SARANGKALA

By riankobe

32K 1.6K 141

Demit penculik bayi yang meneror sebuah kampung di kota Banten More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 15

Chapter 14

1.5K 95 3
By riankobe

Pagi hari sekitar jam 7, warga desa berkumpul di teras masjid. Setelah mendapat laporan dari suami Wati, pak RT langsung mengumpulkan para warga lelaki. musyawarah dilakukan untuk melakukan pencarian bayi bu Warsih. Kamu dan Sari ikut datang untuk memberi keterangan sebagai saksi pertama hilangnya si bayi.

Kamu dan Sari tidak terlalu susah menjelaskan kronologi hilangnya si bayi karena banyak warga yang langsung percaya. Tidak ada warga kampung yang mempertanyakan keanehan ataupun kejanggalan, kejadian mistis seperti sudah menjadi bagian hidup dari warga kampung sini.

Namun satu lagi masalah selain hilangnya si bayi. setelah semalam kampung diguyur hujan yang lebat dan angin kencang, gardu listrik yang berada dipintu masuk desa rusak karena tertimpa pohon tumbang. Jembatan gantung yang menghubungkan desa dengan desa lainpun putus karena diterjang banjir bandang disungai besar. Semua itu dilaporkan seorang warga yang rumahnya terletak dipintu masuk desa.

"Bagaimana ini pak RT ?" Tanya salah satu warga.

"Saya rasa sekarang yang harus didahulukan adalah mencari bayi bu warsih dulu. Mengenai gardu listrik yang rusak nanti kita lapor pak lurah saja. sementara ini untuk jembatan yang putus, saya tadi sudah minta beberapa bapak-bapak untuk membuat rakit bambu untuk menyebrang bila ada warga yang mau keluar desa."

"Tapi untuk mencari bayi bu warsih, tampaknya kita butuh bantuan dukun pak " usul salah satu warga.

sayangnya didesa tidak ada warganya yang berprofesi dukun ataupun warga yang memiliki kemampuan berhubungan dengan dunia ghoib. Kata Wati kepada kamu, dulu banyak sesepuh desa yang mengusai ilmu-ilmu kebatinan, namun seiring waktu orang-orang dengan kemampuan supranatural telah meninggal dan anak cucunya tidak ada yang mau meneruskan.

"berat neng kalau punya ilmu seperti itu, makanya tidak ada penerusnya." Kata Wati menambahkan.

"Sementara ini kita cari dengan kemampuan dan pengetahuan yang kita punya saja." Kata pak RT.

Para warga lelaki dan juga beberapa perempuan membantu pencarian, mereka keliling kampung untuk mencari bayi bu warsih. setelah kampung disisir dan tak mendapatkan hasil, pencarian berpindah ke kebun dan hutan yang berada dibelakang desa. Konon katanya kata Wati kepada kamu bahwa semasa dia kecil sering kejadian anak-anak yang hilang dan biasanya keesokan harinya anak-anak ditemukan dihutan dibelakang kampung.

Pencarian dilakukan sekitar jam 8 pagi, dan sampai menjelang tengah hari belum menemukan hasil apapun. Para warga yang sudah kelelahan menunda pencarian dan kembali kerumah masing-masing setelah berkumpul dulu diteras masjid untuk mendengarkan pak RT mengenai rencana selanjutnya.

Kamu, sari dan Indah beserta anak-anak bu warsih sedang duduk diteras rumah bersama beberapa tetangga. Kamu menunggu kabar dari pak RT untuk rencana selanjutnya. Kabarnya siang setelah pencarian berakhir pak RT langsung pergi ke kabupaten untuk menemui bu bidan yuyun dan pak lurah yang masih berada dirumah sakit. Namun sudah soreng hari dan menjelang berbuka puasa pak RT belum juga pulang.

