Monochopsis [2]

By nauraini

4.9K 638 67

Ada yang dipertemukan lewat tatap untuk memulai rasa. Interaksi-interaksi canggung adalah komunikasi non-verb... More

[2] Detik Yang Terlampau Cepat
[3] Perasaan Yang Terlalu Dini dan Naif
[4] Ketangkasan Menikmati Damai

[1] Magnet Berlawanan Arus

2.2K 186 21
By nauraini

Bentara sedang membicarakan proyek advokasi untuk masyarakat di Maros, Sulawesi Selatan bersama dengan dosennya dan satu orang lagi teman lelakinya, ketika mereka dikejutkan pintu yang dibuka dengan cukup kencang. Pintu yang sebelumnya memang ditutup karena di luar sedang hujan. Jadi untuk menangkal udara dingin yang mungkin masuk.

Seorang perempuan berambut sepundak, dikucir, dan klimis karena basah masuk sambil menenteng sepatunya. Tanpa berucap salam. Tanpa menoleh. Melirik saja tidak. Seolah-olah eksistensi tiga orang yang sedang ada di ruang tamu itu tidak nampak di indera pengelihatannya.

"Kok hujan-hujan, Dek? Nggak bawa payung?" tanya sang dosen. Yang Bentara pastikan si gadis adalah anaknya. Yang membuat Bentara kaget adalah si gadis tidak mengindahkan sapaan itu. Tidak coba menghentikan langkah dan berucap sepatah kata pun.

Dipandangnya sang dosen yang adalah profesor sekaligus guru besar di kampusnya itu dengan lirikan ekor mata. Mata sang dosen masih memindai gerak langkah puterinya yang semakin menjauh. Disapunya dengan pandangan jejak-jejak air yang menetes dari ujung roknya membasahi lantai.

Ada pancaran yang tidak biasa dari mata sang dosen untuk puterinya. Pancaran mata kerinduan, mungkin? Tidak sesederhana pancaran kemarahan karena anaknya berlaku tidak sopan. Tidak sama sekali. Dan Bentara hanya berakhir saling melirik dengan teman di sampingnya. Pura-pura kembali menekuri kuesioner yang tadinya sedang mereka bicarakan. Mencoba tidak mengindahkan pandangan mata sang dosen pada titik kosong tempat terakhir sang gadis terlihat sebelum berbelok ke ruangan lain.

***

Karena hujan masih turun dan kebetulan pembahasan kuesioner jauh dari kata selesai maka sang dosen berinisiatif untuk melanjutkan pembahasan setelah makan. Kini mereka ada di meja makan, membicarakan hal santai di luar materi penelitian yang membuat mereka pusing.

Proyek dari NGO Internasional dan Kementerian Pertanian ini akan segera dijalankan kurang dari satu bulan lagi, sehingga mereka harus bekerja lumayan ekstra untuk menyelesaikan segala sesuatu yang dibutuhkan.

Meja makan berisi dua anak muda dan satu orang profesor itu lumayan hidup karena tidak ada jarak yang tercipta. Dua anak muda pilihan dengan selera humor yang lumayan, dan sang profesor yang tidak sedang jaga wibawa. Di rumah hanya dengan sarung dan kaos oblong.

"Kamu ya, Sontoloyo! Kalau di jam kuliah saya berani tidur, saya suruh hapalin seratus family serangga, mau kamu?!" Bentara sedang menirukan gaya dosen proteksi tanaman yang sedang marah-marah karena mendapati mahasiswa tertidur di kelasnya.

"HAHAHAHA buset! Iya inget banget tuh di kelas gue juga pernah ada yang ketahuan mainan hape trus disuruh nyebutin 20 penyakit tanaman atau nilai UAS-nya C. Sadis emang. Makanya setiap kelas beliau selalu hening kayak ruangan komisi disiplin." Teman Bentara juga ikut bersuara yang ditanggapi ketiganya dengan tertawa.

"Apa kata andalannya?" tanya Bentara .

"SON... SON....?" Bentara masih memancing.

"SONTOLOYO!" jawab Bentara dan temannya serentak. Lalu, mereka bertiga tertawa lagi. Pembicaraan yang tak begitu lazim karena yang dibicarakan adalah dosen mereka sendiri, teman sang profesor, tapi memang karena ajaibnya tingkah dosen proteksi tanaman itu, akhirnya menjadi lazim untuk dibicarakan sebagai guyonan.

