SARANGKALA

By riankobe

32K 1.5K 141

Demit penculik bayi yang meneror sebuah kampung di kota Banten More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 14
Chapter 15

Chapter 13

1.4K 89 6
By riankobe

Suara tangisan bayi membuat Kamu, Sari dan Indah dengan cepat keluar kamar tanpa berpikir panjang lagi. Namun sayangnya cahaya dari ponselmu padam karena kehabisan baterai, sehingga membuat kamu meraba-raba sekitar ketika berjalan munuju ruang tengah.

"Pegang bajuku Ndah, saling berpegangan."

"Aku tidak mau, aku takut." Rengek Indah.

"Kamu dimana Ndah ?"

Tidak ada jawaban, yang terdengar hanya suara tangisan pelan yang coba ditahan. Suara itu berasal dari sebelah kanan bawah kamu, mungkin Indah sedang jongkok atau duduk kamu tidak bisa memastikan karena keadaan gelap gulita.

Suara tangisan si bayi terdengar semakin menjauh, hingga akhirnya tidak terdengar lagi.

"Sar, Ndah,, kalian dimana ?" Tanganmu berhasil memegang tembok lalu berjalan ke depan menyusuri tembok.

"Cepat keruang tengah aku khawatir dengan si bayi." Kata Sari yang tiba-tiba membuat Kamu kaget karena dia memegang pundak Kamu.

Kamu dan Sari berjalan sambil berpegangan menuju ruang tengah dalam keadaan tidak melihat apapun, meninggalkan Indah yang sedang menangis ketakutan di pintu kamar bu bidan. Kamu dan Sari merasa sangat khawatir karena mendengar tangisan si bayi dan kini lebih khawatir lagi karena suara tangisan itu secara perlahan menjauh dan akhirnya menghilang.

Semakin kamu berjalan kedepan semakin terdengar jelas suara hujan. Ketika ada cahaya kilat diluar kamu baru sadar bahwa ternyata pintu depan rumah bu bidan terbuka, Kamu dan Sari berdiri persis beberapa langkah didepan kepala anak-anak bu Warsih yang sedang tertidur lelap. Andai saja tidak ada kilat beberapa langkah lagi kamu akan menginjak kepala si cikal.

Hal yang membuat lebih kaget lagi saat cahaya petir kembali datang kamu melihat bayi yang tadi kamu letakan disamping si cikal tidak ada, hanya kain samping dan bantal kecilnya saja yang tergeletak disana.

"Sar..Sari.."

"Kenapa ?"

"Bayi bu Warsih ga ada Sar"

Sari tidak tidak bisa melihat sekitar, sehingga belum yakin apa yang dikatakan Kamu. Namun begitu Kamu tiba-tiba lari, Sari yang daritadi berada dibelakang kamu kaget karena tangannya tiba-tiba saja dilepas.

Kamu berlari keluar rumah, dengan arahan cahaya kilat tadi kamu berhasil berlari menuju lawang pintu yang terbuka. Kamu menerobos hujan, tubuhmu basah kuyup. Namun sayangnya diluar kamu tidak bisa melihat apapun, kecuali cahaya remang-remang dari beberapa rumah tetangga yang mungkin sedang menyalakan lilin atau lampu didalam rumahnya.

Rasa takutmu kini bukan lagi pada setan ataupun makhluk lain tapi pada pertanggung jawabanmu nanti didepan bu bidan yang telah memberinya tanggung jawab. kamu menangis sambil berteriak meminta tolong, entah kenapa didalam hatinya kamu yakin bahwa bayi bu Warsih ada yang membawanya. Kejadian-kejadian janggal yang sebelumnya dia alami dan hal yang paling aneh lagi adalah kamu ingat persis telah mengunci pintu rumah, bagaimana bisa setelah mendengar suara misterius didinding rumah tiba-tiba saja pintunya terbuka.

Kamu menangis, kamu berteriak meminta tolong tapi sayang suaramu teredam oleh suara hujan. Tapi kamu tidak kehilangan akal, kamu berlari menuju arah cahaya yang ada dirumah tetangga. Kamu tidak peduli jika kakinya menginjak sesuatu yang tajam atau bahkan terperosok kedalam lubang atau bahkan lebih mengerikan lagi menabrak pohon atau pagar kayu. Kamu hanya sedang ketakutan dan khawatir dengan bayi bu warsih.

Kamu mengikuti dimana cahaya berasal, hingga akhirnya kamu sampai didepan jendela kaca rumah tetangga. Kamu memukul-mukul kaca jendela sambil berteriak meminta tolong. Awalnya tidak ada respon, mungkin si pemilik rumah sudah tertidur lelap. namun kamu mencoba cara lain, masih dalam keadaan menangis kamu meraba-raba disekitar jendela kaca untuk mencari pintu atau sesuatu yang terbuat dari kayu sehingga bisa dipukul lebih keras dan menghasilkan bunyi yang lebih kencang pula.

