BAD CINDERELLA (Seri Kedua)

Qaysmaa tarafından

1.4M 38.1K 6.6K

Seri kedua BAD CINDERELLA. FIKSI REMAJA - ROMANCE COMEDY Cindy didatangi tim khusus yang dibentuk oleh kement... Daha Fazla

- VISUAL CAST BAD CINDERELLA 1 -
Pindah
SEASON 2 : BAB 18
SEASON 2 : BAB 19
SEASON 2 : BAB 20
SEASON 2 : BAB 21
VISUAL CAST BAD CINDERELLA (2)
ANOTHER BAD CINDERELLA

SEASON 2 : BAB 17

33.9K 5K 901
Qaysmaa tarafından

Cindy menatap jalanan. Matanya menghunus tajam namun sudut matanya tak berhenti mengeluarkan air mata.

Semakin deras air matanya mengalir, semakin kuat pula tangannya mencengkram pedal gas motornya.

Melaju dengan kecepatan maksimal, Cindy membelah alam. Menerobos angin yang tak kalah kencang menghantam tubuhnya. Semakin angin itu ia rasakan, semakin pula ia ingin melawannya.

Seolah menyatu dengan alam, Cindy berbagi emosi menyalurkan semua yang ia rasakan …

Kehilangan, kesedihan, ketakutan…

Cindy tertawa kencang dengan air mata yang terus mengalir bersama derasnya hujan. Ia akan melepaskan semua itu sekarang, membiarkan angin kencang itu membawanya. Menyisakan dirinya yang kosong bagai cangkang tanpa jiwa.

Jalanan yang sepi seolah memberinya peluang untuk ia melakukan itu semua.

Namun matanya melebar ketika netranya melihat sorot lampu yang kini mulai mendekat. Sebuah mobil yang berlawanan arah dengannya melaju tak kalah cepat dengannya.

Cindy yakin, kali ini ia tak mampu mengelak pada takdir. Maka ia akan menantangnya untuk berhadapan langsung dengan takdir tersebut.

Cindy tersenyum hampa, lalu semakin menarik pedal gasnya. Seringai terbit di wajah Cindy ketika motor trailnya ini dipastikan akan beradu dengan mobil yang ada di hadapannya.

.

.

(*)

Marvin menatap jalanan dengan wajah angkuhnya. Ia menurunkan kaca mobil, lalu menoleh pada mobil yang berada tepat di sampingnya.

Ia tersenyum miring ketika mobil tersebut juga menurunkan kaca mobilnya. Lalu menatap remeh Yuda yang tengah melayangkan tatapan tajam padanya.

"Gue pastiin lo bakal nangis darah setelah taruhan ini selesai."

Marvin menyeringai ketika Yuda mendecih tidak suka.

"Nggak usah banyak bacot, Vin. Kita buktiin sekarang."

Sementara Yora, gadis yang duduk di bangku penumpang mobil Marvin tersenyum angkuh penuh percaya diri. "Bee, gue yakin banget lo pasti bisa ngalahin si Yuda."

Sesaat Marvin menoleh ke sisi kanan lalu tersenyum ke arah sekumpulan remaja yang tampak tengah duduk di atas kap mobil sport berwarna merah menyala. Dua orang laki-laki dan satu orang perempuan, mereka adalah teman-teman gengnya.

Si perempuan tampak melambaikan tangan sambil bersorak dramatis menyuarakan namanya.

Yora ikut menoleh ke arah sana. "Billa di sini juga, bee?" tanya Yora sambil berkerut alis lalu menoleh Marvin. "Anak mami kayak si Billa bisa liar juga ternyata."

Marvin hanya terkekeh lalu menggeleng pelan. "Gue juga heran, tuh anak 'lurus' tiba-tiba berubah jadi bitchy."

Marvin lalu kembali menatap jalanan di depannya. Seorang gadis mengenakan hotpants hitam serta crop top berwarna peach berjalan membelah kerumunan. Gadis itu berdiri di antara dua mobil yang siap untuk meluncur membelah jalanan.

Gadis itu tersenyum sembari mengangkat tinggi-tinggi sebuah kain berwarna merah.

"Are you ready?"

Gadis itu menoleh pada Marvin. Marvin tersenyum lalu menginjak gas membuat mobil itu mengeluarkan suara gerungan sebagai jawaban.

Lalu gadis itu beralih menoleh ke sisi lain.

"Ready?"

Yuda tersenyum miring, lalu menginjak gas mobilnya. "Yeahh …."

"One ...."

Gadis itu berteriak, membuat semua tampak bersorak riuh.

"Two ...."

Gadis itu mengangkat tinggi-tinggi kain yang berada di genggamannya.

