BAD CINDERELLA (Seri Kedua)

By Qaysmaa

1.4M 38.1K 6.6K

Seri kedua BAD CINDERELLA. FIKSI REMAJA - ROMANCE COMEDY Cindy didatangi tim khusus yang dibentuk oleh kement... More

- VISUAL CAST BAD CINDERELLA 1 -
Pindah
SEASON 2 : BAB 17
SEASON 2 : BAB 19
SEASON 2 : BAB 20
SEASON 2 : BAB 21
VISUAL CAST BAD CINDERELLA (2)
ANOTHER BAD CINDERELLA

SEASON 2 : BAB 18

33.2K 4.9K 1.2K
By Qaysmaa


Di ujung ranjang Dev merenung. Kedua tangannya saling bertaut lalu bertumpu pada kakinya yang menjuntai ke lantai.

Ia melirik sekilas amplop putih yang berisi surat drop out dari pihak sekolah. Lelaki itu memijit pangkal hidungnya, ketika ucapan sang ayah kembali terngiang-ngiang dalam benak.

'Kamu dan Zio akan Papa masukan ke sekolah asrama di Cambridge!''

Masih terbayang juga raut kemarahan sang ayah ketika ia menerima surat drop out tersebut.

Zio membuka pelan pintu kamar Dev. Kepalanya menyembul masuk. "Dev?!"

Dev menoleh. "Apaan?" tanyanya sedikit ketus, khas seorang Dev.

Zio membuka lebar-lebar daun pintu tersebut, kemudian melangkah masuk lalu duduk di samping lelaki itu.

"Lo mau nurutin kemauan bokap lo?" tanya Zio.

"Mau gimana lagi? Kali ini gue nggak bisa ngebantah, Zi."

Dev berdecak. "Semua yang gue sembunyiin rapat-rapat selama ini akhirnya tercium juga. Dan ya, kali ini gue nggak bisa ngelak lagi. Bokap udah benar-benar murka sama gue." Dev mendengus pelan mengingat betapa marahnya sang ayah tadi.

"Kalo lo?" Dev menoleh. Sebelah alisnya terangkat menatap Zio yang beberapa waktu ini sudah kembali tinggal serumah dengannya.

Zio menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Ya sama. Mama marah besar sama bokap waktu tahu gue makin liar. Jadi bokap ngepasrahin gue ke mama, dan mama udah sepakat buat gue ikut lo pindah ke Inggris."

Dev menengadah ke atas menatap langit-langit. "Gue sebenernya berat banget buat ninggalin Jakarta."

Zio terkekeh. "Berat ninggalin Jakarta, atau berat ninggalin do'i?"

Zio meraih gitar yang tergeletak di sana. Tangannya terampil memetik senar gitar. Menimbulkan nada-nada yang begitu damai.

"Gue tahu lo pasti susah atau mungkin nggak akan bisa lupain dia." Zio menjeda ucapannya. "Karena gue juga sama. Gue ngerasain hal itu sama Cindy." Zio menggeleng pelan. "Sampe sekarang!"

Dev menoleh dengan cepat. "Lo belum bisa lupain Cindy?"

Dev tampak melayangkan protesnya. "Padahal lagak lo kayak yang udah move aja." Cowok itu mendecih tidak suka.

Sementara Zio terbahak. Jari jemarinya terus menari-nari di atas senar gitar itu. "Gue bukannya berlagak, gue cuma nggak mau membebani dia dengan perasaan gue yang terlalu menggebu-gebu."

Dev merenungkan perkataan Zio. Ia mungkin juga sudah membebani Cindy dengan perasaannya yang amat besar itu pada gadis tersebut.

Namun, selama ia masih dekat dengan Cindy melihat pesona gadis itu setiap hari. Maaf, dirinya bukanlah seorang Kezio yang mampu memendam perasaannya rapat-rapat. Ia adalah Devian Arthur yang akan terus menunjukan kasih sayangnya pada orang yang ia cintai.

