My Perfect Luna (COMPLETE)

By fatifides2_

1.1M 66.6K 1K

Devanio Alexandro, putra mahkota dari Bluemon pack. Calon Alpha dari pack terbesar dan terkuat dari wilayah t... More

MPL-1
MPL-2
MPL-3
MPL-4
MPL-5
MPL-6
MPL-7
MPL-8
MPL-9
MPL-11
MPL-12
MPL-13
MPL-14
MPL-15
MPL-16
MPL-17
MPL-18
MPL-19
MPL-20
MPL-21
MPL-22
MPL-23
MPL-24
MPL-25
MPL-26
MPL-27
MPL-28
MPL-29
MPL-30
MPL-31
MPL-32
MPL-33
MPL-34
MPL-35
MPL-36
MPL-37
MPL-38
MPL-39
MPL-40
MPL-41
MPL-42
Cerita Baru

MPL-10

29.2K 1.8K 27
By fatifides2_

"Dia ngapain tuh ditengah-tengah cewek-cewek?" tanya Sila berguman.

"Cewek yang satu pegangan sama Rendra muluk dari tadi. Centil banget sih tu cewek. Ra?" Sekali lagi Sila menyenggol bahu Aurora dengan bahunya.

"Hem?"

"Lo- nggak papa?" tanya Sila hati-hati.

"Enggak," jawab Aurora tanpa mengalihkan pandangannya.

"Lo mau kemana?" Tiba-tiba saja Aurora memalingkan tubuhnya dan pergi begitu saja.

"UKS,"

"UKS? Dia sakit? Oh iya. Hepatitis. Sakit hati maksutnya." Sila mulai berbicara sendiri.

*****

Lama menunggu Aurora yang tidak datang juga. Ia mencoba menghubungi gadis kali ini.

Tutt... Tutt...

"Rora kamu dimana? Angkat teleponnya, sayang!" Rendra merasa kesal. Sudah 10 kali ia mencoba menelpon kekasihnya, tapi ia tak mengangkat panggilannya.

Tak ada cera lain. Ia segera mencari kekasihnya itu di seluruh penjuru kampus.

Ia tiba di perpustakan. Biasanya Aurora datang ke sini saat buku bacaannya habis atau saat butuh tempat yang sunyi untuk mencari inspirasi.

"Tania, Sila! Rora mana?"

*****

Rendra menghentikan langkahnya. Ia melihat pemandangan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Aurora duduk berdua dengan sahabatnya.


Juan, salah satu sahabatnya . Ia tau bahwa Juan juga menaruh hati pada kekasihnya itu. Namun, Juan mengalah karna tau Aurora menyukai Rendra bukan dirinya.

Aurora tertawa lepas mendengar candaan yang dilontarkan Juan kepadanya. Sudah lama mereka tidak mengobrol setelah dua semester berlalu.

Tak sengaja kedua mata Juan menangkap Rendra yang tengah berdiri tak jauh dari mereka. Melihat Rendra menatapnya, Juan memberhentikan ucapannya yang membuat Aurora menoleh ke belakang, mengikuti arah tatapan Juan.

"Gue pergi dulu yha," Juan beranjak dari sana. Ia membiarkan dua sejoli itu untuk meluruskan hubungan mereka.

"Kenapa lo berduaan sama Juan?" tanpa berbasa basi Rendra langsung meluapkan emosinya.

"Kenapa?" balas Aurora datar. "Lo bisa deket sama cewek lain. Tapi kenapa gue enggak? Sampai pegangan tangan lagi," Aurora tertawa hambar.

Rendra terbungakm. Ia tek tau harus berkata apa. Menjelaskan semuanya saat ini? Ia tidak siap untuk menerima konsekuensi yang ia dapatkan.

"Apa?" bentak Aurora. Ia mengambil satu langkah ke depan. "Lo nggak bisa njawab kan?" lanjutnya menantang.

Rendra menarik tangan Aurora, membuatnya lebih dekat dengan gadis itu. "Lo bicara kayak gitu karna lo liat gue pegangan tangan sama Klaresa?"

"Yha- mungkin seperti itu tapi, tidak juga. Dari dulu gue udah capek nghadapin fens-fens fanatik lo . Lo ramah benget sama mereka. Itu semua nggak salah kok, tapi lo juga harus ngertiin perasaan gue Ren."