"Three!!" jerit gadis tersebut sembari melepaskan kain merah di tangan hingga terjatuh ke jalan.

Dua  mobil tersebut tampak melesak membelah jalanan beradu cepat untuk memenangkan sebuah taruhan.

"Si Yuda itu anak teri, bisa-bisanya nantang kita yang udah level up."

Yora, gadis dengan rambut curly yang dicat ombre ungu itu tampak memegang erat pada pegangan tubuhnya. Sesekali terseok ke kanan dan kiri ketika mobil itu melewati tikungan.

Marvin mengangkat dagunya tinggi-tinggi. "Makanya gue nggak nanggung pasang taruhan. Cause I will definitely win tonight.",

Yora menoleh. "Berapa?"

Marvin terus fokus pada jalanan di depannya "Dua ratus ribu ...." Ia tersenyum miring. "US dollar!" ucapnya final.

Yora meneguk ludah. Seratus ribu dollar Amerika itu sekitar tiga ratus juta jika dirupiahkan. Bilangan yang cukup fantastis untuk sebuah taruhan anak remaja seperti mereka.

(US dollar sekarang 15rb cuyy, hehe)

Sebenarnya tidak terlalu berlebihan untuk para remaja kelas atas seperti mereka. Melihat dari barang-barang yang dikenakan Marvin dan Yora saja harganya berkali-kali lipat dari nilai taruhan mereka.

Jam dan gelang yang dikenakan Yora saja contohnya.

Sekilas terlihat sangat simpel. Padahal jam berwarna emas yang dikenakan Yora itu merupakan Rolex seri lady datejust all gold with diamond bezel yang ditaksir mencapai 500 juta, juga dua gelang yang melilit di pergelangan tangannya merupakan seri Van Cleef & Arpels berkisar 450 jutaan. (Ini jam sama gelang yang dipake sisca kohl)

Hanya jam dan gelang Yora saja sudah hampir mencapai 1M. Jadi tidak heran, jika nilai taruhan untuk anak-anak konglomerat ini mencapai nilai yang membuat orang geleng-geleng kepala.

Marvin menatap spion tengah. Senyumnya semakin melebar ketika ia tidak melihat mobil Yuda yang mungkin jauh tertinggal.

Namun ketika ia kembali menatap jalanan, matanya melebar tatkala ia melihat sebuah motor trail melaju dengan kecepatan tinggi siap menghantam mobilnya.

Benturan hebat pun tak terelakkan. Teriakan Yora juga dirinya teredam oleh suara benturan mobilnya mereka.

Yora meringkuk saat Marvin menginjak rem sekuat tenaga mencoba menghindari tabrakan tersebut. Akan tetapi, Marvin nampak melongo ketika motor tersebut tidak menghantam mobilnya melainkan menaiki mobilnya.

Motor tersebut melayang di atas mobilnya, berputar di udara, lalu motor tersebut jatuh tepat di bagian belakang mobil menghantam kaca bagian belakang sebelum akhirnya terjatuh di aspal.

Yora memegang dadanya dengan kedua tangan yang gemetar hebat. "I-itu barusan apa yang melayang di atas kita?"

Wajah cantik itu pucat pasi menatap Marvin yang juga tak kalah sama terkejutnya.

Marvin masih mematung di tempat, ia tampak masih syok dengan kejadian barusan.

Yora mengguncang guncang tubuh Marvin. "Bee! Kita nabrak seseorang!" teriaknya kalut, ia menggigiti kukunya nampak panik.

Marvin menoleh menatap datar Yora. "Kita nggak nabrak seseorang. Orang itu yang nabrakin diri ke mobil kita."

Kening Yora berkerut alis. "Hah?!"

Marvin membuka pintu mobilnya dengan kasar, lalu berjalan keluar menghampiri sang pengendara tersebut.

Pengendara itu terlentang di jalan dengan motor yang terguling dan menindih satu kakinya.

Marvin mendecih sembari berkacak pinggang. "Bangun lo! Gue tahu lo cuma modus supaya dapat uang, 'kan?"

Dengan tanpa perasaan Marvin menendang kaki sang pengendara tersebut. "Gue tau banget modus basi kayak gini, bangsat!"

Namun si pengendara motor tetap tak bergeming sedikit pun.

Cowok itu tampak kesal bukan main. "Bajingan keparat! Lo buang-buang waktu gue!"

Marvin kembali menendang kaki pengendara motor tersebut. Emosinya semakin memuncak ketika orang tersebut masih tak juga bereaksi.

Marvin menatap dingin orang tersebut, lalu menyeringai begitu kakinya ia angkat tinggi-tinggi.

Ketika kaki itu siap menghantam perut orang tersebut, Ia sedikit tersentak ketika tangan orang itu mencengkeram kuat kakinya yang melayang di udara hendak menginjak perutnya.

