Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa...

Af AlviSyhrn

481K 37.1K 9.9K

Dia diterima di jurusan kedokteran. Dia yang lain lanjut kuliah di luar negeri. Dia yang lain lagi mendapatka... Mere

0. Kamu... Mau Yang Mana?
1. Bu, Aku Gagal Masuk PTN
2. Terjebak Gap Year
4. Jurusan Kuliah yang Membuatmu Sukses dan Kaya
5. Pengin Cepat-Cepat Lulus Aja
6. Belum Bisa Lanjut Kuliah...
7. Mengapa Pendidikan di Indonesia Begini Banget?
8. Hanya Murid Rata-Rata yang Tak Penting
9. Aku Cuma Pengin Orangtuaku Bangga
10. Tekanan Anak Pertama
11. Bagaimana Memilih Jurusan Kuliah yang Tepat?
12. Nasib Mahasiswa Kupu-Kupu
13. Orangtuaku Terlalu Banyak Menuntut
14. Surat untuk Anak Rantau
15. Jangan Kuliah ke Luar Negeri. Titik.
16. Dear Pejuang UTBK...
17. ciri-ciri orang sukses - kamu; salah satunya?

3. Tapi, Aku Nggak Tahu Mau Jadi Apa...

32.9K 3.4K 422
Af AlviSyhrn

Bill Gates tidak lahir ke dunia ini,

lalu menyadari, "Aku akan membuat Microsoft!"

Steve Jobs tidak bangun dari tidurnya,

lalu berkata, "Aku akan mendirikan Apple!"

Mereka juga bermula dari tak tahu apa-apa.

Namun, mereka melakukan sesuatu.

Dan, menekuninya.

*

catatan penulis:

kutuliskan bab ini untukmu yang merasa bingung harus menjadi apa di masa depan. sebagai bentuk dukungan untuk buku ini, jika kamu berkenan, sematkan bintang untuk buku ini, bubuhkan komentar di baris-baris tertentu, bagikan ke teman-temanmu. that would mean a lot to me!

anyway, selamat membaca! :)

*

"Lalu, kamu mau jadi apa?"

Pertanyaan itu... selalu membuatmu menghela napas panjang. Sayangnya, napasmu tertahan di kerongkongan.

Bersama jawabannya.

Lucu, ya.

Padahal, dulu, saat masih anak-anak, kita begitu bersemangat menjawab ini. Buru-buru mengangkat tangan, saling berebut jawab, meneriakkan berbagai macam profesi,

"Aku pengin jadi dokter!"

"Aku mau jadi astronot dan terbang ke Mars!"

"Aku bakal jadi pilot!"

Lalu, saat remaja, kita akan duduk di pinggiran danau dekat sekolah, bersama kawan-kawan terbaik, sampai senja memerah, berbicara tentang mimpi dan masa depan sambil menatap langit.

"Kalau udah sukses, jangan lupain gue, lho."

"Nanti kalau udah pada sukses, kita ketemu lagi, ya."

"Janji: jangan saling melupakan kalau udah sukses."

Sekarang, kita sudah dewasa. Dan, mimpi-mimpi yang kita ceritakan dulu... tak semudah itu menggapainya.

Ternyata, kita tak pernah benar-benar ingin jadi dokter. Ternyata, menjadi astronot hanya keinginan yang memudar seiring waktu. Ternyata, kita tak punya modal dan mental untuk menjadi seorang pengusaha. Ternyata, teman-teman yang kita harapkan berjuang bersama kita telah menemukan mimpi dan teman baru.

Kita... hanyalah sekumpulan tulang-belulang yang terjebak dalam cerita yang tak kita inginkan.

Sekolah yang menjemukan, seakan setiap mata pelajaran tak pernah ada arti mendalam bagi kehidupan di masa depan. Jurusan kuliah yang tak sesuai keinginan hati. Pengangguran yang tak tahu mau jadi apa. Lalu, saat sudah menemukan pekerjaan, kita terjebak dalam rutinitas kerja yang teramat melelahkan; melelahkan fisik dan mental.