Indah yang dari awal tampak sangat gelisah, mungkin karena dia tidak bisa mengabarkan kondisi yang dialaminya kepada keluarganya mengingat ponselnya kehabisan baterai. Mau meminta pulangpun tampaknya tidak enak karena harus meninggalkan kamu dan Sari, walaupun penakut tapi Indah masih memiliki solidaritas yang tinggi.

Beberapa warga datang membawa makanan untuk berbuka puasa, yang terakhir datang adalah wati yang membawa jagung manis rebus dan semangkuk besar kolak kolang kaling. Sementara yang lain menikmati hidangan berbuka puasa didalam rumah, kamu masih duduk diteras sambil menikmati segelas teh manis hangat.

"Tidak usah khawatir neng, semuanya pasti baik-baik saja." Suara wati dari belakang terdengar.

"Saya masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi dikampung ini. Semua kejadian aneh datang begitu saja dan belum bisa saya cerna"

"Mungkin karena neng orang kota." Jawab Wati yang dari raut wajanhnya tidak mengeri apa yang dibicarakan oleh Kamu.

"Dulu saya cuma mendengar cerita-cerita mistis seperti ini hanya sebagai hiburan saja. saya kira cerita hantu cuma karangan manusia yang dibuat untuk menghilangkan kebosanan. Tapi saya mengalaminya didepan mata."

"Saya mendengar suara bapak saya setelah bertahun-tahun lamanya." Lanjut kamu dengan mata tampak berkaca-kaca.

"Mendengar suara bapak neng ? dimana ? memangnya sudah lama neng tidak bertemu bapak ?"

"Bapak saya sudah meninggal mba."

Wati tidak penasaran lagi dengan jawaban dari pertanyaannya dengan segera dia meminta maaf kepada Kamu jika pertanyaannya menyinggung atau membuatnya teringat pada kenangan masa lalu.

"Bu Warsih itu kenapa dia tidak memiliki sanak saudara disini mba ?" kamu mencoba mengalihkan ingatanmu tentang bapaknya.

"Bu warsih itu dulu anak tunggal neng. Bapak dan ibunya sudah meninggal, dan rumah yang dia tinggali itu merupakan warisan dari orang tuanya."

"Kalau suaminya saya dengar dia bukan dari kampung sini ?"

"Iyah. Dia pendatang, dulu dibawa oleh salah satu warga disini untuk dijodohkan dengan bu Warsih. setelah bapak dan ibunya meninggal bu warsih tinggal sendirian, makanya banyak para tetangganya yang merasa kasian dan mulai mencarikan jodoh untuknya."

"Dulu lelaki yang sekarang jadi suaminya itu dibawa oleh salah satu warga sini temen kerjanya dikota yang kebetulan lagi mencari istri. Tapi tidak ada yang tahu asal-usulnya, ketika menikahpun dia tidak membawa keluarganya. hanya datang seorang diri dengan modal mas kawin saja." Lanjut Wati.

"Begitu ?"

"Iyah, kawinnya saja Cuma kawin sirih biasa neng. Kadang saya juga merasa kasihan, padahal bu warsih waktu itu masih gadis. Kawin sirih dikampung ini biasanya Cuma dilakukan pasangan pengantin lansia."

Kamu meneguk teh manis yang mulai dingin, sementara Wati terus berbicara.

"Dulu anak keduanya, bu bidan yang membantu proses persalinannya neng. sampe anak yang terakhir semuanya bu bidan. Bu warsih sudah seperti langganan bu bidan yuyun. Anaknya sudah enam tapi hidup pas-pasan atau bahkan mungkin kekurangan, tetangga saya kerjanya juga dipeternakan sapi perah, gajihnya kecil katanya ga cukup buat ngehidupin anak dia yang Cuma dua juga apalagi bu warsih. "

"Tapi bu warsih masih bisa bertahan sampai sekarang kan mba, artinya rejekinya dicukupkan sama tuhan." Kata Kamu.