Satu-satunya cara untuk ia bisa menahan perasaan itu adalah dengan menjauhinya. Maka ia akan menerima tawaran ayahnya untuk pergi ke Cambridge agar ia bisa sedikit melupakan gadis itu.

.

.

(*)

Arya menatap enggan makanan yang ada di hadapannya. Ketika ibu dan adiknya sibuk menyantap menu makan malam, ia hanya mengaduk-aduk nasi di piringnya.

Raya menginjak pelan kaki Arya. Cowok itu menautkan kedua alis menatap bingung kepada sang adik. Raya hanya melotot tajam lalu berbisik, "cepet makan!" katanya gemas.

Dengan malas Arya menyantap lalu mengunyah nasi dengan lauk pauk di piringnya.

"Ar, gimana keputusan kamu? Kamu udah bulat 'kan untuk pindah ke Yogya?" suara serak Rania memecah keheningan.

Arya melayangkan tatapan protes. "Ma! Arya 'kan udah bilang, Arya nggak mau ke Yogya dan ninggalin mama juga Raya. Apalagi selama Mama masih bersama bajingan itu."

Arya meremas kuat sendok di genggamannya. Ia bangkit lalu pergi meninggalkan tempat itu.

"Mama belum bilang soal itu?" Raya menoleh menatap ibunya yang tengah menggeleng pelan. Rania ikut bangkit lalu berlari mengikuti Arya.

Arya memasuki kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Satu tangannya menekuk menutup kedua matanya.

"Ar? Mama boleh masuk?"

Rania perlahan membuka daun pintu. Arya memiringkan tubuh memunggungi sang mama tanpa menjawab sepatah kata pun.

"Ar ... kamu sudah dapat surat drop out dari sekolah karena kasus-kasus kamu itu. Selama kamu masih tinggal di Jakarta, kamu akan terus terbawa arus pergaulan ibukota yang begitu kelam." Rania menarik nalas dalam.

Tangannya terangkat mengusap pelan punggung sang anak penuh kasih sayang. "Mama mau kamu pindah ke Yogya dan bersekolah dengan sungguh-sungguh di sana. Kejar cita-cita kamu buat masuk fakultas kedokteran UGM."

Arya mendudukan tubuhnya menghadap sang mama. Kakinya melipat silang. "Arya nggak mau pergi ninggalin mama, sebelum mama ninggalin bajingan itu," kata Arya penuh penekanan.

"Arya nggak bisa pergi gitu aja dan ngebiarin bajingan itu menyiksa Mama lagi!" nada bicaranya mulai meninggi. "Arya—"

Rania memberikan sebuah surat dan menaruhnya di atas telapak tangan Arya. "Mama udah ngajuin gugatan cerai. Dan kita akan pulang bersama-sama ke kota Yogya, ke kampung halaman almarhum papamu."

.

.

(*)

Raya menduduki sebuah ayunan di taman dekat kompleknya. Tangannya memegang kuat pegangan rantai besi, sedangkan kakinya ia rentangkan ke depan.

Tiba-tiba Raya terpekik ketika seseorang memeluk lehernya dari belakang.

"Hei…," bisiknya pelan.

"Kak!" Raya menoleh, mendapati seorang lelaki berhoodie hitam mengenakan topi juga kacamata hitam. Ah, jangan lupakan masker hitam yang menutup setengah wajahnya.

Raya mendelik menatap orang tersebut dari atas sampai bawah. "Gue kira penculik!"

Orang tersebut terkekeh ringan. Ia menarik maskernya, lalu tersenyum menunjukkan lesung di kedua pipinya.

"Pacaran sama ka Nicho berasa pacaran sama oppa Korea tahu nggak." Raya mencebik memanyunkan bibirnya.

"Lah gue 'kan nggak kalah ganteng sama mereka." Nic tersenyum menggoda menaik turunkan alis tebalnya.

"Ohh ya, kakak ngapain ngajak ketemuan malam-malam begini?"