"Enak ya ngomong 'SONTOLOYO!' apalagi kalau jawanya lagi keluar. Jadi apa Ben?"

"Sontoloyo angon kebo!"

Meja makan itu semakin riuh oleh tawa tiga lelaki itu.

Hingga kemudian....

Tawa mereka perlahan berhenti, ketika mendapati ada seorang gadis yang beberapa jam yang lalu menjadi pusat perhatian, kini ada di sekitar mereka. Tepatnya ada di meja dapur dan nampak sedang mengisi panci dengan air dari kitchen sink.

Suara air membentur panci itu yang menghentikan simfoni tawa di meja makan itu secara kompak. Dengan pergerakan yang sangat wajar, sang gadis memasak air di atas kompor listrik. Dari arah meja makan, dapur dengan kabinet-kabinet dan pantry itu hanya dipisahkan beberapa meter saja tanpa penghalang. Jadi aktivitas di dapur itu tertangkap dengan sangat jelas.

Gadis itu kini telah berganti dengan kaos hitam oversize dan celana batik panjang. Rambutnya tergerai dan tampak basah. Bibirnya pucat dan ekspresinya datar.

Gadis itu beberapa kali membuka tutup kulkas untuk mengeluarkan sesuatu dari sana, yang terlihat adalah telur dan mungkin kornet. Dari atas kabinet dia mengeluarkan mie instan. Semuanya dia lakukan dalam diam. Tanpa merasa bahwa tiga kepala di depannya ini memerhatikan gerak-geriknya dalam ekor mata yang tidak profesional.

Cuek.

Dingin.

Itu yang setidaknya Bentara rasakan dari aura yang dipancarkan gadis yang tadi masuk rumah dengan seragam SMA-nya yang basah. Tidak pula gadis itu merasa tertarik untuk melirik saja keriuhan di meja makan yang sebelum kedatangan dirinya bisa dikatakan cukup hidup. Setelah kedatangan dirinya? Senyap tak berbekas.

Bahkan diam itu terpecah oleh suara air yang mendidih. Retak telur pecah. Dan gemerisik bungkus mie instan yang dibuka. Hampir tiga menit senyap yang membuat Bentara menjadi sulit menelan makanan di depannya. Padahal bukan ikan berduri.

Dia tidak pernah tahu bahwa efek satu manusia bisa membuat ruangan seolah beku ke titik minus derajat. Tidak masuk akal. Tapi, itu lah yang sedang dirasakan Bentara saat ini. Sop ayam yang tadinya hangat dan nikmat menyentuh mulutnya, kini terasa anyep. Walaupun kepulan tipis asap masih terlihat dari wadah aslinya. Menandakan sop itu masih cukup panas.

"Dek...." Semua kaget dengan sapaan sang profesor yang memecahkan kebekuan. Bentara sampai memegang berlebihan sendoknya dan temannya sedikit terbatuk. "Makan sini ada sop ayam. Kamu masak mie?"

Sudah barang tentu tidak ada jawaban. Pun dengusan. Gerakan tangan gadis itu masih konstan mengaduk semua bahan makanan yang seolah lebih menarik bagi pandangan matanya. Harum dari kuah mie yang justru membuat matanya sedikit beriak binar. Tidak tawaran makan bersama dari sang ayah.

Bentara, semakin menelah ludah dengan susah payah. Ke mana wajah sang profesor kini sepenuhnya menatap figur sang puteri yang mulai menuangkan mie instan dari panci ke dalam mangkok.

Mie yang sudah matang dan menguarkan bau sedap itu ditaruh di atas pantry sementara dia mencuci panci di bak cuci. Menaruh dengan rapi semua bahan dan peralatan masak. Kemudian berlalu tanpa mengindahkan apa pun. Siapa pun.

Menghilang dari balik pintu dapur, pergerakannya masih diikuti tiga pasang mata manusia. Yang tergugu merasakan sop dan empal goreng itu mendadak berasa hambar. Sambal yang dikeluhkan pedas pun rasanya mendadak hambar.

"Mbok... Mau mie nggak?" suara dari belakang dapur yang mampu membuat belakakan di mata Bentara. Oh... Bisa ngomong juga. Dari kepala yang tadinya menunduk, dan hati yang membatin, kepalanya perlahan terangkat memandang sang profesor. Yang ternyata balik memandangnya. Dengan senyuman tipis. Masih dengan luka yang tidak harus seorang psikolog yang mampu mengidentifikasinya.