Kita ingin terlepas dari ini semua.

Kita ingin bebas. Kita ingin berada dalam cerita yang kita inginkan. Kita ingin tenggelam dalam mimpi-mimpi yang kita rajut dulu.

Namun, saat kita melangkah ke depan, menatap kedua mata kita di depan cermin, lalu bertanya...,

"Lalu, kamu mau jadi apa?"

Kita hanya bisa menghela napas panjang.

Lalu, napas itu akan tertahan di kerongkongan.

Bersama jawaban-jawaban kita. Bersama mimpi-mimpi masa lalu. Bersama segalanya.

Kecuali satu:

kegelisahan.

Karena kita tak tahu mau jadi apa. Kita tak mengenal passion dan mimpi. Masa depan begitu buram. Dan, waktu terus berjalan.

Namun, tenang sejenak. Tarik napasmu, embuskan perlahan. Perhatikanlah sekitarmu. Bukankah semua orang bermula dari tak tahu mau jadi apa?

Bill Gates tidak lahir di dunia ini, lalu tiba-tiba menyadari, "Nanti, kalau sudah dewasa, aku akan mendirikan perusahaan bernama Microsoft." Seperti orang-orang lain, dia memulai kisahnya tanpa tahu apa-apa. Di tahun 1968, saat usianya masih tiga belas tahun, di sekolahnya, ada sebuah terminal komputer baru yang lambat dan besar, bahkan tanpa layar. Di tahun yang sama, dia mencoba belajar bahasa pemrograman tingkat tinggi, Basic. Tanpa peduli dia akan jadi apa. Lalu, dia mencoba menulis barisan kode untuk program pertamanya, sebuah permainan silang-bulat-silang. Tanpa tahu dia akan jadi apa. Namun, sejak saat itu, dia tak bisa berhenti. Menjadikan hobi ini seperti petualangan. Menghabiskan berjam-jam di depan komputer. Menyelinap malam-malam di University of Washington demi menggunakan komputer. Dia tak sekadar bermimpi. Mungkin, dia bahkan lupa bermimpi. Yang dia lakukan hanyalah melakukan apa yang dia lakukan. Benar-benar menekuninya. Dan, jadilah dia seperti hari ini, salah satu penemu Microsoft.

Steve Jobs tidak bangun dari tidurnya, lalu berkata, "Aku akan jadi penemu Apple." Seperti orang-orang lain, dia memulai kisahnya tanpa tahu apa-apa. Buruknya lagi, dia tersesat dalam jurusan kuliah yang dia bahkan tak tahu apakah ada arti untuknya. Tak tahu mau jadi apa. Tak tahu apakah kuliah ini bias membantunya. Merasa tak enak hati menghabiskan uang orangtuanya untuk kuliah ini. Jadi, dia memutuskan keluar. Tanpa tahu akan jadi apa. Namun, bukan berarti dia berhenti belajar. Dia tetap belajar. Mempelajari hal-hal yang bisa dia pelajari. Mengambil kelas-kelas yang bisa diambilnya. Suatu ketika, dia mengambil Kelas Kaligrafi di Reed College. Alasannya? Karena setiap kali dia melihat poster-poster di kampus tersebut, dia terpukau pada keindahan kaligrafinya. Jadi, di sanalah dia, di dalam kelas kaligrafi, belajar tentang jenis huruf serif dan sans-serif, menentukan celah yang tepat untuk setiap huruf, dan hal-hal teknikal seputar tipografi. Dia menekuninya tanpa tahu akan jadi apa. Memang, ini seperti tak ada hubungannya dengan Apple. Namun, sepuluh tahun kemudian, saat Steve Jobs dan rekannya hendak mendesain Macintosh pertama, seluruh pelajaran yang dia dapatkan sepuluh tahun lalu di kelas kaligrafi ini menginspirasinya untuk membuat komputer dengan tipografi paling indah. Dan, jadilah Macintosh sebagai komputer pertama dengan tipografi paling indah. Bahkan, jejak-jejak itu masih bisa kita rasakan pada awal peluncuran iPhone. Dia tak tahu mau jadi apa, tetapi dia mencoba ini-itu, mempelajari ini-itu. Mungkin, dia bahkan lupa bermimpi. Yang dia lakukan hanyalah melakukan apa yang dia lakukan. Benar-benar menekuninya. Dan, jadilah dia seperti hari ini, Steve Jobs yang kita kenal.

