—" Ellen tercekat lalu dengan suara bergetar dia melanjutkan, "bahwa Ellias harus membunuhnya dulu untuk memiliku. Karena itu Ellias membunuhnya. Bukan karena harta warisan karena Ellias sudah siap kehilangan semua itu. Tapi karena aku—" ada nada marah yang ditujukan pada dirinya sendiri. "karena dia mencintaiku."

Rennie berdiri. "Kau hanya mengarang cerita. Ellias tidak mungkin memiliki perasaan semacam itu."

Ellen menyeka air mata di sudut matanya. "Aku tidak bisa memaksamu untuk percaya. Aku hanya memberitahumu pengakuan Ellias."

"Di mana Ellias?! Antar aku menemuinya!"

Kali ini Ellen membiarkan air matanya menitik saat dia membalas tatapan Rennie. "Dia sudah meninggal. Ellias bunuh diri karena keinginannya tak bisa tercapai." Ellen merasa tidak perlu menjelaskan lebih detail kejadiannya. Hal ini saja sudah pasti mengguncang perasaan Rennie.

"Tidak mungkin! Kau memang benar-benar pembual!"

"Aku tidak berbohong." Suara Ellen bergetar.

"Kau sengaja ingin menipuku! Kau tidak ingin aku bertanya pada Ellias, kan?!"

Ellen diam. Hanya menatap Rennie dengan air mata berlinang.

"Kalau begitu aku akan ke rumah sakit menemui Ryno. Dia pasti sudah sadar. Kau dan mereka semua yang melakukan hal buruk ini pada kami akan menerima balasannya."

Rennie sudah bergegas menuju pintu depan yang masih terkunci rapat. Tapi baru beberapa langkah, dia berhenti begitu mendengar ucapan Ellen.

"Ryno juga sudah meninggal."

Rennie berbalik menghadap Ellen lalu tanpa diduga menyerang Ellen dengan kemarahan yang tampak jelas dalam matanya.

"Anak tidak tahu diri! Kalau kau marah padaku, tidak perlu mengarang cerita mengenai mereka. Dasar jalang! Apa penjantanmu itu yang mengajarimu untuk berbohong, hah?!"

Ellen hanya diam sambil terisak. Membiarkan Rennie meluapkan amarah dengan memukulinya.

Teriakan dan seruan marah Rennie yang terdengar hingga keluar rumah membuat Dennis, Xavier, serta dua anak buahnya bergegas masuk. Begitu melihat Ellen dalam amukan Rennie, dua anak buah Xavier bergegas menarik kedua tangan Rennie sementara Dennis menarik Ellen ke dalam dekapannya.

"Wah... wah... kau di sini juga rupanya." Rennie menatap penuh kebencian ke arah Dennis. "Pasti kau yang mengajari Ellen berbohong begitu, kan?"

Dennis hanya diam memandang Rennie. Dia tidak tahu apa yang dimaksud Rennie. Namun Dennis menduga ini berhubungan dengan berita kematian Ellias dan Ryno.

"Ellen, dengarkan kata-kataku. Urusan kita tidak ada hubungannya dengan mereka. Jadi jangan pernah mengarang cerita lagi mengenai mereka. Aku tidak akan pernah percaya."

Mendadak Ellen melepaskan diri dari Dennis lalu dia berdiri cukup dekat di depan Rennie yang kedua tangannya masih dicengkeram anak buah Xavier.

"Bilang kau masih punya aku," suara Ellen serak dan wajahnya sudah basah penuh air mata. "Kita masih bisa hidup bersama. Lupakan semua yang terjadi sekarang dan kita mulai lembaran baru."

Rennie tersenyum sinis. "Aku sudah tidak mengakuimu sebagai anak."

"Ibu...," Ellen semakin terisak.

Rennie mengabaikan Ellen lalu menoleh ke arah Xavier yang hanya berdiri menonton dekat pintu masuk. "Terserah mau kau apakan aku. Tapi pertemukan dulu aku pada Ryno dan Ellias. Mereka harus tahu apa yang telah kau lakukan padaku."

Xavier hanya mengangguk sebagai tanggapan tanpa mengatakan apapun.

"Ibu, kau tidak perlu pergi. Kau masih punya aku." Ellen masih berusaha mencegah Rennie menghadapi pil paling pahit dalam hidupnya.

Namun Rennie tak menanggapi ucapan Ellen. Dia terus berjalan mengikuti langkah anak buah Xavier yang setengah menyeretnya keluar.

Ellen semakin terisak hingga jatuh terduduk di lantai yang kotor. Dia yakin, tak akan pernah lagi bisa meraih sang Ibu begitu wanita itu menyadari kenyataan pahit di depan matanya. Kematian dua orang yang begitu ia sayang akan menjadi pukulan yang amat menyakitkan bagi Rennie.

Dennis setengah berlutut di samping Ellen lalu menarik Ellen ke dalam pelukannya. Tangis wanita itu kian pecah dan Dennis membiarkannya. Tanpa kata-kata hiburan. Hanya belaian lembut di belakang kepala Ellen.

"Aku sendirian sekarang," akhirnya Ellen berkata. "Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Keluargaku hancur dan akulah penyebabnya. Andai aku tidak pernah pulang."

"Dan semuanya akan tetap terjadi meski dengan jalan yang sedikit berbeda kalau Ellias tetap mempertahankan perasaannya." Dennis mengecup lembut puncak kepala Ellen sebelum melanjutkan, "Jangan hanya menyalahkan dirimu sendiri. Mereka sama-sama memiliki pilihan. Pilihan itu yang membuat kalian semua berada di titik ini."

"Tapi akulah pemicunya," isak Ellen.

Ellias melepas pelukan lalu memegang pipi Ellen dengan kedua tangan. "Apa kau yang mengendalikan perasaan Ellias? Apa kau yang mengendalikan kebencian ibumu pada ayahmu?"

Ellen tak menanggapi. Hanya terus terisak pelan tanpa berani menantang mata Dennis.

"Jangan salahkan dirimu sendiri, mengerti?"

Ellen tetap bungkam. Namun Dennis juga tak mendesak lebih jauh. Wanita itu butuh waktu untuk menerima semua. Dan butuh waktu lebih lama untuk kembali menjadi dirinya yang dulu. Untuk bisa menjalani hari-harinya kembali.

Akhirnya Dennis mengangkat Ellen ke dalam gendongannya lalu membawa wanita itu keluar dari sana.

---------------------------

~~>> Aya Emily <~~

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 80K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
79.9K 3K 27
Alex Ryder seorang Direktur suatu perusahaan keluarga yang senang menghabiskan waktu luangnya dengan bermain bersama banyak wanita. Tapi, dia menemuk...
952K 76.4K 34
(Spin-off dari Tranquility) She is an Angel. He is the Ghost. She is the Light in his dark cruel world. His redemption. His Savior. His Lover. HIS LI...
3.8M 594K 45
Kayana memilih memulai hidup baru di tempat yang jauh dari masa lalunya setelah perceraian yang menyakitkan beberapa tahun lalu. Meskipun tidak muda...