***

"Saya istirahat sebentar ya, Ben. Nanti kalau mau duluan salat mushola ada di samping dapur."

Bentara mengangguk dengan senyuman, "Siap, Pak."

"Makan malam di sini saja, nanti."

Bentara tersenyum lagi, "Wah... Dengan senang hati, Pak." Dibalas sang profesor dengan kekehan pelan. Lalu meninggalkan ruang tamu yang mereka fungsikan menjadi ruang kerja. Bentara masih harus melanjutkan melengkapi kuesioner dan guideline lain sementara temannya harus pamit duluan karena ada kegiatan organisasi.

Setengah jam berlalu, mata Bentara mulai berat. Diliriknya jam sudah menunjukkan waktu salat Maghrib. Segera dibenahinya meja supaya nggak terlalu banyak kertas berserakan. Dia bangkit dan menuju mushola yang ditunjukkan profesornya tadi.

Bentara baru pertama kali ke rumah ini. Lebih jelasnya lagi, baru sekali ini diajak untuk proyek sang profesor dan guru besar yang sudah harum namanya itu. Dia baru mendapat kuliah sang profesor semester ini. Hanya karena bermula dari pertanyaan tentang advokasi efektif bagi masyarakat marjinal yang mayoritas petani tapi tidak memiliki lahan, Bentara langsung ditawari proyek di Sulawesi oleh sang dosen. Sungguh beruntung.

Setelah mengambil wudhu, Bentara menunggu adzan selesai berkumandang. Begitu dia akan bangkit untuk menjalankan salat seorang diri, pintu berderit dibuka. Ada perempuan masuk. Yang satu Bentara kenal jelas adalah ART yang dikenalkan oleh profesor. Perempuan pertengahan 60-an tahun yang mengingatkan Bentara akan ibunya. Yang tadi dipuji oleh Bentara masakannya sangat enak, sebelum....

"Nduk, Bening, ayo ini jamaah sama si Mas."

Gadis itu datang membawa aura seperti dingin keterlaluan yang membuat apa pun menjadi kristal es.

Seperti sekarang ini.

Hal yang tidak diduga-duga oleh Bentara adalah sang perempuan tanpa ekspresi wajah ramah, dingin seperti tanah yang usai tersiram hujan, masuk ke dalam mushola dengan rambut dan wajah basah.

Mata keduanya saling bertemu. Seolah ada medan magnet berlawanan arus yang saling menarik dengan sama kuatnya.

***

Kangen banget sama Wattpad huhuhu. Sampai melankolis banget hari ini. Kangen masa-masa 2015-2017 lagi aktif-aktifnya di Wattpad dan berinteraksi dengan begitu banyak teman di sini :')

Pengen konsisten nulis lagi, tapi ujung-ujungnya wacana mulu hahaha kebanyakan excuse :(

Dan ya, cerita Monochopsis [2] akhirnya aku jadikan work sendiri biar nggak disalahmengerti sama yang mau baca karena di work yang Melvin-Melody udah kukasih keterangan [Telah Diterbitkan] hehe. Dan, ini baru kesentuh lagi setelah jutaan purnama karena Nau yang burn out dan mager duniawi buat nulis :(

Setiap satu kali balik ke Wattpad dengan bersemangat rasanya pengen itu bertahan lama, tapi yhaaa... buat sekarang entah kenapa susah kejadian wkwkwk

Dengan kemageran ini, aku coba buat berkomitmen nulis lagi di Wattpad kecintaanku. Semogaaaa.... semoga banget ada cerita yang selesai di 2019 ini (walaupun tinggal bentar lagi abis!) karena tahun ini beneran nggak ngelarin tulisan apa pun HUEEEEEEEEE :(((

Oct 20, 2019 ~

Continue Reading

You'll Also Like

21.7K 2K 20
boleh di skip kalo ngga suka, terimakasih 💓
1.8M 1.2K 24
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
65.2K 958 14
Menceritakan kehamilan dan kelahiran bayi Jennie, Lisa dan banyak idol-idol lainnya. Jangan salah lapak! Anak dibawah umur dilarang⚠️
223K 12.2K 30
( sebelum membaca jangan lupa follow akunnya 👌) yang homophobia di skip aja gak bisa buat deskripsinya jadi langsung baca aja guys bxb bl gay homo ...