Tangan Nic menarik pelan bahu raya, lalu mendorongnya pelan membiarkan gadis itu terayun menikmati hempasan angin.

"Kangen," ucap Nic dengan nada menggoda.

"Itu doang? Malam-malam maksa pengen ketemu cuma buat ngomong kangen doang?" cecar Raya.

"Iya," jawab Nic lalu mendorong bahu gadis itu. "Lo nggak kangen sama gue emang?" tanyanya balik.

"Yakali gue nggak kangen, setelah sekian lama lo ngilang nggak ada kabar." Raya terlihat nyolot.

"Btw orangtua lo sekarang gimana?"

Raya menoleh, Nic menghentikan kegiatannya dan tampak melamun. "Mereka ... udah lebih baik sekarang."

Nic pun melangkah, lalu berdiri di hadapan Raya. Ia merendahkan tubuh lalu berjongkok di hadapan gadis itu.

Tangannya terangkat mengelus pelan pipi Raya yang bersemu merah. "Gue ke sini bukan buat ngomongin itu."

Nic menatap lekat gadis tersebut. wajahnya maju perlahan mengikis jarak di antara mereka. Membuat Raya menahan nafas karena terlalu gugup.

"Gue ke sini buat ngelepas rindu gue sama lo."

Nic memiringkan kepala menyalurkan rasa rindu itu lewat sapuan bibirnya pada bibir Raya.

Raya memejamkan mata, tampak menikmati permainan Nic yang lembut, namun begitu menggebu.

Nic kembali menjauhkan wajah melepas tautan mereka. Tangannya menangkup kedua pipi gadis itu. "Lo tahu 'kan kalo gue dan Arya dikeluarin dari sekolah?"

Raya mengangguk. Tangannya terangkat menggegam tangan Nic. "Jangan bilang kalo lo nemuin gue sekarang karena mau ninggalin gue."

Nic menatap kedua bola mata gadis itu secara bergantian. "Gue bakal tinggal di Amerika sampai lulus sekolah ...."

"Gue nggak bisa tinggal lagi di sini, Ray. Situasinya nggak memungkinkan buat gue bisa bersekolah dengan nyaman di sini."

Raya menunduk. "gue nggak mau putus, Kak." Nic menarik dagu gadis itu. "Siapa yang mau ngajak putus? Hubungan kita nggak akan pernah rusak cuma karena jarak."

"Lo tetep milik seorang Nicholas Nndreas," bisik Nic tepat telinga gadis itu. Lelaki itu menarik tengkuk Raya mengecup lembut gadis itu. Raya yang menyambut kecupan Nic membuat lelaki itu terus memperdalam permainannya.

Ia mulai dirundung nafsu. Tangannya terangkat hendak membuka kancing bagian atas, tetapi Raya menepisnya.

Gadis itu melepaskan tautannya, menatap sengit sang kekasih. "masa di sini!" Ia merengut kesal.

Nic menyeringai. "Kalau di apartemen?"

Ahh, ya, satu lagi sifat yang mungkin tidak ada satupun yang tahu kecuali Raya. Bahwa Nic adalah lelaki yang sangat MESUM!

-SEASON 1 ; END -

.
.

End di sini maksudnya lebih ke ending para tokoh S1 ya~

Bab ini jadi penutup para tokoh Season 1~

Dan lembaran baru hidup Cindy dimulai!!

Continue Reading

You'll Also Like

1.3K 424 44
"Caspian, sahabat gue mana?! Kok dipapan tulis ada tulisan mengenang dan Rest in love. Biasanya itu untuk orang yang meninggal, sahabat gue mana, Cas...
37.8K 364 27
Sebuah ilusi tentang kopi
1K 151 39
DEVAN, seorang cowok culun yang memuja cewek nomor satu di sekolah, dia adalah Aletta yang merupakan Brand Ambasador SMA Erlangga. Mana ada cewek ca...
1.3K 145 28
Semua kata-kata manis itu bak silet yang bisa membuatnya terluka hanya dengan goresan kecil bernama harapan.