"Dan siapa lagi cewek itu? Fens lo, adiklo, sepupu lo? Lo mau berikan alasan apa lagi?"

Selesai melemparkan luapan perasaannya, Aurora langsung pergi tanpa menghiraukan Rendra yang masih diam berdiri dengan tatapan kosong.

Aurora berlari menjauh. Air mata sudah tak dapat lagi ia bendung, ia berlari sembari menangis.

"Ra berhenti! Gue bisa jelasin semuanya." Rendra yang sedari tadi memanggil-manggil namanya memegang tangan Aurora sangat erat, mencegahku untuk lari lagi darinya.

"Jelasin apa, hem?"

"Semuanya udah jelas, Ren." Tangis Aurora semakin deras saat mencoba menjawabnya.

"Ra, tolong lo dengerin gue dulu." Tangan kanan Rendra itu memegang pipiku dan menghapus air mataku dengan ibu jarinya.

"Sebenarnya... cewek itu.." Ia menutup matanya, mencoba menenangkan diri.

"Cewek itu siapa?" Tanya Rora dengan meninggihkan volume suaranya.

"Cewek itu adalah..."

"MATEKU."

*****

Aurora hanya menelan salivanya. Entah apa yang ia rasakan saat ini. Takut, kaget, gugup, dan bingung. Semua ia rasakan saat tahu bahwa sahabat Devan yang menikah adalah mantannya sendiri.

"Rendra." Dengan raut wajah penuh dengan keyakinan Rendra mengulurkan tangannya.

"Aurora," Aurora membalas uluran tangan Rendra dengan sesikit gugup. Apakah yang dilakukannya ini benar atau salah.

"Waw Devan! Matemu sangat cantik dan kelihatannya baik. Kau harus menjaganya. Dia sangat berharga. Jangan samapai ia direbut oleh orang lain." tutur Rendra tulus.

Ia berharap Aurora dapat bahagia bersama Devan. Semoga saja Devan bisa mewujudkan keinginannya yang tak dapat ia lakukan, membahagiakan Aurora.

"Dra!" Seorang wanita bergaun putih menghampiri Rendra.

"Oh iya, perkenalkan dia Klaresa, Mateku, Lunaku, istriku." ucap Randra memperkenalkan Matenya. Ia langsung melingkarkan tangan tangannya ke pinggang Matenya.

"Klaresa," ucap Kleresa memperkenelkan dirinya. Ia mengulurkan tangan kanannya tak lupa dengan senyuman tulus.

"Aurora," tak ingin mengacuhkan Klaresa Rora membalas ukuran tangannya.

"Devan," ucap Devan singkat.

"Ren ada yang mau gue omongin sama lo," Devan menarik bahu Rendra, menjauh dari Aurora dan Klaresa.

"Selamat atas pernikahan kalian. Semoga selalu bahagia," ucap Aurora tulus kepada Klaresa.

"Iya, terimakasih, dan semoga kamu dan Devan menyusul." balas Klaresa malu-malu.

"Oh iya. Silahkan duduk." Mereka duduk di meja bundar yang berada tak jauh dari mereka berdiri.

"Kamu sudah berapa lama kenal dengan Rendra?" ucap Aurora membuka obrolan.

"Baru sekitar satu bulan," jawab Klaresa jujur.

"Waw.. begitu yakinnya kamu dengannya, baru satu bulan saja kamu sudah sangat mempercayainya." Mendengar ucapan Aurora, pipi Klaresa langsung merona, membuat Aurora tertawa.

"Yha mungkin. Setelah dia menjelaskannya kepadaku perlahan-lahan aku mulai mempercayainya." Aurora baru tersadar bahwa Klaresa adalah manusia, bukan werewolf seperti mereka. Sepertinya Rendra telah menyamarkan aromanya.

"Ayo pulang!" Devan datang dengan Rendra di belakangnya.

"Oh, iya. Kami pulang dulu." Aurora bangkit dan berpamitan.

"Kanapa terburu-buru? Kalian tidak menikmati pestanya sama sekali?" gerutu Rendra mencegah pasangan itu untuk pergi.

"Aku ada urusan. Lain kali saja kalian berkunjunglah ke pack housku!" Devan mersalaman dengan Rendra, sementara Aurora berpelukan dengan Klaresa.