Cowok tersebut berjongkok, lalu menarik kaca visor helm full face itu ke atas. Mempertontonkan mata tajam dengan tatapan sedingin es itu.

Marvin melotot tidak percaya bahwa orang yang mengendarai motor dengan gila tersebut ternyata seorang ...

"Cewek?" Marvin bergumam.

Walau hanya dengan melihat matanya saja, ia sudah mengetahui bahwa sinpengendara gila itu adalah gadis. Sesaat ia tampak takjub dengan itu. Pengendara gila itu ternyata seorang gadis yang ia yakini seusia dengan dirinya.

Cindy menatap kosong ke arah langit yang sangat pekat. Tampak tidak menghiraukan seseorang yang tengah berdiri di hadapannya.

Gadis itu terkekeh ketika langit kembali bergemuruh. Rintik hujan mulai menerpa wajah cantiknya, namun ia sama sekali tidak bergerak di tempatnya.

Cindy tertawa amat keras. Namun air matanya mengalir bersamaan dengan air hujan yang terus menerpa wajah juga tubuhnya.

Marvin membisu, ia meneliti wajah ayu itu. Dadanya bergemuruh saat melihat Cindy, gadis yang terlihat begitu frustasi.

Isakan menyesakan gadis itu membawa Marvin ikut hanyut dalam kesedihannya. Entah kenapa, rasanya ia ingin menyelam lebih jauh lagi. Menyusuri lebih inti lagi ke dalam ruang kegelapan penuh duka di mana gadis itu berada.

Namun sebuah tepukan menyadarkan kembali logikanya.

"Bee! Ngapain bengong? Udah, kita tinggalin aja. bentar lagi si Yuda pasti nyusul!"

Yora menarik tangan Marvin. Lalu sebuah mobil melesak begitu cepat melewati mereka, membuat Marvin berdecak marah. "Sial!" umpatnya.

Marvin dan Yora meninggalkan Cindy begitu saja. Mereka kembali memasuki mobil, lalu melesak cepat meninggalkan Cindy yang masih yang masih terbaring di aspal jalanan.

Marvin kembali melajukan mobilnya. Namun pikirannya terbagi dua, antara balapan ini dan juga ... gadis itu.

"Arrggh!!!!"

Cowok itu mengerang keras memukul stir kemudinya ketika melihat Yuda tengah berdiri sambil menyenderkan punggung pada kap mobil. Tampak tengah tersenyum pongah menyambut kedatangan Marvin.

Sebagian tampak bersorak riuh. Ada pula yang berdecak kesal dengan kekalahan sang raja jalanan ini.

Marvin membanting pintu mobilnya. Ia mengepalkan kedua tangan, lalu menendang ban mobilnya sebagai pelampiasan.

"Kurang ajar!" ucapnya geram.

"Bee, udah!" Yora mengusap pelan lengan Marvin.

Ia menggeram marah. "Semua gara-gara cewek sialan itu!"

Yuda tersenyum miring menghampiri Marvin. "Jangan lupa transfer!"

Yuda bersiul sembari memutar-mutar kunci mobil menggunakan telunjuknya. Lalu pergi meninggalkan Marvin yang semakin dirundung amarah.

Seorang lelaki menghampiri Marvin.

"Tumbenan lo kalah?" tanya cowok itu. "Kalahnya sama di Yuda yang masih newbie lagi." Cowok itu tampak berdecak. "Ck! Malu-maluin geng kita aja."

"Tadi ada orang gila nabrakin diri ke mobil gue, Kiel!" sungut Marvin tampak kesal. Ia lalu mengarahkan dagu ke arah mobilnya. "Lo liat kaca belakang mobil gue sampe pecah gitu."

Ezkiel mengangkat sebelah alis. Cowok dengan kadar ketampanan menyaingi taehyung BTS itu melangkah menuju mobil Marvin.

Benar. Mobil Marvin tampak rusak terutama di bagian kaca belakang.

"Lo tabrakan sama motor?" tanya Ezkiel, begitu mendapati ada jejak ukiran ban dari depan sampai ke atas.

"Hm." Marvin hanya berdeham saja.

Yora yang ada di sebelahnya sudah pergi entah ke mana, tadi cewek itu tampak ditarik salah satu temannya untuk berkumpul bersama yang lain.

"Vin …."

"Apa?!" jawabnya ketus masih tampak kesal.

"Lo lihat ini."

Perkataan Ezkiel sukses menarik perhatian Marvin. Ia pun lantas berbalik, lalu mendapati Ezkiel tengah mencondongkan tubuh meraih sesuatu di jok belakang mobil Marvin.

"Sepatu?"