Jeff Bezos tidak beranjak dewasa, lalu tiba-tiba memutuskan, "Aku akan membangun Amazon kelak." Namun, dia tahu dia ingin melakukan sesuatu yang lebih dalam hidupnya. Tetapi, seperti kita semua, dia sama sekali tak punya ide. Maka, yang bisa dia lakukan adalah memanfaatkan apa yang dia miliki hari itu. Belajar sungguh-sungguh di sekolahnya. Mengambil kelas-kelas tambahan yang melelahkan. Melanjutkan kuliah sebaik-baiknya. Bekerja di tempat yang baik untuk mengumpulkan ilmu dan uang. Lalu, di usia tiga puluh, dia memutuskan keluar dari pekerjaannya, mengejar mimpinya untuk membangun sebuah platform belanja online. Namun, saat itu masih 1994 dan internet bukan sesuatu yang lumrah. Apalagi belanja online. Dia bahkan tahu peluang usaha ini gagal begitu besar, 70%. Namun, dia terus menekuni apa yang bisa dia lakukan. Dia mempelajari berbagai hal. Mungkin, dia sampai lupa bermimpi. Yang dia lakukan hanyalah melakukan apa yang dia lakukan. Sebaik-baiknya. Dan, jadilah dia seperti hari ini, Jeff Bezos, yang kini menjadi orang terkaya di dunia. Setidaknya, sampai hari ini ketika buku ini dituliskan.

Kita ambil tokoh wanita sekarang. Seseorang yang iconic. Marie Kondo. Sejak kecil, dia begitu tertarik pada beres-beres. Beres-beres. Sesuatu yang amat remeh. Namun, dia menikmati membaca majalah-majalah tentang interior rumah dan beres-beres. Di usia lima belas tahun, dia membereskan kamarnya sampai pingsan. Namun, dari situ, dia belajar tentang cara beres-beres yang benar. Bertahun-tahun kemudian, dia tak pernah menyangka bahwa hal beres-beres ini bisa begitu mendunia. Dia menjadi konsultan beres-beres di Jepang. Dia menulis buku tentang beres-beres dan terjual jutaan eksemplar di seluruh dunia. Dia bahkan memiliki reality show di Netflix, mengunjungi rumah orang-orang dan membantu mereka cara beres-beres yang benar. Dia bahkan diundang ke berbagai acara bergengsi dan kanal-kanal YouTube populer. Dia tak sekadar bermimpi. Dia tak sekadar bermimpi. Mungkin, dia bahkan lupa bermimpi. Yang dia lakukan hanyalah melakukan apa yang dia lakukan. Benar-benar menekuninya. Dan, jadilah dia seperti hari ini, Marie Kondo yang kita kenali.

Dan, aku...

Aku tidak terbangun dari tidurku, lalu tiba-tiba terilhami, "Aku akan menulis buku berjudul Jika Kita Tak Pernah Punya Jadi Apa-Apa!" Tidak, tidak semudah itu. Aku juga pernah bingung harus menjadi apa. Oh, aku mungkin tahu aku ingin jadi apa. Tetapi, aku harus mengalami gagal ini-itu dalam hidupku. Tetapi, aku tak mau menyerah. Aku mencoba ini-itu dalam hidupku. Lalu, saat mencoba ini-itu, kutemukan bahwa aku suka menulis. Lalu, kurajut kedua hal itu: menulis dan kegagalan. Jadi, kuceritakan kegagalan-kegagalanku dalam buku ini.

Dan, memperlihatkan kepadamu.

Kita semua bermula dari tak tahu apa-apa.

Namun, kita tidak menyerah.

Kita mencoba ini-itu.

Terus menekuninya.