"Baiklah, kalian boleh pulang."

*****

Siang ini Aurora membersihkan bagian kiri pack hous yang sedikit kotor karena tidak terpakai. Ia berencana untuk menjadikan tempat itu berguna, sayang kalau lahan seluas itu tidak diguankan.

"Di situ masih kotor," ucap Aurora kepada salah satu maid yang derada di atas tangga panjat untuk membersihkan jaring laba-laba.

Sebenarnya para maid yang membersihkan karna Devan tidak mengizinkan Aurora sendiri mengerjakannya.

"Ish-, di situ masih kotor. Apa kamu tidak bisa menjangkaunya? Turun!" Memetuhi perkataan Lunanya maid itupun turun.

"Sini, biar aku saja." Aurora mengambil alih kemoceng dari tangan maid tersebut.

Aurora langsung memanjat satu persatu anak-anak tangga tersebut. Melihat itu sontak membuat para maid yang berada di sana terkejut.

"Luna, saya mohon Luna segera turun. Jika Alpha melihat melihat ini pasti dia sangat marah," ucap maid yang tadi coba membersihkannya.

Aurora tidak memperdulikan perkataan maid tersebut. Ia telah berhasil menjangkau sarang laba-laba itu dengan kemocengnya. Ia segera membersihkannya dengan cepat.

Karena terlalu fokus membersihkan, Aurora tak menyadari pijakannya. Salah satu kakinya kehilangan pijakan. Ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

"Luna..!!" teriak para maid yang melihat kejadian itu.

Haap...

Aurora tidak merasakan apa-apa. Bukankah ia terjatuh? Ia mencoba membuka matanya.

Ia menangkap bola mata coklat milik seorang pria yang tak asing baginya. Fano, beta dari matenya. Tanpa sadar mereka saling bertatapan.

"Ma- maaf Luna. Anda tidak apa-apa?" Fano mengalihkan pandangannya dan menurunkan Lunanya.

"Aku tidak apa-apa. Terimakasih," ucap Aurora tulus.

"Luna tidak perlu berterima kasih kepada saya. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya menjaga Luna." balas Fano hormat.

"Kalau begitu, saya permisi Luna," pamit Fano seraya tersenyum. Aurora mengangguk dan membalas senyumannya.

Aurora beralih memandang para maid yang merada di belakangnya. Ia menatap para maid yang tertunduk ketakutan satu persatu.

"Kanapa kalian menunduk seperti itu? Angkat kepala kalian!" Para maid itu pun mengangkat lepala mereka ragu.

"Kalian lihat, aku baik-baik saja. Sekarang ayo kita selesaikan." Tanpa memikirkan kejadian tadi, mereka segera menyelesaikan pekerjaan mereka.

*****

Aurora POV

Setelah dua jam lamanya aku membersihkan pack hous, pergi ke kamar untuk membersihkan diri dan beristirahat.

Pintu kamar kubuka perlahan dan segera kututup kembali. Aku ingin segera mandi dan tidur. Hari ini sangat melelahkan.

"Habis ngapain saja kamu?" Suara terdengar dari belakangku. Sontak saja aku langsung membalikkan badan.

.

.

.

.

Maaf, banyak typo bertebaran.
Maaf juga buat kalian menunggu.... 😁
Semoga suka, dan tungguin kelanjutannya...

Jangan lupa vote dan komennya
Terima kasih
❤❤❤

Continue Reading

You'll Also Like

135K 6.1K 39
Tamat!! Sebelum baca wajib vote, comen, share, dan fallow Seorang wanita yang lelah akan hidupnya didunia yang kejam pada dirinya, tapi malah dipe...
565K 19.9K 46
[ maaf apabila ada typo ataupun alurnya gak jelas . Karena ini yang pertama ] Thanks guys for read and vote my story Aku adalah seorang gadis yang h...
3.4M 366K 61
Di akhir kehidupannya, Nara sangat menyesal telah meragukan Isaac dan lebih memilih George yang menghancurkannya tanpa sisa. Merebut hartanya dan mem...
75.3K 3.9K 44
Hidupku baik baik saja, sampai akhirnya umurku menginjak 20 tahun. Semuanya tampak aneh bagi diriku, banyak teka teki didalam hidupku mulai tersusun...