Begitu tangan kamu meraba sesuatu yang kamu yakin itu pintu kamu segera menggedornya sekuat tenaga sambil berteriak meminta tolong. Setelah beberapa kali ketukan yang cukup keras, cahaya lilin yang terlihat diam dari jendela kaca kini tampak bergerak. Terdengar suara lubang kunci dan gagang pintu berputar.

"Astagfillohaladzim" Kata Wati setelah melihat keadaan kamu yang basah kuyup.

Wati segera memanggil suaminya yang sudah tertidur lelap didalam kamar, kamu disuruh untuk masuk kedalam rumah.

"Tolong saya Mba, nanti bayinya keburu dibawa pergi jauh."

Wati kebingungan dengan ucapan kamu, tentu saja dia merasa aneh karena kamu belum menjelaskan apapun. Wati beberapa kali bertanya kepada kamu tentang kondisinya, mungkin untuk memastikan bahwa kamu dalam keadaan waras dan sadar. Suami wati yang baru keluar dari kamar tak kalah bingung saat tiba-tiba melihat kamu bertamu malam-malam dalam kondisi basah dan menangis.

"Bayi Bu warsih hilang bu, tolong saya. Dirumah bu bidan yuyun sekarang gelap, kami tidak punya lilin ataupun lampu. Dua teman saya dan kelima anak bu warsih masih disana"

Suami wati yang masih belum bisa mencerna kondisi yang baru saja dihadapinya disuruh istrinya untuk segera memakai baju karena dia masih mengenakan singlet putih dan celana kolor. Wati menyuruh suaminya bergegas untuk mengambil senter dan payung.

"Tenang, kamu tenang dulu yah. Siapa yang membawa bayi bu warsih ? Bapaknya ? atau diculik orang lain ? kearah mana orang itu mambawa lari si bayi ?"

"Bukan bu, saya tidak tahu siapa yang membawa bayi bu warsih. tapi bayi itu tiba-tiba hilang dan pintu rumah terbuka saat saya baru keluar dari kamar untuk mencari lilin."

Wati mengambilkan kamu handuk. Bukan hanya matamu yang terus mengeluarkan air mata kini tubuhmu mulai menggigil kedinginan. Wati memberimu segelas air hangat untuk diminum.

"Apa Aku langsung kerumah pak lurah saja untuk melapor atau mengejar si pelaku, kemana dia perginya ?" Kata suami wati begitu keluar dari kamar yang kini telah mengenakan jaket parasit dengan tangan memegang senter dan payung berwarna hitam.

"Nanti saja kang. Yang terpenting sekarang kita ke rumah bu bidan dulu mengecek anak-anak yang lain. Lagian pak lurah bukannya masih dirumah sakit bersama bu bidan untuk mengurus bu Warsih."

"Tidak mba, sekarang kita harus mencari bayi bu warsih dulu sebelum dia semakin jauh."

"Bukannya katamu tadi tidak tahu siapa yang menculik bayi bu warsih dan kamu juga tidak melihat bayi itu dibawa kemana ?"

"Tapi kita bisa memastikannya dulu menyusuri jalan besar." Kata kamu ngotot karena merasa khawatir.

"Iya, iya neng. Nanti setelah kita mengecek keadaan teman-teman kamu, suami saya akan langsung mencari si bayi. sekarang ayo kita kerumah bu bidan dulu." Wati mencoba menenangkan.

Setelah mengunci pintu Wati dan kamu pergi kerumah bu bidan dengaan satu payung berdua, sedangkan suami wati dengan payung yang lain mengikuti dari belakang. Jaraknya tidak terlalu jauh memang namun karena keadaan hujan deras dan gelap gulita membuat Wati berjalan pelan pelan karena takut terperosok. Walaupun sudah diterangi senter Wati berjalan dengan sedikit kesulitan karena air yang meluap dari selokan kecil dipinggir jalan membuat kakinya terendam setinggi betis. Yang wati heran, bagaimana bisa kamu tadi berjalan kerumahnya tanpa nyasar dengan kondisi jalan dan cuaca yang seperti ini.

begitu sampai diteras rumah bu bidan, Wati mengarahkan cahaya senternya, pintu rumah dalam keadaan terbuka. begitu masuk kedalam, kamu melihat tiga anak bu warsih yang masih kecil sedang menangis dan si cikal mencoba menenangkannya. Sari sedang menggendong anak yang paling bungsu, sedangkan Indah masih menagis dalam posisi jongkok didekat pintu kamar bu bidan sambil menutup mukanya dengan kedua telapak tangan.

Wati segera menyalakan lilin yang dibawanya dari rumah. Begitu keadaan didalam rumah sudah ada cahaya, benar saja bayi bu warsih tidak ada disana.