Sampai lupa bermimpi.

Lalu, tahu-tahu, jadi seperti ini.

Dan, kamu...

Kamu pun bermula dari tak tahu apa-apa.

Namun, cobalah segalanya.

Pergilah ke dapur, buka kulkas dan ambil semua rempah-rempah dan lauk di sana. Masaklah sesuatu untuk orang-orang yang kamu sayangi. Mungkin, kamu akan menyukai memasak. Mungkin juga tidak. Namun, proses ini akan bermakna. Tanpa kamu tahu akan jadi apa nanti.

Atau, masuklah ke dalam kamarmu, dan beres-bereslah. Bereksperimenlah dengan beres-beresmu itu. Beri tantangan. Seperti, beres-beres kurang dari lima menit. Atau, tantangan-tantangan konyol. Mungkin, ini akan jadi sesuatu. Mungkin juga tidak. Namun, proses ini akan bermakna. Tanpa kamu tahu akan jadi apa nanti.

Atau, tulislah keluh kesahmu. Tuliskan keluh kesahmu, ungkapkan seluruh rasamu, tumpahkan semuanya. Saat hatimu sudah mulai lega, tuliskan juga jawaban-jawaban atas keluh kesahmu itu. Seperti seorang sahabat yang memberi nasihat untuk sahabatnya. Semacam tulisan yang menguatkan. Mungkin, ini akan jadi sesuatu. Mungkin juga tidak. Namun, proses ini akan bermakna. Tanpa kamu tahu akan jadi apa nanti.

Atau, lakukan apa saja. Lalu, pelajari ilmunya. Tekuni itu.

Memang, tak semua akan jadi sesuatu yang besar.

Namun, proses-proses yang kamu lalui hari ini... it all matters.

It all matters.[]

*

catatan penulis:

jadi, bagaimana menurutmu bab ini? ceritakan padamu apa yang kamu rasakan, apa pendapatmu, aku ingin dengar semuanya.

aku punya satu pengumuman penting: sebentar lagi, buku ini sudah bisa kukirim ke rak bukumu. nanti, insyaallah, tanggal dua november duaribusembilanbelas, hari sabtu, pukul sembilan pagi, aku akan membuka pre-order di Shopee dan Tokopedia.

Alamat Shopee-ku: shopee.co.id/alvisyhrn

Alamat Tokopedia-ku: tokopedia.co.id/alvisyhrn

Pre-order ini... aku sendiri yang mengatur.

Apa yang akan kamu dapat?

1. Tentunya, buku bertandatangan.

2. I want to make it personal for you and for me, so I'll write your name on it. Iya, aku bakal tulis namamu. Nanti, di Catatan Penjual, tuliskan saja siapa namamu.

3. Surat rahasia dari penulis.

4. Kalender mini 2020, bonus dari GagasMedia, untuk cetakan pertama saja.

Harga? Rp88.000.

Set alarm, ya. Jadi, apakah kamu akan ikut PO?

Dan, oh, aku akan tetap lanjutkan ini di Wattpad, kok. Aku akan lanjut lagi tanggal 9 atau 16 November. Tentu, tidak selengkap di buku, ya.

Sampai jumpa di bab berikutnya!

Fortsæt med at læse

You'll Also Like

12.2K 683 7
BUDIDAYAKAN FOLLOW SEBELUM BACA!!! [bijak dalam berkomentar, tidak menerima hujatan, kalo nggak suka dengan cerita aku, skip aja nggak usah dibaca...
20.9K 2.1K 16
Jungwon mendengar semua orang di sekolah barunya membicarakan betapa buruk dan rendahan nya seorang Park Jongseong.
932K 86.8K 40
Olivia si gadis nakal dengan citra buruk di mata semua orang. Suatu hari, ia mengalami kecelakaan dan masuk ke dalam dunia novel sebagai tokoh figura...
6K 573 24
" bubu atau daddy ? " satu pertanyaan itu mampu membuat kehidupan seorang Jung Beomgyu berubah. " sekali lagi ya ? " Jung beomgyu " kita mulai kemb...