"Itu karena bu warsih juga ikut kerja dikebun orang neng, makanya bertahan. Semakin kesini saya semakin menjadi tidak percaya lagi dengan pepatah banyak anak banyak rejeki. Makanya sampai sekarang saya belum berani punya anak."

"Kalau merasa kasihan kenapa tidak ada membantunya mba ? bukankah dulu warga juga yang membantunya mencarikan jodoh ?"

"Yah neng, disini juga warganya pas-pasan. Bertani kan ga setiap hari dapet hasilnya neng. Kadang kalau musim kemarau panjang kita tidak bisa menggarap lahan. Belum lagi kalau gagal panen sudah keluar modala banyak tapi dapet hasil sedikit atau bahkan tidak sama sekali, yang ada malah rugi. Makanya banyak warga yang mencoba mengadu nasib dikota, mencari pekerjaan dengan kemampuan seadanya. Dulu suami saya juga pergi ke kota, dia kerja sebagai satpam."

"Lalu sekarang mba ?"

"Sekarang serabutan, kadang kerja dikebun orang. Tapi untung saya masih punya sawah warisan sehingga buat beras tidak harus beli."

"Dulu kenapa berhenti mba ?"

"Suami saya sakit-sakitan terus pas lagi kerja dulu, mungkin karena angin malam dan kurang tidur neng. Uang gajihnya kadang malah habis buat berobat tiap kali pulang, tidak sebanding pokonya."

Saat kamu sedang larut mendengarkan cerita wati, Sari datang dari dalam rumah menghampiri.

"Kita harus bicara." Kata Sari seolah memberi isyarat kepada wati bahwa dia ingin berbicara saja berdua bersama kamu.

"Saya kedalam dulu ya neng. mau lihat anak-anak dulu."

"Ada apa ?" kata kamu setelah wati masuk kedalam rumah.

"Aku merasa kasihan dengan indah, sebaiknya kita suruh pulang saja dia. Aku tahu mungkin sebenarnya dia ingin segera pulang tapi merasa tidak enak dengan kita maupun dengan tanggung jawab yang diberikan bu bidan untuk menjaga anak-anak bu warsih."

"walaupun dia mau, tapi pasti dia tidak akan pulang."

"Makanya bantu aku meyakinkan dia bahwa tidak apa-apa kita ditinggal berdua saja disini. Untuk urusan laporannya kita juga pasti membantu indah. Aku hanya tidak tega saja, kamu lihat dia belum berbicara lagi dari semalam. Bukan indah yang seperti biasanya kan ?"

"Yasudah, nanti malam kita berbicara berdua dengan dia."

"Apa kamu juga ingin pulang ?" Tanya kamu kepada Sari.

"sejujurnya iyah. Tapi kita tahu ini bukan waktu yang tepatkan ?"

Langit semakin gelap. Tidak begitu lama gerimis mulai turun, kamu masuk dengan segera kedalam rumah. Tidak terasa waktu sudah mau menjelang adzan isya, sementara diluar gerimis telah berubah menjadi hujan lebat.

Walaupun hujan, tapi setidakanya malam ini dirumah bu bidan sedikit ramai oleh tetangga yang datang dan juga tidak gelap seperti kemarin malam. Namun sayangnya kamu masih merasa tidak nyaman karena pencarian bayi bu warsih tertunda karena pak RT belum juga tiba dan hujan semakin deras saja.

Continue Reading

You'll Also Like

25.5K 910 16
waking up to find yourself in a strange room, in a different time, with a different life, different friends, being chased by different slashers...
5.7K 1.4K 60
Author(s) Mo Chen Huan 莫晨欢 Artist(s) N/A Year 2020 Status in COO 110 Chapters (Complete)
3.3K 374 13
Some people are obsessed with ghosts while some are interested but the real question is do ghosts even exists? What if you summon with a ghost? Will...
1M 29.4K 88
You'll get a variety of short horror stories here. I'm not a writer so I have collected these stories from different sources. I hope you won't mind u...