Sari yang terlihat lebih tenang daripada kamu dan indah menjelaskan kepada Wati kronologi yang terjadi sebelum bayi bu warsih hilang. Wati dibuat merinding ketika Sari menceritakan bagian menyeramkan saat mendengar suara langkah kaki misterius di dinding rumah. Cerita seram yang diceritakan Sari membuat Wati teringat kembali pada kejadian mistis yang dialaminya saat hari pertama bulan puasa yang membuatnya pingsan didepan kamar mandi. Bahkan saat kejadian itu esok harinya Kamu dan bu bidan Yuyun datang menjenguk.

"Kang sebaiknya kita nunggu sampai hujan reda dulu." Kata wati kepada suaminya, kini dia merasa khawatir, bagi Wati mungkin hilangnya bayi bu warsih pasti ada kaitannya dengan hal mistis.

"Tapi bagaimana kalau si bayi keburu jauh pergi mba."

"Kita belum tahu, kemana si bayi pergi kan ? dan siapa yang membawanya ? kita harus menahan diri sebelum keadaan lebih buruk lagi. Tidak ada pilihan sekarang bagi kita."

"Iya neng. Bukannya saya tidak mau, tapi benar kata istri saya sekarang sebaiknya kita nunggu hujan reda dulu." Kata suami Wati mendunkung usulan istrinya.

Hujan hampir berhenti ketika menjelang dini hari. Itupun tidak sepenuhnya reda karena masih menyisakan gerimis yang masih turun diluar. Anak-anak bu Warsih sudah tertidur lelap setelah ditenangkan begitu juga dengan si cikal.

Waktu menunjukan jam setengah tiga dini hari, Suami wati berniat untuk pergi ke rumah pak RT untuk melapor. Namun Wati berusaha mencegahnya karena merasa khawatir dan meminta nanti saja ketika adzan subuh sudah berkumandang.

"Tapi pak RT kayanya jam segini udah pada bangun, ini kan jamnya sahur."

"Iya kang. Tapi nanti saja, neng khawatir. Setan itu pasti masih berkeliaran." Bisik wati kepada suaminya agar suaranya tidak didengar anak-anak.

"Setan apa maksud kamu ?"

"Mendengar cerita anak-anak mahasiswa itu, neng yakin bayi bu warsih dibawa makhluk halus. Ternyata waktu neng diganggu dikamar mandi waktu itu benar-benar nyata bukan halusinasi yang kata bu bidan bilang." Kata wati masih dengan berbisik.

"Huss... jangan ngomong sembarangan."

Akhirnya suami Wati menuruti perkataan istrinya itu untuk pergi kerumah pak RT ketika adzan subuh sudah berkumandang saja, entah karena dia tidak mau istrinya merasa khawatir atau dia sekarang merasa takut setelah mendengar istrinya tentang setan.

Sari datang membawa teh manis hangat dalam poci dan kue kering.

"Neng mau saya masakin untuk saur ?" Kata Wati

"Tidak usah mba, ini juga sudah cukup." Jawab sari.

Kue kering yang terhidang hanya berkurang beberapa potong saja, dalam kondisi normal saja biasanya makan sahur tidak begitu berselera apalagi saat kondisi genting seperti ini.

Ketika jarum jam sudah menunjuk angka empat, listrik belum juga menyala dan tentu saja suara adzan yang ditunggu-tunggupun tak kunjung terdengar. Namun Suami Wati kali ini terlihat lebih yakin pergi ke masjid untuk sholat subuh dan melaporkan kejadian hilangnya bayi bu warsih ke Pak RT dan juga tetangga yang lain. Walaupun suara kokok ayam sudah terdengar dimana-mana tetapi langit masih gelap dan hujan masih belum berhenti, tapi gerimisnya sudah tidak sebesar tadi.

"Akang pergi dulu yah neng."

"Hati-hati dijalan ya kang. Kalau ada apa-apa lari saja yang kencang." Pesan Wati.

"Kamu ini ngomong apa sih neng. Ini sudah pagi masih saja merasa khawatir."

"Tapi kita tidak tahu, apakah ini sudah waktunya adzan subuh atau belum. Setan belum pulang kalau masih belum adzan subuh kang."

"Sudah jangan parno terus, jadi menghayal kemana-mana nanti kamu. Akang berangkat dulu yah."

Continue Reading

You'll Also Like

4.6K 176 43
We all know how the story goes... A group of 6 highschool students on a fieldtrip that led to a disaster... Which also led them to cross realms betwe...
8.2K 338 15
"what in the alice in borderland shit is this?" everyone stared at her, dumbfounded. "what? it's a great series!" i argued with them. A rollercoaster...
20.5K 56 5
Coming Back on June 18th, 2024 โš ๏ธ UNDER CONSTRUCTION โš ๏ธ BASED ON SCREAM (1996) BY WES CRAVEN BOOK ONE OUT OF FIVE "What's your favorite scary movie...