Marvin tertegun dengan dahi berkerut samar ketika Ezkiel mengangkat sepatu converse merk all star itu ke udara.

Cowok itu melangkah lebar menuju Ezkiel, lalu merebut sepatu yang tampak kotor tersebut. "Ini pasti punya cewek itu."

"Cewek?" tanya Ezkiel memastikan.

Marvin mengangguk. "Yang nabrakin motornya ke mobil gue tuh cewek. Sinting banget emang!"

Marvin memerhatikan sebelah sepatu itu dengan seksama. Sepatu yang kotor dengan banyak jejak tanah menempel, warna hitamnya tampak sedikit memudar.

Marvin menatap sepatu itu dengan sorot mengejek. "Yang punya pasti kere. Sepatunya aja murahan kayak gini," gumamnya.

Cowok itu lalu menggerakkan sepatu itu, menelisik dengan seksama setiap sisinya. Saat hendak membuang sepatu itu, ia melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.

Alis Marvin terangkat sempurna begitu mendapati ada inisial yang ditulis kecil menggunakan spidol permanen di salah satu sisinya.

"C?"

.

.

(*)

Cindy mengendarai motor trailnya dengan kecepatan rendah. Sesekali motor yang dikendarainya oleng karena rasa sakit di sekujur tubuh, terutama kaki.

Sebelah kakinya terasa kebas lalu rasa sakit mulai menyeruak.

Tadinya sakit itu belum terlalu mendominasi, itu sebabnya ia masih bisa mengendarai motor meski kecelakaan baru saja terjadi.

Namun kini tubuhnya mulai bereaksi. Rasa sakit itu kian menjadi membuat Cindy nyaris kehilangan kesadaran diri.

Cindy berhenti tepat di depan ruang IGD. Ia membuka helm, lalu turun dari motornya.

Ia meringis melangkah memasuki rumah sakit dengan kaki yang pincang.

Ia menghampiri seorang dokter jaga yang tengah berbincang dengan seorang perawat di sana.

"Dok, tolong saya!" Cindy meringis menahan sakit terutama di kakinya.

Dokter tersebut tergesa menghampiri Cindy. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya terjatuh saat mengendarai motor saya tadi. Kaki saya sepertinya terluka." Cindy duduk di atas brangkar dengan kaki yang menjuntai ke bawah.

"Kamu datang sendiri? Kecelakaan tunggal? Kok bisa nggak ada yang nolong kamu?"

"Ah iya, " Cindy mennggaruk tengguknya yang tidak gatal. "Tadi saya tergelincir karena jalanan yang basah akibat hujan. Terus saya langsung ke sini."

"Kalo dilihat dari keadaan kamu yang masih sanggup mengendarai motor kayaknya cuma luka ringan."

"Kita lihat dulu lukanya." Dokter tersebut berjongkok kemudian menarik celana Cindy sampai lutut. Membuat gadis itu tersentak sambil meringis kesakitan.

Dokter tersebut melongo, matanya melebar ketika kaki Cindy terlihat sempurna. "K-kamu serius kemari sendiri dengan mengendarai motor?"

Cindy mengangguk sebagai jawaban.

"Astaga! Suster, tolong cepat bawa peralatan!" Dokter tersebut tampak panik "Ini kamu patah tulang!"

Dokter mengangkat pelan kaki gadis ini, lalu membaringkan tubuh Cindy di atas brankar.

Seorang suster datang membawa berbagai peralatan darurat.

"Ck! Emang nggak ngerasa sakit apa? Masa nggak sadar luka kamu separah ini?"  omel dokter tersebut sambil sibuk merobek celana Cindy.

Cindy melipat kedua tangannya, lalu menyimpannya di belakang kepala. "Sakit sih," ucapnya acuh tak acuh.

Dokter tersebut menggeleng tidak percaya. Bisa-bisanya gadis itu tampak santai dengan luka separah ini.

Jika ini terjadi pada orang lain sudah dipastikan orang tersebut tidak akan sadar diri.

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

198K 21.2K 39
Sebelum baca follow dulu^^ °°°°°°° Gelap? Siapa yang takut kegelapan? Gentala Gantari, ia pasrah tentang fobia dan insomnia yang secara bersamaan me...
12.3K 1K 55
[Completed] Jenna, terlihat layaknya gadis pada umumnya. Tapi tidak, bagi yang paham cerita hidupnya. Dingin. Tidak tersentuh. Wajah cantiknya tida...
62.2K 10.2K 75
(Ada part yang diacak, jadi harap diperhatikan!) Dia hanyalah murid baru di Sma Garda Putih, tapi kepindahannya bukan tanpa alasan. Lavender Bilvena...
1.9M 93K 40
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...